You are on page 1of 187

BAB I

PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI SINGKAT
1. Nama Modul : Keperawatan Maternitas 1
2. Beban SKS : 4 SKS (2SKS Teori, 1 SKS Praktikum dan 1 Praktik Lapangan)
3. Tujuan Modul
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran keperawatan maternitas, bila diberi
data/kasus mahasiswa mampu:

a. Melakukan asuhan keperawatan wanita usia subur, (usia reproduksi), pasangan


usia subur, wanita dalam masa childbearing (hamil, melahirkan dan setelah
melahirkan) dan bayinya sampai usia 28 hari, keluarga dengan wanita pada masa
childbearing dengan memperhatikan aspek legal dan etik.
b. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan pada wanita usia subur (usia reproduksi),
pasangan usia subur, wanita dalam masa childbearing (hamil, melahirkan dan
setelah melahirkan) dan bayinya sampai usia 28 hari, keluarga dengan wanita pada
masa childbearing dengan memperhatikan aspek legal dan etik.
c. Mengintegrasikan hasil penelitian yang berhubungan dengan wanita usia subur
(usia reproduksi), pasangan usia subur, wanita dalam masa childbearing (hamil,
melahirkan dan setelah melahirkan) dan bayinya sampai usia 28 hari, keluarga
dengan wanita pada masa childbearing dengan memperhatikan aspek legal dan
etik.
d. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada wanita usia subur (usia
reproduksi), pasangan usia subur, wanita dalam masa childbearing (hamil,
melahirkan dan setelah melahirkan) dan bayinya sampai usia 28 hari, keluarga
dengan wanita pada masa childbearing dengan memperhatikan aspek legal dan
etik.
e. Mendemontrasikan intervensi keperawatan pada wanita usia subur (usia
reproduksi), pasangan usia subur, wanita dalam masa childbearing (hamil,
melahirkan dan setelah melahirkan) dan bayinya sampai usia 28 hari, keluarga
dengan wanita pada masa childbearing dengan memperhatikan aspek legal dan
etik.

4. Deskripsi Modul
Dalam modul blok ini, mahasiswa akan mempelajari tentang upaya meningkatkan
kesehatan reproduksi perempuan usia subur, ibu hamil, melahirkan, nifas, diantara dua
masa kehamilan dan bayi baru lahir fisiologis dengan penekanan dan upaya preventif
dan promotif yang menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan
memperhatikan aspek legal dan etis ditatanan klinik maupun komunitas.

5. PROFESIONAL PROFIL
Setelah mengikuti proses pembelajaran pada tahap akademik, mahasiswa
memahami dan mampu mengaplikasikan keperawatan maternitas dalam berbagai
tatanan pelayanan baik di klinik maupun di komunitas pada tahap pendidikan profesi.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. KOMPETENSI
Hard Skill
No Knowledge Psikomotor Soft Skill
1. Mahasiswa mampu memahami 1. Komunikasi
dan menjelaskan tentang anatomi 2. Berfikir kritis
fisiologi organ reproduksi pria
dan wanita, serta fungsi organ
reproduksi sekunder
2. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang perilaku
dan tahapan hubungan seksual
3. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan peran dan
aspek legal etik keperawatan
maternitas
Mahasiswa mampu memahami
4. dan menjelaskan tentang konsep
kehamilan yang terdiri dari
konsep genetika, konsepsi, dan
perkembangan Janin
5. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan anatomi,
fisiologi dan psikologi pada
kehamilan
6. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang nutrisi
ibu dan janin
7. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan pada ibu hamil
8. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang faktor
esensial dan proses persalinan
normal
9. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang
penatalaksaan nyeri selama
proses persalinan (farmakologi
dan non farmakologi)
10. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan pengkajian
janin

11. Mahasiswa mampu memahami


dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan intranatal
12. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang fisiologi
dan psikososial ibu post partum
13. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan pada ibu post
partum
14. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang home
visite
15. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang
seksualitas pada remaja
16. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang
kehamilan pada remaja
17. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang menjadi
orang tua pada masa remaja
18. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang prinsip-
prinsip etika keperawatan :
otonomi, beneficience, justice,
non malefecience, moral right,
nilai dan norma masyarakat
nursing advocacy
19. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan gangguan sistem
reproduksi
20. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang promosi
kesehatan wanita
21. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang upaya-
upaya pencegahan primer,
sekunder dan tersier pada
system reproduksi yang meliputi
exercise, kegel exercise, nutrisi,
manajemen stress
22. Mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan tentang trend
dan issu keperawatan maternitas
(family centered maternity care)
&evidence based practice dalam
keperawatan maternitas (telaah
jurnal)
Praktikum Maternitas 1
23 Mampu menjelaskan pengertian, Mampu mempersiapkan
tujuan, indikasi, alat dan bahan alat dan bahan, serta
tentang pengkajian fisk ibu hamil melakukan prosedur,
Ante Natal Care (ANC), serta evaluasi dan dokumentasi
melakukan senam hamil pengkajian fisk ibu hamil
Ante Natal Care (ANC),
serta melakukan senam
hamil
24. Mampu menjelaskan pengertian, Mampu mempersiapkan
tujuan, indikasi, alat dan bahan alat dan bahan, serta
tentang pengisian partograf melakukan prosedur,
pemasangan CTG evaluasi dan dokumentasi
(cardiotocography)Mekanisme pengisian partograf,
persalinan dan observasi pemasangan CTG
kontraksi. (cardiotocography)
Mekanisme persalinan dan
observasi kontraksi.
25. Mampu menjelaskan pengertian, Mampu mempersiapkan
tujuan, indikasi, alat dan bahan alat dan bahan, serta
tentang amniotomy, heacting melakukan prosedur,
episiotomy, pembersihan jalan amniotomy heacting
nafas bayi dan apgar score episiotomy, pembersihan
jalan nafas bayi dan apgar
score
26. Mampu menjelaskan pengertian, Mampu mempersiapkan
tujuan, indikasi, alat dan bahan alat dan bahan, serta
tentang Pemeriksaan ibu post melakukan prosedur,
partum, Perineal Hygiene dan evaluasi dan dokumentasi
tentang memandikan bayi baru Pemeriksaan ibu post
lahir dan pemberian perawatan partum, Perineal hygine
bayi sehari-hari perawatan payudara
(rolling massage
perawatan
puttingmemandikan bayi
baru lahir dan pemberian
perawatan bayi sehari-hari
senam nifas
27. Mampu menjelaskan pengertian, Mampu mempersiapkan
tujuan, indikasi, alat dan bahan alat dan bahan, serta
tentang, teknik menyusui melakukan prosedur,
perawatan payudara, (rolling evaluasi dan dokumentasi
massage ) manajemen lakstasi& tentang dan teknik
senam nifas menyusui perawatan
payudara, (rolling
massage ) dan
manajemen laktasi
3. Jadwal Perkuliahan
No Hari/Tanggal PT Pukul Kompetensi Metode

Selasa/ 13 - 13.30 – 15.10 1 s.d 22 Kuliah Introduksi


1 November Dan pembekalan telaah jurnal
2018 (trend dan issue & evidence based
kep. maternitas)
Pembagian Sasbel (ISS)

1 15.10-18.30 1,2,3,5,6 7 The Seven Jump Step 1 -5


15,16,17,20
dan 21

Rabu/ 14 2 13.30 – 16.50 4 TCL


2 November Konsep Genetika, Konsepsi &
2018 Perkembangan Janin
(Ns.Darmawati,M.Kep.,Sp.Mat)

Kamis/ 15 3 13.30 – 16.50 1,2,3 dan 5 The Seven Jump Step 7 a


3 November (Presentasi)
2018
4 Senin/19 15.10 – 18.30 9,10,11, 12, Kuliah Pakar:
November 13,14,18,19 (Konsep Dasar Mekanisme
2018 Persalinan Normal)
(Ns.Darmawati,M.Kep.,Sp.Mat)

Rabu/21 4 13.30 – 16.50 6,7,15, 16, The Seven Jump Step 7 b


5 November 17,20 dan 21 (Presentasi)
2018
Kamis/ 22 5 13.30 – 15.10 8, 9,10,12, Konsultasi ISS
6 November 13,14,18,19
2018 15.10 – 16.50 Transfer Knowladge
(Tutor Wajib Mendampingi)

7 Senin/ 26 6 13.30 – 16.50 8, 9,10,12, Presentasi (ISS) a


November
2018

8 Selasa / 27 7 13.30 – 16.50 13,14,18,19 Presentasi (ISS) b


November
2018
9 Rabu/ 28 8 13.30 – 16.50 22 Telaah Jurnal
November
2018

10 Jumat/ 12 13.30 – 16.50 Ujian Tulis


Desember2018
Ujian Responsi
Jadwal Praktikum
No Hari/Tanggal PT 2 Sesi 1 Sesi 2
(13.30 WIB-16.00 WIB) (16.00 WIB-18.30 WIB)
Kamis/ 29 9 13.30-18.30 Kasus 1 Kelp. 1 (Ns. Elka Halifah) Kasus 1 Kelp. 5 (Ns. Sufriani)
1 November Kasus 3 Kelp. 2 (Ns. Darmawati) Kasus 3 Kelp. 6 (Ns.Aida Fitri )
2018 Kasus 4 Kelp. 3 (Ns. Sri Intan R) Kasus 4 Kelp. 7 (Ns. Mariatul Kiftia)
Kasus 5 Kelp. 4 (Ns. Imelda)
2 Senin/ 03 10
Desember 13.30-16.00 Kasus 2 : Kelp 1, 2,3 dan 4 (Ns. Darmawati)
2018
Kasus 2 : Kelp 5, 6 dan 7 (Ns. Darmawati)
16.00-18.30
(Praktikum Kelas Besar)

Selasa/ 04 11 13.30-18.30 Kasus 1 Kelp. 6 (Ns. Sufriani) Kasus 1 Kelp. 2 (Ns. Kiftia)
4 Desember Kasus 3 Kelp. 7 (Ns.Aida Fitri) Kasus 3 Kelp. 3 (Ns. Aida Fitri)
2018 Kasus 5 Kelp. 5 (Ns. Imelda) Kasus 4 Kelp. 4 (Ns. Sri Intan Rahayu)
Kasus 5 Kelp. 1 (Ns. Imelda)
5 Rabu/ 05 12 13.30-18.30 Kasus 3 Kelp. 4 (Ns.Aida Fitri) Kasus 1 Kelp. 7 (Ns. Elka)
Desember Kasus 4 Kelp. 1 (Ns.Imelda) Kasus 4 Kelp. 5 (Ns. Mariatul Kiftia)
2018 Kasus 5 Kelp. 2 (Ns. Sufriani) Kasus 5 Kelp. 6 (Ns. Sri Intan)
Kasus 4 Kelp. 2 (Ns. Mariatul Kiftia)

6 Kamis/ 06 13 13.30-18.30 Kasus 1 Kelp. 4 (Ns. Aida) Kasus 3 Kelp. 1 (Ns.Aida Fitri )
Desember Kasus 4 Kelp. 6 (Ns. Elka Halifah) Kasus 3 Kelp. 5 (Ns. Darmawati)
2018 Kasus 5 Kelp. 7 (Ns.Sri Intan) Kasus 1 Kelp. 3 (Ns. Elka Halifah)
Kasus 5 Kelp. 3 (Ns. Sufriani)
Senin /10 14 13.30 – 18.30 23 TCL mini:
Desember Senam Hamil & Senam Nifas (Semua Tutor di tutorial
2018 masing-masing)

8 Selasa/11 08.30-13.30 Praktikum Mandiri


Desember
2018
9 Kamis 13 13.30-16.30 Ospe
Desember
2018
Materi Praktikum
No. Materi Praktikum (Kasus) Tutor

1. Antenatal Care Ns. Aida Fitri (AF)/Ns. Sufriani/Ns. Mariatul


Kiftia/Ns. Elka Halifah
2. Pemasangan CTG, periksa dalam, mekanisme persalinan dan Ns. Darmawati(DW)
heacting episiotomy
3. Pengisian partograf Ns. Darmawati(DW)/Ns. Aida Fitri
4. Pemeriksaan ibu post partum ; perineal Hygiene, pembersihan jalan Ns. Mariatul Kiftia (MK)/ Ns. Sri Intan (SI)/Ns
nafas bayi, Apgar score dan memandikan bayi baru lahir
Imeda
5. Teknik menyusui, perawatan payudara, (rolling massage ) Ns.Elka (EH)/Ns. Mariatul Kiftia (MK)/Ns.
manajemen lakstasi
Imelda/Ns. Sufriani

Praktik Lapangan

No Hari/Tanggal PT Materi & Kelompok Pukul

1 Kamis/ 06 Kelp 1 (ANC/RSUZA )/Mariatul Kiftia 08.30-09.30


Desember Kelp 2 (ANC/RSUZA)/Elka Halifah 09.30-10.30
2018 15 Kelp 3 (Ruang Bersalin/RSUDZA)/Darmawati 10.30-11.30
Kelp 4 (Ruang Bersalin/RSUZA)/Aida Fitri 11.30-12.30
Hari Ronde Kelp 5 (Ruang Post Partum/ RSUDZA)/Sufriani 12.30-13.30
Besar Kelp 6 (Ruang Post Partum/ RSUZA)/Imelda 13.30.14.30
Ruangan Kelp 7 (Ruang Post partum/ RSUZA)/Sri Intan 14.30-15.30

2 Selasa/11 16 Presentasi Kelompok 13.30-16.30 WIB


Desember
2018
4. Rancangan Pelaksanaan

Tutor
Ns. Darmawati, M.Kep., Sp. Mat
Ns.Sufriani, M.Kep., Sp. Mat
Ns. Sri Intan Rahayuningsih, M.Kep., Sp. Kep. An
Ns. Mariatul Kiftia, M.Kep
Ns. Aida Fitri, M.Kep
Ns. Imelsa. MKep., Sp. Kep Ank
Ns. Elka Halifah, M.Kep

Kegiatan Tutor
1. Tutor diharapkan membaca, memahami dan menganalisa isi modul.
2. Tutor diharapkan dapat memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa agar
aktif dalam proses pembelajaran.
3. Memahami sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan dengan baik
pada setiap kasus pemicu dengan berbagai metode pembelajaran.
4. Mengarahkan mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan
masalah keperawatan sesuai dengan tahapan proses keperawatan dari
kasus pemicu yang diberikan.
5. Mengarahkan mahasiswa untuk menjaga ketertiban, inventaris ruang
belajar dan laboratorium.
6. Mengisi seluruh format evaluasi yang disiapkan untuk proses penilaian
pelaksanaan modul.
7. Apabila mengalami kesulitan dalam memahami isi modul ini, silahkan
menghubungi tim penyusun modul.

Kegiatan Mahasiswa
Pada awal pembelajaran modul ini, mahasiswa akan diberikan kuliah
pengantar (Introduction Lecturer) di kelas besar oleh koordinator blok yang
bertujuan memberikan gambaran secara komprehensif pada mahasiswa
mengenai modul yang akan dipelajari, kompetensi, tujuan pembelajaran
serta metode pembelajaran yang akan digunakan. Selanjutnya mahasiswa
akan mengikuti pembelajaran sesuai dengan metode pembelajaran yang

9
telah ditetapkan. Kegiatan praktikum merupakan lanjutan dari pembelajaran
konsep kebutuhan maternitas..

Metode Pembelajaran :
Pembelajaran berdasarkan masalahatau Problem Based Learning (PBL)
dengan menggunakan metode TheSeven Jump, ISS,Teacher Centered
Learning, Field Study, mini lecturer, case study, telaah jurnal, tugas
individu/kelompok dan praktikum di laboratorium keperawatan, dan praktik
klinik.

Metode Evaluasi

1. Diskusi/ presentasi individu 5%


2. Soft Skill 5%
3. Tugas Individu/kelompok* 7%
4. Ujian responsi 13 %
5. Ujian tulis/ final 35%
6. Lab Skill/ Praktikum** 30 %
7. Absensi 5%
Keterangan:
* Tugas Individu : Tugas Kelompok = 60% : 40%
** Persentase penilaian praktikum :
Pretest 10%
Proses 5%
Tindakan 20 %
Ospe 65%

10
BAB II
URAIAN MATERI

A. Uraian 1: Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi


Sistem reproduksi wanita dan pria memiliki struktur yang homolog
(berasal dari bakal embrio yang sama). Setiap struktur memegang peranan
yang penting untuk meneruskan spesies manusia, mengekspresikan aspek
seksualitas manusia dan membentuk serta mempertahankan karakteristik
seks skunder. Akibat pengaruh hormon, genital, pelvis, dan buah dada
mengalami adaptasi yang unik dan penting selama usia subur. Sistem
reproduksi pria dan wanita terdiri dari empat komponen utama sebagai
berikut yaitu genitalia eksterna, sepasang kelenjar seks primer (gonad),
saluran yang membentang dari gonad kebagian tubuh eksterior, dan kelenjar
seks skunder (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
1. Sistem Reproduksi Wanita
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna yang terletak di
dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis dan genital eksterna
yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna
wanita berkembang dan menjadi matur akibat rangsangan hormon
estrogen dan progesteron. Hormon ini dihasilkan sejak awal kehidupan
janin dan berlanjut terus sampai masa pubertas dan masa usia subur.
Struktur reproduksi ini mengalami atrofi (ukuran mengecil) seiring
peningkatan usia atau bila produksi hormon ovarium menurun.
Persarafan yang kompleks dan luas serta suplay darah yang banyak
mendukung fungsi struktur ini (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
a. Struktur eksterna
Struktur eksterna atau vulva secara berurutan terdiri dari (arah
anterior ke posterior): mons pubis (mons veneris), labia mayora dan
minora, klitoris, prepusium klitoris, vestibulum, fourchette, dan
perineum. Genitalia eksterna diilustrasikan pada gambar berikut:

11
Gambar 1: Struktur Genitalia Eksterna pada Wanita

1) Mons pubis/ mons veneris


Mons pobis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan
berbentuk bulat dan lunak dan padat serta merupakan jaringan
ikat jarang diatas simpisis pubis. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam,
kasar, dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai
dau tahun sebelum awitan haid (manarke). Rata-rata manarke
rata-rata terjadi pada 13 tahun. Karakteristik rambut pubis
bervariasi dari halus dan jarang pada wanita Asia sampai tebal,
kasar, dan ikal pada wanita keturunan Amerika-Afrika. Mons
berperan dalam seksualitas dan melindungi simpisis pubis selama
koitus (hubungan seksual). Seiring peningkatan usia, jumlah
jaringan lemak ditubuh wanita bekurang dan rambut pubis menipis
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
2) Labia mayora
Labia mayora adalah lapitan kulit panjang melengkung menutupi
jaringan lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons
pobis. Keduanya memanjang dari mons pobis ke arah bawah
mengelilingi labia minora, berakhir diperinium pada garis tengah.
Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan
introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak
pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan digaris
tengah menutupi struktur dibawahnya. Setelah melahirkan anak
dan mengalami cidera pada vagina atau perineum, labia sedikit
12
terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka. Penurunan produksi
hormon menyebabkan atrofi labia mayora. Permuka medial (arah
dalam) labia mayora licin, tebal, dan tidak ditumbuhi rambut.
Bagian ini mengandung suplai kelenjar sebasea dan banyak
kelenjar keringat serta mengandung banyak pembuluh darah.
Sensitivitas labiya mayora terhadap sentuham, nyeri, dan suhu
tinggi. Hal ini diakibatkan oleh adanya jaringan saraf yang
menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual
(Bobak, Lowdermilk &Jensen, 2004).
3) Labia minora
Labia minora terletak diantara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina merah muda dan basah. Pembuluh
darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah
kemerahan dan memungkinkan labiya minora membengkak bila
ada stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar pada labia
minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak
membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi
erotiknya. Ruangan diantara kedua labiya minora disebut
vestibulum (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2004).
4) Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang
terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsan, glans dan
badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris mensekresi
smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma
khas dan berfungsi sebagai feromon (senyawa organik yang
memfasilitasi komunikasi olfaktorius dengan anggota lain pada
spesies yang sama untuk membangkitkan respon tertentu, yang
dalam hal ini adalah stimulasi hormon erotis pada pria). Jumlah

13
pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris
sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasitekanan,
fungsi utama klitoris ialah menstimulasi dan meningkatkan
ketegangan seksual (Bobak, Lowdermilk &Jensen, 2004).
5) Prepusium klitoris
Pada sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah
menjadi bagian medial lateral yang menyatu dibagian atas klitoris
dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait.
Terkadang prepusium menutupi klitoris, akibatnya daerah ini
membentuk suatu muara yang dapat disalah artikan sebagai
meatus uretra.
6) Vestibulum
Vestibulum adalah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu
atau lonjong, terletak diantar labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibul terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum
mayus, vulvovagina, atau bartholin). Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas,
rabas, dan friksi. Kelenjar vestibulum minora ialah struktur tubular
pendek yang terletak pada arah posterolateral didalam meatus
uretra. Kelenjar ini memproduksi sejumlah kecil lendir sebagai
pelumas (Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004).
Kelenjar vestibulummayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar
kelenjar labia mayora, masing-masing satu pada tiap sisi orifisium
vagina. Beberapa duktus dengan panjang sekitar 1,5 cm menjadi
saluran pengeluaran drain setiap kelenjar, yaitu seksresi sejumlah
kecil lendir yang jernih dan lengket, terutama selama koitus.
Keasaman lendir yang rendah (pH tinggi) baik untuk sperma.
7) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan
minora digaris tengah dibawah orifisium vagia. Suatu cekungan
kecil dan fosa navikularis terletak diantara Fourchette dan himen
sperma.

14
8) Introitus/orifisium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara/hymen, utuh tanpa
robekan. Himen ialah lipatan yang tertutup mukosa sebagian atau
seluruhnya seluruhnya, bersifat elastis tapi kuat, disekitar introitus
vagian. Himen dapat bersifat elastis sehingga memungkinkan
distensi atau dapat robek dengan mudah.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis,
septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat
robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan
(misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut
parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang
robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen
yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan
darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
9) Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi
dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral
kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal
yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti
siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,
untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas
vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis.
Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan
lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot),
merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding
vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
10) Perineum

15
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit anatar
introitus vagina dan anus. Perineum adalah perluasan kulit dari
belakang orifisium vagina ke anus. Panjangnya 5 cm dan
ditumbuhi rambut. Perineum membentuk dasar badan perineum,
suatu masa otot dan jaringan fibrosa yang memisahkan vagina
dan rektum. Otot badan perineum sebagian besar adalah levator
ani, otot utama dasar panggul (Watson, 2002)
11) Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina

b. Struktur interna
Struktur genitalia eksterna pada wanita terdiri dari ovarium,
tuba faloppi, dan uterus.

Gambar 2: Struktur genitalia interna pada wanita

1) Ovarium
Sebuah ovarium terletak disisi uterus dibawah dan dibelakang tuba
falopii. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya yaitu bagian
mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi
dingding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan
ligamen ovarii proprium yang mengikat ovarium ke uterus.

16
Gambar 3: Struktur Ovarium

Ovarium memiliki asal yang sama (homolog) dengan testis pada


pria. Ukuran dan bentuk ovarium menyerupai sebuah buah almon
berukuran besar. Saat ovulasi ukuran ovarium dapat menjadi dua kali
lipat untuk sementara. Ovarium memiliki konsistensi yang padat dan
sedikit kenyal.
Setelah pubertas ovarium memiliki korteks tebal yang
mengelilingi suatu medula yang mengandung banyak pembuluh darah.
Setelah ovulasi, folikel vesikuler ditutupi oleh jaringan khusus disebut
korpus luteum. Jika fertilisasi tidak terjadi korpus luteum mulai
mengalami degenerasi setelah 14 hari (Watson, 2002).
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung
sangat banyak ovum primordial (primitif). Diantara interval masa usia
subur (umumnya setiap bulan), satu atau lebih ovum matur dan
mengalami ovulasi. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen) dalam
jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
fungsi wanita normal sperma (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
2) Tuba falopi (tuba uterin)
Sepasang tuba falopii melekat pada fundus uteri. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas ligamen lebar dan
berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira
10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan
peritonium dibagian luar, lapisan otot tipsi dibagian tengah, dan lapisan
17
mukosa dibagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-selkolumnar,
beberapa diantaranya bersilia dan beberapa mengeluarkan sekret,
saat menstruasi mokusa menipis. Setiap tuba dan lapisan mukosanya
menyatu dengan mukosa uterus dan vagina sperma.Tuba falopii terdiri
dari empat segmen yang berbeda, yaitu :
a) Infundibulum
Bagian paling intersisial. Muaranya berbentuk seperti terompet
keliling oleh fimbria. Fimbria menjadi bengkak dan hampir erektil
pada saat ovulasi.
b) Ampula
Ampula membangun segmen distal dan segmen tengah tuba.
Sperma dan ovum bersatu dan fertilisasi terjadi diluar ampula
c) Istmus
Istmus terletak proksimal terhadap ampula, kecil dan padat,sangat
menyerupai ligamentum teres uteri.
d) Intersisial
Bagian intersisial (intramural) melewati miometrium antara fundus
dan korpus uteri dan mempunyai lumen berukuran paling kecil
berdiameter kurang 1mm.

Gambar 4: Struktur tuba Falopii


Tuba falopii merupakan jalan bagi ovum. Tonjolan-tonjolan
infundibulum menyerupai jari (fimbria) menarik ovum kedalam tuba
dengan gerakan seperti gelombang. Ovum didorong disepanjang tuba
oleh gerakan peristaltis lapisan otot dan silia. Aktivitas peristaltis tuba

18
falopii dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar terjadi pada
saat ovulasi. Sel-sel kolumnar menyekresi nutrien untuk menyokong
ovum selama berada di dalam tuba sperma (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
3) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih dan
cekung menyerupai bentuk buah pir terbalik, pada wanita dewasa
yang belum pernah hamil berat uterus ialah 60 gr (2 ons). Uterus
normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba
padat. Setelah pubertas uterus biasanya terletak digaris
tengahpada pelvis sejati, posterior terhadap simpisis pubis dan
kandung kemih, serta antertior terhadap rektum. Kandung kemih
yang penuh mendorong uterus kebelakang kearah rektum. Rektum
yang penuh mendorong uterus kedepan ke arah kandung kemih.
Posisi uterus juga berubah tergantung pada posisi wanita (seperti
berbaring terlentang atau miring), usia dan kehamilan. Pergerakan
yang bebas memungkinkan uterus bergerak sedikit ke atas selama
siklus respons seksual, sehingga serviks berada pada posisi yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya pembuahan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu endometrium,
miometrium, dan peritonium parietalis. Terdapat tiga fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,
kehamilan, dan persalinan. Uterus terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Fundus, yang merupakan tonjolan bulat dibagian atas dan
terletak di atas insersi tuba falopii
b) Korpus, merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri,
terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat
pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular),
serta dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum
uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh
hormon-hormon ovarium.

19
c) Istmus, merupakan bagian sedikit konstriksi yang
menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai
segmen uterus bagian bawah pada masa hamil
Ligamentum penyangga uterusantara lain ligamentum latum
uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum
ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum
rectouterina. Vaskularisasi uterusterutama dari arteri uterina cabang
arteri hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica cabang aorta
abdominalis (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

2. Sistem Reproduksi Pria


a. Struktur eksterna
1) Penis
Penis adalah organ tubular yang sangat banyak disuplay
oleh vena besar yang dapat diisi darah yang menyebabkan organ
ereksi. Penis termasuk organ urinasi dan kopulasi, terdiri dari
batang atau badan dan glans. Terdiri dari tiga lapisan silinder dan
jaringan erektil, dua korpora kavernosa lateral dan satu korpus
spongiosum yang berisi uretra. Glans adalah ujung penis yang
membesar dan mengandung banyak ujung saraf yang sensitif
dan terdaoat meatus uretra. Prepusium suatu lipastan kulit yang
luas, membungkus glans pada pria yang tidak di sunat. Uretra
adalah saluran yang dilalui oleh urine dan semen.
2) Skrotum
Skrotum adalah suatu kantung kulit, otot, dan fasia yang
berkeriput pada bagian dalam dibagi oleh sebuah septum dan
setiap kompartemen secara normal berisi satu testis, epididimis,
dan vas deferen (duktus seminalis).

20
Gambar 5 : Organ reproduksi pria

b. Struktur interna
1) Testis
testis merupakan dua kelenjar lonjong kecil yang terdapat
didalam kantong skrotum sebagai tempat terjadinya
spermatogenesis. Pada bayi yang lahir cukup bulan, satu atau
kedua testis mungkin masih tetap di dalam kabal inguinalis dan
penurunan akhir ke dalam kantong skrotum terjadi pada masa
awal pascanatal. Asal testis homolog dengan asal ovarium pada
wanita. Testis terdiri dari beberapa lubus, setiap lobus terdiri dari
satu sampai tiga tubulus dan kelompok sel intersisial (sel-sel
leydig) panjang sekitar 75 cm, sempit dan berkelok-kelok.
Testis berfungsi untuk spermatogenesis dan produksi hormon.
Spermatogonia (sel-sel seks primintif) berada di tubulus
semineferus neonatus laki-laki. Testis menyekresi hormon seks
steroid testosteron dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi pria normal (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).

21
2) Kanal testis
Sperma akan melewati saluran secara berurutan: tubulus
semineferus, epididimis, duktus ejakulatorius, dan uretra.
Epididimis adalah saluran yang menggulung dengan ketat dan
memadat dalambentuk suatu struktur yang panjang, sempit, dan
menyatu dengan bagian belakang testis (Watson, 2002).

Gambar 6: Organ Reproduksi Interna Pria


Epididimis merupakan tempat penyimpanan untuk
pematangan sperma, dan menghasilkan sebagian kecil cairan
seminalis (semen). Tubulus semineferus menhyambung dengan
epididimis, yang kemudian berhubungan dengan vas deferen.
Semen ialah cairan cairan yang diejakulasi pada saat
orgasme. Semen mengandung sperma dan sekresi dari vesikula
seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretralis. Semen
mengandung unsur pokok yang menyediakan makanan,
dukungan/, meningkatkan motilitas sperma, serta menyangga
(bufer) lingkungan asam cairab serviks dan vagina (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).

22
3. Organ reproduksi skunder (Payudara)
Pada pria danwanita, payudara adalah sama sampai masa
pubertas, sampai estrogen dan hormon-hormon lainnya
mempengaruhiperkembangan payudara pada wanita (Smeltzer, 2001).
Payudara adalah sepasang kelenjar mamae yang terletak di antara
tulang iga kedua dan keenam. Sekitar duapertiga payudara terletak
diatas otot pektoralis mayor, antara sternum dan garis aksilaris tengah
dengan perluasan kearah aksila disebut sebagai ekor spense. Sepertiga
bagian bawah payudara terletak diatas otot seratus anterior, payudara
melekat pada otot oleh jaringan ikat atau fasia (Bobak, Lowdermilk,
Jensen, 2004).

Gambar 7: posisi dan struktur kelenjar mamae wanita


Payudara wanita dewasa yang sehat biasanya memiliki bentuk
dan ukuran yang sama, tetapi seringkali tidak simetris secara absolut.
Ukuran dan bentuk bervariasi tergantung pada usia, keturunan dan gizi.
Namun kontor harus halus tanpa ada retraksi, lekukan, atau masa.
Jaringan kelenjar sejati disebut parenkeim; jaringan penunjuang,
lemak, dan jaringan ikat fibrosa disebut stroma. Jumlah relatif stroma
menentukan ukuran dan konsistensi payudara. Estrogen merangsang
pertumbuhan payudara dengan menginduksi deposisi lemak di
payudara,, menginduksi perkembangan jaringan stroma, dan
23
menginduksi pertumbuhan sistem duktus secara luas. Estrogen juga
meningkatkan vaskularisasi jaringan payudara.Begitu ovulasi dimulai
pada pubertas maka kadar progesteron meningkat. Peningkatan
progesteron menyebabkan maturasi jaringan kelenjar mamae.
Perkembangan payudara yang lengkap akan dicapai setelah kehamilan
pertama berakhir atau pada awal masa laktasi.
Setiap kelenjar mamae tersusun atas 15 sampai 20 lobus yang
terbagi lagi menjadi lobulus yang merupakan kluster asini (alveoli). Satu
asinus adalah bagian terminal kelenjar gabungan yang kemudian
menyatu membentuk duktus yang lebih besar yang mengairi lobus.
Duktus dari lobus berkumpul di salah satu puting susu (papila mamae)
yang dikelilingi oleh areola. Saat mengumpul, duktus berdilatasi untuk
membentuk sinus laktiferus (ampula). Struktur kelenjar dan duktus
dikelilingi oleh jaringan lemak pelindung dan dipisahkan dan ditopang
oleh ligamentum sospensori fibrosa cooper berfungsi menopang
kelenjar mamae dan memungkinkan mobilitas kelenjar pada dinding
dada.
Pada daerah areola terdapat beberapa minyak yang dihasilkan
oleh kelenjar Montgomery. Kelenjar ini dapat berbentuk gelombang-
gelombang naik dan sensitif terhadap siklus menstruasi seorang wanita.
Kelenjar ini bekerja untuk melindungi dan meminyaki puting susu
selama menyusui. Beberapa puting susu menonjol ke dalam atau rata
dengan permukaan payudara. Keadaaan tersebut kemudian ditunjukkan
sebagai puting susu terbalik dan tidak satu pun dari keadaan tersebut
yang memperlihatkan kemampuan seorang wanita untuk menyusui,
yang berdampak negatif.
Disamping fungsi laktasi, payudara berfungsi sebagai organ
perangsang seksual pada orang dewasa. Perubahan ukuran dan
nodularitas payudara merupakan respon terhadap perubahan siklus
ovarium sepanjang masa subur. Peningkatan kadar estrogen dan
progesteron pada hari ketiga dan keempat sebelum menstruasi
meningkatkan vaskularisasi, menginduksi pertumbuhan duktus dan
asini, dan meningkatkan retensi air. Permasalahan yang biasa terjadi
pada payudara adalah kanker payudara, kondisi ini dapat terjadi pada
wanita maupun pria.

24
4. Hormon Sistem Reproduksi
4.1 Poros Hormonal Sistem Reproduksi
Badan perineal merupakan suatu kelenjar kecil, panjang sekitar 6-8
mm, merupakan suatu penonjolan dari bagian posterior ventrikel III di garis
tengah. Terletak di tengah antara 2 hemisfer otak, di depan serebelum
pada daerah posterodorsal diensefalon. Memiliki hubungan dengan
hipotalamus melalui suatu batang penghubung yang pendek berisi serabut-
serabut saraf(Guyton& Hall, 2007).
a. Hipotalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah
talamus. Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke
hipofisis sebgai hipofisis posterior (neurohipofisis). Menghasilkan
hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone),
TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) , GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone), PRF
(Prolactin Releasing Factor). Menghasilkan juga hormon-hormon
penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).
b. Pituitari / hipofisis
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-
hormon gonadotropin yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu
perangsang pertumbuhan dan pematangan folikel (FSH - Follicle
Stimulating Hormone) dan hormon lutein (LH - luteinizing hormone).
Selain hormon-hormon gonadotropin, hipofisis menghasilkan juga
hormon-hormon metabolisme, pertumbuhan, dan lain-lain.
c. Ovarium
Berfungsi gametogenesis/oogenesis, dalam pematangan dan
pengeluaran sel telur (ovum). Selain itu juga berfungsi steroidogenesis,
menghasilkan estrogen (dari teka interna folikel) dan progesteron (dari
korpus luteum), atas kendali dari hormon-hormon gonadotropin.
d. Endometrium
Lapisan dalam dinding kavum uteri, berfungsi sebagai bakal tempat
implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium
berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak
ada pembuahan / implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar

25
berupa darah / jaringan haid. Jika ada pembuahan / implantasi,
endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi.

4.2 Klasifikasi Hormon Sistem Reproduksi


Berdasarkan Guyton & Hall (2007)klasifikasi hormon sistem
reproduksi antaralain:
a. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi
menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan
hormon-hormon gonadotropin(FSH / LH ).
b. FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap
GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-
sel granulosa di ovarium wanita (pada pria : memicu pematangan
sperma di testis). Pelepasannya periodik / pulsatif, waktu paruh
eliminasinya pendek (sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam
darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa
ovarium, melalui mekanisme feedback negatif.
c. LH (Luteinizing Hormone)/ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH
berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel
granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan
siklus (LH-surge).Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan
mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam
menghasilkan progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif,
kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh
eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan
singkat.(Pada pria : LH memicu sintesis testosteron di sel-sel Leydig
testis).
d. Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di
ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi
di kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Pada
pria,diproduksi juga sebagian di testis.Selama kehamilan, diproduksi
juga oleh plasenta.Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi wanita.
26
Pada uterus menyebabkan proliferasi endometrium. Pada serviks
menyebabkan pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks. Pada
vagina menyebabkan proliferasi epitel vagina. Pada payudara
menstimulasi pertumbuhan payudara. Juga mengatur distribusi lemak
tubuh.Pada tulang, estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga
memicu pertumbuhan/regenerasi tulang. Pada wanita
pascamenopause, untuk pencegahan tulang keropos/osteoporosis,
dapat diberikan terapi hormon estrogen (sintetik) pengganti
e. Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium,
sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan padakehamilan juga
diproduksi di plasenta.Progesteron menyebabkan terjadinya proses
perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus, yang
mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang
optimal jika terjadi implantasi.
f. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan
trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan
kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian
turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik
kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi
hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal.
Mungkin juga memiliki fungsi imunologik.Deteksi HCG pada darah atau
urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan
(tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).
g. LTH (Lactotrophic Hormone)/Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu/meningkatkan
produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium,
prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi
fungsi korpus luteum.Pada kehamilan, prolaktin juga diproduksi oleh
plasenta (HPL/Human Placental Lactogen).Fungsi
laktogenik/laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa
laktasi/pascapersalinan.Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap
GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan

27
(hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel,
gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa amenorhea.

5. Perilaku dan Tahapan Hubungan Seksual


Masters dan Johnson (1966) dikutip dari Potter&Perry (2005) telah
mendefinisikan siklus respon seksual dengan fase-fase excitement,
plateau, orgasmus, dan resolusi. Fase-fase ini akibat dari vasokontriksi
dan miotonia yang merupakan respon fisiologis dasar dari rangsangan
seksual. Vasokongesti adalah pengumpulan darah dalam alat genital dan
payudara wanita selama rangsangan seksual pada wanita reaksi ini
menyebabkan lubrikasi vaginal, tumescence (pembengkakan) klitoris,
labia minora, dan labia mayora, dan pembesaran sepertiga bagian luar
vagina. Pada pria menyebabkan ereksi penis. Miotonia atau tensi
neuromuskular. Perbedaan siklus respon seksual pada wanita dan pria
dalam Potter & Perry (2005) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbandingan siklus respon seksual pada wanita dan pria


Wanita Pria
Excitement: peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual
Lubrikasi vaginal: dinding vaginal “berkeringat”, Ereksi penis, penebalan dan elevasi
ekspansi dua pertiga bagian dalam lorong skrotum, elevasi dan pembesaran moderat
vagina, peningkatan sensitivitas dan pada testis, ereksi puting dan tumescene
pembesaran klitoris serta labia, ereksi puting
dan peningkatan ukuran payudara
Plateau: penguatan respon fase excitement
Retraksi klitoris dibawah topi klitoral, Peningkatan ukuran glans (ujung) penis,
pembentukan platform orgasmus peningkatan intensitas warna glans, elevasi
(pembengkakan sepertiga bagian luar vagina dan peningkatan 50% ukuran testis, emisi
dan labia minora), elevasi serviks dan uterus, mukoid kelenjar Cowper (kemungkinan oleh
perubahan warna kulit yang nampak hidup pada sperma), peningkatan tegangan otot dan
labia minora, pembesaran areola dan pernapasan, peningkatan frekwensi
payudara,peningkatan dalam tegangan otot dan jantung, tekanan darah, dan frekwensi
pernapasan, peningkatan frekwensi jantung, pernapasan.
tekanan darah, dan pernapasan.
Orgasme:penyaluran kumpulan darah dan tegangan pada otot
Kontraksi involunter platform orgasmik, uterus, Penutupan sfingter urinarius internal,

28
rektal, dan sfingter uretal, dan kelompok otot sensasi ejakulasi yang tidak tertahankan,
lain, hiperventilasi dan peningkatan frekwensi kontraksi duktus deferens vesikle seminalis
jantung, memuncak frekwensi jantung, tekanan prostat, dan duktus ejakulatori, relaksasi
darah, dan frekwensi pernapasan. sfingter kandung kemih eksternal, kontraksi
otot uretra dan sfingter rektal, pemuncakan
frekwensi jantung, tekanan darah, dan
frekwensi pernapasan, ejakulasi.
Resolusi: fisiologi dan psikologis kembali pada keadaan tidak terangsang
Relaksasi berertahap dinding vaginal, Kehilangan ereksi penis, periode refraktori
perubahan warna yang cepat pada labia ketika dilanjutkan stimulasi menjadi tidak
minora, berkeringat, bertahap kembali pada nyaman, reaksi berkeringat, penurunan
pernapasan normal, sering kemampuan untuk testis, kembali normalnya pernapasan,
mengalami orgasmus karena wanita tidak frekwensi jantung, tekanan darah, dan
mengalami periode refraktori seperti yang tegangan otot.
sering terjadi pada pria.

B. Uraian II: Kehamilan, Konsepsi dan Perkembangan Janin


1. Konsepsi
a. Genetika
Perkembangan manusia adalah proses yang rumit. Proses ini
tergantung dari instruksi yang terjadi pada materi genetika, yang berawal
saat pertemuan sel telur dan sperma. Sehingga sering terjadi konsepsi
sampai perkembangan janin berjalan normal.Keadaan tersebut akan
dipelajari dalam genetika, yang terdiri dari bahasan gen dan kromosom,
pembelahan sel, gametogenesis, dan pola transmisi genetika

b. Gen dan Kromosom

Materi herediter yang terdapat di dalam setiap inti sel tubuh adalah
penentu karakteristik fisik seseorang. Materi ini disebut kromosom.
Kromosom adalah untaian asam deoksiribonukleat (DNA). Setiap
kromosom terdiri dari banyak segmen DNA yang lebih kecil yang disebut
gen. Gen atau kombinasi gen mengandung informasi berkode yang
menentukan karakteristik unik individu. Alel adalah pasangan gen, satu
gen berasal dari ovum, dan satu berasal dari sperma.

Semua sel tubuh manusia normal terdiri 46 kromosom yang


tersusun sebagai 23 pasang kromosom homolog (berpasangan), yang

29
terbagi 22 pasang otosom dan 1 pasang kromosom sex.Sex janin
ditentukan saat fertilisasi oleh kombinasi kromosom sex dari sperma (X
atau Y) dan ovum (X atau X). Hasil pasangan kromosom sex dapat XX
(perempuan) atau XY (laki-laki).

Beberapa gen merupakan gen dominan. Karakteristik gen tersebut


muncul meskipun terdapat alel lain di dalam kromosom yang berbeda.
Gen-gen yang lain dikatakan resesif . Karakteristik gen hanya muncul jika
gen tersebut dibawa oleh kromosom yang homolog. Contoh, gen rambut
pirang dominan terhadap gen untuk rambut hitam. Apabila individu
memiliki 1 gen untuk rambut pirang dan satu gen untuk rambut hitam, ia
akan memiliki rambut pirang.
Genotipe adalah alel kombinasi dari sperma dan ovum yang telah
mengalami fertilisasi. Genotipe merupakan komposisi gen aktual individu
yang menentukan seluruh sifat genetik individu, yang mencakup semua
gen yang dibawa individu tersebut dan yang dapat diturunkan kepada
keturunannya. Genotipe menentukan penampilan fisik seseorang. Hal ini
disebut fenotipe
c. Pembelahan Sel
Sel dihasilkan dari 2 jenis pembelahan yang berbeda, yaitu mitosis
dan meiosis. Pada mitosis, sel tubuh membelah untuk menghasilkan 2 sel
yang memiliki pola genetika yang sama dengan sel orang tuanya.
Pembelahan mitosis ini untuk pertumbuhan dan perkembangan atau
penggantian sel. Pada pembelahan ini DNA bereplikasi sekali kemudian
dilanjutkan dengan sekali pembelahan, dimana hasil belahannya memiliki
jumlah kromosom tetap (diploid), yaitu 46 atau 23 pasang.
Sedangkan meiosis untuk menghasilkan gamet, yaitu sel telur dan sel
sperma. Sel-sel benih ini terdiri dari 23 kromosom tunggal, yaitu setengah
dari materi genetik sel tubuh. Hal ini disebut haploid. Hal ini terjadi karena
proses yang terjadi adalah 1 kali replikasi DNA dan dilanjutkan 2 kali
pembelahan. Proses replikasi dan pembelahan sel dalam meiosis
memungkinkan penyebaran acak alel-alel yang berbeda untuk setiap gen
oleh setiap orang tua dan kemudian disusun kembali dalam pasangan-
pasangan kromososm. Kromosom kemudian berpisah menjadi gamet
yang berbeda-beda. Pencampuran acak alel-alel ini menyebabkan variasi
sifat-sifat turunan pada anak-anak yang berasal dari orang tua yang sama
30
Gambar 9: Proses pembelahan sel, mitosis

Gambar 10: Proses pembelahan sel, miosis

d. Gametogenesis
Pembentukan gamet (gametogenesis) terjadi melalui
pembelahan meiosis. Adapun waktu terjadinya gametogenesis
pada pria dan wanita berbeda. Pada pria spermatogenesis terjadi

31
saat mencapai pubertas. Sedangkan pada wanita oogenesis
sudah dimulai pada masa kehidupan janin wanita.

Pada pria sel yang menjalani pembelahan meiosis disebut


spermatosit. Pada pembelahan meiosis yang pertama, dihasilkan 2
spermatosit sekunder yang haploid (22 otosom dan 1 kromosom seks).
Pada pembelahan meiosis yang ke dua, seorang pria menghasilkan 4
gamet (2 gamet masing-masing 1 kromosom X dan 2 gamet masing-
masing 1 kromosom Y). Semua kromosom itu akan berkembang
menjadi sperma yang hidup (spermiogenesis).

Pada proses spermiogenesis, terjadi beberapa proses penting


yaitu: badan dan inti sel spermatid menjadi "kepala" sperma, sebagian
besar sitoplasma luruh dan diabsorpsi, terjadi juga pembentukan leher,
lempeng tengah dan ekor, dan kepala sperma diliputi akrosom.

Hasil akhir proses ini adalah sel-sel sperma dewasa yaitu


spermatozoa. Karena terjadi pemisahan pasangan kromosom, suatu sel
sperma akan mengandung kromosom separuh dari induknya (44+XY)
yaitu kemungkinan 22+X atau 22+Y. Keseluruhan proses
spermatogenesis - spermiogenesis normal pada pria memerlukan waktu
60-70 hari. Setelah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke dalam
rongga tubulus seminiferus, kemudian akibat kontraksi dinding tubulus
spermatozoa terdorong ke arah epididimis. Suasana keseimbangan
asam-basa dan elektrolit yang sesuai di intratubulus dan epididimis
memberikan spermatozoa kemampuan untuk bergerak (motilitas
sperma) .

32
P
ada bayi wanita, saat dilahirkan telah memilliki ovarium yang berisi sel-
sel yang dapat menjalani proses meiosis seumur hidupnya. Sekitar 2
juta oosit primer (pembelahan meiosis pertama) berdegenerasi secara
spontan. Hanya 400 – 500 ovum yang akan matang selama masa
reproduksi wanita (sekitar 35 tahun) (Bobak, Lowdermilk & Jensen,
2004)
Pada wanita, setelah tiba di gonad, sel benih primordial segera
berdiferensiasi menjadi oogonium. Oogonium kemudian mengalami
beberapa kali mitosis, dan pada akhir perkembangan embrional bulan
ketiga setiap oogonium dikelilingi oleh selapis sel epitel yang berasal
dari permukaan jaringan gonad, yang nantinya menjadi sel folikuler.
Sebagian besar oogonium terus mengalami mitosis, sebagian lain
berdiferensiasi dan tumbuh membesar menjadi oosit primer.
Oosit primer kemudian mengadakan replikasi DNA dan memasuki
proses miosis pertama sampai tahap profase. Pada bulan ke-5 sampai
ke-7, jumlah oogonium diperkirakan mencapai 5-7 juta sel. Pada saat
itu sel-sel mulai berdegenerasi, sehingga banyak oogonium dan oosit
primer berhenti tumbuh dan menjadi atretik. Tetapi oosit primer yang
telah memasuki tahap profase miosis pertama tetap bertahan pada
stadiumnya dengan dilapisi sel folikuler epitel gepeng (selanjutnya
oosit primer dengan sel folikuler ini disebut sebagai folikel primordial).
Folikel primordial tetap pada stadiumnya (disebut fase istirahat/ fase
diktioten / diplotene stage), sampai sesudah kelahiran dan menjelang
pubertas. Jumlahnya pada saat kelahiran sekitar 700 ribu - 2 juta
folikel.
Pada masa pubertas, sambil mulai terbentuknya siklus
menstruasi, folikel primordial / oosit primer mulai melanjutkan

33
pematangannya dengan kecepatan yang berbeda-beda. Pada saat
ovulasi suatu siklus haid normal, yaitu sekitar dua minggu sebelum
terjadinya perdarahan haid berikutnya, hanya satu sel folikel yang
mengalami pematangan sampai tingkat lanjut dan keluar sebagai ovum
yang siap dibuahi. Pertumbuhan / pematangan diawali dengan
pertambahan ukuran oosit primer / folikel primordial menjadi
membesar, dan sel-sel epitel selapis gepengberubah menjadi kuboid
dan berlapis-lapis. Pada tingkat pertumbuhan ini, oosit primer
bersama lapisan epitelnya disebut bereda dalam stadium folikel primer.
Awalnya oosit primer berhubungan erat dengan sel folikuler
kuboid yang melapisinya, namun selanjutnya terbentuk suatu lapisan
mukopolisakarida yang membatasi / memisahkan di antaranya, yang
disebut zona pellucida. Kemudian terbentuk juga suatu rongga dalam
lapisan folikuler (antrum folikuli) yang makin lama makin besar. Tetapi
sel-sel folikuler yang berbatasan dengan zona pellucida oosit primer
tetap utuh dan menjadi cumulus oophorus. Stadium perkembangan ini
disebut stadium folikel sekunder.
mudian antrum folikuli semakin membesar, sementara bagian tepi
luar lapisan folikuler mulai dilapisi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu
teka interna (lapisan seluler, sebelah dalam, yang kemudian
menghasilkan hormon estrogen) dan teka eksterna (lapisan fibrosa,
sebelah luar). Pada stadium ini, folikel disebut sebagai berada dalam
stadium sudah matang, disebut sebagai folikel tersier atau folikel
deGraaf.Setelah tercapai pematangan folikel, oosit primer memasuki
pembelahan miosis kedua dengan menghasilkan dua sel anak yang
masing-masing mengandung jumlah DNA sebanyak separuh sel induk
(23 tunggal, ). Tetapi hanya satu sel anak yang tumbuh menjadi oosit
sekunder, sementara sel anak lainnya hanya menjadi badan kutub
(polar body) yang tidak tumbuh lebih lanjut.
Pada saat oosit sekunder mencapai stadium pembentukan
kumparan (coiling) terjadilah ovulasi di mana oosit tersebut dilepaskan
dari folikel deGraaf, bersama dengan lapisan cumulus oophorus dari
sel folikular dan lapisan zona pellucida. Susunan cumulus oophorus di
sekeliling zona pellucida kemudian menjadi corona radiata. Folikel
bekas tempat oosit kemudian di bawah pengaruh hormon LH hipofisis

34
akan menjadi korpus luteum yang kemudian menghasilkan hormon
progesteron. Kemudian, oleh gerakan kontraksi dinding tuba dan
ayunan serabut-serabut fimbriae dinding tuba, oosit tersebut ikut
terbawa ke arah uterus. Di dalam tuba inilah terdapat kemungkinan
terjadinya pembuahan dengan sel sperma.

Jika terjadi pembuahan, oosit sekunder menyelesaikan stadium


pembelahan pematangan keduanya sampai menjadi oosit matang,
kemungkinan dengan menghasilkan satu buah polar body lagi.
Sementara polar body hasil pembelahansebelumnya diperkirakan juga
mengadakan satu pembelahan lagi. Jika terjadi pembuahan dan
kehamilan, korpus luteum tetap aktif karena hormon progesteron yang
dihasilkannya berfungsi mempertahankan keseimbangan hormonal
selama masa-masa awal kehamilan. Jika tidak terjadi pembuahan, oosit
sekunder akan mengalami degenerasi dalam waktu sekitar 24-48 jam
pasca ovulasi.

35
Gambar11 : Proses spermatogenesis dan oogenesis

Jika tidak terjadi pembuahan dan kehamilan, sampai dengan 9-


10 hari sesudah ovulasi korpus luteum akan berdegenerasi dan
mengalami fibrosis menjadi korpus albikans. Akibat degenerasi ini
produksi progesteron juga menurun, menjadi stimulasi untuk terjadinya
perdarahan haid berikutnya.Hasil akhir oogenesis normal kemungkinan
adalah satu buah oosit matang dan 1-3 buah polar bodies.Kromosom
yang dikandung oleh oosit adalah separuh dari induknya, yaitu 23+X.

36
e. Transmisi Genetika
Karakteristik bawaan adalah karakteristik yang dapat diwariskan
kepada keturunannya. Hukum mendel memungkinkan kita
memperkirakan pewarisan karakteristik, misalnya warna mata dan
rambut. Dalam hal ini kita mengenal pola penurunan multifaktorial dan
unifaktorial.
Pola penurunan multifaktorial adalah penurunan karakteristik fenotip
(tampilan fisik) yang dihasilkan dari 2 gen atau lebih dalam kromosom
yang berbeda dan melakukan kegiatan bersama. Kebanyakan
malformasi kongenital terjadi akibat penurunan multifaktorial, yaitu
melibatkan sifat dan kelainan yang disebabkan iinteraksi dari banyak
faktor genetik atau interaksi faktor genetik dan lingkungan. Contoh :
kelainan jantung kongenital, talipes, defek tuba neuralis, stenosis
pilorus, secal bibir/palatum, dan displasia panggul kongenital.
Sedangkan penurunan unifaktorial/penurunan tunggal, merupakan
penurunan karakteristik yang dikontrol oleh gen tunggal.Gangguan
unifaktorial mengikuti pola penurunan dominan, segregasi, dan
pemilihan bebas yang dijelaskan Mendel. Gangguan ini mencakup
dominan outosom, resesif outosom, resesif terkait – X serta penurunan
model dominan. Berikut contoh-contoh kelainan unifaktorial :
achondroplastic dwarfism (dominan outosom), kistik fibrosis (resesif
autosom), sindrom x fragil dan riketsia resisten vitamin D (dominan
terkait X), hemofilia A, butawarna, dan distrofi muskular (resesif terkait
x) (Bobak, Lowdermilk & Jensen,2004)
f. Konsepsi
Konsepsi secara formal didefinisikan sebagai persatuan sebuah
sel telur dengan sebuah sel sperma ,yang menandai awal suatu
kehamilan. Peristiwa ini buka peristiwa yang terpisah tetapi merupakan
rangkaian kejadian yang dimulai dengan pembentukan gamet (sel telur
dan sperma), ovulasi (pelepasan sel telur), penggabungan gamet
(fertilisasi), dan implantasi embrio dalam uterus. Pembentukan ovum
(sel telur) di ovarium dengan 22 kromosom autosom dan 1 kromosom
sex X. Dan sperma di hasilkan oleh testis dengan 22kromosom autosom
dan 1 kromosom sex X atau Y.

37
Secara anatomi ovum memliki 2 lapisan pelindung yaitu zona
pelusida (lapisan pertama) dan korona radiata (lapisan luar) dan
mempunyai kemampuan hidup 24 jam setelah ovulasi. Sehingga bila
tidak terjadi pembuahan, maka ovum akan degenerasi dan diabsorbsi.
Sedangkan sperma mampu hidup 24 – 72 jam setelah ejakulasi dalam
system reproduksi interna wanita. Agar dapat menembus lapisan
pelindung ovum, maka ketika melewati tuba falopii, sprema mengalami
perubahan fisiologi yaitu kapasitasi (terbentuk lubang pada akrosom
dan mengeluarkan enzim Hialuronidase).
Fertilisasi terjadi di ampula (sepertiga bagian distal) tuba uterine.
Hal ini terjadi bila kepala sperma berhasil menembus corona radiata.
Selanjutnyaovum dan sperma berada dalam satu membran yang tidak
dapat ditembus lagi oleh sperma yang lain. Hal ini disebut reaksi zona.
Selanjutnya ekor sperma berdegenerasi. Demikian konsepsi
berlangsung dan terbentuklah zigot (sel pertama individu) dengan
jumlah kromosom 46. Bila kromosom yang terbentuk mengandung
kromosom sex XX, maka jadilah janin perempuan, dan bila XY, maka
jadilah janin laki-laki.

Gambar 12: Proses konsepsi

Selanjutnya zigot, dengan bantuan gerakan tuba berjalan menuju


uterus sambil melakukan pembelahan mitosis. Perjalanan ini
membutuhkan waktu 3-4 hari. Zigot membelah cepat, tetapi ukurannya
tidak bertambah, sehingga terbentuk sel kecil-kecil yang disebut
blastomer. Pada hari ke tiga hasil pembelahan terdiri atas 16 sel,
yang disebut morulla. Pada saat ini morula masih dilapisi zona
pelusida,dan sewaktu masih mengapung bebas dalam kavum uteri
(rongga uterus) sejumlah cairan masuk ke dalam ruang –ruang

38
interseluler diantara blastomer. Keadaan ini menyebabkan ruang
interseluler itu menyatu dan terbentuklah struktur yang disebut
blastosis.
Dengan terbentuknya blastosis, maka dimulailah diferensiasi
utama pertama embrio, yaitu sel bagian dalam membentuk embrio dan
membran embrio (dinding amnion), sedangkan sel bagian luar jadi
trofoblat (cikal bakal plasenta).

Pada hari ke 7 – 10, zona pellusida berdegenerasi dan trofoblast


mensekresi enzim untuk membantu menanamkan diri pada
endometrium (bagian fundus uteri anterior atau posterior) sampai
seluruh bagian blastosis tertutup .Proses ini disebut implantasi /
nidasi. Pada saat ini pembuluh darah endometrium pecah dan
sebagian wanita akan mengalami perdarahan ringan yang dikenal
dengan tanda Hartman (biasanya dipersepsi sebagai menstruasi
karena terjadi saat seharusnya periode menstruasi)

Untuk pertumbuhan embrio diperlukan nutrisi. Dalam hal ini bagian


luar trofoblas membentuk villi khorialis (berbentuk seperti jari-jari) untuk
menembus ke dalam daerah endometrium yang mengandung pembuluh
darah. Tugas vili khorialis adalah mengambil oksigen dan zat gizi dari aliran
darah ibu, serta membuang karbondioksida dan produk sisa ke dalam darah
39
ibu. Prose pengambilan dan pembuangan ini terjadi secara difusi
(merembesnya suatu zat melalui membran semipermiabel), osmose
(berpindahnya zat dari konsentrasi tinggi ke rendah), pinositosis dan dengan
tekanan hidrostatik.
Setelah implantasi endometrium disebut desidua. Bagian yang
langsung berada di bawah blastosis (tempat vili khorion menembus
pembuluh darah) disebut desidua basalis. Bagian yang menutup
mengelilingi blastosis disebut desidua capsularis, dan yang tidak
berhubungan dengan blastosis (melapisi sisa uterus) disebut desidua vera.
(Pada perkembangan selanjutnya menyatu) (Bobak, I. 2004)
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas yang tertanam di dalam
endometrium terus berkembang , membentuk jaringan bersama dengan
sistem pembuluh darah maternal untuk menjadi plasenta, yang kemudian
berfungsi sebagai sumber nutrisi dan oksigenasi bagi jaringan embrioblas
yang akan tumbuh menjadi janin.

2. Uraian III: Anatomi Dan Fisiologis Kehamilan


a. Adaptasi Fisiologis
Perubahan sistem reproduksi selama kehamilan mencakup uterus,
serviks, ovarium, vagina, dan payudara. Perubahan uterus, yaitu ukuran,
berat, dan volume bertambah. Pembesaran ini terjadi karena
pertumbuhan dan peregangan miometrium, serta kebutuhan sirkulasi
uterus yang meningkat. Adanya pembesaran uterus dapat diidentifikasi
dari luar melalui pengukuran tinggi fundus uteri. Selain itu secara
intermiten sepanjang kehamilan ibu juga merasakan kontraksi-kontraksi
yang tidak terasa nyeri, yang disebut kontraksi braxton Hicks.
Oleh karena stimulasi estrogen, serviks menjadi vaskuler, edema,
dan peningkatan sekresi lendir tebal yang berfungsi mencegah
kontaminasi uterus oleh bakteri, akibat peningkatan vaskularisasi serviks
maka muncullah tanda hegar dan tanda goodel.
Pada vagina terjadi peningkatan vaskularisasi, sehingga jaringannya
menjadi tebal dan lunak, timbul warna kebiruan (tanda Chadwick), dan
vagina cenderung menjadi asam (pH 4 – 5) disertai pengeluaran fluor
albus. Payudara membesar karena hiperplasia dan hipertrofi glanduler
dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesterone. Putting dan

40
areola menjadi lebih gelap, dan terjadi pengeluaran colostrums pada
trimester ke 3.
Perubahan pada sistem pernapasan terjadi akibat peningkatan kadar
estrogen dan pembesaran uterus. Peningkatan estrogen menyebabkan
edema dan kongesti vaskuler sehingga ibu mengalami hidung tersumbat
dan epistaksis. Pembesaran uterus akan menggeser diagfragma ke atas
dan sudut costae melebar sehingga terjadi keterbatasan ekspansi paru
saat ibu inspirasi. Keadaan ini akan menyebabkan kompensasi berupa
frekuensi pernapasan meningkat.
Perubahan pada sistem kardiovaskuler yaitu, jantung bergeser ke
atas, ke kiri, dan ke depan. Oleh karena pembesaran uterus, tekanan
pada pembuluh darah meningkat, dan perlambatan sirkulasi. Proses ini
dapat mengakibatkan edema dan varices pada kaki, vulva, dan
rektum.Pembesaran uterus menyebabkan penekanan pada vena kava,
sehingga ibu mengalami sindroma hipotensi supine pada trimester ke dua
(waktu wanita terbaring terlentang).
Perubahan lain yang terjadi volume darah meningkat (sampai 50%),
vol sel darah merah meningkat (sampai 30%), hematokrit menurun (7%,
menyebabkan anemia fisiologis), lekosit meningkat (sampai 20.500),
tekanan darah mula-mula turun, kemudian menjadi normal pada trimester
3, curah jantung meningkat (sampai 50%), dan detak jantung bertambah
(bertambah 15 kali per menit)
Akibat peningkatan estrogen dan progesteron selama kehamilan, maka
terjadi perubahan pada sistem gastrointestinal yg meliputi mual muntah pada
pagi hari (morning sicness), gusi mudah berdarah (karena jaringan menjadi
llunak), ptialisme (kelebihan saliva), nyeri epigastrik dan kembung (akibat
penurunan keasaman lambung, pembesaran uterus, dan relaksasi otot polos),
distensi dan konstipasi (akibat penurunan motilitas usus).
Pada kehamilan, karena pembesaran uterus dapat terjadi poliuri
(pada trimester 1 dan 3), pembesaran ginjal dan uretra, stasis urine serta
infeksi saluran kemih. Pada ibu hamil juga beresiko mengalami
peningkatan glikosuria karena reabsorbsi oleh tubulus renal mengalami
percepatan dan glomerulus filtrasi rate (GFR) yang meningkat.
Perubahan keseimbangan hormon dan peregangan mekanis
menyebabkan timbulnya beberapa perubahan dalam sistem integumen
41
selama kehamilan. Perubahan yang umum timbul adalah peningkatan
ketebakan kulit dan lemak subderma, hiperpigmentasi (diareola, putting,
abdomen/linea nigra, paha, vulva, dan di wajah/kloasma
fasial/gravidarum), pertumbuhan rambut dan kuku, percepatan aktivitas
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, peningkatan sirkulasi (vascular
spider nevi), dan aktivitas vasomotor. Hiperpigmentasi timbul akibat
peningkatan hormon melanotropin.
Perubahan tubuh secara bertahap dan peningkatan berat badan ibu
hamil menyebabkan postur dan cara berjalan wanita berubah secara
menyolok (lihat gambar pada lampiran). Sendi sakroiliaka,
sakrokogsigeus, dan pubis berelaksasi selama kehamilan (akibat
elastisitas dan perlunakan jaringan kolagen dan jaringan ikat akibat
peningkatan hormon seks steroid), sehingga ibu hamil sering mengeluh
nyeri pada daerah sekitar simpisis. Dan karena lengkung spinal
lumbodorsal meningkat selama trimester 3, maka ibu akan mengalami
nyeri punggung. Dan akibat peningkatan kadar estrogen, maka pada
wajah, leher, dada, dan lengan dapat timbul vaskuler spider nevi (ujung
arteriol yang berdenyut dan menonjol berbentuk kecil seperti sarang laba-
laba berwarna kebiruan) pada kehamilan 2 sampai 5 bulan.
b. Adaptasi Psikososial
Dalam perubahan psikologis, kehamilan dikatakan sebagai suatu
krisis akibat dari ketidakseimbangan psikologis yang disebabkan oleh
situasi atau tahap perkembangan . Perubahan psikologis pada kehamilan
meliputi adanya perasaan takut yang ditimbulkan karena kehamilan
menyebabkan perubahan besar pada tubuh yang dianggap oleh wanita
hamil merupakan sesuatu yang baru. Wanita hamil perasaannya bisa
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Hal ini dipengaruhi oleh
keluhan umum yang terjadi karena adanya perubahan fisiologis.
Banyak keluhan yang dirasakan saat hamil akibat perubahan
fisiologis dan psikologis seperti mual dan muntah (Morning Sickess)
merupakan keluhan umum yang sering dikeluhkan pada kehamilan
trimester pertama, kurang lebih pada 6 minggu setelah haid terakhir
selama 10 minggu, sakit kepala, kelelahan.
Adaptasi maternal pada wanita dari remaja hingga dewasa
menggunakan masa hamil 9 bulan untuk beradaptasi terhadap peran

42
sebagai seorang ibu. Adaptasi ini merupakan proses sosial dan kognitif
kompleks yang bukan didasarkan pada naluri, tetapi harus dipelajari.
Adapun peran yang penting seperti menerima kehamilan, keseiapan
menyambut kehamilan, respon esmosional, respon terhadap perubahan
citra tubuh, dan hubungan ibu-anak perempuan.
Hubungan dengan pasanganseperti kasih sayang dan perhatian
dari pasangan prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit
gejala emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi persalinan, dan lebih
mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas. Ekspresi seksual
selama masa hamil bersifat individual. Dengan berlanjutnya kehamilan,
perubahan bentuk tubuh, citra tubuh, dan rasa tidak nyaman
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak untuk menyatakan
seksualitas mereka. Selama trimester pertama sering kali keinginan
seksual wanita menurun, terutama jika ia merasa mual, letih, dan
mengantuk. Saat memasuki trimester kedua mombinasi antara perasaan
sejahteranya dan kongesti pelvis yang meningkat dapat meningkatkan
keinginan untuk melampiaskan seksualnya. Pada trimester ke tiga,
peningkatan keluhhan somatik (tubuh) dan ukuran tubuh dapat
menyebabkan kenikmatan dan rasa tertarik terhadap seks menurun
(Rynerson, Lowdermilk, 1993; Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Hubungan ibu-anak terus berlangsung sepanjang masa hamil
sebagai suatu proses perkembangan. Berdasarkan Runin (1975) dalam
Bobak (2004) terdapat tiga fase dalam pola perkembangan yaitu fase 1
wanita menerima fakta biologis kehamilan, fase 2 ibu merasa janin yang
tumbuh sebagai suatu yang terpisah dari dirinya dan sebagai seorang
yang perlu dirawat, dan fase 3 ibu mulai dengan realistis mempersiapkan
diri untuk melahirkan dan mengasuh anaknya.
Adaptasi paternal, respon emosi pria terhadap peran seorang ayah,
kekhawatiran, kebutuhannya akan informasi akan berubah-ubah
sepanjang masa hamil. Terdapat 3 tugas tahap pola perkembangan yang
dialami ayah yang menantikan bayinya, yaitu peride awal (fase
pengumuman) dapat berlangsung bebrapa jam sampai bebrapa minggu.
Tuga perkembangannya ialah menerima fakta biologis akan kehamilan.
Fase ke dua (fase moratonium) merupakan periode penyesuaian
terhadap kenyataan hamil. Tugas perkembangan pada fase ini ialah

43
menerima kehamilan. Fase ke tiga (fase pemusatan) dimulai pada
trimester terakhir dan ditandai dengan keterlibatan aktif sang ayah, baik
dalam kehamilan, maupun dalam hubungannya dengan anaknya. Tugas
perkembangannya ialah bernegosiasi dengan pasangannya tentang
peran yang ia lakukan selama masa bersalin, dan mempersiapkan diri
menjadi orang tua (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
1. Variasi budaya dalam perawatan prenatal
Sebagaimana kita ketahui, perawatan prenatal dalah suatu
fenomena dalam pengobatan di Barat. Model perawatan biomedis Barat
menganjurkan wanita hamil mencari perawatan prenatal sedini mungkin.
Kunjungan biasanya dilakukan rutin dan mengikuti suatu rangkaian yang
sistematis, yakni kunjungan pertama diikuti kunjungan bulanan serta
mingguan, pemantauan berat badan serta tekanan darah, pengujian
darah dan urine,penyuluhan spesifik tentang diet, istirahat dan aktivitas,
serta persiapan menghadapi kelahiran.
Beberapa praktik dapat bertentangan dengan praktik keyakinan
suatu kelompok sub-budaya, seperti kurang biaya, transportasi tidak
adekuat, komunikasi buruk antara pemberi asuhan keperawatan, banyak
kelompok yang tidak berpartisipasi dalam system perawatan prenatal.
Perilaku mereka bisa disalah artikan oleh perawat sebagai tidak peduli,
malas, atau acuh.
Masalah kesopanan juga merupakan penghambat pada banyak
lapisan masyarakat. Pajanan bagian tubuh seseorang, khususnya bagi
pria merupakan suatu masalah kesopanan. Oleh karena itu banyak ibu
hamil lebih memilih pemberi perawatan adalah seorang wanita dari pada
pria. Seorang wanita lebih menghargai dan menghormati upaya yang
dilakukan untuk mempertahankan kesopanan (Bobak, I. 2004).
Respon emosional juga merupakan variasi budaya yang ada,
sebenarnya semua budaya menekankan pentingya lingkungan sosial
yang harmonis dan ramah. Kunjungan anggota keluarga jauh mungkin
diperlukan untuk menunjukkan kelangsungan hubungan yang
menyenangkan. Apa bila ada perbedaan dalam hubungan antar anggota
keluarga, hal ini biasanya diatasi dengan cara-cara yang ditetapkan
budaya.

44
Kepercayaan takhayul merupakan larangan tambahan terhadap
larangan makanan. Orang Meksiko menasihatkan ibu hamil untuk tidak
menyaksikan gerhana bulan karena mereka yakin hal itu akan
menyebabkan celah palatum pada bayi. Snow (1974) mecatan bahwa
diantara beberapa keturunan Afrika-Amerika ada kepercayaan bahwa ibu
hamil tidak boleh mengejek orang yang cacat karena dikhawatirkan
bayinya akan lahir dengan cacat yang sama. Seorang ibu sebaiknya tidak
membenci seseorang karena dikhawatirkan akan menyerupai orang
tersebut.
Pakaian, walaupun kebanyakan kelompok budaya tidak
menetapkan penggunaan pakaian tertentu selama masa hamil,banyak
individu diharapkan berpakaian sopan (Clark:1970; Meleis, Sorrel,1981).
Orang-orang berbahasa spanyol di Barat Daya memasang sebuah tali di
bawah dada dan diikatkan di umbilicus dianggap dapat mencegah
morning sickness dan menjamin keselamatan saat melahirkan (Brown,
1976). Jimat, medali dan tasbih dikenakan untuk menjauhkan roh jahat
(Bobak, I. 2004).
Aktivitas fisik dan istirahat,norma-norma yang mengatur aktivitas
fisik ibu hamil sangat bervariasi, banyak kelompok menganjurkan ibu
untuk aktif berjalan dan terlibat dalam aktivitas normal tetapi tidak
melelahkan untuk memastikan bayi yang dikandung sehat dan tidak
terlalu besar. Di belahan Negara Filipinamereka percaya bahwa dengan
tidak melakukan aktivitas, ibu-bayi terlindungi. Ibu dianjurkan hanya untuk
menghasilkan generasi selanjutnya. Pemberi perawatan kesehatan agak
keliru dalam menginterpretasikan perilaku ini sebagai suatu kemalasan
atau tidak patut terhadap program kesehatan yang diharapkan dalam
program prenatal.
Aktivitas seksual, pada kebanyakan budaya, aktivitas seksual
tidak dilarang sampai akhir kehamilan. Di antara Afrika-Amerika
hubungan seksual dipandang alami karena kehamilan dipandang sebagai
suatu keadaan yang sehat (Carringto, 1978). Orang Meksiko-Amerika
menganggap aktivitas seksual penting untuk mempertahankan jalan lahir
tetap licin (Kay, 1982). Di lain pihak orang Vietnam memiliki larangan
tetap tentang hubungan seksual yakni tidak melakukan hubungan seksual

45
semenjak usia enam bulan kehamilan (Lee, 1989). Tabu tentang
seksualitas lebih umum setelah melahirkan.
Diet, informasi tentang nutrisi yang diberikan oleh pemberian
perawatan kesehatan Barat dapat menjadi sumber konflik untuk banyak
kelompok budya.konflik umumnya tidak diketahui oleh pemberi perawatan
kesehatan, kecuali mereka memahami keyakinan dan praktik diet individu
yang mereka rawat (Bobak, I. 2004).
Di daerah pedesaan Indonesia, kebanyakan ibu hamil masih
mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah. Beberapa budaya yang merupakan mitos pada masa
hamil yang masih dipercayaai oleh masyarakat Indonesia antara lain: ibu
hamil muda tidak boleh mengkonsumsi buah-buahan seperti nenas, ibu
hamil dilarang duduk di depan pintu rumah, ibu hamil tidak boleh pulang
pergi dimalam hari tanpa menggunakan gunting dan bawang putih.

3. Uraian IV: Nutrisi Ibu dan Janin


Nutrisi memainkan peran kunci kehamilan. Status nutrisi wanita
pada saat konsepsi dan kualitas makanan yang ibu konsumsi selama
beberapa bulan berikutnya membantu menentukan kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan janinnya (Reeder, dkk, 2011).
Kebutuhan nutrisi ditentukan, setidaknya sebagian pada tahap
gestasi. Pertumbuhan janin bervariasi pada tahap-tahap kehamilan yang
berbeda. Selama trimester pertama, sintesis jaringan janin relative hanya
membutuhkan sedikit nutrsi ibu. Oleh karena itu, selama kehamilan
trimester pertama ketika embrio atau janin sangat kecil, kebutuhan hanya
sedikit meningkat dibandingkan sebelum kehamilan (lowdermilk, dkk,
2013).
1. Kebutuhan Energi
Tambahan energi (kkal) yang dibutuhkan selama masa hamil
ditentukan oleh perubahan BMR wanita, berat terhadap tinggi yang
biasa dimiliki wanita, aktivitas fisik dan usia. Selama trimester pertama
kebutuhan nutrisi lebih bersifat kualitatif dari pada kuantitatif. Hal ini
berarti diet ibu hamil harus seimbang dan mencakup beraneka
makanan, ibu yang memiliki berat badannya rendah (BMI < 19) atau
wanita yang melakukan latihan berat selama kehamilan memerlukan

46
energi tambahan. Trimester terakhir kehamilan ialah periode dimana
kebanyakan pertumbuhan janin berlangsung dan juga terjadi
penimbunan simpanan lemak, besi dan kalsium untuk kebutuhan
pertumbuhan pascanatal.
2. Protein
Tambahan protein diperlukan selama masa hamil untuk
persediaan nitrogen esensial guna memenuhi tuntutan pertumbuhan
jaringan janin dan ibu. Rata-rata, 925 g protein tersimpan dalam janin.
Dengan demikian, asupan yang direkomdasikan ialah 60 g protein
setiap hari. Rekomendasi ini dibuat dengan anggapan bahwa ibu
mengkonsumsi masukan energi yang adekuat, sehingga protein
ditujukan untuk sintesis jaringan. Untuk mencapai asupan sebesar ini
tidaklah sukar, karena kebanyakan wanita di Amerika Serikat
mengkonsumsi sekitar 70 sampai 100 g protein setiap hari atau 10
sampai 40 g lebih banyak daripada yang dibutuhkan selama masa
hamil.protein tambahan harus merupakan protein yang memiliki nilai
biologis yang tinggi atau protein yang mengandung semua asam
amino esensial. Daging, ikan, ayam telur, keju dan susu adalah contoh
protein yang bernilai biologis tinggi. Makanan ini juga mengandung
nutrien penting lain.
Rekomendasi masukan protein juga bervariasi sesuai usia. Berikut ini
adalah pedoman yang dianjurkan:
a. Wanita dewasa (>18 tahun): 1,3 g protein per kilogram berat
badan saat hamil
b. Anak remaja (15 sampai 18 tahun) : 1,5 g protein perkilogram
berat badan saat hamil
c. Anak yang lebih muda (<15 tahun): 1,7 g protein perkilogram
berat badan saat hamil

Peningkatan asupan pada remaja dan anak perempuan usia lebih


muda didasarkan pada kemungkinan bahwa tubuh mereka terus
berkembang. Pada kehamilan kembar, diperlukan tambahan protein
dan nutrien lain dalam diet ibu.
3. Cairan
Cairan seringkali tidak dianggap sebagai salah satu nutrien, tetapi
air memainkan peranan penting selama masa hamil. Air membantu
47
pencernaan dengan melarutkan makanan dan membantu transportasi
makanan. Air sangat penting untuk pertukaran nutrien dan produk
sampah melalui membaran sel. Air adalah subtansi utama dalam sel,
darah, limfa dan cairan vital tubuh lain. Air juga membantu
mempertahankan suhu tubuh. Masukan cairan yang cukup
memperbaiki buang air besar yang kadang-kadang menjadi masalah
selama masa hamil. Jumlah masukan cairan yang direkomendasikan
dalam sehari adalah sekitar enam sampai delapan gelas (1500 sampai
2000 ml). air dan jus buah merupakan dua sumber yang baik.
Minuman yang mengandung kafein, seperti kola dan beberapa
minuman ringan lain, sebaiknya dihindari. Minuman yang mengandung
sakarin sebaiknya dihindari. Minuman yang mengandung aspartam,
pemanis buatan lain dapat dipakai dalam jumlah ringan. Aspartam
belum diketahui memberi pengaruh buruk pada ibu normal yang
mengandung bayi normal, tetapi terdapat cukup bukti yang
merekomendasikan penggunaannya, sehingga diperlukan sikap hati-
hati dalam menggunakannya.
4. Vitamin
a. Vitamin larut-lemak
Terdapat peningkatan kebutuhan vitamin A,D,E dan K selama masa
hamil. Namun, gejala defisiensi vitamim-vitamin ini jarang muncul
selama hamil. Vitamin E mencegah oksidasi vitamin A dalam saluran
cerna, sehingga lebih banyak vitamin diabsorpsi. Defisensi vitamin K,
yang dikenal sebagai faktor pembekuan darah yang penting, sangat
muncul pada orang dewasa. Vitamin K diproduksi oleh flora dalam
saluran cerna. Transpor melalui plasenta berjalan sangat lambat,
sehingga kebanyakan bayi lahir dengan kadar vitamin K yang rendah.
Karena berpotensi mengandung racun, wanita hamil todak dianjurkan
untuk menggunakan tambahan vitamin larut lemak, kecuali jika
diresepkan dokter. Vitamin A dan D dibawa menyeberangi plasenta
melalui difusi sederhana dan akan tertimbun didalam janin selama
kandungan didalam tubuh ibu tinggi.
Vitamin D memainkan peranan penting dalam memperbaiki
keseimbangan kalsium positif pada kehamilan. Vitamin ini secara alami
terkandung dalam minyak ikan, telur, mentega dan hati.

48
b. Vitamin Larut – Air
Fungsi tiamin, riboflavin, piridoksin (B6) dan kobalamin (B12) yang
penting ialah sebagai koenzim dalam metabolism energi. Kebutuhan
akan vitamin-vitamin ini meningkat selama trimester II dan III, yakni
ketika masukan energi meningkat. Peningkatan kebutuhan ini dengan
mudah dipenuhi dengan mengonsumsi beraena makanan, yang
mencakup padi-padian utuh, daging, sayuran hijau dan daging. Kadar
B12yang rendah sering dikaitkan dengan kelahiran premature dan
kelainan system saraf pusat.
Vitamin C (asam askorbat) memainkan peran yang penting dalam
pembentukan dan integritas jaringan dan dalam upaya meningkatkan
absorpsi besi. Peningkatan ringan asupan vitamin C direkomendasikan
pada masa kehamilan, namun kelebihan dosis vitamin C dapat
menyebabkan ketergantungan metabolik pada janin. Asupan vitamin C
harian yang direkomdasikan adalah sebesar 70 mg atau sekurang-
kurangnya 1 gelas jus jeruk
Asam folat adalah salah satu vitamin B yang baru-baru ini
mendapat banyak perhatian. Kadar serum asam folat sering kali
rendah selama kehamilan, tetapi anemia megaloblastik yaitu suatu
tanda defisiensi asam folat jarang sekali terlihat. Agar efektif konsumsi
asam folat sebelum konsepsi, atau sebelum menutupnya tuba neural
pada sekitar 6 minggu kehamilan (Reeder, dkk, 2013)
5. Besi
Besi dibutuhkan baik untuk memungkinkan transfer besi yang
adekuat pada janin dan untuk pembentukan massa sel darah merah
(SDM) ibu. RDA besi selama kehamilan adalah 27 mg per hari
(National Institutes of Health, 2007), wanita hamil harus mendapatkan
suplemen besi ferosus 30 mg sehari, dimulai dari usia gestasi 12
minggu (suplemen besi mungkin tidak dapat ditoleransi dengan baik
selama mual yang terjadi pada trimester pertama). Ketika wanita
mengonsumsi besi ia tetap harus menyertakan sumber makanan yang
mengandung besi dalam dietnya sehari-hari.
6. Kalsium
Kebutuhan kalsium dibuthkan ibu untuk tulang janin dan memulai
pertumbuhan gigi serta mempertahankan massa tulang ibu. Susu dan

49
yogurt terutama merupakan sumber yang kaya akan kalsium,
rekomendasi jumlah kalsium untuk wanita hamil adalah sekitar 300 mg
per cangkir (240 ml). namun banyak wanita yang tidak mengonsumsi
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi asupan kalsium yang
direkomendasikan. Satu masalah yang dapat mengganggu konsumsi
susu adalah intoleransi laktosa, ketidakmampuan mencerna untuk
mencerna gula (laktosa) susu yang disebabkan oleh tidak adanya
enzim laktase pada usus halus . intoleransi laktase relative sering
terjadi pada orang dewasa terutama bangsa Afrika-Amerika, Asia,
Amerika Asli Dan Inuits. Konsumsi susu dapat menyebabkan kram,
kembung, dan diare pada orang-orang tertentu, walaupun banyak
orang dengan intoleransi laktosa dapat mengintoleransi susu dalam
jumlah kecil tanpa gejala.
7. Mineral dan Elektrolit Lainnya
a. Magnesium
Diet pada wanita pada masa-masa kehamilan dan melahirkan
cenderung mengandung magnesium yang rendah, dan sebanyak
setengah dari wanita hamil dan menyusui mungkin memiliki asupan
yang tidak adekuat (Institutes of Medicine, 2004). Produk kacang-
kacangan, biji-bijian dan sayuran hijau merupakan sumber
magnesium yang baik.
b. Natrium
Selama kehamilan kebutuhan akan natrium sedikit meningkat,
terutama karena cairan tubuh meningkat ( seperi volume darah
yang meningkat). Natrium penting untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh. Asupan natrium yang berlebih tidak
diperbolehkan selama kehamilan begitu pula yang tidak hamil,
karena dapat berperan dalam terjadinya hipertensi pada orang yang
sensitive terhadap garam. Asupan natrium yang adekuat untuk
wanita hamil dalam masa-masa reproduksinya, diperkirakan 1,5
g/hari, dengan batas asupan yang direkomendasikan sebesar 2,3
g/hari (Institutes of Medicine, 2003). Garam dapur (natrium
klorida)adalah sumber natrium yang paling kaya , dengan sekitar
2,3 g natrium terkandung dalam 1 sendok the (6 g) garam.

50
Asupan natrium sedang umumnya dapat dicapai dengan
memberikan sedikit garam pada masakan, tidak menambahkan
garam lagi saat makan dan menghindari makanan rendah nutrisi
tinggi natrium.
c. Kalium
Kalium telah diidentifikasi sebagai salah satu nutrisi yang cenderung
paling kurang dalam diet wanita pada masa-masa reproduksinya
(Institutes of Medicine, 2004).Diet yang mengandung 8-10 sajian
buah-buahan dan sayuran yang belum diolah setiap hari, beserta
daging rendah lemak dalam jumlah sedang dan produk susu,
memberikan jumlah kalium yang adekuat.

4. Uraian V: Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil


1. Pengkajian
a. Diagnosis kehamilan
Kehamilan matur adalah kehamilan yang berlangsungkira-kira 40
minggu dan tidak lebih dari 43 minggu. Kehamilan yang berlangsung
antara 28-36 minggu disebut kehamilan premature, sedangkan bila lebih
dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur. Menurut usia kehamilan,
kehamilan dibagi menjadi : kehamilan trimester pertama: 0-14 minggu,
kehamilan trimester kedua: 14-28 minggu, kehamilan trimester ketiga:
28-42 minggu.
Tes kehamilan, semua tes yang ada saat ini mendeteksi
keberadaan human chorionic gonadotropin(hCG). Deteksi dini
kehamilan memungkinkan perawatan dimulai dini. hCGdapat diukur
dengan radioimunoesai dan deteksi dalam darah enam hari setelah
konsepsi atau sekitar 20 hari semenjak periode menstruasi terakhir
(LMP/Last Menstrual Peroid). Hormone ini dalam urin pada awal
kehamilan merupakan dasar berbagai tes kehamilan dilaboratorium dan
kadang-kadang dapat dideteksi didalam urin 14 hari setelah konsepsi
(Ganong 1989; Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Tes yang kurang sensitive mungkin sampai empat atau sepuluh
hari setelah terlambat bulan atau tiga minggu setelah konsepsi.
Spesimen urin yang pertama ksli dikeluarkan di pagi hari (urin yang
didiamkan minimal selama 6 jam) mengandung kadar hCG yang kira-
kira sama dengan kadar hCG di dalam serum. Kadar hCG di dalam
51
serum meningkat secara eksponensial antara hari ke-21 dan ke-70
(dihitung dari hari pertama LMP). Dan terdapat beberapa tes kehamilan
lainnya seperti Tes latex agglutination inhibit (LAI), tes
hemmaglutinantion inhibit (HAI), Radioreceptor assay, enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA)(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Terdapat bebrapa klasifikasi tanda dan gejala kehamilan, antaranya:
1) Gejala kehamilan tidak pasti (tanda presumsi): amenorea, nausea,
mengidam, konstipasi/obstipasi, sering kencing, pingsan dan
mudah lelah
2) Tanda kehamilan tidak pasti (tanda kemungkinan): pigmentasi
kulit, leukorea, epulis, perubahan payudara, pembesaran
abdomen, suhu basal terus meningkat antara 37,2-37,8˚C,
perubahan organ-organ pelvic ( rahim dan vagina ) : tanda
Chadwick : vagina livid, terjadi kira-kira minggu ke-6, tanda Hegar :
segmen bawah uterus lembek pada perabaan, tanda piscaseck :
uterus membesar kesalah satu jurusan, tanda Braxton-Hicks :
Uterus berkontraksi bila dirangsang. Tanda ini khas untuk uterus
pada masa kehamilan. Test kehamilan positif
3) Tanda pasti kehamilan ( Tanda positif )
a) Pada palpasi dirasakan bagian janin dan balotemen serta
gerakan janin
b) Pada auskultasi terdengar Denyut jantung janin (DJJ). Dengan
stateskop Lnaenec DJJ baru terdengar pada kehamilan 18-20
minggu. Dengan alat Doppler DJJ terdengar pada kehamilan 12
minggu.
c) Dengan ultrasonografi (USG) atau scanning dapat dilihat
gambaran janin
d) Pada pemeriksaan sinar X tampak kerangka janin. Tidak
dilakukan lagi sekarang karena dampak radiasi terhadap janin.
4) Diagnosis banding kehamilan
Pseudosiesis (wanita yang sangat menginginkan kehamilan
menyebabkan gejala-gejala seperti hamil), sistoma ovarii, mioma
uteri, vesika urinaria dengan retensi urine dan menopause.

52
4. Asuhan antental
Kehamilan sebagai keadaan fisologis dapat diikuti proses
patologis yang mengancam keadaan ibu dan janin. Tujuan pemeriksaan
antenatal adalah menyiapkan fisikdan mental ibu serta menyelamatkan
ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas agar sehat
dan normal setelah ibu melahirkan.
1. Kunjungan kehamilan
Pada setiap kunjungan antenatal perlu didapatkan informasi yang
sangat penting pertrisemester kunjungan. Kunjungan kehamilan
selama ibu hamil wajib dilakukan sebnanyak 4 kali yang dikenal
dengan K4. K1 dilakukan pada rimester pertama sebelum minggu ke
14, informasi penting yang perlu didapat adalah membina hubungan
saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil, mendeteksi
masalah dan menanganinya, melakukan tindakan pencegahan
seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi,
penggunaan praktek tradisional yang merugikan, memulai persiapan
kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi,
mendorong perilaku yang sehat/ memberikan konseling (pemilihan
makanan sebaiknya yang bergizi dan tinggi serat, latihan, kebersihan
pribadi, istirahat, pemakaian obat-obatan harus dikonsultasikan
kedokter, menghentikan kebiasaan merokok dan peminum alcohol.
K2 dilakukan pada trimester kedua sebelum minggu ke 28,
informasi penting yang perlu didapat adalah Sama seperti trimester
pertama, ditambah kewaspadaan khusus mengenal pre eklamsia
(Tanya ibu tentang gejala-gejala pre eklamsia, pantau tekanan darah,
evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).
K3 dan K4 dilakukan pada trimester ketiga antara minggu ke 28-
36, informasi penting yang perlu didapat adalah sama seperti
trimester pertama dan kedua, ditambah palpasi abdominal untuk
mengetahui apakah ada kehamilan ganda. Setelah 36 minggu
ditambah dengan deteksi letak janin yang tidak normal, atau kondisi
lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.
2. Anamnesis/wawancara
Hal yang perlu ditanyakan meliputi : Alasan mencari perawatan, Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT), riwayat kehamilan, persalinan, dan

53
nifas yang sebelumnya serta berat bayi yang pernah dilahirkan,
riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat menstruasi, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat kontrasepsi, penggunanan obat-
obatan/kebiasan ibu, faktor risiko yang mungkin ada pada ibu dan
tempat/rencana melahirkan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum: penilaian keadaan umum, status gizi, dan tanda
vital. Pemeriksaan head to toe (rambut, mata, gigi, gusi, mulut, wajah,
leher, jantung, payudara, abdomen, dan anggota gerak secara
lengkap).
4. Pemeriksaan obstetrik
5. Pemeriksaan Luar
Cara pemeriksaan Leopold pada usia kehamilan diatas 16 minggu,
dengarkan DJJ. Dari hasil pemeriksaan luar diperoleh data berupa
usia kehamilan, letak janin, presentasi janin, kondisi janin dan
taksiran berat janin dengan rumus Johnson toshack :
Taksiran Berat Janin (TBJ) = [tinggi fundus uteri (dalam cm- N] X 155
155 ; merupakan standar tinggi badan wanita Indonesia
N ; 13 bila kepala belum melewati PAP
N : 12 bila kepala masih berada diatas spina ischiadika
N : 11 bila kepala masih berada dibawah spina ischiadika
6. Pemeriksaan Dalam
Siapkan ibu dalam Posisi litotomi, lalu bersihkan daerah vulva dan
perineum dengan larutan antiseptic. Inspeksi vulva dan vagina apakah
ada luka, varises, radang dan tumor. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
inspekulo, lihat ukuran dan warna porsio, dinding dan secret vagina.
Lakukan vaginal toucher (VT) dengan memasukan telunjuk dan jari
tengah, raba adanya tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina,
pembukaan serviks, keadaan portio, ketuban, presentasi terbawah,
bidang hodge dan pengeluarnnya
7. Pemeriksaan panggul
Dilakukan pada usia kehamilan 36 minggu karena jaringan dalam
rongga panggul lebih lunak sehingga tidak menimbulkan rasa sakit.
Masukkan telunjuk dan jari tengah kedalam liang vagina. Arahkan
ujung kedua jari ke promomtorium, coba untuk merabanya. Bila teraba,

54
tentukan panjang konjugata diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri
linea inominata kiri dan kanan sejauh mungkin, tentukan bagian yang
diraba. Raba lengkung sacrum dan tentukan apakah spina ischiadika
kiri dan kanan yang menonjol kedalam. Raba dinding pelvic, apakah
lurus atau konvergen ke bawah dan tentukan panjang distansia
interspinarum. Arahkan bagian palmar jari-jari tangan ke dalam simfisis
dan tentukan besar sudut yang dibentuk antara os pubis kiri dan
kanan.
8. Pemeriksaan laboratorium
Pada kunjungan pertama diperiksa kadar HB, HT dan hitung leukosit.
Dari urin diperiksa beta HCG, protein dan glukosa. Bila perlu anjurkan
untuk pemeriksaan golongan darah, factor rhesus dan lain-lain.
9. Keadaan ibu dan janin yang harus diperhatikan: berat-badan dan tinggi
badan ibu, tekanan darah, tinggi fundus, denyut jantung janin, edema,
besar dan letak janin, dan perdarahan.
1. Diagnosa
a. Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan nausea dan tenggorokan yang kering pada awal
kehamilan
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi dan
fisiologis kehamilan
c. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan rasa tidak
nyaman karena pembesaran abdomen dan ketakutan/kekhawatiran
2. Perencanaan
Diagnosa 1
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : ibu akan terbebas dari nausea dan tenggorokan kering
ibu akan mendapat asupan nutrisi yang cukup
Penambahan berat-badan 0,5 kg perminggu atau 6,5
sampai 16 kg selam hamil
Tindakan keperawatan :
a. Membahas insiden dan penyebab serta mencatat riwayat diet selama
24 jam

55
b. Memberi penjelasan kepada ibu untuk menghindari jenis makanan
berlemak dan digoreng atau makanan yang merangsang, terutama
sebelum tidur
c. Mendiskusikan dengan ibu tentang makan porsi sedikit tapi sering dan
menghindari perut kosong
d. Menganjurkan ibu untuk menyiapkan biscuit yang tidak asin (atau
karbohidrat kering lain) disamping tempat tidur, makan sedikit biscuit
saat bangun tidur, sebelum turun dari tempat tidur
e. Menjelaskan pada ibu dan keluarga, Jika terjadi mual dan muntah
yang berat segera menghubungi pemberi perawatan kesehatan

Diagnosa 2
Tujuan : ibu mampu beradaptasi dengan perubahan tubuhnya
Kriteria hasil : ibu mampu mengungkapkapkan tentang perubahan
anatomis fisilogis terjadi pada tubuhnya
Tindakan keperawatan :
a. Mendiskusikan dengan ibu perbahan-perubahan fisiologis dan
patologis yang terjadi selama kehamilan
b. Menjelaskan kepada ibu perubahan tersebut hanya berlangsung
sementara selama kehamilan ibu dan akan menghilang dalam 1
sampai 2 minggu setelah post partum.
c. Memberikan pendidikan tentang perawatan diri, cara berpakaian,
postur dan mekanika tubuh
d. Melibatkan pasangan untuk memberikan motivasi dan dukungan yang
positif terhadap keresahan ibu.

Diagnosa 3
Tujuan : Ibu mampu beradaptasi dengan hubungan seksual selama
kehamilan
Kriteria hasil: Ibu dapat melakukan hubungan seksual secara normal
Iibu mampu menyebutkan kondisi dan posisi yang aman
berhubungan seksual
Tindakan keperawatan :
a. Mendiskusikan dengan ibu dan pasangannya tentang pemahaman
hubungan seksual selama kehamilan secara terbuka

56
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dapat membahayakan kondisi
ibu dan janin bila melakukan hubungan seksual
c. Mendiskusikan bersama pasangan tentang seksualitas dan perilaku
dan posisi seksual alternative yang dapat dilakukan selama
kehamilannya
d. Menjelaskan kepada ibu dan pasangan seksualitas yang aman dan
nyaman akan membantu mempercepat proses persalinan pada
kehamilan cukup bulan.
3. Evaluasi
Diagnosa 1, klien dan pasangan mampu:
a. Secara verbal mengungkapkan pemahamannya tentang semua
informasi yang diberikan
b. Pada kunjungan berikutnya ibu melaporkan bahwa nausea ringan
kadang-kadang muncul, tetapi tenggorokan tidak kering lagi
c. Berat- badan ibu meningkat 1,25 kg pada akhir trimester pertama
Diagnosa 2, klien dan pasangan mampu:
a. Secara verbal klien dan pasangan mengatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada tubuh ibu adalah suatu respon fisiologis
b. Pasangan memberikan dukungan yang positif dan memahami
perubahan yang terjadi pada ibu
c. Pada kunjungan berikutnya klien tidak merasa malu dan khawatir
terhadap perubahan citra tubuh yang terjadi selama kehamilannya
Diagnosa 3, klien dan pasangan mampu:
a. Klien dan pasangan secara verbal meyatakan pemahaman tentang
informasi yang dberikan
b. Pada kunjungan berikutnya klien dan pasangan menyatakan bahwa
dia dan suaminya telah menemukan pola dan perilaku alternative
yang dapat diterima keduanya
c. Klien dan pasangan menyatakan puas tentang adaptasi dan posisi
seksual mereka terhadap kehamilan.
C. Uraian VI: Asuhan Persalinan Normal
1. Pengertian
Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi regular
yang kuat yang di ikuti dengan pembukaan dan penipisan serviks dan
akhirnya melahiran bayi. Peranan hormon tertentu dan signal dari bayi

57
sendiri ikut memainkan peranannya. Saat dimulai persalinan dapat
dicirikan dengan kontraksi regular menjadi semakin kuat dan sering,
walaupun terjadi perubahan posisi atau berjalan terus-menerus.
Persalinan normalyaitu proses pengeluaran buah kehamilan
cukup bulan yang mencakup pengeluaran bayi, plasenta dan selaput
ketuban, dengan presentasi kepala (posisi belakang kepala), dari rahim
ibu melalui jalan lahir (baik jalan lahir lunak maupun kasar), dengan
tenaga ibu sendiri (tidak ada intervensi dari luar). Dalam persalinan
terdapat 4 kala persalinan (Winkjosastro, 2005)

2. Faktor esensial dalam persalinan


Terdapat beberapa faktor esensial pada persalinan yaitu passenger
(penumpang, yaitu janin dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers
(kekuatan), posisi ibu , dan psychologic respons.
a. Passenger
Cara passenger (janin) bergerak disepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu: Ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Plasenta juga dianggap
sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang
menghambat proses persalinan pada kelahiran normal(Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004)
Penyulit yang terjadi pada janin, persalinan yang dapat dipersulit
karena masalah-masalah janin, plasenta, tali pusat atau cairan
amnion dan apabila terjadi posisi-posisi yang tidak lazim terjadi
pada janin atau salah satu diantara hal-hal yang tersebut diatas maka
kesulitan dalam persalinan akan terjadi.
b. Passageway
Jalan lahir (passageway) merupakan komponen yang sangat
penting dalam proses persalinan yang terdiri dari jalan lahir tulang dan
jalan lahir lunak. Proses persalinan merupakan proses mekanis yang
melibatkan salah satunya adalah jalan lahir. Jalan lahir merupakan
komponen yang tetap, artinya dalam konsep obstetri modern tidak
digunakan untuk dapat melancarkan proses persalinan kecuali jalan
lahir lunak pada keadaan tertentu tanpa membahayakan janin

58
c. Power
Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara
bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus.
Kontraksi uterus involunter yang disebut kekuatan primer menandai
dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi, usaha volunter
dimulai untuk mendorong yang disebut kekuatan sekunder, yang
memperbesar kekuatan kontraksi involunter.
Kelainan pada penyulit power berupa kelainan yang disebabkan
oleh his (kelainan tenaga). His yang normal di mulai dari salah satu
sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata ke seluruh
korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri
dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan
relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga tekanan dalam ruang
amnion kembali ke asalnya kurang lebih 10 mmHg (Winkjosastro,
2002).
d. Posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologis
persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah
posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan
memperbaiki sirkulasi.
Saat janin menuruni jalan lahir, tekanan bagian presentasi pada
reseptor regang dasar panggul merangsang refleks mengedan ibu.
Rangsangan reseptor regang ini akan merangsang pelepasan
oksitosin dari hipofisis posterior (refleks ferguson). Pelepasan oksitosin
menambah intensitas kontraksi uterus. Apa bila ibu mengedan pada
posisi duduk atau berjongkok, otot-otot abdomen bekerja lebih sinkron
(saling menguatkan) dengan kontraksi rahim.
3. Tahapan persalinan
1) Kala I
Dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya
kontraksi yang teratur, adekuat dan menyebabkan perubahan pada
serviks hingga mencapai pembukaan lengkap danterdapat lendir yang
bersemu darah (bloody show) Terdiri dari dua fase:
1. fase laten, berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat
lambat samapi mencapai ukuran diameter 3 cm

59
2. fase aktif, dibagi dalam 3 fase; fase akselerasi yang berlangsung
dalam 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. Fase dilatasi maksimal
berlangsung dalam waktu 2 jam, pembukaan berlangsung sangat
cepat dari 4 cm menjadi 9 cm. Fase deselerasi pembukaan menjadi
lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap.
Persiapan Asuhan Persalinan pada Kala I, antara lain
mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi,
persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang
diperlukan, persiapan rujukan, dan memberikan asuhan sayang ibu.
2) Kala II
Merupakan kala pengeluaran bayi, pada kala ini his menjadi lebih
cepat, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, merasa
adanya tekanan pada rektum dan hendak buang air besar, perineum
menjadi menonjol dan melebar dengan anus membuka, labia
membuka, kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Dengan
his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simpisih dan dahi, muka, dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara kira-kira 0,5 jam (Winkjosastro, 2005)
Bentuk dan diameter panggul wanita berbeda pada ketinggian
yang berbeda dan bagian presentasi janin menempati jalan lahir dalam
proporsi yang besar. Supaya dapat di lahirkan, janin harus dapat
beradaptasi dengan jalan lahir selama proses penurunan. Putaran dan
peneyesuaian lain yang terjadi pada proses kelahiran manusia disebut
mekanisme persalinan. Tujuh gerakan kardinal presentasi puncak
kepala pada mekanisme persalinan ialah engagement, penurunan,
fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi, putaran paksi luar (resitusi), dan
akhirnya kelahiran melalui ekspulsi.
Adaptasi persalinan pada janin yang harus diperhatikan antara
lain denyut jantung janin, sirkulasi, dan pernafasan serta perilaku
janin. Sedangkan pada ibu perubahan kardiovaskular,

60
pernafasan,ginjal integumen, muskulo skeletal, neurologi,
penecernaan, dan endokrin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Asuhan keperawatan kala II
3) Kala III
Tahap ke tiga persalinan berlangsung sejak bayi lahir sampai
plasenta lahir. Tujuan penanganan tahap ke tiga persalinan adalah
pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang di capai dengan cara
yang paling mudah dan aman Pelepasan plasenta diindikasikan
dengan tanda: fundus berkontraksi kuat, perubahan bentuk uterus dari
bentuk cakram menjadi bentuk oval bulat, darah berwarna gelap keluar
dengan tiba-tiba dari introitus, tali pusat bertambah panjang dengan
majunya plasenta mendekati introitus, vagina (plasenta) penuh pada
pemeriksaan vagina atau rektum atau membran janin terlihat di
introitus.
Secara klinis tidak penting apakah plasenta pertama pertama-
tama tampak pada permukaan janin yang licin (mekanisme Schultze)
atau plasenta berputar sehingga yang terlihat permukaan maternal
yang kasar (mekanisme Ducan). Setelah plasenta dan membrannya
keluar, perawat memastikan plasenta utuh, tidak ada bagian yang
tertinggal, di dalam uterus. Manajemen aktiv kala III sangat penting
untuk di lakukan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
4). Kala IV
Merupakan tahap pemulihan, periode yang kritis untuk ibu dan
bayi yang baru lahir. Selama dua jam pertama setelah melahirkan,
organ-organ ibu mengalami penyesuaian awal terhadap keadaan tidak
hamil dan sistem tubuh mulai menjadi stabil. Periode ini merupakan
periode yang paling penting untuk memantau adanya komplikasi.
5). Mekanisme persalinan
Bentuk dan diameter panggul wanita berbeda pada ketinggian dan
bagian presentasi janin menempati jalan lahir dalam proporsi yang besar.
Supaya dapat lahir janin harus beradaptasi dengan jalan lahir selama
proses penurunan. Putaran dan penyesuaian lain yang terjadi pada
proses kelahiran manusia disebut mekanisme persalinan. Tujuh gerakan
cardinal presentasi puncak kepala pada mekanisme persalinan ialah
engagement, penurunan, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi, putaran

61
paksi luar (resitusi), dan akhirnya kelahiran melalui ekspulsi. Fase-fase ini
merupakan gerakan kombinasi yang terjadi bersamaan.
4. Uraian VII: Manajemen Nyeri Persalinan
1). Neurologis
Nyeri dan ketidaknyamanan saat persalinan mempunyai dua
sumber, somatik dan viseral. Saat kala satu persalinan, kontraksi uterus
akan menyebabkan dilatasi dan penipisan (effacement) serviks. Iskemia
uterus (penurunan suplai darah, sehingga terjadi deficit oksigen)
disebabkan oleh kompresi arteri yang menyuplai myometrium saat uterus
berkontraksi.
Nyeri yang disebabkan oleh perubahan serviks, distensi segmen
bawah uterus, peregangan jaringan serviks saat berdilatasi dan tekanan
pada struktur dan saraf disekitarnya merupakan nyeri viseral. Nyeri
tersebut akan terasa diperut bagian bawah. Nyeri alih atau reffered pain
terjadi ketika nyeri yang berasal dari uterus menjalar ke dinding abdomen
, area lumbosakral di punggung, krista iliaka, bokong, paha dan punggung
bagian bawah (BlackBurn, 2007; Zwelling, dk dalam Lowdermilk, dkk,
2013)
Pada kala dua persalinan, wanita akan mengalami nyeri somatik
yang sering dideskripsikansebagai nyeri yang tajam, intens, terasa panas
seperti dibakar, dan lokasinya jelas. Nyeri berasal dari peregangan dan
distensi jaringan perineal dan dasar pelvis agar fetus dapat lewat, dari
distensi dan tertariknya peritoneum dan jaringan pendukung uterosrviks
saat kontraksi, dan laserasi dijaringan lunak (contoh : serviks, vagina,
perineum). Faktor fisik lain yang berhubungan dengan rasa nyeri pada
kala dua adalah posisi fetus, kecepatan, turunnya fetus, posisi ibu, durasi
dan interval kontraksi dan rasa lelah (BlackBurn, 2007 dalam Lowdermilk,
dkk, 2013)
Nyeri yang dialami pada kala tiga persalinan dan masa awal setelah
melahirkan adalah nyeri yang ebrasal dari uterus, sama seperti nyeri yang
dialami pada awal kala satu persalinan.
2). Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
a. Faktor fisiologis
Berbagai faktor fisiologis dapat mempengaruhi intensitas nyeri yang
dialami wanita saat melahirkan. Wanita dengan riwayat dismenore

62
dapat mengalami rasa nyeri yang meningkat disebabkan oleh kadar
prostaglandin yang tinggi. Nyeri punggung yang berhubungan dengan
menstruasi juga dapat meningkatkan kemungkinan nyeri punggung
bawah yang berhubungan dengan kontraksi. Faktor fisik lainnya
adalah kelelahan, durasi dan interval kontraksi, posisi fetus, kecepatan
penurunan fetus, dan posisi ibu (BlackBurn, 2007 dalam Lowdermilk,
dkk, 2013)
b. Budaya
Meskipun wanita memang diharapkan untuk mengalami setidaknya
sedikit rasa nyeri dan tidak nyaman selama persalinan, sistem
kebudayaan dan kepercayaan agamanya akan menentukan
bagaimana mereka mempersepsikan, meninterpretasikan, merespon
dan mengatasi rasa nyeri mereka. Pemahaman terhadap
kepercayaan, nilai-nilai dan berbagai kebudayaan akan mengurangi
perbedaan budaya dan membantu perawat menilai rasa nyeri yang
dialami wanita secara lebih akurat.
c. Kecemasan
Kecemasan dihubungkan dengan peningkatan rasa nyeri saat
persalinan. Sedikit rasa cemas pada wanita saat persalinan dianggap
normal. Meski demikian, kecemasan berlebihan dan rasa takut akan
menyebabkan sekresi dari panggul ke otak karena penurunan aliran
darah dan peningkatan tegangan otot, aktivasi inilah yang nantinya
akan meningkatkan persepsi nyeri.
d. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman sebelumnya dengan rasa nyeri dan persalinan dapat
mempengaruhi deskripsi seorang wanita mengenai rasa nyerinya dan
kemampuannya untuk mengatasi rasa nyeri tersebut. nyeri afektif
biasanya meningkat pada wanita nulipara selama kala satu persalinan
namun menurun pada wanita multipara dan nulipara kala dua
persalinan.
3). Penatalaksanaannyeri persalinan
Berikut terdapat beberapa jenis penatalksanaan non-farmakologi rasa
tidak nyaman berdasarkan Bobak (2005):
a. Metode persiapan melahirkan
A. Metode Dick-Read

63
Untuk mengganti rasa takut tentang hal yang tidak diketahui melalui
pemahaman dan keyakinan, program Dick-Read meliputi pemberian
informasi persalinan dan melahirkan, disamping nutrisi, hygiene, dan
latihan fisik. Latihan fisik untuk membuat tubuh siap saat melahirkan,
latihan relaksasi secara sadar, dan latihan pola nafas.
B. Metode Lamaze
Metode ini membuat wanita berespon terhadap kontraksi rahim
buatan dengan mengendalikan relaksasi otot dan pernapasan
sebagai ganti berteriak dan kehilangan kendali. Strategi untuk
mengatasi rasa nyeri antara lain memusatkan perhatian pada titik
perhatian tertentu, misalnya pada gambar yang sangat disukai.
C. Metode Bradley
Metode ini didasarkan pada observasi perilaku binatang saat
melahirkan dan menenkankan keharmobisan tubuh, yakni dengan
melakukan control pernapasan, pernapasan perut, dan relaksasi
seluruh tubuh. Teknik ini menenkankan faktor lingkungan seperti
suasana gelap, menyendiri, dan suasana tenang sehingga suasana
melahirkan menjadi lebih alami.
b. Teknik relaksasi dan teknik pernapasan
1. Memfokuskan dan relaksasi umpan balik
Beberapa wanita membawa barang-barang yang disukai untuk
digunakan sebagai focus perhatiannya. Saat kontraksi mulai
timbul. Mereka memusatkan perhatian pada objek ini untuk
mengurangi sensai nyeri. Teknik ini ditambah relaksasi umpan
balik, membantu wanita bekerja sama dengan kontraksinya.
Mekanisme umpan balik yang umumdilakukan adalah dengan
mengucapkan kata ‘rileks’ pada awal suatu kontraksi dan terus
mengucapkannya sepanjang kontraksi.
2. Teknik pernapasan
Pada tahap pertama, teknik pernapasan dapat memperbaiki
relaksasi otot-otot abdomen dan dengan demikian meningkatkan
ukuran rongga abdomen. Pada tahap kedua pernapasan dipakai
untuk meningkatkan tekanan abdomen dan dengan demikian
membantu mengeluar janin. Keadaan ini juga dipakai untuk

64
merelaksasi otot-otot pudental untuk mencegah pengeluaran dini
kepala janin.
3. Effleurage dan tekanan sacrum
Dua hal ini metode yang memberikan rasa lega pada banyak
wanita selama tahap pertama persalinan. teori gate-control dapat
member alas an mengapa tindakan ini berhasil.. tindakan
memukul-mukul abdomen secara perlahan seirama dengan
pernapasan saat kontraksi, digunakan untuk mengganggu ibu
supaya ia tidak memusatkan perhatiannya pada kontraksi.
4. Hidroterapi jet (mandi whirlpool)
Walaupun metode ini tidak diterapkan secara universal, namun
banyak unit maternitas baru memasang tempat mandi seperti ini.
Kenikmatan berada didalam air hangat baik menggunakan pompa
jet atau tidak membuat otot-otot yang tegang menjadi rilaks.
5. Stimulasi saraf elektronik pertranskutan
Stimulasi saraf elektronik pertranskutan efektif akibat adanya
placebo, implementasi ini dapat menstimulasi pelepasan opiate
endogen pada tubuh wanita sehingga rasa tidak nyaman yang
dirasakan dapat mereda. Dua pasang elektroda dipasang
ditempelkan di kedua sisi spina sacrum untuk mengalirkan aliran
listrik ringan. Selama kontraksi wanita menekan tombol pengontrol
alat tersebut.
Penatalaksanaan farmakologi rasa tidak nyaman dengan menggunakan
sedative; agen sedative seperti barbiturate berfungsi menurunkan
ansietas dan menginduksi rasa kantuk hanya pada masa prodormal
atau tahap awal persalinan. Analgesia dan anastesia; secara umum
tidak diterima sebagai bagian dari penatalaksanaan obstetric. Sampai
ratu Victoria menggunakan kloroform saat melahirkan anaknya pada
tahun 1853. Penatalaksanaan metode ini mengkombinasi keterampilan
perawat dalam bidang perawatan maternitas dengan pengetahuan dan
pemahaman tentang anatomi dan fisiologi, efek samping yang
diinginkan dan tidak diinginkan, dan metode pemberian agens tersebut.

65
5. Uraian VIII: Pengkajian Janin
a. Respon Janin
Karena persalinan merupakan periode stress bagi janin, pemantauan janin
secara merupakan bagian dari tindakan perawatan selama persalian.
Suplai oksigen untuk janin harus tetap dipertahankan selama persalinan
untuk mencegah terjadinya cacat berat setelah lahir. Suplai oksigen untuk
janin dapat berkurang dalam beberapa hal:
1) Berkurangnya aliran darah dalam pembuluh darah ibu yang
disebabkan oleh hipertensi ibu (hipertensi kronis, preeklamsia, atau
hipertensi gestasional), hipotensi (karena posisi telentang, perdarahan
atau anastesia atau analgesic epidural), atau hipovelemia (karena
perdarahan).
2) Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah ibu karena
perdarahan atau anemia berat.
3) Perubahan sirkulasi janin, yang terjadi karena kompresi tali pusat
(sementara, saat kontraksi uterus, atau mamanjang, karena prolaps
tali pusat), terlepasnya plasenta atau sepenuhnya lepas, atau
kompresi kepala (meningkatkan tekanan intracranial dan stimulasi
saraf vagal disertai penurunan DJJ).
4) Berkurangnya aliran darah diruang antarvilli dalam plasenta, yang
disebabkan oleh hipertonus uterus(umumnya disebabkan oksitosin
eksogen yang berlebihan) atau deteriorasi pendarahan janin yang
berhubungan dengan kelainan pada ibu seperti hipertensi atau
diabetes mellitus
Kesejahteraan janin selama persalinan dapat diukur melalui respon
DJJ terhadap kontraksi uterus. Suatu grup ahli pemantauan janin
baru-baru ini merekomendasikan gambaran DJJ yang menunjukkan
karakteris sebagai berikut adalah normal:
1. frekuensi DJJ dasar adalah 110-160 kali/menit
2. variatibilitas DJJ dasar sedang
3. tidak ada deselerasi lambat atau variable
4. deselarasi awal ada atau tidak ada
5. akselerasi ada atau tidak ada
2). Aktivitas Uterus
Tabel berikut menunjukkan aktivitas normal uterus selama persalinan

66
Karakteristik Deskripsi

Frekuensi Frekuensi kontraksi umumnya secara


keseluruhanberkisar 2-5 kali/10 menit selama
peralinan, dengan frekuensi rendah pada kala I
persalinan dan meningkat (hingga 6 kali/ 10 menit)
selama kala II persalinan
Durasi Durasi kontraksi biasanya stabil, baik pada kala I
maupun kala II, berkisar 45-80 detik, dan pada kondisi
tertentu bias mencapai 90 detik
Intensitas (puncak Intensitas kontraksi uterus secara umum berkisar 25-50
ketegangan uterus) mm Hg pada kala I dan akan mencapai lebih dari 80
mm Hg pada kala II, kontraksi tersebut ringan saat
puncaknya kurang dari 50 mm Hg, sedang saat
puncaknya di posisi 50 mm Hg, dan berat saat lebih
dari 50 mm Hg pada pemeriksaan internal
Tonus (kekenyalan) Rata-rata kekenyalan pada fase istirahat selama
pada fase istirahat persalinan adalah 10 mm Hg ; jika menggunakan
palpasi, teraba “lembut/kenyal” (seperti terasa ada
tahanan, mudah ditekan)
Unit Montevideo ( Kisara 100-250 MVUs pada kala I, dapat meningkat
MVUs) hingga 300-400 pada kala II, intensitas kontraksi 40
mm Hg lebih atau lebih dari MVUs 80-120 biasanya
penting untuk memulai persalinan normal.

3). Gangguan Pada Janin


Pola DJJ abnormal berhubungan dengan hipoksemia janin, yaitu
defisensi oksigen di dalam darah arteri. Bila tidak diatasi, hipoksemia bisa
semakin parah dan menjadi hipoksia janin berat, yaitu suplai oksigen
yang tidak cukup pada tingkat sel. Contoh pola DJJ yang abnormal
adalah ( Deselerasi lambat yang berulang, Deselerasi variable yang
berulang, Bradikardi, Pola sinus).
4). Pola Denyut Jantung Janin
a. Frekuensi Dasar Denyut Jantung Janin
Irama intrinsic jantung janin, sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom
janin mengontrol DJJ. Peningkatan respons simpatik akan menyebabkan
akselerasi DJJ sementara peningkatan respons parasimpatik akan

67
memperlambat DJJ. Kisaran normal pada kehamilan aterm adalah 110-
160 denyut/menit.

 Variabiltas
Variabilitas DJJ diartikan sebagai gelombang irregular atau
fluktuasi dari frekuensi dasar DJJ sebanyak 2 siklus permenit atau lebih.
Variabilitas merupakan ciri frekuensi dasar DJJ dan tidak termasuk

akselerasi dan deselerasi DJJ. Variabilitas dihitung dalam denyut


permenit dan diukur dari puncak sampai lembah dalam tiap siklus.
Terdapat empat jenis variabilitas yang telah diidentifikasikan : absen,
minimal, moderat dan jelas (lihat gambar A, B, C,D)

Bergantung pada ciri gambaran DJJ, ketidakadaan variabilitas


minimal dapat dikatakan abnormal atau tidak dapat ditentukan (lihat
gambar A dan B), keduanya bisa disebabkan oleh hipoksia janin dan
asidosis metabolik. Penyebab lain yang mungkin adalah kelainan
kongenital dan cedera neurologi yang sudah ada sebelumnya, selain itu
variabilitas minimal dapat terjadi dengan takikardi, prematuritas eksterm,
atau ketika janin sedang dalam keadaan tidur. Disisi lain variabilitas
moderat dianggap normal (lihat gambar C) keberadaannya merupakan
prediktor yang cukup besar akan keseimbangan asam basa janin (tidak
adanya asidosis metabolik). Variabilitas moderat mengidentifikasikan
bahwa regulasi DJJ tidak dipengaruhi secara signifikan dengan siklus
68
tidur, takikardi, prematuritas, kelainan kongenital, cedera neurolgi yang
sudah ada sebelumnya atau obat depressor SSP. Pentingnya variabiltas
yang jelas belum diketahui. Pola sinus – pola seperti gelombang yang
halus dan teratur tidak termasuk dalam definisi variabilitas DJJ. Pola yang
tidak umum ini biasanya terjadi pada anemia berat janin.
 Takikardi
Adalah frekuensi dasar DJJ lebih besar dari 160 denyut/menit selama 10
menit atau lebih (lihat gambar F). hal ini bisa dianggap sebagai tanda
awal hipoksia janin, terutama ketika dihubungkan dengan deselerasi
lambat dan variabilitas absen minimal. Takikardi dapat disebabkan oleh
infeksi ibu dan janin (contoh: pecah ketuban dalam waktu lama dengan
amnionitas),dari hipertiroidisme ibu atau anemia janin, atau sebagai
respons terhadap obat seperti atropin, hidroksizin (Vistaril), terbutalin
(Brethine) atau obat-obat terlarang.

 Bradikardi
Adalah frekuensi dasar DJJ yang kurang dari 110 denyut/menit selama 10
menit atau kebih. bradikardi yang sebenarnya jarang terjadi dan tidak
berhubungan secara spesifik dengan oksigenasi janin. Bardikardi sering
kali disebabkan oleh suatu masalah jantung janin seperti defek structural
yang menyangkut pacemaker atau sistem konduksi atau gagal jantung
janin. Penyebab lainnya dari bradikardi adalah inveksi virus, hipoglikemia
ibu dan hipotermia ibu.
b. Perubahan periodik dan episodik pada denyut jantung janin
Perubahan dari frekuensi dasar DJJ dikelompokkan sebagai periodik dan
episodik. Perubahan periodic adalah perubahan yang terjadi bersamaan
dengan kontraksi uterus. Perubahan epidosik adalah perubahan yang
tidak berhubungan dengan kontraksi uterus. Pola ini termasuk akselerasi
dan deselerasi
69
 Akselerasi
Adalah suatu peningkatan mendadak ( dari awal mulai sampai puncak <
30 detik) DJJ dari frekuensi dasar (lihat gambar H). puncaknya minimal 15
denyut/menit diatas frekuensi dasar, dan akselerasi berlangsung 15 detik
atau lebih, dan kembali ke frekuensi dasar kurang dari 2 menit sejak
mulainya akselerasi. Akselerasi bisa merupakan perubahan episodik atau
periodik. Keduanya dapat terjadi bersamaan dengan pergerakan janin
atau secara spontan. Sama dengan variabilitas moderat, akselerasi
dianggap sebagai indikasi positif dari kondisi janin.

 Deselerasi
Deselerasi DJJ dikelompokkan menjadi dini, lambat, variable dan
memanjang. Deselerasi dibedakan menurut hubungannya secara visual
dengan memulai dan selesainya kontraksi dan bentuknya.
1) Deselerasi dini : merupakan penurunan perlahan DJJ (mulai sampai
titik terendah > 30 detik) yang kemudian kembali ke frekuensi dasar
yang berhubungan dengan kontraksi uterus. Karena deselerasi dini
dianggap tidak berbahaya maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-
apa.
2) Deselerasi lambat : merupakan penurunan perlahan (mulai sampai
titik terendah > 30 detik) yang kemudian kembali ke frekuensi dasar
yang berhubungan dengan kontraksi uterus. Deselerasi dimulai
setelah kontraksi terjadi, dan titik terendah deselerasi terjadi setelah
puncak kontraksi. Deselerasi tidak kembali ke asal sampai setelah

70
kontraksi selesai. Deselerasi lambat yang menetap dan berulang
mengidentifikasikan adanya hipoksia janin yang disebabkan oleh
insufisiensi perfusi plasenta saat kontraksi uterus
3) Deselerasi variable : merupakan penurunan DJJ mendadak (mulai
sampai titik terendah < 30 detik) yang kemudian kembali ke frekuensi
dasar. Penurunan minimal 15 denyut/menit atau lebih dibawah
frekuensi dasar, berlangsung selama lebih dari 15 detik, dan kembali
ke frekuensi dasar dalam kurun waktu kurang dari 2 menit sejak
dimulainya. Deselerasi variable yang hanya muncul kadang-kadang
tidak terlalu penting secara klinis. Sebaliknya, Deselerasi variable
yang berulang menunjukkan gangguan suplai oksigen janin yang
masih berlangsung.
4) Deselerasi memanjang : merupakan penurunan DJJ yang terlihat
jelas, dapat perlahan atau mendadak, sebesar minimal 15
denyut/menit dibawah frekuensi dasar dan berlangsung selama lebih
dari 2 menit tapi kurang dari 10 menit. Deselerasi yang berlangsung
lebih dari 10 menit dianggap sebagai perubahan frekuensi dasar.
Deselerasi memanjang disebabkan oleh gangguan suplai oksigen ke
janin. Awalnya deselerasi memanjang ini merupakan respons
terhadap hipoksia. Namun bila gangguan terus berlangsung, jaringan
jantung janin akan mengalami hipoksia, sehingga terjadi depresi
miokard secara langsung pada janin.
5). Teknik Pemantauan Janin
b. Auskultasi Berkala
Merupakan cara mendengarkan bunyi jantung janin dalam pada interval
tertentu untuk mengkaji DJJ. Auskultasi berkala bunyi jantung janin dapat
dilakukan dengan stetoskop Pinard, Doppler, stetoskop ultrasound atau
fetoskop DeLee Hillis. Alat ultrasound Doppler dan stetoskop ultrasound
akan menghantarkan gelombang suara dengan frekuensi sangat tinggi
yang menggambarkan gerakan janin dan dapat mengonversikan bunyi ini
menjadi sinyal elektronik yang dapat dihitung.
Ketika menggunakan metode auskultasi berkala, aktivitas uterus harus
dikaji dengan palpasi. Pemeriksa harus tetap meletakkan tangannya
diatas fundus sebelum, selama dan setelah kontraksi. Intensitas kontraksi
biasanya dideskripsikan sebagai lemah, sedang dan kuat. Lama kontraksi

71
dihitung dalam detik dari awal sampai akhir. Frekuensi diukur dalam
menit, dari awal kontraksi sampai awal kontraksi berikutnya. Pemeriksa
harus tetap meletakkan tangan di fundus setelah kontraksi selesai untuk
mengkaji tonus uterus saat istirahat atau relaksasi tiap kontraksi. Tonus
istirahat diantara kontraksi biasanya dideskripsikan sebagai lunak atau
relaks.
c. Pemantauan janin secara Elektronik (Electronic fetal Monitoring)
Tujuan pemantaun DJJ secara elektronik adalah mengkaji oksigenisasi
janin secara terus menerus. Tujuannya adalah untuk mendeteksi
hipoksia janin dan asidosis metabolic selama persalinan sehingga dapat
diambil tindakan untuk mengatasi masalah dalam waktu yang tepat
sebelum terjadi kerusakan permanen atau kematian.
Dua model Electronic fetal Monitoring (EFM) adalah model eksternal,
yang menggunakan transduser eksternal yang diletakkan diperut ibu
untuk mengkaji DJJ dan aktivitas uterus, dan model internal, yang
menggunakan elektroda berbentuk spiral yang diletakkan dibagian
terbawah janin untuk mengkaji DJJ dan suatu kateter tekanan intrauterus
untuk mengkaji aktivitas uterus dan tekanannya.
Tabel perbedaan teknik pemantauan eksternal dan internal

72
Eksternal Internal

Denyut Jantung Janin


Transuder ultarosound : gelombang suara Elektroda spiral : mengonversikan EKG fetus yang
berfrekuensi tinggi yang menunjukkan gerakan didapat dari bagian terbawah fetus menjadi DJJ
jantung janin. Noninvasif. Tidak memerlukan dengan kardiotakometer. Hanya bisa digunakan bila
ketuban pecah atau pembukaan serviks , ketuban sudah pecah dan sudah ada pembukaan
dipakai baik pada masa antepartum maupun serviks yang cukup besar pada periode intrapartum.
intrapartum. Elektroda mempenetrasi bagian terbawah fetus
sebanyak 1,5 mm harus ditempelkan dengan kuat
agar mendapatkan sinyak yang baik.

Aktivitas Uterus Kateter tekanan intauterin : mamauntau frekuensi,


Tokotransuder : memeriksa frekuensi dan durasi dan intensitas kontraksi. Ada dua jenis kateter
durasi kontraksi dengan alat yang dapat tekanan intrauterus, yaitu yang berisi cairan dan
mendeteksi tekanan yang diletakkan diperut kateter padat. Keduanya mengukur tekanan
ibu. Dipakai baik pada masa antepartum intrauterus dengan ujung kateter untuk
maupun intrapartum mengonversikan tekanan tersebut menjadi mmHg
pada panel aktivitas uterus di grafiknya. Hanya bisa
digunakan bila ketuban sudah pecah dan sudah ada
pembukaan serviks yang cukup besar pada periode
intrapartum.

5. Uraian IX: Asuhan Keperawatan Intranatal


 Asuhan keperawatan kala I
1. Pengkajian
Berdasarkan Bobak Bobak, Lowdermilk & Jensen ( 2004) pengkajian
di mulai saat perawat pertama kali kontak dengan pasien, faktor utama
yang dikaji menentukan apakah pasien telah mengalami tanda
persalinan. Catatan prenatal, usia pasien, riwayat obstetri dan
kehamilan masa lalu mencakup graviditas, persalinan preterm,
abaortus spontan dan abortus elektif, serta jumlah anak yang hidup,
ditanyakan keluhan utama dapat berupa pecah ketuban, frekwensi dan
lama kontraksi, lokasi dan karakteristik rasa tidak nyaman akibat
kontraksi, menetapnya kontraksi, keberadaan dan karakter rabas,
status membran amnion.hal lain yang dapat dikaji faktor psikososial,
stress dalam persalinan, dan faktor budaya, dilanjut dengan
pengkajian fisik termasuk perasat leopold, kontraksi uterus, periksa
73
dalam untuk memberi keterangan apakah pasien sudah memasuki
persalinan dan memungkinkan pemeriksa menentukan apakah selaput
ketuban telah pecah. Kemajuan persalinan dapat dengan efektif dilihat
dari grafik (partograf) yang diisi sejak pembukaan berada pada 4 cm.
2. Diagnosa
Diagnosa keperwatan yang mungkin muncul:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi yang kuat
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
masukan cairan
3. Gangguan pertukaran gas; janin berhubungan dengan posisi
maternal, hiperventilasi
4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
prosedur pemeriksaan fisik
3. Perencanaan
Selama perencanaan, hasil akhir yang diharapkan adalah:
1. Pasien menunjukkan kemajuan persalinan yang normal
2. Pasien menyatakan puas dengan bantuan orang-orang yang
mendukungnya dan staf keperawatan
3. Menyatakan secara verbal keinginan untuk berperan serta dalam
persalinan
4. Menunjukkan kemajuan normal selama persalinan
5. Mempertahankan status hidrasi adekuat
6. Mencegah distensi kandung kemih dengan berkemih setiap dua
jam
7. Dorong pendukung untuk berpartisipasi dalam menghibur dan
mengurangi rasa nyeri pasien
4. Implementasi
1. Mengajarkan ibu tentang tehnik pernafasan(tarik nafas dari
hidung tahan sampai hitungan ke 3,1..2..3.., buang nafas pelan-
pelan dari mulut, bisa diulang 5 sampai 8x)
2. Mendukung dan menganjurkan suami/anggota keluarga yang
lain untuk medampingi ibu selama proses persalinan
3. Memberikan cairan dan nutrisi
4. Mengajarkan kepada ibu cara meneran yang efektif (Bila
kontraksi, ibu tarik nafas dari mulut…tahan...angkat kepala lihat

74
perut lalu meneran, buang nafas dari mulut secara perlahan-
lahan, ulangi sampai lahir bayi)
5. Menjelaskan kepada ibu beberapa alternatif posisi(duduk,
jongkok,miring) bersalin dan berikan pilihan sesuai posisi yang
diinginkan ibu
6. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih secara
rutin
7. Menganjurkan ibu untuk hygiene umum(mandi,sikat gigi)
8. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dalam
partograf
5. Evaluasi
Pasien menunjukkan kemajuan persalinan yang normal,
menunjukka rasa puas terhadap tindakan perawat, pasien
menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam perawatan
selama persalinan, status hidrasi pasien memadai.

 Asuhan keperawatan kala II


1. Pengkajian
Berdasarkan Bobak (2004), pengkajian dilakukan melalui pemeriksaan
dalam serviks tidak teraba lagi, pembukaan lengkap, muncul keringat
tiba-tiba diatas bibir, muntah, bloody show meningkat, ekstremitas
bergetar, semakin gelisah ada pernyataan “saya tidak tahan lagi”,
usaha mengedan involunter.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Resiko tinggi cidera; ibu dan janin berhubungan dengan
penggunaan manuver Valsava secara kontinu.
b. Nyeri akut berhubungan dengan usaha mengedan dan distensi
perineum
c. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan terkait hal tidak
mengetahui sebab-sebab sensasi pada perineum
3. Perencanaan
Adapun hasil akhir yang diharapkan adalah:
a. Tidak mengalami cidera selama proses persalinan
b. Pasien dapat mengelola rasa nyeri fisiologis yang terjadi

75
c. Memperoleh rasa nyaman dan dukungan dari anggota keluarga
dan berpartisipasi selama persalinan
4. Implementasi
a. Memposisikan pasien sesuai indikasi, bisa dengan jongkok, semi
fowler, atau posisi berdiri dengan beban tubuh bertumpu pada kedua
caput femur.
b. Menyesuaikan ranjang bersalin dengan posisi ibu
c. Membimbing pasien dalam melakukan upaya mengedan
d. Memantau DDJ dalam keadaan stabil
e. Menganjurkan suami untuk menemani pasien untuk dapat terus
memberi dukungan perawatan selama proses persalinan secara
psikologis.
f. Membantu lahirnya kepala, bahu, badan, dan tungkai bayi
g. Melakukan penanganan bayi baru lahir, APGAR score,dan
inisiasi menyusui dini
5. Evaluasi
Perawat mengevaluasi sampai dimana hasil akhir yang diharapkan
telah tercapai baik ibu dalam proses persalinan maupun kondisi
bayinya, tidak mengalami cidera selama proses persalinan dan
mendapatkan dukungan dari pasangan atau keluarga.
 Asuhan Keperawatan Kala III
1. Pengkajian
Berdasarkan lowdermilk (2013) pengkajian yang dilakukan
pada kala III yaitu:
a. Lepas dan keluarnya plasenta
Berikut adalah tanda lepasnya plasenta
 Fundus uterus berkontraksi berat
 Perubahan bentuk uterus dari dikoid menjadi globular saat
plasenta bergerak ke segmen bawah uterus
 Darah gelap menyemprot keluar dari lubang vagina
 Tali pusat jelas memanjang saat plasenta turun ke lubang vagina
 Rasa penuh di vagina (plasenta) saat pemeriksaan dalam atau
rectum atau selaput ketuban di lubang vagina.
Tata laksana aktif adalah mendorong pelepasan dan
pengeluaran plasenta dengan pemberian obat oksitosik setelah
76
melahirkan bahu anterior bayi. Segera setelah mengklem dan
memotong tali pusat, perawat akan melahirkan plasenta dengan
tarikan terkontrol ketika didapatkan tanda plasenta sudah terlepas.
2. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien kala III adalah:
a. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kontraksi
uterus tidak adekuat
b. Cemas berhubungan dengan trauma perineum dan kebutuhan
akan perbaikan
c. Kelelahan berhubungan dengan pengeluaran energy ketika
melahirkan dan mengejan.
3. Perencanaan
a. Kontraksi uterus baik
b. Pengeluaran plasenta dengan perdarahan kurang dari 500 ml
c. Tindakan suportif untuk meningkatkan rasa nyaman dan
suportif dari pasangan dan petugas kesehatan
d. Menjaga status hidrasi lewat asupan oral atau IV (atau
keduanya)
4. Implementasi
a. Mengintruksikan pasien untuk mengejan ketika terdapat tanda
plasenta sudah terlepas
b. Berikan okstosik (biasanya diberikan setelah plasenta terlepas
untuk mencegah perdarahan)
c. Memeriksa keutuhan plasenta dan memastikan tidak sisa
dirongga uterus.
d. Melihat apakah ada laserasi perineum, vagina dan serviks yang
butuh diperbaiki
e. Melakukan kontak kulit ibu-bayi
5. Evaluasi
Hasil yang diharapakan dari perawatan akan digunakan untuk
mengevaluasi efektivitas perawatan.
 Asuhan keperawatan kala IV
1. Pengkajian
Berdasarkan Bobak (2004), pengkajian dilakukan dengan
mengkaji keadaan yang dapat menjadi presisposisi perdarahan

77
pada ibu seperti persalinan yang cepat, bayi besar, grande
multipara, atau persalinan dengan induksi yang merupakan bahaya
yang mungkin terjadi pada kala IV
Selama jam pertama pada masa pemulihan perlu dilakukan
pemeriksaan fisik semua faktor setiap 15 menit pada jam pertama,
jika semua parameter telah stabil pemeriksaan diulang dua kali lagi
dengan selang waktu 30 menit. Perawat harus siaga dengan
terhadap kemungkinan komplikasi yang mencakup keadaan
hipertensi, infeksi, gangguan endokrin, gangguan psikososial, dan
kehilangan serta kedukaan.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (perdarahan)
berhubungan dengan atoni uterus setelah melahirkan
b. Nyeri akut berhubungan dengan luka akibat proses kelahiran
c. Retensi urine berhubungan dengan efek persalinan pada
sensasi saluran kemih
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ambulasi dini
e. Ketidakefektifan pola menyusui berhubungan dengan kurang
pengalaman
3. Perencanaan
Selama langkah perencanaan hasil akhir yang diharapkan:
a. Tidak terjadi perdarahan
b. Nyeri dapat diatasi setelah diberikan tindakan untuk meredakan
nyeri
c. Pasien dapat berkemih dengan spontan dengan jumlah lebih dari
300 ml dalam 6-8 jam
d. Mobilisasi dilakukan setelah kala pengawasan
e. Menunjukkan perilaku ikatan batin dengan bayi dengan
menyusui
4. Implementasi
a. Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan

78
b. Melakukan pemeriksaan fisik semua faktor setiap 15 menit pada
jam pertama, jika semua parameter telah stabil pemeriksaan
diulang dua kali lagi dengan selang waktu 30 menit
c. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
d. Memberikan cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi
(di dada ibu paling sedikit 1 jam)
5. Evaluasi
Evaluasi kemajuan dan hasil akhir perawatan terus dilakukan
sepanjang tahap keempat persalinan dan sesuai dengan kriteria
hasil yang diharapkan.

D. Uraian X: Adaptasi Fisiologis dan Psikososial pada Periode Post Partum


1. Adaptasi fisiologis
Periode pasca partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ reproduksi kembali ke adaan normal sebelum hamil.
Periode ini kadang disebut puerpurium atau trimester keempat kehamilan.
Perubahan fisiologis terjadi sangat jelas. Banyak faktor termasuk tingkat
energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan perawatan
serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan profesional
ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004)
a. Sistem reproduksi dan struktur terkait
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah
umbilikus dengan bagian fundus bersandar promontorium sakralis.
Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Uterus pada waktuhamil
penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira
500 g 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g 2 minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada dalam panggul sejati lagi.
Pada minggu ke enam beratnya menjadi 50-60 g.
Hemostasis pasca partum di capai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit atau

79
pembentukan bekuan. Hormon yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis.
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lokia yang
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi. Terdapat tiga jenis lokhea,
lokhea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta
debris trofoblastik, aliran menyembur. Lokhea serosa terdiri dari darah
lama, serum, leukosist, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, berwarna merah muda atau coklat. Lokhea alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri, berwarna kining
sampai putih, lokia alaba bertahan selama dua sampai enam minggu
setelah bayi lahir. Cara mengukur lokia yang ofektif adalah dengan cara
menimpang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas.
Setiap peningkatan berat satu gram setara dengan sekitar satu muliliter
darah.
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, delapan
belas jam pasca partum serviks memendek dan konsistensinya menjadi
lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen
bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari
setelah melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina)
terlihat memar dan ada sedikit laserasi.
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan berperan dalam hilannya rugae. Vagina yang semula
teregang kembali ke tahap ukuran sebelum hamil dalam 6-8 minggu
setelah bayi lahir. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman pada saat
koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi di mulai lagi. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa
dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi. Perbaikan yang
cermat, pencegahan atau pengobatan dini hematoma dan higiene yang
baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat
introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita nulipara.
Hemoroid umumnya terlihat. Wanita sering mengalami gejala
terkait seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah

80
terang pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid biasanya mengecil
beberapa minggu setelah bayi lahir.
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang
besar, pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-
hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human
placental lactogenic, estrogen, dan kortisol, serta placental enzyme
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan,sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada masa perpurium. Kadar estrogen
dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar.
Proses laktasi pada post partum tergantung pada gabungan kerja
hormone, reflek dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir, terdiri
dari faktor-faktor berikut; laktogenesis (permulaan produksi susu),
produksi susu, ejeksi susu, pengeluaran kolostrum dan pengeluaran air
susu ibu. Terdapat tiga reflek menyusui pada ibu sewaktu menyusui ialah
sekresi prolaktin, ereksi puting susu, dan reflek let down.
Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen akan mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari
pada wanita yang menyusui pasca partum hari ke 17. Kafar prolaktin
serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam menekan
ovulasi. Pada wanita tidak menyususi ovulasi terjadi dini yakni dalam 27
hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70-75 hari, sedangkan
pada wanita menysusui waktu ovulasi sekitar 190 hari.
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan
cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil dengan cara diafresisi
yang luas, dan diuresis pasca partum.
a. Sistem pencernaan
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan. Secara khas penurunan tonus dan
motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah
bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua
sampai tiga hari setelah melahirkan. Keadaan ini bisa disebabklan oleh
tonus otot menurun selama proses persalinan dan pada awal masa post
partum.

81
b. Sistem kardiovaskular
Perubahan volume darah tergantung dari beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
kcairan ekstravaskular (edema fisiologis). Penyesuaian pembuluh darah
maternal setelah melahirkan berlangsung cepat. Respon wanita dalam
menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini berbeda
dari respon wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum
yang melindungi wanita; hilangnya sirkulasi uretroplasenta yang
mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10-15%, hilangnya fungsi
endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan
terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita
hamil.
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil, dan keadaan ini akan meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasa melintasi
sirkuit uretroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
Varises di tungkai dan sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada
wanita hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.
c. Perubahan neurologi
Perubahan neurologis selama purpureum merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan
trauma yang dialami wanita saat melahirkan.
d. Sistem muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi, dan perubahan pusat
berat badan ibu akibat pembesaran rahim.
e. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang
saat kehamilan berakhir.hiperpigmentasi areola dan linea nigra tidak
menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha dan panggul mungkin memmudar, akan tetapi ltidak
hilang seluruhnya. Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada
waktu hamil biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan.

82
f. Adaptasi psikologis
1) Proses menjadi orang tua
Selama periode prenatal, ibu ialah satu-satunya pihak yang
membentuk lingkungan tempat janin berkembang dan tumbuh.
Kemudian pada saat bayi lahir, orang lain mulai terlibat dalam
perawatan bayi. Menjadi orang tua bisa merupakan faktor
pematangan dalam diri seorang wanita atau pria, tanpa
memeprhatikan apakah anak yang diasuh memiliki hubungan biologis
atau tidak.
Peran orang tua sangat penting, tugas tanggung jawab dan sikap
yang membentuk peran menjadi orang tua sebagi fungsi menjadi ibu
(mothering function) merupakan proses orang dewasa (pribadi yang
matang, penyayang, mampu dan mamdiri) mulai mengasuh seorang
bayi (pribadi yang tidak matang, tidak berdaya, dependen).
Suatu hubungan orang tua-anak yang positif ialah saling memberi
satu sama lain, hubungan ini sangat mendasar. Konsep Erikson
(1959, 1964) dalam Bobak (2004) tentang dasar kepercayaan
mengatakan bahwa perkembangan rasa percaya akan menentukan
respon bayi seumur hidupnya

2) Perkenalan, ikatan, dan kasih sayang yang dalam menjadi orang tua
Motivasi dan komitmen orang tua dan anaknya selama bertahun-
tahun dalam saling mendukung dan merawat satu sama lain, proses ini
sering disebut attachment (kasih sayang) atau bonding (ikatan).
Bonding didefinisikan Brazelton (1978) sebagai suatu ketertarikan
mutual pertama antar individu, misalnya antar orang tua dan anak,
saat pertama kali mereka bertemu. Attachment terjadi pada periode
kritis, seperti pada kelahiran atau adopsi.
Respon orang tua memberi implikasi langsungnterhadap
perawatan. Perawat dapat menciptakan suatu lingkungan yang
meningkatkan kontak positif orang tua-anak. yang sangat berperan
dalam memperkuat ikatan ini adalah komunikasi orang tua-anak,
sentuhan, kontak mata, suara, aroma, kemudian kontak dini, dan

83
bioritme yaitu anak yang belum lahir dapat dikatakan senada dengan
ritme alamiah ibunya.
3) Peran orang tua setelah bayi lahir
Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan
tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya
tentang anak ideal. Orang tua harus menguasai cara merawat bayi,
perlu menetapkan kriteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagaglan hal-hal yang dilakukan pada bayi,
menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga, perlu
menetapkan keunggulan hubungan dewasa mereka untuk
mempertahankan keluarga sebagai suatau kelompok.
Penyesuaian maternal(penyesuaian ibu terhadap bayinya) memiliki
tiga fase, yaitu:
1. Fase dependen, selama satu sampai dua hari pertama setelah
melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada fase ini ibu
mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi, ibu
memindahkan energi psikologisnya pada anaknya. Rubin (1961)
menetapkan periode ini sebagai fase menerima (taking-in phase).
2. Fase dependen – mandiri, apabila ibu telah menerima asuhan yang
cukup selama beberapa jam atau beberapa hari pertma, maka pada
hari ke dua atau ke tiga keinginan untuk mandiri timbul dengan
sendirinya. Dalam fase ini, ibu secara bergantian muncul kebutuhan
untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain, dan
keinginan untuk melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu akan
memiliki keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Rubin
(1961) menjelaskan keadaan ini sebagai fase taking-hold yang
berlangsung kira-kira 10 hari.
Namun pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, perasaan mudah
tersinggung, jenuh, karena merasa kehilangan dukungan yang pernah
diterimanya. Keletihan setelah melahirkan diperburuk oleh tuntutan
bayi yang banyak sehingga dengan mudah dapat timbul perasaan
depresi. Sehingga kadar glukokortikoid dalam sirkulasi dapat menjadi
rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan fisiologis ini dapat
menjelaskan despresi pascapartum ringan (‘baby blues’).

84
3. Fase interdependen
Pada fase ini, ibu dan keluarganya beregrak maju sebagai
suatunsistem dengan para anggota saling berinteraksi. Kebanyakan
suami istri memulai lagi hubungan seksualnya pada minggu ketiga
atau ke empat setelah anak lahir. Fase interdependen (letting go) juga
merupakan fase yang penuh stres bagi orang tua, kesenangan dan
kebutuhan sering terbagi dalam masa ini, pria dan wanita harus
menyelesaikan efek dari perannya masing-masing dalam hal
mengasuh anak, mengatur rumah dan membina karier.
Adapatasi paternal, dimana ayah menunjukkan keterlibatan yang kuat
dengan bayi. Beberapa respon sensual, seperti sentuhan dan kontak
mata, keinginan ayah untuk menemukan hal-hal yang unik ataupun hal
yang sama dengan dirinya merupakan karakteristik lain yang berkaitan
dengan kebutuhan ayah untuk merasakan bahwa bayi ini adalah
miliknya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

4) Sindrom baby blues


1. Definisi
Postpartum Blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage
pada tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran
mengenai suatukeadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut “ milk
fever “ karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan
laktasi. Dewasa ini, postpartum blues atau sering juga disebut
maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan afek ringan yang sering tampak dalamminggu pertama
setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan
memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post partum
blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu sekitar dua hari hingga10
hari sejak kelahiran bayinya.
2. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun
banyak faktor yang diduga berperan dapat menyebabkan post partum
blues, diantaranya :

85
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar
estrogen,progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar
estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pasca partum karena estrogen memiliki efek supresi
aktivitas enzim monoamineaksidase yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktifasi noradrenalindan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan depresi.
a. Faktor demografi yaitu umur dan paritas
b. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
c. Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
jiwa sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan dukungan
social dari lingkungan ( suami, keluarga dan teman ). Apakah
suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga
dan teman memberikandukungan moril ( misalnya dengan
membantu pekerjaan rumah tangga selama atau berperan sebagai
tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah ) selama ibu menjalani
kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya suami yang
tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun
persoalan lainnya dengan suami, masalah dengan orangtua dan
mertua, masalah dengan si sulung.
d. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia
atau kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat
tertekansehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para
wanita lebihmungkin mengembangkan depresi postpartum jika
mereka tertekan secara sosial dan emosional serta baru saja
mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Ada juga
pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan
oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitiand ari
Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukan bahwa
depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan
anak dikemudian hari.

86
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :
a. Cemas tanpa sebab.
b. Menangis tanpa sebab.
c. Tidak percaya diri.
d. Tidak sabar.
e. Sensitif, mudah tersinggung.
f. Merasa kurang menyayangi bayinya.
g. Tidak memperhatikan penampilan dirinya.
h. Kurangnya menjaga kebersihan dirinya.Gejala fisiknya seperti :
kesulitan bernafas, ataupun perasaan yangberdebar-debar.
i. Ibu merasa kesedihan, kecemasan yang berlebihan.
j. Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami atauapun keluarga.
4. Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menangani ibu dengan Baby
Blues, antara lain adalah:
a) Minta bantuan suami keluarga yang lain untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari, seperti mengurus rumah sehingga dapat
mengurangi pekerjaan ibu, ibu dapat beristirahat dan mengurangi
kelelahan.
b) Beritahu suami apa yang sedang ibu rasakan. Minta di dudukan
dan pertolongannya, karena dukungan dari suami sangat
penting.
c) Buang rasa cemas dan kekhawatiran
d) Tidur ketika bayi tidur. Ini adalah waktu yang efektif untuk tidur,
dimana ibu tidak perlu khawatir akan anaknya dan ibu dapat
mengetahui jika bayinya terbangun.
e) Berolahraga ringan/ melakukan latihan / senam nifas. Hal
tersebut penting mengembalikan otot-otot perut dan panggul
kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini
menyebabkan otot perut menjadi kuat sehingga mengurangi rasa
sakit pada punggung. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa
menit setiap hari sangat membantu
f) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu dan Bounding
Attachment

87
g) Tidak perfeksionis dalam hal mengurus anak
h) Bicarakan rasa cemas dan komunikasi dengan orang yang bisa
kita percaya dan masalah ibu, seperti orang terdekat atau tenaga
kesehatan
i) Bersikap fleksibel
j) Merawat bayi dengan berfikir bahwa kesempatan merawat bayi
hanya datang satu kali
k) Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Bersosialisasi /
membaur dengan banyak orang dapat membuat kita jadi lebih
rileks dan melupakan sejenak beban / masalah di rumah.
l) Berikan pelayanan KB agar ibu lebih fokus dalam merawat
bayinya sebelum kehamilan berikutnya.

1. Uraian XI: Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Partum


a. Pengkajian
Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda
vital dilakukan pada saat masuk ke unit pascapartum,laporan
komprehensif tentang peristiwa intrapartum. Komponen pengkajian
awal yang lain adalah status emosi ibu, tingkat energi, tingkat
kelelahan, rasa lapar, dan rasa haus. Pada tingkatan tertentu,
pengetahuan ibu tentang perawatan diri dan perawatan bayi dapat
ditentukan pada kesempatan ini. Uji laboratorium bisa segera
dilakukan, nilai hemoglobin dan hematokrit sering kali dibutuhkan
pada hari pertama pascapartum untuk mengkaji kehilangan darah
pada saat persalinan.
b. Diagnosa
Contoh diagnosa keperawatan yang dapat muncul anatar lain:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir
b. Nyeri akut berhubungan dengan involusi rahim, trauma
perineum, episiotomi, hemoroid, pembengkakan payudara
c. Resiko cidera berhubungan dengan perdarahan pascapartum
d. Ketidakefektifan pola menyusui berhubungan dengan nyeri,
pengaturan posisi bayi, respons fisiologis normal
c. Perencanaan

88
Perencanaan asuhan keperawatan meliputi perawatan ibu
pascapartum dan bayinya. Adapun hasil akhir yang diharapkan
pada periode pascapartum antara lain tetap bebas dari infeksi,
memperlihatkan karakteristik involusi dan lokia yang normal,
tetapmerasa nyaman dan bebas dari cidera, memiliki pola defekasi
dan pola kemih normal, memiliki pengetahuan yang adekuat
tentang perawatan payudara, melindungi kesehatan kehamilan
bserikutnya, dan mengintegrasikan bayi baru lahir ke dalam
keluarga.
d. Implementasi
1) Menciptakan rasa nyaman ibu
2) Menganjurkan ibu untuk dapat beristirahat yang cukup
3) Menjelaskan pentingnya ambulasi dini dan tahapan-tahapan
ambulasi yang dianjurkan
4) Memberikan pendidiakn kesehatan terkait pola defekasi dan
berkemih
5) Memberikan pendidikan kesehatan tentang menyusui
6) Memberikan promosi kesehatan terkait kesehatan kehamilan
yang akan datang
e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan hal yang berlangsung secara
kontinu, berawal dari saat pasien masuk ke rumah sakit dan
berakhir pada saat paspien pulang. Apa bila kemajuan kesehatan
tidak sesuai dengan yang kita harapkan maka intervensi perlu di
modifikasi.

2. Uraian XII: Home Visite pada keluarga dengan ibu post partum
Pemulangan dini pasca partum merupakan suatu tren yang
dilakukan banyak ibu dan perawat yang member perawatan pada ibu
dengan pertimbangan criteria tertantu. Hal ini memiliki berbagai
macam keuntungan seperti memperkuat konsep kelahiran sebagai
seuatu peristiwa fisiologis yang normal, memperluas kemampuan
control dan partisipasi pasangan setelah kelahiran itu
sendiri,mengurangi pajanan pathogen, dan meberi rasa aman karena
berada dilingkungan rumah selama masa awal menjadi orang tua.

89
Sehingga ada hal yang jelas untuk melanjutkan perawatan selama
pasca partum di rumah terutama pada awal trimester ke empat ketika
terjadi perubahan fisiologis dan psikologis yang cepat.
Home visite merupakan hal yang penting bagi ibu post partum,
karena periode pemulihan yang lama pasca persalinan. kunjungan
rumah direncanakan untuk bekerjasama dengan keluarga dan
dijadwalkan sesuai kebutuhan. Kunjungan bias dilakukan sejak 24 jam
setelah pulang,kunjungan berikutnya direncakan sepanjang minggu
pertama jika diperlukan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Selama kunjungan ini perawat melakukan pengkajian yang
sistemasytis terhadap ibu dan bayi untuk menyesuaikan kondisi
fisiologis dan identifikasi komplikasi potensial. Juga bertujuan untuk
penyesuaian emosional ibu termasukfaktor keseimbangan (perspsi,
koping, dan dukungan). Idealnya ayah juga hadir saat kunjungan
rumah dilakukan. Intervensi yang dapat diberikan selama kunjungan
rumah berupa perawatan primer seperti konseling suportif, pedoman
petunjuk, pengarahan atau rujukan, terkadang perawatan fisik seperti
pengangkatan jahitan, penggantian kasa pembalut, atau menganjurkan
foto terapi untuk bayi di rumah.Perawat juga harus membuat
dokumentasi hasil temuan kunjungan yang nantinya akan berfungsi
sebagai catatan hukum pada tiap kunjungan dan juga untuk
mendapatkan penggantian dana yang sesuai.
Kunjungan rumah memiliki keuntungan yang sangat jelas karena
membuat pengunjung dapat melihat dan berinteraksi dengan anggota
keluarga di dalam lingkungan yang dialami, perawat juga mampu
mengkaji sumber yang ada di rumah, keamanan, keadaan lingkungan
sekitar yang bermanfaat untuk pengajaran kesehatan. Walaupun
demikian, juga terdapat beberapa keterbatasn kunjungan rumah,
seperti biaya, terbatasnya jumlah perawat yang berpengalaman,
kekhawatiran tentang keamanan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004)

E. Uraian XIII: Remaja


1. Seksualitas Pada Remaja
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak
terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan

90
individu. Seksualitas tidak sama dengan seks, seksualitas ialah interaksi
faktor-faktor biologi, psikologi personal dan lingkungan.fungsi biologis
mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima
kenikmatan dan untuk bereproduksi. Nila atau aturan sosio-budaya membantu
dalam membentuk individu berhubungandengan dunia dan bagaimana
mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. Sekitar 39%
kehamilan remaja diakhiri dengan abotus induksi. Sekitar sepertiga semua
aborsi di Amerika Serikat dilakukan oleh remaja (McAnarney Hendee). Tingkat
pendidikan orang tua remaja merupakan faktor untuk mempertimbangkan
apakah ia akan melakukan abortus
Strategi pendidikan seks dimasa lalu berfokus pada anatomi dan fisiologi
reproduksi dan penyuluhan perilaku. Baru-baru ini pendidikan seks mulai
membahas masalah seksualitas manusia yang dihadapi remaja. Misalnya
program-program yang sekarang berfokus pada upaya membantu remaja
untuk “mengatakan tidak”. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan
seks anak-anaknya karena beberapa alasan seperti : (1) orang tua tidak
memiliki informasi yang adekuat. (2) orang tua tidak merasa nyaman dengan
topic seks, dan (3) para remaja tidak merasa nyaman bila orang tua mereka
membahas seks. Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui
anaknya adalah individu seksual yang memilikin perasaan dan perilaku
seksual.

2. Kehamilan Pada Remaja


Kehamilan pada masa remaja menghentikan proses pembentukan
identitas dan tugas perkembangan. Mencoba secara simultan memenuhi
tugas-tugas perkembangan pada masa hamil dan pada masa remaja normal
dapat sangat menyulitkan. Beban psikologis dapat menyebabkan depresi dan
penundaan dalam memperoleh identitas seorang yang dewasa.
Remaja hamil seringkali memperpanjang periode waktu antara
mencurigai bahwa mereka hamil dan memastikan kehamilan tersebut. hal ini
biasanya disebabkan mereka menyangkal bahwa mereka hamil. Karena
remaja tidak rela mencurigai bahwa diri mereka hamil , para petugas
kesehatan harus secara langsung menanyai remaja tentang aktivitas
seksulitas mereka dan mendiskusikan pentingnya pemeriksaan dini jika
dicurigai terjadi kehamilan.

91
a. Tugas Perkembangan pada Masa Hamil
Saat seorang remaja hamil, ia menghadapi tugas-tugas perkembangan
tertentu pada masa hamil yang meliputi:
 Menerima realitas biologis kahamilan: kebanyakan remaja tidak
mengharap untuk hamil. Mereka mungkin menyangkalnya sebagai
tanda-tanda kehamilan menjadi sangat jelas sehingga tidak dapat lagi
diabaikan oleh anggota keluarga mereka. Beberapa remaja putri
berhasil menyembunyikan kehamilan mereka sampai tahap lanjut,
kadang-kadang sampai melahirkan. Tingkat penyangkalan pada
beberapa remaja dan keluarga mereka dapat cukup tinggi.
 Menerima realitas tentang bayi yang belum dilahirkan__ remaja mungkin
hanya menerima fantasi memiliki bayi yang lucu, gembira, sehat ia
mengenakan bayinya pakaian dan mengajak bermain. Ia tidak
menerima kenyataan bayi tersebut akan bertumbuh dan berkembang
menjadi anak yang lebih besar.
 Menerima realitas menjadi orang tua: menjadi orang tua mengandung
arti mencintai, memberi perhatian dan mampu memberi perawatan yang
dibutuhkan bayi. Meskipun biasnaya mereka berkeinginan untuk
menjadi orang tua yang baik, ibu dan ayah remaja memiliki pengalaman
hidup yang terbatas. Mereka mengabaikan kebutuhan sendiri untuk
berkoping terhadap hal-hal yang abstrakdan menyelesaikan masalah
hanya sedikit berkembang.
b. Pengaruh Budaya
Angka kehamilan pada remaja berpenghasilan rendah dan remaj-remaja
dari kelompok etnis minoritas terbilang tinggi. Kemiskinan dan rasisme
sosial memiliki pengaruh yang membahayakan kehidupan keluarga dan
masyarakat. Remaja dalam kelompok minoritas terbilang aktif secara
seksual. Perawat harus menyadari perbedaan yang ada dalam keyakinan
budaya sehingga terjadi komunikasi yang terbuka. Dengan mengkaji dan
menggabungkan keyakinan-keyakinan ini perawat dapat memberikan
perawatanyang lebih tepat dan program yang lebih efektif untuk
mencegah kehamilan.
c. Reaksi Keluarga terhadap Kehamilan Remaja
Salah satu tugas paling sulit yang dihadapi remaja hamil ialah memberi
tahu orangtua mereka. Remaja mungkin tidak memberitahukan

92
kehamilannya sampai kehamilan semakin jelas. Reaksi awal orang tua
biasanya sypk, marah,malu, merasa bersalah dan sedih. Perawat harus
mengkaji setiap ketidakharmonisan dalam keluarga. Perawat juga harus
membatu anggota keluarga beradaptasi terhadap keputusan yang
mereka ambil tentang kehamilan, adopsi atau abortus.

3. Menjadi OrangTua pada Masa Remaja


Transisi menjadi orangtua mungkin sulit bagi remaja. Koping dengan
tugas-tugas perkembangan orangtua seringkali diperburuk oleh kebutuhan
dan tugas perkembangan remaja yang belum dipenuhi. Remaja dapat
mengalami kesulitan dalam menerima perubahan citra diri dan menyesuaikan
peran-peran baru yang berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi.
Mereka mungkin merasa “berbeda” dengan teman sebayanya, diasingkan dari
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan terpaksa masuk kedalam peran
sosial orang dewasa lebih dini. Konflik antara keinginan mereka sendiri dan
kebutuhan bayi, selain toleransi yang rendah terhadap frustasi, yang
merupakan ciri khas remaja, lebih jauh turut membentuk stress psikologis
normal yang dialami saat melahirkan.
a. Tugas Perkembangan Orangtua
Tugas perkembangan orang tua terdiri dari: (1) menyatukan gambaran
anak yang dibayangkan dengan anak sesungguhnya, (2) menjadi terampil
dalam aktivitas merawat anak, (3) menyadari kebutuhan bayi, dan (4)
meyatukan bayi dalam keluarga. Meskipun secara biologis adalah
mungkin bagi remaja puteri untuk menjadi orangtua, tetapi egosentrisme
dan pikiran kongkret remaja menghambat kemampuan mereka dalam
berperan sebagai orangtua yang efektif. Remaja tahap awal tidak
berpengalaman dan tidak siap mengenali tanda-tanda awal penyakit,
bahaya potensial atau bahaya dalam rumah tangga.
b. Keluarga Besar
Masa usia subur pada keluarga berpenghasilan rendah seringkali dilalui
tanpa dukungan dan kehadiran ayah bayi yang baru lahir. Bagi remaja
tahap awal, anggota keluarga lain dapat berperan penting dalam
perawatan bayi. Seringkali nenek bayi tersebut mendukung, melatih, atau
mengawasi ibu remaja ini saat mempelajari oeran ibu. Seringkali nenek si
bayi melakukan peran petugas kesehatan primer karena is berpikir

93
puterinya terlalu muda atau tidak dapat mengambil keputusan yang
penting sebagai pengasuh.

F. Uraian XIV: Prinsip-prinsip Etika Keperawatan Maternitas


1. Definisi Etik
Etik berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan,
watak, perasaan, sikap yang baik. Etik merupakan suatu pertimbangan yang
sistematis tentang perilaku benar atau salah (Cecep Triwibowo,(2010)
2. Etika Keperawatan
Etik keperawatan adalah prinsip etik dalam melaksanakan kegiatan profesi
keperawatan sehingga mutu dan kualitas profesi tetap terjaga (Ferry Effendi,
(2009).
3. Norma
Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk
mengatur setiap perilaku manusia guna mencapai ketertiban dan kedamaian
(Potter,Perry(2009).
4. Nilai
Nilai merupakan kepercayaan individu tentang kegunaan dari suatu ide,
tingkah laku, adat istiadat atau objek yang menentukan standar yang
mempengaruhi perilaku. (Potter,Perry(2009)
5. Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
a. Otonomi
Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos artinya sendiri dan nomos,
artinya aturan. Otonomi merupakan kemampuan dalam mengatur diri sendiri.
Prinsip otonomi sangat penting dalam bidang kesehatan termasuk dalam
bidang keperawatan. Karena seorang perawat harus menghargai martabat
klien sebagai individu yang dapat memutuskan apa hal yang baik untuk
dirinya.

b. Non-Malefisien
Non-maleficience berarti kontinum rentang dari bahaya tidak berarti
maksudnya adalah tidak melukai yang akan menimbulkan bahaya kepada
orang lain (klien). Contohnya : perawat memberikan vaksin TT kepeda ibu
hamil.

94
c. Benefecience
Prinsip kemaslahatan menuntut seorang perawat memberikan
keseimbangan maslahat terhadap resiko dalam suatu situasi, dimana suatu
pilihan harus dibuat dan menentukan suatu cara untuk membantu klien.
Misal, klien kanker harus mempertimbangkan resiko dari suatu obat kanker
eksperiment sebelum menerima obat tersebut.
d. Juctice
Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain secara adil dan
memberikan apa yang menjadi kebutuhan dan manfaat bagi mereka. Ketika
ada hal yang diberikan untuk klien, perawat dapat mengalokasi
dalam konteks pembagian yang adil terhadap masing-masing klien yang
mereka butuhkan
e. Kejujuran (Veracity)
Kejujuran menuntut kewajiban untuk mengungkapkan kebenaran yang
sesungguhnya. Sikap kejujuran tidak hanya harus berkata jujur tetapi juga
membutuhkan adanya sikap positif dalam memberikan informasi dan juga
pengajaran dan perlindungan klien. Misal, seorang wanita menanyakan obat
yang dibutuhkannya setelah trnsplantasi sumsum tulang belakang, kemudian
perawat harus memberikan informasi yang jujur. Akan tetapi mungkin wanita
tersebut tidak jadi untuk transplantasi. Tetapi dalam hal ini perawat harus
menekankan hal positif setelah transplantasi tersebut.
f. Kerahasiaan (Kridensialitas)
Rahasia adalahSemua informasi menjadi hak isimewa seseorang atau
pribadinya seseorang yang telah ada kesepakatan yang bersifat
resmi. Hubungan perawat dengan klien sudah dianggap hak istimewa
dimana perawat tidak boleh membocorkan informasi kepribadian klien
kepada orang lain. Kecuali, korban merupakan tindak kejahatan. Maka
perbuatan tersebut harus dilakukan saat menjadi seorang saksi di
pengadilan.
g. Kesetiaan (Fidelity)
Keyakinan atau kesetiaan menyatakan bahwa seorang perawat harus
memagang suatu janji yang dibuatnya untuk klien. Ketika dibuatnya suatu
janji, ada timbulnya rasa saling percaya diantara perawat-klien
h. Respek pada seseorang

95
Prinsip respek terhadap sesorang menetapkan bahwa semua etik perawatan
kesehatan harus menghargai kehidupannya sendiri dan kehidupan orang
lain bisa dikatakan bahwa menghormati dan menghargai pasien beserta hak-
hak pasien. contoh : perawat harus melakukan segala sesuatu yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan manusia dimana terdapat
harapan sembuh atau memperoleh keuntungan dari tindakan
memperpanjang hidup(Potter dan perry. Edisi 4 (2005).

6. Nursing Advocacy
Advokasi adalah proses pembelaan yang dilakukan untuk mendukung
argumentasi bagi kebutuhan orang lain dengan bertindak sebagai pembela
pasien dalam praktik keperawatan
a. Peran Nursing Advocacy
1. Meningkatkan keyakinan para penentu kebijakan dalam melaksanakan
perubahan kebijakan dalam pelayanan keperawatan sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan;
2. Meningkatkan keyakinan bahwa masalah dalam pelayanan
keperawatan harus diselesaikan bersama dan memerlukan
kesepakatan dalam bentuk kemitraan yang didukung olehh pemerintah
pusat maupun daerah;
3. Adanya komitmen dari penentu kebijakan di pusat propinsi dan
kabupaten/kota tentang hak masyarakat memperoleh pelayanan
keperawatan yang bermutu.
4. Melindungi hak-hak yang dimiliki oleh klien;
5. Untuk mencapai perawatan kesehatan yang lebih baik.

G. Uraian V: Asuhan Keperawatan Sistem Reproduksi


Asuhan Keperawatan pada Gangguan sistem reprosuksi wanita (Kanker Serviks)
a. Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker
serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang
menjulur ke vagina.
b. Etiologi

96
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model
karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga
menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih
kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV).
Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada
wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV
merupakan faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6 dan E7 yang
berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
serviks, antara lain adalah : Hubungan seks pada usia muda atau
pernikahan pada usia muda. Berganti-ganti pasangan seksual. Perilaku
seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma
virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks,
penis dan vulva. Merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok.
Defisiensi zat gizi. Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa
defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia. Trauma
kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun,
gangguan sistem kekebalan, pemakaian pil KB, infeksi herpes genitalis atau
infeksi klamidia menahun dan golongan ekonomi lemah (karena tidak
mampu melakukan Pap smear secara rutin).
Klasifikasi histologik kanker serviks yaitu: squamous carcinoma, adeno
carcinoma, mixed carcinoma, undifferentiatedcarcinoma, carcinoma tumor,
malignant melanoma,dan maliganant non-epithelial tumors.
c. Tanda dan Gejala
k. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan
l. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
m. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

97
n. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah.
o. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
p. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada
radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah,
kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di
tempat-tempat lainnya.
q. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau
rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh
d. Penatalaksanaan
Apa bila lesi prekursor lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL) atau
lesi intra epitel tingkat tinggi (HGSIL) pengangkatan non bedahnkonservatif
memungkinkan untuk dilakukan. Krioterapi (terapi laser) efektif untuk kondisi
ini. Konisasi (pengangkatan bagian yang berbentuk kerucut dari serviks)
dilakukan bila biopsi menunjukkan neoplasia intra epitel (CIN) atau HGSIL
yang sebanding dengan displasia dan karsinoma in situ. Jika kanker servikal
prainvasif terjadi ketika wanita telah selesai membesarkan ank-anaknya,
histerektomi sederhana biasanya di rekomendasikan. Apabila pasien
mempunyai kanker servikal invasif radiasi atau histerektomi radikal, atau
keduanya dapat dilakukan. Metoda yang dipilih tergantung tahap lesi
(Smeltzer, 2001)
Pencegahan dan Skrining. Salah satu cara terbaik untuk mencegah kanker
ini adalah bentuk skrining yang dinamakan PapSmear, dan skrining ini
sangat efektif. Papsmear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk
mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Vaksin HPV,Vaksin HPV dapat berguna dan cost efective untuk mengurangi
kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada kasus yang
ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam
melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18).
Penggunaan kondomPara ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi
kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi

98
risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak
kasus kanker leher rahim.
Sirkumsisi pada pria. Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria
berhubungan dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada
kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi
penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka.
e. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pelvis dan pemeriksaan
laboratorium, dan respons psikososial.
2) Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul adalah:
a) Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi pada jaringan syaraf akibat
proses penyakit kanker serviks
b) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi akibat penyakit cancer
serviks
3) Perencanaan
Adapun tujuan dari perencanaan dalam merawat pasien dengan kanker
serviks antara lain: rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang, kecemasan
berkurang, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan kriteria
4) Implementasi
Diagnosa 1:
a) Mengkaji riwayat nyeri sebelu nya dan nyeri saat ini meliputi lokasi nyeri,
frekuensi, durasi dan intensitas nyeri serta tindakan penghilang nyeri yang
digunakan.
b)Mengajarkan klien tehnik relaksasi dan distraksi dengan menceritakan hal-
hal yang menyenangkan dan memberikan posisi yang nyaman (mereposisi
kateter)
c)Memotivasi klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam penggunanaan
keterampilan manajemen nyeri relaksasi nafas dalam dan distraksi
d)Kolaborasi rencana menajemen nyeri melalui medikasi analgetik dengan
dokter dan klien
kolaborasi rencana manajemen nyeri melalui medikasi anlgetik dengan
dokter dan klien
Diagnosa 2

99
a) Mengkaji ulang pemahaman klien tentang hal yang menyebabkan
kecemasan sebelumnya
b) Mengkaji pemahaman klien tentang program terapi dan efek samping
yang mungkin dialami
c) Menciptakan lingkungan yang kondusif
d) Membantu klien mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
kecemasan klien
e) Memotivasi klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang saat
ini dirasakan.
f) Membantu klien untuk memulai mengembangkan strategi koping yang
konstruktif untuk meng hadapi kecemasannya.
g) Memberikan informasi yang akurat dan konsisten mengenai ca.cerviks
dan pemasangan kateter
Diagnosa 3
a) Memonitor asupan nutrisi klien setiap hari
b) Menjelaskan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat
untuk meningkatkan keseimbangan nutrisi
c) Memotivasi klien untuk makan makanan tinggi kalori kaya protein sesuai
dengan selera klien.
d) Memotivasi klien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering.
e) Menciptakan lingkungan yang menyenangkan pada saat makan seperti
ruangan terang,bersih, tenang dan dorong klien untuk makan bersama-
sama keluarga dan klien lainnya
f) Apabila ada mual dan muntah klaborasi pemberian antiemetik sesuai
kebutuhan
g) Mengkaji BB klien setiap minggu atau sesuai kebutuhan

5) Evaluasi
Evaluasi mencakup pengungkapan pasien terhadap nyeri berukurang atau
teratasi, kecemasan berkurang, nutrisi pasien adekuat.

H. Uraian XVI: Pengkajian dan Promosi Kesehatan Wanita


Banyak wanita pertama kali datang ke sistem pelayanan kesehatan
karena beberapa situasi yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
seperti kehamilan, mens tidak teratur, keinginan untuk menggunakan

100
kontrasepsi atau penyakit episodic seperti infeksi vagina. Ketika seorang
wanita pertama kali berada dalam sistem pelayanan kesehatan, penyedia
pelayanan kesehatan bertugas mengenali kebutuhan terhadap promosi
kesehatan dan pemeliharaan kesehahatan preventif serta memberikan
pelayanan sebagai bagian dari pelayanan seumur hidup bagi wanita.
1. Anamnesis
Pada kunjungan wanita yang pertama, sering kali ia diminta untuk mengisi
formulir dengan data-data bografi dan riwayat kesehatan sebelum bertemu
dengan pemeriksa. Perawat umumnya bertugas untuk memastikan bahwa
nama, usia, satatus pernikahan, ras, etnis, alamat, nomor telepon, pekerjaan
dan tanggal kunjungan telah diisi. Anamnesis dilakukan dengan situasi yang
pribadi, nyaman, relaks dan tidak tergesa-gesa. Perawat harus mengenali
kelemahan pada wanita dan menyakinkannya akan kerahasiaan penuh.
Banyak wanita yang tdak mendapat informasi, mengikuti mitos-mitosyang
salah, atau takut mereka terlihat bodoh dengan pertanyaan-pertanyaan
tentang fungsi seksual atau reproduksi. Komunikasi juga dapat terhambat
dengan adanya kepercayaan yang berbeda walaupu perawat dan pasien
berbicara dengan bahasa yang sama.
2. Wanita dengan Kebutuhan Khusus
Wanita dengan kelainan fisik atau mental memiliki kebutuhan khusus.
Wanita dengan disabilitas penglihatan, pendengaran, emosional atau fisik
harus dihormati dan dilibatkan dalam pengkajian dan pemeriksaan fisik
dengan kemampuan penuhnya. Pengkajian dan pemeriksaan fisik dapat
disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap wanita. Komunikasi dengan
wanita yang mengalami gangguan pendengaran dapat dilakukan tanpa
kesulitan. Sebagian besar wanita-wanita ini membaca bibir, tulisan, atau
keduanya, oleh karena itu, pemeriksa yang berbicara dan mengucapkan
kata-kata dengan perlahan dan jelas terlihat dapat lebih mudah dimengerti.
Banyak wanita yang cacat fisik tidak dapat berbaring dengan nayaman pada
posisi litotomi untuk pemeriksaan panggul. Meja pemeriksaan dengan desain
khusus tersedia di beberapa klinik. Bila meja ini tidak tersedia, beberapa
posisi alternatif dapat digunakan, seperti posisi lateral (berbaring pada satu
sisi), posisi bentuk huruf V, posisi bentuk berlian dan posisi huruf v (lihat
gambar).

101
 Wanita yang mengalami kekerasan
Perawat harus melakukan skrining pada semua wanita yang mendatangi
sistem pelayanan kesehatan terhadap kemungkinan terjadinya kekerasaan.
Merupakan hal yang oenting untuk memikirkan kemungkinan telah terjadinya
kekerasan pada seorang wanita. Bantuan pada wanita bergantung pada
sensivitas perawat dalam mencari kemungkinan terjadinya kekerasan,
penemuan adanya kekerasaan dan intervensi selanjutnya. Perawat harus
mengerti tentang hokum-hukum yang mengatur tentang kekerasan di
Negara tempat ia berpraktik.
Rasa takut, malu dan bersalah dapat membuat wanita tidak menceritakan
kekerasan dalam keluarganya. Didapatnya fakta-fakta kemungkinan

102
terjadinya kekerasan melalui anamnesis dan bukti adanya perlukaan pada
pemeriksaan fisik harus memberikan dugaan yang kuat. Daerah yang paling
sering terluka pada wanita adalah kepala, leher, perut, payudara dan
ekstremitas atas
 Remaja
Ketika seorang wanita muda menjadi matur, ia harus ditanyakan pertanyan-
pertanyaa yang sama yang terdapat dalam anamnesis. Perhatian utama
harus diberikan untuk menemukan perilaku-perilaku berisiko, gangguan
makan dan deresi. Seorang remaja dapat aktif secara seksual atau tidak.
Setelah terbina hubungan yang baik, berbicara kepada remaja dengan
orangtua diluar ruangan adalah cara terbaik. Pertanyaan harus ditanyakan
dengan sensitif, lembut dan tidak menuduh.
3. Riwayat
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada kunjungan pertama wanita,
ia harus mengisi formulir dengan data-data biografi dan riwayat kesehatan
sebelum bertemu dengan pemeriksa. Formulir ini membantu petugas
pelayanan kesehatan dalam melengkapi riwayat kesehatan selama
anamnesis. Sebagian besar formulir berisikan informasi mengenai katergori-
kategori berikut.
 Data biografi
 Alasan berkunjung ke pelayanan kesehatan
 Kesehatan saat ini atau riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit terdahulu
 Riwayat keluarga
 Pemeriksaan berdasarkan sistem
 Pengkajian fungsi (aktivitas hidup sehari-hari)
4. Pemeriksaan Fisik
Dalam persiapan untuk melakukan pemeriksaan fisik, wanita diinstruksikan
untuk melepaskan pakaiannya dan diberikan gaun untuk dipakai selama
pemeriksaan. Biasanya aia akan diberikan kesempatan untuk melepaskan
pakaiannya sendiri. Data objektif dicatat berdasarkan sistem atau lokasi.
Pengkajian umum mengenai status kesehatan secara keseluruhan
merupakan cara yang baik untuk memulai pemeriksaan. Berbagai penemuan
dideskripsikan dengan terinci.
5. Pemeriksaan Panggul
103
Banyak wanita terintimidasi oleh pemeriksaan kandungan pada saat
pemeriksaan fisik. Perawat pada situasi ini dapat bertindak sebagai
perantara dalam melakukan pendekatan untuk mendukung hubungan
kerjasama antara wanita dan petugas pelayanan kesehatan. Wanita diminta
untuk mengosongkan kandung kemihnya sebelum prosedur dilakukan. Hal
ini akan membuat ketidaknyamanan dalam pemeriksaan berkurang dan
palpasi organ panggul menjadi lebih mudah. Wanita dibantu untuk
melakukan posisi litotomi , posisi litotomi, paha dan lututnya harus dalam
keadaan fleksi dengan pantat berada di pinggir meja, dan kedua kaki
disanggah dengan tumit atau tempat penyanggah lutut.
 Inspeksi ekternal : pemeriksa duduk dikaki meja untuk inspeksi genetalia
ekternal dan untuk pmeriksaan menggunakan speculum.
 Palpasi eksternal : pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan inspeksi
dan palpasi. Pemeriksa menggunakan sarung tangan dalam pemeriksaan
ini. Labia dipisahkan untuk memperlihatkan struktur-struktur pada
vestibulum :meatus uretra, kelenjar skene, orifisium vagina dan kelenjar
bartolin.
 Pemeriksaan vulva sendiri : pemeriksaan panggul merupakan
kesempatan yang baikbagi praktisi untuk menekankan kebutuhan akan
pemeriksaan vulva sendiri atau pemeriksaan genital sendiri secara teratur
dengan mengajarkan prosedurnya. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh
praktisi dan wanita secara bersamaan dengan menggunakan kaca.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi duduk dengan pencahayaan
adekuat, memegang kaca dengan satu tangan dan menggunakan tangan
yang lain untuk membuka jaringan disekitar introitus vagina. Kemudian
secara sismatik memeriksa mons pubis, klitoris, uretra, labia mayor,
perineum, area perineal dan mempalpasi vulva, memperhatikan adanya
perubahan yang abnormal, seperti ulkus, benjolan, kutil, lentingan, lesi
kulit dan perubahan pigmentasi.
 Pemeriksaan dalam : spekulum vagina atas dua bilah dan pegangan dan
bervariasi jenisnya. Spekulum vagina digunakan untuk melihat
lengkungan vagina dan serviks. Spekulum yang tertutup diletakkan
kebelakang lengkung vagina dengan lembut dan dimasukkan kedalam
lengkung vagina. Kedua bilah dibuka untuk melihat serviks dan dikunci
pada posisi terbuka. Serviks diinspeksi posisi dan penampilan lubangnya:

104
warna, lesi, perdarahan, dan adanya cairan yang mengalir. Penemuan
serviks yang tidak normal meliputi ulserasi, massa, peradangan dan
protrusion berlebihan kedalam lengkung vagina. Anomali, seperti jengger
ayam (penonjolan diatas serviks yang terlihat seperti jengger ayam),
serviks bertopi atau berkerah atau polip diperhatikan.
 Pengumpulan spesimen : pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan
sitologi adalah bagian yang penting dalam pemeriksaan kandungan.
Infeksi dapat didiagnosis melalui pemeriksaan spesimen yang
dikumpulkan selama pemeriksaan panggul.
 Tes Papanicolaou (Pap) : kondisi karsinogenik, potensial dan nyata dapat
ditentukan melalui pemeriksaan sel dari serviks yang dikumpulkan selama
pemeriksaan panggul.
 Pemeriksaan vagina : setelah spesimen didapatkan, vagina dilihat ketika
speculum diputar. Bilah spekulum dibuka kuncinya dan ditutup separuh.
Ketika akan dikeluarkan, spekulum diputar dan dinding vagina diinspeksi
untuk melihat warna, lesi, rugae, fistula dan penonjolan.
 Palpasi bimanual : vagina dipalpasi untuk memeriksa peregangan, lesi
dan rasa nyeri. Serviks diperiksa posisi, bentuk, konsistensi, motilitas dan
adanya lesi. Forniks disekeliling serviks dipalpasi.
 Palpasi rektivagina : untuk mencegah kontaminasi rectum dari organisme-
orgsnisme didalam vagina (seperti gonorhoeae), pemeriksa harus
mengganti sarung tangan, menambahkan lubrikan baru dan kemudian jari
telunjuk dimasukkan kembali kedalam vagina dan jari tengah kedalam
rektum. Rektum dipalpasi untuk mengetahui adanya rasa nyeri dan
massa.

105
6. Prosedur Laboratorium dan Diagnostik
Prosedur laboratorium dan diagnostik selanjutnya dilakukan atas keputusan
klinis: hitung darah lengkap atau hemoglobin atau hematocrit, kolestrol darah
total, gula darah puasa, urinalisis untuk bakteri, serologi sifilis, mammogram,
uji kulit tuberculin, tes pendengan, Dll. Skrining HIV dan obat dapat
ditwarkan atau disarankan dengan persetujuan, terutama pada populasi
resiko tinggi.

I. Uraian VII: Upaya-upaya Pencegahan pada Sistem Reproduksi


Pengetahuan saja tidak cukup untuk mewujudkan perilaku sehat. Wanita
harus diyakinkan bahwa ia memiliki kontrol atas kehidupannya dan bahwa
hidup sehat adalah kebiasaan, meliputi pemeriksaan kesehatan berkala. Ia
harus percaya efikasi dari pencegahan, deteksi dini dan terapi serta
kemampuannya dalam melakukan praktik manajemen sendiri.
1. Nutrisi
Untuk mempertahankan nutrisi yang baik, wanita harus disarankan untuk
mengonsumsi berbagai macam makanan. Makanan yang rendah akan
lemak jenuh dan kolesterol, asupan garam dan gula yang tidak berlebihan,
seluruh produk biji-bijian dan bermacam-macam buah dan sayuran harus
dipilih. Sebagian besar wanita tidak mengetahui pentingnya kalsium
terhadap kesehatan dan diet mereka kurang akan kalsium. Wanita yang
tidak mendapatkan cukup kalsium dalam dietnya perlu suplemen kalsium
dalam bentuk kalsium karbonat, yang mengandung lebih banyak kandungan
kalsiumnya dibandingkan preparat lainnya.
2. Olahraga (Exercise)
Konseling aktivitas fisik dan olahraga untuk wanita pada semua usia harus
diberikan disekolah, tempat kerja, dan tempat pelayanan kesehatan primer.
American Heart Assosiation (2009) merekomendasikan olahraga 30-60
menit dari aktivitas sedang hingga berat pada sebagian besar hari dalam
seminggu, pada 50-75% denyut jantung maksimal. Aktivitas tidak perlu
terlalu berat untuk memberikan benefit terhadap kesehatan, aktivitas yang
baik adalah jika dilakukan secara teratur, diantarnya adalah jalan cepat,
mendaki, naik tangga, aerobic, jogging, bersepeda, mendayung, renang,
basket dan sepakbola.

106
3. Kegel Exercise
Latihan kegel atau latihan otot dasar panggul dilakukan untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul agar dapat mengontrol atau mengurangi
inkontinensia urin. Latihan ini juga menguntungkan selama kehamilan dan
pasca melahirkan. Latihan ini akan menguatkan otot-otot dasar panggul,
menyanggah organ panggul dan mengontrol otot-otot disekeliling vagina dan
uretra.
4. Manajemen Stres
Karena tidak mungkin untuk menghindari semua stress, wanita perlu untuk
belajar bagaimana cara menangani stres. Perawat harus menilai setiap
wanita untuk mencari tanda-tanda stress menggunakan kamampuan
komunikasi terapeutik untuk menentukan faktor risiko dan kemampuan
wanita untuk berfungsi. Perawat harus sadar akan gejala-gejala kelainan
mental serius, seperti depresi dan ansietas. Wanita yang mengalami
perubahan besar dalam kehidupannya, seperti perceraian, perpisahan,
kehilangan, penyakit berat dll.
Memainkan peran, teknik relaksasi, biofeedback(pengontrolan diri sendiri),
meditasi, desensitisasi, latihan pengendalian, yoga, diet dan olahraga adalah
kemampuan seorang perawat yang siap pakai.

107
PRAKTIKUM MATERNITAS
A. Praktikum I: PENGKAJIAN FISIK IBU HAMIL, ANTENATAL CARE (ANC)
1. Pengertian
Antenatal care merupakan pelayanan terhadap individu yang
bersifat care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi
ibu maupun janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman,
di perlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga ibu dalam keadaan
status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu
yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang di
kandungnya ( Departemen kesehatan RI, 2007)

Antenatal Care adalah perawatan yang diberikan pada ibu selama


masa kehamilan, dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Sarwono, 2008).

2. Tujuan Antenatal care


a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu
dan tumbuh kembang janin
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan
sosial ibu
c. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit/komplikasi
yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan dan pembedahan
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman
dengan trauma seminimal mungkin
e. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan mempersiapkan
ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
janin agar dapat tumbuh kembang secara normal
g. Mengurangi bayi lahir premature, kelahiran mati dan kematian
neonatal

3. Indikasi

108
Pemeriksaan antenatal care dilakukan pada semua ibu hamil minimal
4 kali kunjungan yaitu: 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan
dua kali pada trimester III.

4. Prosedur kerja keterampilan Antenatal


4.1 Persiapan alat
1. Baju pemeriksaan/baju ganti
2. Stetoskop
3. Tensi meter
4. Thermometer
5. Timbangan
6. Meteran LILA
7. Meteran
8. Leanec/Doppler
9. Selimut
10. Sebuah bantal

4.2 Tahap Pre Interaksi


1. Baca catatan keperawatan dan catatan medis pasien
2. Siapkan alat – alat
3. Cuci tangan

4.3 Tahap orientasi


1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien / keluarga

4.4 Tahap Kerja


1. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan di lakukan
2. Menimbang berat badan pasien
3. Sebelum melakukan tindakan, anjurkan pasien untuk buang air
kecil
4. Pastikan privacy pasien terjaga, kemudian anjurkan pasien untuk
melepaskan pakaian luar dan dalam
5. Atur posisi pasien untuk berbaring di tempat tidur dengan atau
satu bantal di bagian kepala, kemudian tutupi dengan alat selimut

109
bagian tubuh pasien yang tidak termasuk area yang akan
diperiksa
6. Memeriksa tanda – tanda vital
7. Lakukan manuver leopold I
1) Manuver leopold I
Tujuan: untuk mengetahui tinggi fundus uteri
Cara kerja :
a) Posisi pemeriksa menghadap kekepala pasien
b) Letakkan kedua belah telapak tangan di bagian fundus
uteri pasien
c) Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk
menentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
d) Tentukan apa yang ada di bagian fundus
e) Apabila kepala janin teraba difundus, yang akan teraba
adalah keras, rata, bulat, mudah digerakkan dan
“Balloteble”
f) Apabila bokong janin teraba dibagian fundus, yang akan
teraba adalah lembut, tidak beraturan/tidak rata, melingkar,
dan sulit digerakkan.Posisi janin-hubungan antara panjang
axila janin dan panjang axila ibu-dapat juga ditentukan
pada saat manuver I. Posisi ini biasanya longitudinal atau
trasversal, tetapi mungkin juga oblique.

Gambar 1. Maneuver 1

110
Menentukan usia kehamilan :

a. Pada usia kehamilan 12 minggu, fundus dapat teraba 1-2 jari di


atas simpisis.
b. Pada usia kehamilan 16 minggu, fundus dapat teraba di antara
simpisis dan pusat.
c. Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di
bawah pusat.
d. Pada usia kehamilan 24 minggu, fundus dapat teraba tepat di
pusat.
e. Pada usia kehamilan 28 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di atas
pusat.
f. Pada usia kehamilan 32 minggu, fundus dapat teraba di
pertengahan antara prosesus xipoideus dan pusat.
g. Pada usia kehamilan 36 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di
bawah prosesus xipoideus.
h. Pada usia kehamilan 40 minggu, fundus dapat teraba di
pertengahan antara prosesus xipoideus dan pusat. (Lakukan
konfirmasi dengan wawancara dengan pasien untuk membedakan
dengan usia kehamilan 32 minggu).
8. Lakukan manuver leopold II
2) Manuver Leopold II
a) Tujuan: Untuk mengetahui letak punggung janin
b) Temuan : posisi manuver ini untuk mengidentifikasi hubungan
bagian janin ke depan, belakang atau sisi pelvis ibu.
Cara kerja

a) Posisi pemeriksa menghadap kekepala pasien.


b) Letakkan kedua belah tangan pada kedua sisi abdomen pasien.
c) Pertahankan uterus dengan tangan yang satu
d) Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi sisi lain
e) Tentukan dimana letak punggung janin.
f) Bagian punggung akan teraba, jelas, rata, cekung, kaku/tidak
dapat digerakkan.

111
g) Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki) akan teraba kecil,
bentuk/posisi tidak jelas, dan menonjol dan mungkin dapat
bergerak aktif dan pasif

Gambar 2. Maneuver II

9. Lakukan manuver leopold III


3) Manuver III
a) Tujuan: Untuk menentukan presentasi terbawah janin.
b) Temuan : bagian presentasi
 Bagian ini mengidentifikasikan bagian janin yang paling
tergantung-yaitu, bagian yang terletak paling dekat dengan
serviks.
 Bagian janin inilah yang pertama kontak dengan jari pada saat
pemeriksaan vagina, umumnya adalah kepala atau bokong.
Cara kerja

a) Posisi pemeriksa menghadap ke kepala pasien.


b) Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada kedua sisi abdomen
paisen tepat diatas simpisis
c) Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskan
nafasnya.
d) Pada saat pasien menghembus nafas, tekan jari tangan kebawah
secara perlahan dan dalam kesekitar bagian persentasi. Catat
kontur, ukuran dan konsistensinya.
e) Tentukan bagian apa yang menjadi presentasi
112
f) Bagian kepala akan teraba keras, rata, dan mudah digerakkan jika
tidak terikat/tertahan. Sulit digerakkan jika terikat/tertahan.
g) Bagian bokong akan teraba lembut dan tidak rata.

Gambar 3. Manuver III

10. Lakukan manuver leopold IV


4) Manuver IV
a) Tujuan: Untuk mengetahui kepala janin sudah masuk ke pelvis atau
belum.
b) Temuan : ujung kepala
 Manuver ini mengidentifikasikan bagian terbesar dari ujung kepala
janin yang dipalpasi dibagian sisi atas pelvis.
 Apabila posisi kepala fleksi, ujung kepala adalah bagian depan
kepala. Apabila posisi kepala ekstensi, ujung kepala adalah
bagian oksiput.

Gambar 4. Manuver IV

113
Cara kerja

a) Posisi pemeriksa menghadap kekaki pasien.


b) Letakkan kedua belah telapak tangan pada kedua sisi abdomen
c) Secara perlahan gerakkan jari tangan kesisi bawah abdomen
kearah pelvis hingga ujung jari salah satu tangan menyentuh
tulang terakhir, ini bagian ujung kepala.
d) Palpasi bagian presentasi
e) Jika bagian ujung terletak pada bagian yang berlawanan dengan
punggung, ini adalah bagian pundak bayi, dan kepala pada posisi
fleksi.
f) Jika kepala pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak
pada bagian yang sama dengan punggung dan oksiput menjadi
ujung kepala.

Gambar 5. Maneuver I -IV

5. Lakukan Pengukuran Tinggi Fundus Uteri


a Letakkan ujung alat ukur (meteran) di batas atas simfisis pubis
b Ukur sepanjang garis tengah fundus uteri hingga batas atas
mengikuti kurve fundus

114
c Pengukuran tinggi fundus uterus diatas simphisis pubis digunakan
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kemajuan
pertumbuhan janin.
d Tentukan tinggi fundus. Hitung perkiraan usia kehamilan dengan
metode Mc. Donald.
e Tinggi fundus yang stabil/tetap atau menurun merupakan indikasi
adanya retardasi pertumbuhan janin, sebaliknya tinggi fundus
yang meningkat secara berlebihan mengindikasikan adanya
jumlah janin lebih dari satu atau kemungkinan adanya hidramion.

6. Teknik Pengukuran Fundus Uteri


Pengukuran tinggi fundus uterus harus dilakukan dengan
teknik pengukuran yang konsisten pada setiap kali pengukuran dan
dengan menggunakan alat yang sama. Alat ukur ini dapat berupa
pita/tali, atau dengan menggunakan pelvi meter.

(1) Mengatur Posisi. Posisi yang dianjurkan pada saat melakukan


pengukuran adalah klien berbaring (posisi supinasi) dengan
kepala sedikit terangkat (menggunakan satu bantal) dan lutut
diluruskan
(2) Alat ukur diletakkan dibagian tengah abdomen dan ukur mulai
dari batas atas simphisis pubis hingga batas atas fundus. Alat
ukur tersebut diletakkan mengikuti kurve fundus. Cara
pengukuran yang lain yaitu dengan meletakkan alat ukur
dibagian tengah abdomen dan diukur mulai dari batas atas
simphisis pubis hingga batas atas fundus tampa mengikuti batas
atas kurve fundus.
(3) Untuk mendapatkan ketepatan hasil pengukuran digunakan
rusmus McDonald’s (McDonald’s Rule). Pengukuran tinggi fudus
uterus ini dilakukan pada usia kehamilam memasuki trimester
kedua atau ketiga.

Rumus Mcdonald’s :

- Usia kehamilan (hitungan bulan ) = Tinggi Fundus Uterus (cm) x 2/7 (atau +3.5)
- Usia kehamilan (hitungan minggu) = Tinggi Fundus Uterus (cm) x 8/7

115
Rumus Taksiran Berat Janin Johnson Tossec

- ( Ukuran TFU - 13 ) X 155Jika Bagian Terbawah Belum Masuk PAP


- ( Ukuran TFU - 11 ) X 155Jika Bagian Terbawah Sudah Masuk PAP

7. Penghitungan Denyut Jantung Janin


 Pergerakan janin biasanya dirasakan oleh ibu diusia kehamilan 16
minggu (multigravida) atau 20 minggu (primigravida).
 Denyut jantung janin dapat didengarkan dengan menggunakan
Doppler (12 minggu), fetascope (18-20 minggu) atau utrasound
stethoscope (awal trimester).
 Pemerikasan USG kehamilan dapat lebih tepat memperkirakan
usia kehamilan dan digunakan apabila tanggal menstruasi terakhir
tidak dapat dipastikan atau jika ukuran uterus tidak sesuai dengan
kepastian tanggal menstruasi terakhir.
 Lokasi untuk mendengarkan denyut jantung janin berada disekitar
garis tengah fundus 2-3 cm diatas simphisis terus kearah kuadran
kiri bawah.
11. Tahap terminasi
1. Evaluasi perasaan pasien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan
5. Cuci tangan
12. Dokumentasi

Cheklist Pemeriksaan Antenatal

1. Melakukan Persiapan Alat


2. Melakukan Persiapan pasien
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Melakukan penimbangan BB dan TB
5. Melakukan pengukuran LILA
6. Mengukur TTV

116
7. Melihat Dasar Kulit Kepala dan kondisi rambut
8. Melihat keadaan muka/wajah ibu (Edema, warna, memar)
9. Melihat Konjungtiva dan sclera
10. Melihat lubang hidung ibu hamil dengan menggunakan pen light
11. Melihat Kondisi sinus dengan perkusi Ringan
12. Melihat liang telinga ibu hamil dengan menggunakan pen light
13. Melihat rongga mulut, lidah, gusi, bibir ibu hamil dengan menggunakan pen
light
14. Meraba Kelenjar getah bening pada ibu hamil
15. Meraba Kelenjar tiroid pada ibu hamil sambil menganjurkan ibu hamil
menelan
16. Membuka pakaian atas ibu dan mendengar bunyi jantung dengan
menggunakan stateskop binokuler
17. Mendengar bunyi paru dengan menggunakan stateskop binokuler
18. Mengobservasi pengeluaran ASI dengan menekan areola mamae sambil
memegang puting susu dengan jari telunjuk dan ibu jari dengan
menggunakan sarung tangan
19. Mengajarakan Ibu hamil cara melakukan SADARI
20. Memperhatikan dan meraba bentuk payudara ibu hamil
21. Meraba daerah aksila kiri dan kanan ibu hamil
22. Memasang pakaian atas dan membuka pakaiandaerah perut serta
memperhatikan bentuk abdomen
23. Melakukan leopold I
24. Mengukur Tinggi fundus uteri dengan menggunakan meteran pita
25. Melakukan leopold II
26. Melakukan leopold III
27. Melakukan leopold IV
28. Mendengar DJJ dengan menggunakan stateskop leanec/Dropler
29. Merapikan pakaian bawah dan melihat varises pada ekstremitas
30. Melihat dan melakukan palpasi tekan edema pada ektremitas
31. Melakukan pemeriksaan reflek patella dengan menggunakan reflek hummer
32. Menganjurkan ibu membuka pakaian dalam
33. Mengatur posisi dorsal recumbent
34. Melakukan vulva hygiene dengan kapas DTT dengan menggunakan sarung
tangan
35. Melakukan/menanyakan kondisi vulva, vagina, kelenjar inguinal, nodul dan
lesi

36. Memindahkan alat dengan tangan kiri dan tangan kanan mengulung
117
pengalas
37. Melakukan cuci tangan dengan benar
38. Melakukan komunikasi selama pemeriksaan berlangsung
39. Empati dengan kondisi pasien dan melakukan dokumentasi

B. SENAM HAMIL
1. Pengertian
Senam hamil adalah program kebugaran yang diperuntukkan bagi ibu
hamil dalam rangka mengencangkan sistem tubuh dan menyiapkan otot-
otot yang diperlukan sebagai tambahan yang harus dialami selama
kehamilan meskipun aktivitas rutin tetap dilakukan misalnya olahraga
ringan dapat trus dilakukan secara rutin.

2. Tujuan senam Hamil


a. Mencapai persalinan yang fisiologis, alami, nyaman dengan ibu
beserta bayinya
b. Mempersiapkan mental dan fisik ibu hamil
c. Mencapai keadekuatan kontraksi otot-otot dasar panggul dan saat
mengejan
d. Mencapai rileksasi optimal selama hamil sampai persalinan baik fisik
maupun psikologis

118
3. Indikasi senam hamil
Ibu hamil yang sehat dengan usia kehamilan 4-6 bulan

4. Perlengkapan alat dan ruangan yang diperlukan:


a. Kaset beserta tape recorder
b. Matras
c. Bantal
d. Kursi untuk latihan
e. Persyaratan ruangan: usahakan ruangan tenang, cat ruangan cerah
dilengkapai cermin dan gambar-gambar yang berhubungan dengan
kehamilan, perkembangan janin, persalinan, menyusui.

5. Prosedur senam hamil


a. Duduk bersila dengan kaki terlipat nyaman posisi ini
memungkinkan dinding menekan Rahim kedalam posisinya
sehingga kedudukan janin tetap baik dan nyaman selama hamil.

b. Membungkuk, berlutut posisi merangkak lalu luruskan punggung


tanpa memindahkan siku dan lutut. kencangkan otot-otot perut dan
angkat punggung, tahan posisi ini beberapa detik lalu
kendurkan/lepaskan kembali ke posisi semula, ulangi sampai 10x
latihan, usahakan agar bagian bawah punggung tidak terlalu

119
melengkung.
c. Latihan menyamankan punggungdengan cara duduk bersandar
dengan punggung disangga beberapa bantal, luruskan kaki dan tarik
ujung kaki bergantian sehingga tulang panggul bergerak, ulangi latihan

ini sebanyak 10 x.
d. Mengencangkan otot-otot pangguluntuk melatih tulang panggul
dengan cara duduk bersandarkan beberapa bantal, lutut ditekuk, tapak
kaki rata dengan lantai, jatuhkan kedua kaki kesamping membuka lalu
dirapatkan kembali ulangi hingga 10 x.

e. Mengencangkan otot-otot panggul dan dasar panggul, berdiri


dengan meregangkan kaki dan tangan berpegangan pada sandaran
kursi, punggung tegak lurus, perlahan-lahan turunkan pinggul dan
kedua lutut ditekuk lalu berdiri lagi, latihan ini diulangi 10 x.

120
f. Melatih tulang belakang, berdiri tegak dengan kaki regang sambil
pegangan pada sandaran kursi, kemudian tegapkan dan kendurkan
tubuh dengan mengaktifkan dasar panggul selama latihan, kaki menapak
pada lantai lakukan 10 x.

g. Menggoyang dan memutar panggul: duduk dikursi menghadap


sandarannya dengan posisi kaki terbuka, tangan dipunggung kursi
dilapisi bantal sofa sikap ini mengangkat otot-otot bahu dan membantu
mengurangi tekanan ditulang rusuk. Gerakkan tulang punggung maju
mundur sebanyak 10 x.

h. Berlutut di lantai, tangan diletakkan pada dudukan kursi, putar pinggul


dari kiri ke kanan dan sebaliknya ulangi 10x ke dua arah. Gerakkan maju
mundur dan memutar membantu mengurangi tekanan rongga perut dan
meredakan nyeri punggung

121
i. Memperkuat otot-otot perut; sikap merangkak, posisi punggung lurus
tanpa digerakkan dan tahan otot-otot perut sampai hitungan 5 x,
perlahan lepaskan lagi, ulangi sampai 10 x.

j. Menguatkan otot-otot kaki ;berdiri dengan pegangan yang kukuh


setinggi panggul dan jaga keseimbangan tubuh dengan tetap
berpegangan dan perlahan angkat tumit hingga posisi berjingkat lalu
turunkan, ulangi latihan ini 10 x

C. PERTOLONGAN PERSALINAN SERTA PENGISIAN PARTOGRAF


a. Pengertian
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin
turun kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian
fisiologi yang normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

122
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2006).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta atau selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu ) tanpa disertai
adanya penyulit. Memasuki hari ke 28 usia kehamilan, janin mencapai
kematangan dan siap untuk hidup diluar uterus. Pada saat bayi siap untuk
dilahirkan, proses mendorong bayi untuk keluar dari uterus yang
dinamakan persalinan dimulai. Persalinan merupakan usaha kontraksi otot
uterus secara teratur dan ritmik. Tanda – tanda persalinan apabila ibu
hamil mengalami tanda- tanda seperti dibawah ini, mengindikasikan bahwa
proses persalinan akan segera berlangsung.

b. Tanda dan gejala inpartu


a. Penipisan dan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit)
c. Cairan lendir bercampur darah (bloody show) melalui vagina

c. Tanda persalinan asli (true labor)


a) Kontraksi
1 Terjadi secara teratur, makin lama makin kuat / kencang,
semakin lama dan dalam waktu yang semakin berdekatan
2 Intensitas kontraksi meningkat bila sambil berjalan
3 Dirasakan dipunggung bagian bawah dan menyebar ke bagian
bawah abdomen
b) Serviks
1 Memperlihatkan perubahan yang cepat (lunak, dilatasi yang di
tandai dengan adanya perdarahan)
2 Perubahan ke posisi anterior, sulit ditentukan tanpa
pemeriksaan vagina
c) Janin
Bagian presentasi biasanya sudah berada di rongga pelvis (sering
di sebut lightening/droping). Keadaan ini meningkatkan
kemudahan bernafas, dan pada saat yang bersamaan kandung

123
kemih akan tertekan akibat dorongan bagian presentasi janin ke
arah rongga pelvis
d. Tanda persalinan palsu ( false labor)
a) Kontraksi
1 Terjadi secara tidak teratur atau teratur tetapi hanya sebentar
2 Kontraksi berhenti jika berjalan atau jika berubah posisi
3 Dirasakan di daerah punggung atau abdomen di atas navel
b) Serviks
1 Mungkin lunak tetapi tidak ada dilatasi atau tanda – tanda adanya
perdarahan
2 Seringkali dalam posisi posterior, tidak dapat dipastikan tanpa
pemeriksaan vagina
c) Janin
1 Bagian presentasi biasanya belum masuk rongga pelvis
2 Faktor – faktor esensial dalam persalinan
3 Lima faktor esensial yang mempengaruhi proses persalinan.
5P. Passanger (janin dan plasenta) passageway (jalan lahir),
power, posisi ibu, dan respon psikologis.
e. Batasan Kala I persalinan
a. Fase laten kala I persalinan
1) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabakan
penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap
2) Berlangsung hingga serviks mencapai kurang dari 4 cm
3) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8
jam
 Fase aktif kala I persalinan
1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika terjadi 3 kali
atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih)
2) Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atu
10 cm akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm perjam
(nullipara atau primipara) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multi
para)
3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin

124
4. Batasan kala II persalinan
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
Cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.

Gejala dan tanda kala dua persalinan ;


1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadi nya kontraksi
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekana pada rektum dan atau
vaginanya
3) Perenium menonjol
4) Vulva vagina dan spinter ani membuka
5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

5. Pengertian Partograf
Alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan kala satu dan informasi
untuk membuat keputusan klinik.

6. Tujuan Partograf
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan normal
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
janin, grafik kemajuan persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan lab, membuat keputusan klinik dan tindakan
yang diberikan dimana semua itu dicatat secara rinci pada status atau
rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.

7. Indikasi Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan
b. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua temapt ( rumah, PKM,
klinik, RS)
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan

8. Lembaran partograf (lampiran 2)

125
No Aspek yang dinilai

1 Pengisian Identitas

Nama, umur, Alamat, status persalinan (gravida, para abortus)

Tanggal, waktu masuk, No registrasi

waktu mules - mules, ketuban pecah

2 Kondisi Janin

Grafik Denyut Jantung Janin setiap 1/2 jam

Warna dan air ketuban

U : Ketuban utuh

J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban Jernih

M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium

D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada ketuban

3 Penyusupan (molase) kepala janin

0 = Tulang - tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di


palpasi

1 = Tulang - tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 = tulang - tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat di
pisah

3 = tulang - tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat di pisah

4 Kemajuan Persalinan

Frekwensi dan lama kontraksi uterus setiap 1/2 jam

Penurunan Bagian terbawah janin atau persentase janin

Pembukaan serviks setiap 4 jam

5 Jam dan Waktu

waktu mulai fase aktif persalinan

waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian

126
6 Kontaksi uterus

frekwensi dan lamanya

7 kondisi ibu

Nadi setiap 1/2 jam

Tekanan Darah setiap 4 jam

Produksi Urin, aseton dan protein setiap 2 - 4 jam

Temperatur

8 Obat - obatan (oksitosin)

9. Persiapan pertongan persalinan


a. Persiapan penolong (Sarung tangan, Perlengkapan Perlindung diri,
Persiapan tempat persalinan, alat dan bahan tempa, penyiapan
tempat dan lingkungan untuk kelhiran bayi, Persiapan ibu dan
keluarga)
b. Membersihkan perenium ibu
c. Mengosongkan kandung kemih
d. Amniotomi
e. Membimbing ibu untuk meneran (posisi untuk meneran)
f. Menolong kelahiran bayi (Posisi ibu saat melahirkan, pencegahan
laserasi, melahirkan kepala, periksa tali pusat pada leher, melahirkan
bahu, melahirkan seluruh badan)
g. Pematauan selama kala II persalinan

10. Batasan Kala III persalinan


Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya palsenta dan selaput ketuban

Manajemen aktif kala III:

a. Pemberian suntikan oksitosin


b. Penegangan tali pusat terkendali
c. Rangsangan taktil ( masase) fundus uteri

127
11. Batasan kala IV persalinan
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu.
Asuhan keperawatn yang harus diperhatikan pada kala IV persalinan
adalah :
a. Memperkirakan kehilangan darah
b. Memeriksa perdarahan dari perenium
c. Pencegahan infeksi
d. Pematauan keadaan umum ibu ( Selama dua jam : 15 menit selama 1
jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua).

12. Prosedur kerja keterampilan pertolongan intranatal


1. Persiapan alat :
a) Catatan keperawatan
b) Set steril pertolongan persalinan (partus set) terdiri dari :
Baki steril berisi :
2 buah pinset
2 buah klem
1 buah setengah cockher
Gunting tali pusat
Umbilical klem / benang tali pusat
Kasa steril
Gunting episotomi
Spuit 3 cc berisi oxitosin 1 ampul
c) Perlengkapan bayi :
Baju bayi
Bedung bayi
Topi bayi
d) Sarung tangan steril 2 buah
e) Perlak
f) Deelay / suction bayi
g) Heacting set
h) Kateter steril
2. Pre interaksi
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis klien

128
2 Siapkan alat – alat dan privacy ruangan
3 Cuci tangan
3. Tahap orientasi
1 Beri salam, panggil klien dengan namanya
2 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/ keluarga

13. Prosedur tindakan


NO KEGIATAN

I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA

1 Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda Kala Dua

1) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran


2) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan
dan vagina
3) Perineum tampak menonjol
4) Vulva dan sfingter ani membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk


menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk asfiksia tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk besih
dan kering, lampu sorot 60 watt dengna jarak 60 cm dari tubuh bayi

1) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusiatasi dan ganjal bahu
bayi
2) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam
partus set
3 Pakai APD ; celemek plastik, masker, kaca mata, sandal tertutup, dan topi
penutup kepala

4 Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan denga
sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue
atau handuk pribadi yang bersih dan kering

5 Pakai sarung tangan DTT untuk menlakukan periksa dalam

6 Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tang yangmemakai


sarung tangna DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik)

III.MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN BAIK

7 Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari


129
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi
air DTT

1) Jika introitus vagina, prineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan


dengan seksama dari arah depan ke belakang
2) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
3) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% langkah # 9
8 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

 Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap


maka lakukan amniotomi
9 Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangn yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepskan dan
rendam dlam keadan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan

10. Periksa denyut jantun janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)

 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal


 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBATU PROSES
BIMBINGAN MENERAN

11. Beritahukan bagwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantuk ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.

1) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan


kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang
ada
2) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memeberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar
12. Minta keluarga membantuk menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi konraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk
atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman)

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran:

1) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif


2) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
130
3) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
4) Anjurkan keluarga memeberi dukungan dan semangat untuk ibu
5) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
6) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
7) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit

V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm

16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan

18 Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

VI. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN

Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayiuntuk menahan posisi defleksi
dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil
bernapas cepat dan dangkal

20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi

1) Jika tali pusat melilit leher secara longar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
2) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong di antara dua klem tersebut
21. Tunggu bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan

Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala
ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang

131
Lahirnya Badan dan Tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjut diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari-jarinya)

VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

25. Lakukan penilaian (selintas):

1) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?


2) Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan
tindakan resusitasi (nn langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur
resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia)

26. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu

1) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
(tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
2) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering.
3) Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus
(hamil tunggal).

28. Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar
uterus berkontraksi baik).

29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin).

30. Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir)
pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit,
dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2
cm distal dari klem pertama.

31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

1) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudia
lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) diantara 2 klem
tersebut.
2) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan
132
kedua menggunakan dengan simpul kunci
3) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi.

Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan
kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari
puting payudara ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VII. PENATALAKSANAAN AKTIF KALA TIGA

34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisi, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang alin mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.

 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan Plasenta

37 Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga palsenta terlepas,


minta ibu menerran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso-kranial)

 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hinga berjarak


sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir
6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hinga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk

133
melalukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan
atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal.
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan talapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)

 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi


setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/masase
IX. MENILAI PERDARAHAN

40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
. selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus.

41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan


penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan

X. MELAKUKAN ASUHAN PASCAPERSALINAN

42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.

43. Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu paling
sedikit 1 jam).

 Sebagian besar bayi akan berhaisl melakukan inisiasi menyusu dini


dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung
sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu
44. Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam
kontak kulit ibu-bayi.

45. Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin
K1) di paha kanan anterolateral.

1) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa


disusukan.
2) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam suatu jam pertama dan biarkan sampai bayi
berhasil menyusu.
Evaluasi

134
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam

1) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan


2) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
3) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
4) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang
sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah

49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1
jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan

1) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam


pertama pascapersalinan
2) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5)

Kebersihan dan Keamanan

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klori 0,5% untuk
dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi

52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai

53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DDT. Bersihakn sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering

54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memeberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorinn 0,5%

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan bersih

Dokumentasi

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuah kala IV

135
14. Tahap terminasi
1 Evaluasi perasaan klien
2 Simpulkan hasil kegiatan
3 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4 Akhiri kegiatan
5 Cuci tangan
6 Dokumentasi

Gambar 7. Proses kelahiran

D. Amniotomi
E. HEATING EPISIOTOMY
1. Jenis Episiotomi:
Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi yaitu:

a. Episiotomi medialis
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus
ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah : perdarahan yang
timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah
yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. sayatan bersifat
simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi

136
ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau
komplet (laserasi dinding rektum).

 Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat
dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan
orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira2 4 cm.

Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani


untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih
banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh
darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka
lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah
penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

 Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam
3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak
dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka
sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah
pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang
banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri
yang mengganggu penderita.

 Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis,
tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari
rektum, serta sayatannya lebih lebar.

1. Indikasi episiotomy.
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.

a. Indikasi ibu antara lain adalah:


1) Primigravida umumnya
2) Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan
yang lalu

137
3) Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya
pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi
vakum dan anak besar
4) Arkus pubis yang sempit
b. Indikasi janin antara lain adalah:
1) Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin
besar.
3) Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II
seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.

3. Kontra indikasi.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :

a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam


b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti
penyakit kelainan darah maupun terdapadatnya varises yang luas
pada vulva dan vagina.
4. Teknik Penjahitan
a. Teknik Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus
vagina sampai batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang
dipakai adalah cara anestesi iniltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine
1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan
mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah
introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir
atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar
disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot


perineum kiri dan kanan dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia
dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula
dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan
empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-

138
putus (interrupted suture) atau secara jelujur (continous suture).
Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir
adalah catgut khromik, sedangkan untuk kulit perineum dipakai
benang sutera.

b. Teknik Episiotomi Mediolateralis


Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus
vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat
dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan
orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir


sama dengan teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan
dilakukan sedemkian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.

c. Teknik Episiotomi Lateralis


Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-
kira pada jam 3 atau jam 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini
sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak memimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat
pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

5. Prosedur tindakan
1) Persiapan Alat dan bahan
a. Sarung tangan steril
b. Solusi irigasi
c. Needle holder
d. Metzenbaum gunting
e. Jahitan gunting
f. Gunting tang dengan gigi
g. Klem Allis
h. Gelpi atau deaver retractor ( untuk digunakan dalam
memvisualisasikan derajat ketiga atau keempat robekan perineum,
atau dalam robekan vagina)

139
i. 10 ml suntik dengan 22 gauge
j. 1% lidokain ( xylocaine )
k. 3-0 jahitan polyglactin 910 ( vicryl ) jahitan di CT-1 jarum ( untuk
jahitan mukosa vagina )
l. 3-0 jahitan pada polyglactin 910 CT-1 jarum ( untuk jahitan otot
perineum )
m. 4-0 polyglactin SH 910 pada jarum jahit ( untuk jahitan kulit )
n. 2-0 polydioxanone sulfat (PDS) jahitan di CT-1 jarum ( untuk
jahitan eksternal sfingter anal )
2) Teknik menjahit robekan perineum
a) Tingkat I :
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continous
suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

b) Tingkat II :
Pada robekan perineum tingkat II, setelah diberi anestesi lokal
otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan
jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup
dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya.

Jahitan mukosa vagina : jahit mukosa vagina secara jelujur


dengan catgut kromik 2-0. Dimulai dari sekitar 1 cm di atas puncak
luka di dalam vagina sampai pada batas vagina.

Jahitan otot perineum : lanjutkan jahitan pada daerah otot


perineum sampai ujung luka pada perineum secara jelujur dengan
catgut kromik 2-0. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak
ototnya. Penting sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada
rongga diantaranya.

Jahitan kulit : carilah lapisan subkutikuler persis di bawah


lapisan kulit. Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah
batas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.

c) Tingkat III :
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat
II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata
140
atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-
masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

Jahitan sfingter ani : jepit otot sfingter dengan klem Allis atau
pinset. Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang
kromik 2-0 angka 8 secara interuptus. Larutan antiseptik pada daerah
robekan. Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

d) Tingkat IV :
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit.
Kemudian fasia perirektaldan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan Pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II.3,4

a. Perawatan Pasca Tindakan


1) Apabila terjadi robekan tingkat IV (robekan sampai mukosa rektum),
berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal. Ampisilin 500 mg peroral
danMetronidazol 500 mg peroral. Observasi tanda-tanda infeksi.
Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema selama 2 minggu.
2) Penggunaan sitz mandi dan analgesik seperti ibuprofen. Jika rasa
sakit yang berlebihan pada hari-hari setelah pasca tindakan harus
segera diperiksa, sebab rasa sakit merupakan tanda-tanda infeksi
didaerah perineum.
3) Penderita diberi makanan yang tidak mengandung selulosa mulai dari
hari kedua diberi parafinum liquidum sesendok makan 2 kali sehari
dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
d. Komplikasi jika robekan perineum dibiarkan
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik, pasien
dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum
tidak diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal.

141
F. PEMASANGAN CTG
 Pengertian CTG
Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat
yang digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan
umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan dan pada saat
persalinan.
 Tujuan Pemasangan CTG
1). Menghitung denyut jantung janin (DJJ)
2). Memantau gerakan janin
3). Memantau kontraksi Rahim
c. Indikasi Pemasangan CTG
1. Pre-eklampsia-eklampsi
2. Ketuban pecah
3. Diabetes melitus
4. Kehamilan 40 minggu
5. Vitium cordis
6. Asthma bronkhiale
7. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
8. Infeksi TORCH
10. Induksi atau akselerasi persalinan
11. Persalinan preterm
12. Hipotensi
13. Perdarahan antepartum
15. Berusia lanjut (>35 tahun)
17. Untuk kehamilan beresiko rendah untuk memonitoring kesejahteraan
janin
d. Alat dan Bahan
1. Alat Kardiotokografi (CTG)
2. Gel
3. Kassa
e. Prosedur Pemasangan CTG
4. Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan
5. Posisikan ibu dengan nyaman
6. Informed Concent : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan
kemungkinan hasil yang akan didapat

142
7. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
8. Periksa kesadaran dan TTV pasien
9. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter
atau gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter /
menit.
10. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi
dan punktum maksimum DJJ
11. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan
segera setelah kontraksi berakhir
12. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di
daerah punktum maksimum
13. Hidupkan komputer dan kardiotokograf
14. Rekamkira-kira 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang
ingin dicapai)
15. Evaluasi dan beritahu hasil kepada pasien

G. APGAR SCORE
 Pengertian
Pengkajian awal pada neonatus dilakukan segera setelah lahir
menggunakan skor Apgar dan pemeriksaan fisik singkat. Skor Apgar
memberikan pengkajian cepat pada transisi bayi baru lahir terhadap
kehidupan diluar uterus, yaitu berdasarkan lima tanda yang
mengidentifikasikan status fisiologis noenatus: 1) denyut jantung, 2) laju
pernafasan, 3) tonus otot dan 4) reflek. Apgar biasa dikenal dengan
Appearance (colour = warna kulit) , Pulse (heart rate = denyut nadi) ,
Grimace (refleks terhadap rangsangan) , Activity (tonus otot) , dan
Respiration (usaha bernapas).
 Tujuan
1. Mengkaji status umum neonatus
2. Memutuskan tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan/tidak

 Indikasi
Bayi baru lahir

143
 Alat dan Bahan
a. Stotoskop
b. Stopwatch atau jam dengan jarum detik

 Prosedur pelaksanaan
Skor
Tanda 0 1 2
Warna Biru, pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
(Appearance) ekstremitas biru kemerahan
Denyut jantung Tidak ada Lambat (<100) >100
(Pulse)
Reflek iretabilitas Tidak ada menggeram menangis
(Grimace) respon
Tonus otot lemas Fleksi pada Fleksi sepurna
(Activity) beberapa
ekstremitas
Laju pernafasan Tidak ada Lambat,menangis Menangis kuat
(Respiration) lemah

 Interpretasi skor Apgar


Dari hasil penilain tersebut dapat diketahui :
 Nilai Apgar 7-10 berada pada kategori normal
 Nilai Apgar 4-6 disebut asfiksia ringan. Memerlukan tindakan medis
segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan nafas atau
pemberian oksigen untuk membantu bernafas
 Nilai Apgar 0-3 disebut asfiksi berat. Memerlukan tindakan medis yang
lebih intensif.

H. PEMBERSIHAN JALAN NAFAS BAYI


 Pengertian
Umumnya, bayi matur sehat yang lahir secara normal akan
mengalami sedikit kesulitan dalam pembersihan jalan nafas. Sebagian
secret berpindah oleh gravitasi dan dibawa oleh refleks batuk ke orofaring
untuk dikeluarkan atau ditelan. Biasanya jika bayi memiliki mucus yang

144
banyak pada saluran nafas, rongga mulut dan hidung dapat diisap
dengan pipet bundar.
 Tujuan
1. Mempertahan jalan nafas bayi
2. Mengefektifkan jalan nafas
3. Sirkulasi adekuat, perfusi adekuat dan fungsi jantung efektif
4. Termoregulasi adekuat.

 Alat dan Bahan


1. Pipet bundar
2. Stetoskop
3. Suction (bila perlu)
4. Thermometer
5. Selimut bayi
 Prosedur pembersihan jalan nafas dengan pipet
1. Letakkan bayi pada posisi miring kesamping
2. Luruskan kepela bayi
3. Jika bayi tersedak oleh sekret segera miringkan kepela bayi
4. Letakkan selimut yang digulung dipunggungnya untuk memfasilitasi
drainase
5. Lakukan pengisapan sekret menggunakan pipet bundar
6. Kompresi pipet bundar sebelum dimasukkan
7. Lakukan pengisapan pertama kali pada salah satu bagian sisi mulut
mulut untuk mencegah bayi menghirup sekret faring saat bernafas
ketika cuping hidungnya disentuh (jangan menghisap bagian tengah
mulut karena reflek gag dapat terstimulasi)
8. Lakukan pengisapan pada hidung satu persatu
9. Dengarkan bunyi nafas bayi menggunakan stetoskop untuk
menentukan ada tidaknya ronki atau stridor inspirasi
10. Ketika bayi menangis dan tidak terdengar udara melalui mukus dan
gelembung-gelembung pengisapan dapat dihentikan
11. Bungkus bayi dengan kain hangat
12. Periksa suhu tubuh bayi
13. Dokumentasi
14. evaluasi

145
Pipet bundar/alat penghisap lender (mucus ekstraktor)

I. MEMANDIKAN BAYI
1. Pengertian
Suatu tindakan membersihkan tubuh bayi dengan menggunakan air serta
memantau dan membersihkan tali pusat bayi baru lahir sebelum tali pusat
lepas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan :


 Suhu ruangan mandi tidak lebih rendah dari 24 0C
 Suhu tubuh bayi normal 36,5 – 37,5 0C
 Hindari memandikan bayi setelah selesai memberikan ASI karena
dapat menyebabkan regurgitasi ( ASI keluar kembali)
 Memandikan bayi tidak dianjurkan terlalu lama, segera keringkan
tubuh bayi setelah mandi
 Umumnya tali pusat baru akan lepas pada saat bayi berumur 10-14
hari
 Perawatan tali pusat biasanya dilakukan setelah memamdikan
bayi/saat memakaikan pakaian bayi.

2. Tujuan
a. Membersihkan bayi secara keseluruhan
b. Memantau keadaan bayi
c. Memantau keadaan tali pusat dari tanda-tanda infeksi, granuloma,
perdarahan dan adanya cairan
d. Memberikan kenyamanan

146
e. Meningkatkan hubungan orang tua dan bayi

3. Persiapan alat dan bahan


a. Air hangat (36,6 – 37,2 0C)
b. Thermometer untuk memeriksa suhu tubu bayi
c. perlak
d. Sabun dan shampoo bayi
e. Popok
f. Baju
g. Kain bedung
h. Handuk
i. Waslap
j. Baskom (isi dengan air hangat sedalam 3-4 inchi)

4. Prosedur pelaksanaan
a. Kaji temperature tubuh bayi serta tanda dan gejala adanya distress
pernafasan
b. Pastikan bayi dalam posisi nyaman
c. Periksa suhu air. Air harus terasa cukup hangat pergelangan tangan
bagian dalam --- 36,6 – 37,2 0C
d. Jangan memandikan bayi dibawah air yang mengalir karena suhu air
dapat berubah, dan bayi dapat mengalami panas terbakar atau
menggigil kedinginan dengan cepat.
e. Bersihkan bagian mata mulai dari dalam keluar menggunakan waslap
dengan bagian waslap yang berbeda untuk tiap-tiap mata.
f. Basahkan muka bayi dengan air : jangan gunakan sabun pada muka.
g. Pegang bayi dengan aman, gunakan “football hold”. Basahi rambut bayi
dengan air secara lembut
h. Usapkan sampo bayi, bilas rambut dan keringkan kulit kepala secepat
mungkin
i. Letakkan bayi di atas perlak, buka selimut/pakaian bayi,
basahi/bersihkan leher, dada, abdomen, tangan, kaki dan punggung
menggunakan waslap yang sudah dibasahi

147
j. Sabun seluruh tubuh bayi menggunakan waslap 1, bilas kembali
menggunakan waslap 2, hingga tidak ada cairan sabun yang melekat
ditubuh bayi.
k. Keringkan tubuh bayi menggunakan handuk
l. Membersihkan genetalia:
 Bayi perempuan :bersihkan labia secara perlahan dari arah
depan kebelakang
 Bayi laki-laki : tarik preputium uretra dengan lembut dan sejauh-
jauhnya bersihkan ujung gland penis dengan gerakan memutar
dan balikkan kulup segera setelah dibersihkan
m. Bersihkan dan keringkan daerah genetalia
n. Tidak dianjurkan menggunakan bedak dan lotion pada kulit bayi
o. Lakukan teknik perawatan tali pusat
 Keringkan kulit disekitar tali pusat dengan menggunakan
handuk bersih dan kering atau kassa
 Pantau adanya tanda-tanda infeksi, granuloma, pendarahan dan
adanya cairan
p. Gunakan pakaian bayi : sarung tangan dan sarung kaki, popok, baju
serta topi. Pastikan tali pusat tidak tertutup oleh popok bayi. Gunakan
bedong bayi.

J. PERAWATAN LUKA PERENIUM


a. Pengertian Perawatan Luka Perenium
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan
daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam
masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik
seperti pada waktu sebelum hamil.
b. Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah untuk mencegah terjadinya infeksi
pada luka serta mempercepat penyembuhan jaringan.
c. Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
1) Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau

148
bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak
teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.

2) Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk
memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya
kepala bayi. Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada
perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang.
Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek
teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum
dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi
epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau
mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak
banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih
mudah diperbaiki
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture
yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1) Episiotomi medial
2) Episiotomi mediolateral

Gambar jenis-jenis episiotomy

149
d. Daftar Tilik Penjahitan Laserasi Perinium / Episiotomi

MEMPERSIAPKAN PENJAHITAN

1 Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi tempat
tidur/meja. Topang kakinya dengan alat penopang/minta anggota keluarga untuk
memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi
2 Tempatkan handuk/kain bersih dibawah bokong ibu
3 Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bias dilihat dengan
jelas
4 Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan/episiotomi memberikan anastesi
local dan menjahit luka
5 Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir
6 Pakai sarung tangan Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT)/steril
7 Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapan peralatan dan bahan-bahan DTT untuk
penjahitan
8 Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bias dengan mudah dilihat dan
penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan
9 Gunakan kain/kassa DTT/bersih untuk menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan
lembut bersihkan darah/bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka
10 Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu/dua. Jika laserasinya dalam/episiotomi telah
meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat
tiga/empat. Masukkan jari yang bersarung tangan kedalam anus dengan hati-hati dan
angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba
tonus/ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mangalami laserasi derajat
tiga/empat dan harus segera dirujuk. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks
11 Ganti sarung atangan dengan sarung tangan DTT/steril yang baru setelah melakukan
pemeriksaan rectum
12 Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. benang kromik
bersifat lentur, kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan
13 Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 900, jepit tersebut.
14 Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan Bantu ibu merasa santai
15 Hisap 10 ml larutan lidokain 1 % ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (tabung
suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan) jika lidokain 1 % tidak tersedia,
lanjutkan 1 bagian lidokain 2 % dengan 1 bagian normal salin/air steril yang sudah
150
diseling
16 Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut
17 Tusukkan jarum ke ujung/pojok laserasi/sayatan lalu tarik jarum sepanjang tepi luka
(kearah bawah diantara mukosa dan kulit perineum).
18 Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada
dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan suntikkan
lidokain dan tarik jarum seluruhnya.Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali
19 Suntikkan anestesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.
20 Tarik jarum hingga sampai kebawah tempat dimana jarum tersebut disuntikkan
21 Arahkan lagi jarum kedaerah luka dan ulangi langkah ke 17. tusukkan jarum untuk
ketiga kalinya dan sekali lagi ulangi langkah ke 17 sehingga 3 garis di satu sisi luka
mendapatkan anestesi lokal. Ulangi proses ini di sisi dari luka tersebut. Setiap sisi luka
akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1 % untuk mendapatkan anestesi yang
cukup.
22 Tunggu selam 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah
yang dianastesi dengan dara dicubit dengan forseps/disentuh dengan jarum yang tajam
Jika ibu merasakan jarum/dicubit tersebut, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kemba
sebelum mulai menjahit luka
23 Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah
dianastesi.telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas
menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman lukan dan lapisan jaringan mana yang
terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjad
satu dengan mudah
24 Buka jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di vagina bagian dalam
Setelah membuat tusukan pertama, buka ikatan dan potong pendek benang yang lebih
pendek dari ikatan bias dilakukan tanpa kesulitan
25 Tutup muka vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin hymen
26 Tepat sebelum cincin hymen masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah
cincin hymen sampai jarum ada dibawah laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum
kepuncak luka
27 Teruskan kearah bawah tepi tepat pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga
mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan oto
yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perlu untuk
melakukan satu/dua lapisan jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan

151
dan/atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif
28 Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan,
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan
menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum. Jahit lapisan kedua ini
meninggalkan luka yang tepat terbuka berukuran 0.5 cm atau kurang, luka ini akan
menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka

29 Tusuk jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang
cincin hymen
30 Ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan
sekitar 1.5 cm. jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan
laserasi akan membuka
31 Ulangi pemeriksaan vagina denga lembut untuk memastikan bahwa tidak ada
kasa/peralatan lain tertinggal didalam
32 Dengan lembut masukan jari paling kecil kedalam anus, raba apakah ada jahitan pada
rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum enam minggu pasca
persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalnya ada fistula rektovaginal/jika
ibu melaporkan inkontinesia alvi/feses), ibu segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
33 Cuci daerah genetal dengan lembut dengan sabun dan air DTT, kemudian dikeringkan.
Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman
34 Nasehati ibu untuk :
a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineumnya
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali perhari
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus
kembali lebih awal jika ia mengalami demam/mengeluarkan cairan yang berbau
busuk dai daerah lukanya/jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri

K. PERAWATAN POST PARTUM


 Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (sarwono, 2006)
Pemeriksaan fisik ibu post partum adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk mendapatkan data terkait adaptasi fisiologis dan perubahan –
perubahan yang terjadi selama ibu postpartum.
152
 Tujuan
Untuk mengetahui sedini mugkin komplikasi yang terjadi selama
persalinan

 Alat dan bahan


1. Handscoon
2. Stetoskop
3. Spigmomanometer
4. Thermometer
5. Pen light
6. Meteran LILA
7. Kassa
 Prosedur pengkajian fisik ibu post partum
1) Pengkajian data dasar klien
2) Identitas klien : nama, usia, satatus perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, bahasa yang di gunakan, sumber biaya, tanggal
masuk rumah sakit dan jam, tanggal pengkajian, alamat rumah
3) Identitas suami : nama suami, usia, pekerjaan, agama, pendidikan,
suku
4) Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Merupakan keluhan yang di rasakan klien saat dilakukan pengkajian
pada klien yang mengalami persalinan yang dapat di kaji dengan
teknik PQRS, yaitu ;
1) Paliatif : Apa yang menyebabkan nyeri dan faktor yang
membuat nyeri tambahan atau berkurang
2) Qualitaty/quantitaty : Bagaimana rasa sakitnya, seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi
3) Region : Mengkaji letak daerah yang dirasakan sakit, apakah
penyebabnya
4) Scale : Mengkaji identitas nyeri yang dirasakan klien, skala
berat ringannya keadaan adakah pengaruh terhadap kegiatan.
5) Timing : Kapan mulainya dan berapa kali muncul
5) Pemeriksaan fisik
6) Keadaan umum : Umumnya klien tampak lemah, wajah terlihat pucat,
kesadaran compos mentis
153
7) Keadaan tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : biasa antara 120/80 – 140/90 mmHg
2) Nadi : nadi yang cepat terdapat pada ibu yang nerveus, yang
banyak kehilangan darah atau mengalami persalinan yang sulit
3) Pernapasan : perhatikan kecepatan atau jumlah pernapasan
permenit, kedalaman dan pola nafas.
4) Suhu : suhu badan masa postpartum hendaknya normal dan
tiap keadaan suhu diatas 380 C harus dianggap sebagai tanda
infeksi, kecuali kalau nyata di sebabkan oleh hal-hal yang lain
8) System penglihatan : struktur mata biasanya simetris, biasa ditemukan
anemis, pupil isokor, sclera anemic, fungsi penglihatan baik, tidak
menggunakan alat bantu
9) System pernapasan
Bentuk dan pergerakan simetris, kadang di temukan tachypnea pada
respirasi, frekuensi pernafasan normal 23 x/menit
10) System kardiovaskuler :Kardiovaskuler kadang ditemukan tachicardi
dan penurunan tekanan darah
11) System pencernaan : ditemukan mukosa bibir kering bila mengalami
gangguan penciuman, keadaan lidah, ada atau tidaknya caries dan
stomatitis, tidak ada masalah pada fungsi pengecapan, reflek menelan
baik, tidak ada pembesaran pada hepar dan tidak ada nyeri tekan
hepar
12) System penciuman : bentuk simetris, fungsi penciuman biasanya
normal, terdapat polip atau tidak dan biasanya tidak ada kelaianan.
13) System pendengaran ; kedua daun telinga simetris, fungsi
pendengaran baik dan biasanya tidak ada kelaianan
14) System uro- ano genetalia : mengkaji pengeluaran lokhea, meliputi
warna, jumlah dan bau, observasi adanya edema, eritema dan
mengkaji frekuensi BAB dab BAK selama dirumah sakit
15) System integumen : perlu dikaji adanya pucat, dyiaporesis, keelastisan
kulit, biasanya ibu pasca persalinan mengalami gangguan volume
cairan

154
16) System musculoskeletal ; ekstremitas atas dan bawah dapat bergerak
bebas, kadang ditemukan oedema, varises pada tungkai kaki, ada
atau tidaknya tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan reflek

patella baik, Kaji apakah ada varises dan tanda homan,tanda homan
positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga dapat menghambat
sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan adalah
memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian
didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis,
jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk
mobilisasi dini agar sirkulasi lancar.
17) Kepala dan wajah
a) Mata : Konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia
kerena perdarahan saat persalinan.
b) Hidung : Kaji dan tanyakan pada ibu ,apakah ibu menderita pilek
atau sinusitis.Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan
kebutuhan energi
c) Telinga : Kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan
pada telinga
d) Mulut dan gigi :Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis,atau gigi yang berlubang.Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik
e) Leher :Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid.Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan
adanya infeksi,ditunjang dengan adanya data yang lain seperti
hipertermi,nyeri dan bengkak.
(18.a.) Payudara (inspeksi)

155
a) Kaji ukuran dan bentuk, ukuran dan bentuk tidak berpengaruh
terhadap produksi asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan,
seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada
perubahan posisi
b) Kontur atau permukaan : Kaji kondisi permukaan, permukaan
yang tidak rata seperti adanya depresi,retraksi atau ada luka
pada kulit payudara perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
c) Warna kulit : Kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan
d) Kalang Payudara : Kaji ukuran dan bentuk, simetris atau tidak,
biasanya akan meluas saat pubertas dan selama kehamilan
.Kaji permukaan kondisi dapat licin atau berkerut, bila ada sisik
putih perlu dipikirkan adanya penyakit kulit. Warna : Pigmentasi
yang meningkat pada saat kehamilan menyebabkan warna kulit
Pada areola mammae menjadi lebih gelap dibanding sebelum
hamil.
e) Papilla mamae
(1) Ukuran dan bentuk : Kaji ukuran dan bentuk, ukuran sangat
bervariasi dan tidak mempunyai arti kusus.Bentuk putting
susu ada beberapa macam seperti datar , normal, panjang
dan terbenam.
(2) Permukaan dan warna : Kaji permukaan dan warna,
permukaan biasanya tidak beraturan kaji ada sisik, luka atau
lecet.Warna biasanya terjadi hiperpigmentasi pada kehamilan
18.b. Palpasi payudara
a. Konsistensi : Kaji konsistensi payudara, pada ibu PP konsistensi
lebih keras karena laktasi
b. Massa
c. Putting susu : Kaji putting susu, pemeriksaan putting susu
merupakan hal yang penting dalam mempersiapkan ibu
menyusui
18) Abdomen
a) Keadaan : Kaji adakah strie dan linia alba. Kaji keadaan abdomen,
apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukan
kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan.

156
Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat
dimasase untuk merangsang kontraksi.
b) Kondisi luka : Luka Sectio Caesaria harus dikaji apakah terdapat
tanda-tanda infeksi, jika ada harus dilaporkan segera untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut
c) Diastasis rektus abdominis : Diastasis rektus abdominis adalah
regangan pada otot rektus setinggi lebih dari 2,5 cm sejajar
umbilicusyang terjadi akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi
,regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus
Xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan
lebarnya.Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti
sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu
untuk melakukan senam nifas.
Diastasis recti abdominis terjadi jika dalam pemeriksaan tedapat
peegangan otot atau pemisahan otot pada garis tengah perut
hingga dua jari atau lebih atau pemeriksa dapat memasukkan dua
jari atau lebih ke dalam ruang unggul umbilikus. Pada kontraksi
perut lanjut, pemisahan atau peregangan otot pada garis tengah
perut harus menutup, namun jika masih ada peregangan yang
lebarnya lebih besar dari 1 jari, itu merupakan diastasis recti
abdominis positif. Seperti tes biasanya yang diberikan pada wanita
postpartum untuk memeriksa integritas dari recti abdominis, dan
harus ditekankan bahwa tes ini dapat dilakukan pada ibu pasca-
caesar hanya setelah sayatan mereka sudah sembuh, sekitar 6-10
minggu setelah operasi.

157
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat
kepala, tidak diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan
lebar diastasis.
d) Fundus uteri : Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah.
Tentukan tinggi fundus uteri, misalnya 1 jari diatas pusat dll.posisi
fundus apakah sentral atau lateral.Posisi lateral biasanya
terdorong oleh bladder yang penuh.Kontraksi juga harus diperiksa,
kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan kontraksi
uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadinya
perdarahan
e) Kandung kemih :Kaji dengan palpasi kandungan urne di kandung
kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukan jumlah
urine yang tertapung banyak dan hal ini dapat mengganggu
involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan
19) Lokhea
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhea pada ibu Postpartum.
Perubahan warna harus sesuai dengan hari post partum.Misalnya Ibu
Postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhea yang sudah berwarna
merah muda atau keputihan. Jika warna lokhea masih merah maka ibu
mengalami komplikasi Postpartum. Lokhea yang berbau busuk
menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus segera
ditangani.
20) Perineum
Kaji kondisi perineum, apakah utuh atau terdapat luka episiotmi, atau
ruptur. Kaji juga adanya tanda –tanda REEDA(Redness atau
kemerahan , Edema atau bengkak didaerah perineum ,Ekimosis atau
adanya perdarahan bawah kulit , Discharge atau adanya cairan
158
abnormal biasa berupa nanah atau perubahan warna pada lokhea dan
Aproximation atau pertautan jaringan bekas episiotomy).Kebersihan
perineum menunjang penyembuhan luka.Serta adanya hemoroid
derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
L. PERAWATAN PERINEAL
1. Pengertian
Membersihkan area perineal dan genital dari sisa-sisa kotoran dan bau,
baik pada perempuan maupun pada laki-laki.

2. Tujuan
c. Untuk membersihkan sisa kotoran atau sekresi
d. Menghilangkan bau dari genital
e. Mencegah terjadi infeksi
f. Mempertahankan kebersihan daerah alat kelamin
3. Indikasi
a. Adanya sekret pada vagina dan uretra
b. Adanya bau pada daerah genetalia
c. Pasien dengan inkontinensia urine atau fekal
d. Pasien dengan pemakaian keteter urine
e. Pasien tidak sadar
4. Pengkajian
a. Anamnesa: nyeri atau tidak nyaman, kemampuan untuk
membersihkan sendiri, inkontinensia urinal atau fekal
b. Inspeksi: kaji adanya iritasi, peradangan, dan pembengkakan,
adanya perdarahan, mukus, lokhea, pemasangan kateter urine, luka
jahitan (contoh: pasien pascapartum), serta kebersihannya.
c. Pembedahan perineal atau rektal yang baru saja dilakukan
5. Diagnosa Keperawatan
Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya kebersihan pada daerah
alat kelamin dan area sekitarnya

6. Perencanaan
a. Lakukan perawatan vulva (vulva hyigene) bagi wanita dan
perawatan perineal bagi pria
b. Persiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan

159
7. Bahan dan Alat
a. Handuk mandi
b. Hand schoon bersih
c. Baskom dengan air bersuhu 43-46 oC
d. Sabun
e. Waslap
f. Kapas swab
g. Pispot
h. Perlak
i. Air keran atau larutan antiseptic
8. Prosedur tindakan perineal hygene
a. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, mengapa perlu
dilakukan dan bagaimana cara pasien dapat berpartisipasi
b. Cuci tangan
c. Sediakan privasi bagi pasien dengan cara menutup gorden atau
menutup pintu.
d. Siapkan pasien
1) Lipat seprei bagian atas ke kaki pasien dan lipat pakaian pasien
untuk membuka area genital.
2) Letakkan handuk dibawah panggul pasien untuk menjaga
kebersihan tempat tidur.
e. Posisikan pasien dorsal recumbent
1) Atur posisi pasien seperti pada gambar 4.12, dengan posisi tidur
terlentang, lutut ditekuk, kaki direnggangkan
2) Tutuplah badan dan kaki dengan selimut mandi, ujung bawah
selimut dililitkan melalui bagian dalam kaki (semakin sedikit area
yang dibuka maka akan mengurangi perasaan malu dan
memberikan kehangatan). Bagian tengah dari selimut menutupi
area pubis
3) Gunakan sarung tangan, bersihkan dengan waslap dan keringkan
paha atas bagian dalam.
4) Dekatkan tempat kapas swab. Tangan kanan, mengambil kapas
basah, dan tangan kiri renggangkan labia dengan ibu jari dan jari
telunjuk

160
5) Membersihkan vulva mulai dari labia mayora kiri, labia mayora
kanan, labia minora kiri, labia minora kanan, dan perineum. Lalu
usap dari pubis ke rektum.
6) Gunakan satu kapas swab atau waslap yang berbeda untuk setiap
kali usapan.
7) Bersihkan area dengan menggunakan :
b Gunakan botol larutan untuk menuangkan air hangat pada
area perineal dan genital. Keringkan area perineal seluruhnya
dengan metode dari depan ke belakang (lihat gambar 4.15)
c Keringkan bagian perineum, terutama pada lipatan diantara
labia (untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme).
d Rapikan pasien
e Rapikan alat
f Buka sarung tangan
g Cuci tangan
h Dokumentasi

Gambar 8 Gambar 9

161
M. SENAM NIFAS
1. Pengertian
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak sehari setelah persalinan
dan baik bila dilakukan setiap hari.

2. Tujuan
a. Mengembalikan bentuk tubuh sebelum hamil
b. Memperkuat tonus otot
c. Mencegah inkontinensia urin

3. Waktu
a. Dapat dilakukan segera setelah melahirkan (pervaginam)
b. Latihan dilakukan semakin lama semakin berat

4. Indikasi
Postpartum normal/pervaginam

5. Alat dan bahan


a. Matras / dapat juga dilakukan ditempat tidur
b. Bantal

6. Prosedur pelaksanaan
a. Pernafasan abdomen. Ibu berbaring dengan lutut ditekuk. Tarik nafas
dalam-dalam melalui hidung, pertahankan tulang iga tetap dan biarkan
abdomen mengembang keatas lalu keluarkan nafas secara berlahan-
lahan tetapi dengan tenaga sementara otot-otot abdomen kontraksi ;
tahan selama 3 sampai 5 detik sambil mengeluarkan nafas. Rileks.

b. sentuh lutut. Berbaring dengan lutut ditekuk lalu. Sementara menarik


nafas dalam, sentuhkan bagian bawah dagu ke dada sambil

162
mengeluarkan nafas angkat kepala dan bahu secara perlahan dan
halus, upayakan menyentuh lutut dengan lengan diregangkan. Tubuh
hanya boleh naik pada bagian punggung sementara pinggang tetap
dilantai atau tempat tidur (kira-kira 6 sampai 8 inc). perlahan-lahan
turunkan kepala dan bahu ke posisi semula. Rileks.

c. memutar kedua lutut. berbaring dengan lutut ditekuk. Pertahankan


bahu mendatar dan kaki diam. Dengan perlahan dan halus putar lutut
kekiri sampai menyentuh lantai atau tempat tidur. Pertahankan gerakan
yang halus, putar lutut ke kanan sampai menyentuh lantai atau tempat
tidur. Kembali ke
posisi semula dan rileks.

d. putar tungkai. Berbaring dengan kedua tungkai lurus. Pertahankan


bahu tetap datar dan kedua tungkai lurus, dengan perlahan dan halus
angkat tungkai kiri dan putar sedemikian rupa sehingga menyentuh
lantai atau tempat tidur disisi kanan dan kembali ke posisi semula.
Ulangi gerakan ini dengan tungkai kanan diputar sampai menyentuh
lantai atau tempat tidur di sisi kiri tubuh. Rileks

163
e. pernafasan abdomen. Campuran dan supine pelvic tilt (pelvic rock).
Berbaring dengan lutut ditekuk. Sambil menarik nafas dalam, putar
punggung bagian pelvis dengan mendatarkan punggung bawah ke
lantai atau ditempat tidur. Keluarkan nafas dengan perlahan, tetapi
dengan mengarahkan tenaga sementara mengontraksikan otot-otot
perut dan mengencangkan bokong. Tahan selama 3 sampai 5 detik
sambil mengeluarkan nafas. Rileks.

f. angkat bokong. Berbaring dengan bantuan lengan, lutut ditekuk dan


kaki mendatar. Dengan perlahan naikkan bokong dan lengkungkan
punggung. Kembali pelan-pelan ke posisi semula.

g. memutar satu lutut. Berbaring di atas punggung dengan tungkai


kanan diluruskan dan tungkai kiri ditekuk pada lutut. Pertahankan bahu
datar, secara perlahan putar lutut kiri ke kanan sampai menyentuh
lantai atau tempat tidur dan ke posisi semula. Ganti posisi tungkai.
Putar lutut kanan ke kiri sampai menyentuh lantai atau tempat tidur dan
kembali ke posisi semula. Rileks

164
h. angkat lengan. Berbaring dengan lengan diangkat sampai membentuk
sudut 90 derajat terhadap tubuh. Angkat lengan bersama-sama
sehingga telapak tangan dapat bersentuhan. Turunkan secara perlahan

i. dokumentasi dan evaluasi perasaan pasien

N. KETERAMPILAN PERAWATANPAYUDARA
1. Pengertian
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara teratur untuk memelihara kesehatan dan kebersihan
payudara pada waktu post partum (setelah melahirkan) atau saat ibu
masih menyusui bayinya. Perawatan payudara adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk memeliharan
kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan untuk
mempersiapkan laktasi pada waktu post partum

2. Tujuan
a. Menjaga kebersihan payudara terutama puting susu
b. Mencegah agar payudara tidak mudah lecet
c. Melancarkan kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI lancar
d. Mengetahui adanya kelainan puting secara dini
e. Mencegah terjadinya penyumbatan
f. Menjaga keindahan payudara
3. Waktu
a. Pertama kali dilakukan pada hari ke 2 setelah persalinan
b. Dua (2) kali sehari sebelum mandi
4. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara :
a Bayi kesulitan menyusu
b Puting susu tenggelam
c Proses pengeluaran Asi lama keluar
165
d Produksi ASI berkurang
e Resiko terjadinya pembengkan payudara
f Payudara kotor
g Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet

5. Prosedur tindakan perawatan putting susu (Nipple Rolling)


a) Persiapan alat
1 Persiapan alat dan jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
2 Bila perlu gunakan alat peraga.
3 Minyak alami/minyak kelapa
4 Kasa/kapas
5 wash lap
6 Handuk kecil
7 Wadah yang berisi air hangat dan air dingin.
b) Prosedur tindakan
1. Pada saat melakukan perawatan putting payudara, ibu dianjurkan
untuk duduk santai di kursi bersandar dan kaki ditopang dengan
dingktik (kaki tidak menggantung).
2. Anjurkan ibu untuk melepaskan bra dan meletakkan handuk kecil
dibawah payudara.
3. Lakukan perawatan payudara secara rutin untuk menghindari
mastitis.
4. Selalu bersihkan payudara saat mandi.
5. Gunakan bra yang cukup menunjang payudara dan tidak terlalu
ketat (Lebih baik bila ukuran bra agak lebih besar).
6. Topang satu payudara dengan satu tangan
7. Letakkan puting diantara ibu jari dan jari telunjuk tangan yang lain.
Tempatkan ibu jari dengan benar dan jari telunjuk pada puting
menghindari (ujung) permukaan puting tempat lubang duktus dan
termasuk seluruh sisi bawah puting ke aspek yang berdekatan
dengan areola
8. Beri tekanan lembut dan putar puting ke belakang dan ke depan
sejauh puting akan berada di antara ibu jari dan telunjuk tanpa
mengubah penempatan masing-masing jari pada putting
9. Putar puting selama kurang lebih 30 detik

166
10. Ulangi langkah tersebut untuk payudara yang lain
11. Hidari gesekan kulit dengan lubrikasi ringan pada ibu jari dan jari
telunjuk, tetapi jangan menggunakan lubrikan dalam jumlah banyak
sehingga puting terlalu licin untuk dimanipulasi.
12. Kompres putting susu secara bergantian dengan air hangat dan
dingin menggunakan waslap atau kassa selama kurang lebih 5
menit, setelah itu bersihkan daerah aerola dan putting susu dengan
menggunakan kassa tadi, lalu buang kapas kotor ketempat sampah.

c) Terminasi
1. Evaluasi pasien
2. Rapikan alat dan pasien
3. Dokumentasi
d) Hal – hal perlu di perhatikan dalam perawatan putting susu dan payudara
2) Jika posisi bayi terhadap payudara tidak sesuai maka kecukupan nutrisi
bayi tidak terjamin dan puting susu mungkin mengalami trauma. Perlu
diingat bahwa ibu harus duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman
dan bayi berada didekatnya. Ibu tidak boleh mencondongkan tubuh
kearah bayi saat menyusui, tetapi ibu harus dapat membawa bayi
kearahnya. Harus disediakan atau gunakan bantal untuk membantu ibu
menopang bayinya atau letakkan bayi diatasnya agar tinggi posisi bayi
sesuai
3) Minta ibu untuk memastikan bahwa puting susunya tetap bersih dan
kering. Anjurkan ibu untuk mengeringkan payudaranya setelah
menyusukan bayi. Keringkan puting dengan diangin-anginkan sebelum

167
ibu mengenakan pakaian. Jangan menggunakan kain atau handuk untuk
mengeringkan puting karena akan mengiritasi.
4) Yakinkan bahwa puting susu lecet dan retak bukan merupakan hal yang
berbahaya dan tidak menghalangi ibu untuk terus menyusukan bayi. Jika
puting susu ibu lecet dan retak, amati cara ibu menyusukan bayinya
karena cara yang salah dapat menimbulkan hal tersebut. Untuk
mencegah retak dan lecet, ajarkan ibu untuk mengeluarkan sedikit
ASInya kemudian dioleskan ke puting susunya.
5) Jelaskan cara mengkaji gejala dan tanda tersumbatnya saluran ASI atau
mastitis kepada ibu dan keluarganya.
6) Jelaskan jika ia mengalami masalah dengan payudaranya apabila tampak
gejala atau tanda berikut ini :
1) Bintik atau garis merah dan panas pada salah satu atau kedua
payudara
2) Gumpalan atau pembengkakan yang terasa nyeri
3) Demam (suhu lebih dari 38ºC)
7) Jika tidak dikeluarkan dapat terjadi pembengkakakan payudara, mastitis,
abses dan produksi ASI berkurang. Jadi jangan anjurkan ibu untuk
mengistirahatkan payudaranya. Payudara yang bengkak dapat ditangani
sebagai berikut:
a Jika bayi mampu menyusu, sebaiknya bayi menyusu lebih sering.
Ini cara terbaik untuk mengeluarkan ASI. Bantu ibu mengatur
posisi bayi agar melekat dengan baik sehingga bayi akan
menyusu secara efektif dan tidak mencederai putting
b Jika bayi tidak mampu menyusu, bantu ibu memerah ASI nya. Ibu
dapat memerah ASI dengan tangan atau pompa payudara.
Langkah memerah sedikit ASI membuat payudara cukup lunak
untuk bayi menyusu
c Sebelum menyusu atau memerah, rangsanglah refleks oksitosin
ibu : letakkan kompres hangat pada payudara ibu atau mandi air
hangat, pijat tengkuk dan pumggung ibu, rangsang payudara dan
kulit puting dan bantu ibu untuk rileks
d Setelah menyusui, letakkan kompres dingin pada payudara. Hal ini
akan membantu mengurangi edema

168
e Tingkatkan rasa percaya diri ibu: jelaskan bahwa ibu akan bisa
segera menyusui lagi dengan nyaman
O. Prosedur tindakan Rolling Massage
1. Pengertian
Rolling Massage adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009)
2. Tujuan
Meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu,
sehingga ASI pun otomatis keluar, serta melancarkan sirkulasi darah
sehingga ibu lebih nyaman.
3. Persiapan alat :
1. Handuk 2 buah
2. Waslap 2 buah
3. Waskom 2 buah masing-masing berisi air hangat dan air dingin
4. Kapas minimal 4 buah / kassa
5. Minyak kelapa/baby oil
6. Tempat sampah
7. 3 buah peniti
8. Mangkok plastic untuk menampung air susu
d. Persiapan pasien
Anjurkan ibu duduk dalam posisi membungkuk dan memeluk bantal
dan senyaman mungkin ( rileks )
e. Prosedur tindakan
1 Menempatkan handuk didaerah pundak ibu dan satunya lagi
dibawah payudara lalu disatukan dengan yang dipundak, kalau
perlu jepit dengan peniti agar tidak jatuh.
2 Dekatkan tempat untuk menampung air susu, jika ada air susu
yang menetes pada saat pemijatan nanti, bila perlu ditampung
pada mangkok plastic
3 Licinkan kedua tangan dengan minyak atau baby oil
4 Lakukan teknik Rolling Massase sebanyak 15 x selama 10 - 15
menit, dengan cara :
a Ibu miringkan ke kanan dan ke kiri, lalu memeluk bantal

169
b Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil
c Memijat sepanjang tulang kedua sisi tulang belakang ibu
dengan menggunakan dua tangan, dengan ibu jari menunjuk
ke depan yaitu mulai dari tulang cervikalis 5 - 6 sampai tulang
belakang arah bawah hingga kembali ke cervikalis 5 – 6.
d Menekan kuat – kuat kedua sisi tulang belakang membentuk
gerakan gerakan melingkar kecil – kecil dengan kedua ibu jari
e Kemudian memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah
dari leher kearah tulang belikat, selama 2 -3 menit
f Mengulangi pemijatan
g Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan
dingin secara bergantian
f. Terminasi
1. Evaluasi pasien
2. Rapikan alat
3. Rapikan pasien
4. Cuci tangan

170
P. Tehnik Menyusui Bayi
1. Pengertian
Menyusui bayi adalah memberikan nutrisi kepada bayi baik berupa air
susu ibu maupun susu formula. Namun, ASI lebih baik daripada susu
formula karena mengandung nutrisi yang lebih lengkap, bebas bakteri,
dan selalu dalam keadaan segar. Sangat dianjurkan untuk memberikan
ASI saja selama 6 bulan pertama (ASI eksklusif).
2. Tujuan
a. Memberikan nutrisi yang lengkap kepada bayi
b. Meningkatkan ikatan sosial dan psikologis antara ibu dan bayi.
c. Melatih kebiasaan makan/diet pada bayi
3. Persiapan alat dan bahan
Bantal atau selimut
4. Prosedur pelaksanaan
a. Posisikan bayi sejajar dengan payudara ibu.
b. Letakkan bantal/ selimut dibawah lengan ibu untuk menyangga dan
meningkatkan kenyamanan saat menyusui
c. Hadapkan bayi kepada ibu (dari kepala sampai kaki) dan tubuh bayi
menyentuh perut ibu. Hidung bayi tepat didepan putting payudara.
d. Sangga leher dan bahu bayi dengan tangan ibu.
e. Posisikan tubuh bayi dimana kuping, bahu, dan pinggul berada pada garis
lurus selama menyusui
f. Keluarkan sedikit ASI/kolostrum dari payudara dan olesi pada putting
susu agar bayi terangsang untuk membuka lebar mulutnya.
g. Sangga payudara dengan menggunakan tangan, dimana jempol berada
diatas payudara dan jari-jari lain dibawah payudara (C Hold).
h. Stimulasi bayi untuk membuka mulut dengan menyentuhkan puting
payudara ke bibir bawah bayi.
i. Saat mulut bayi sudah terbuka, masukkan puting payudara dan sebagian
areola ke dalam mulut bayi dan dorong tubuh bayi agar lebih mendekat
ke payudara. Umumnya mulut bayi baru lahir belum cukup untuk
dimasukkan seluruh areola.
j. Saat puting payudara sudah berada di dalam mulut bayi, hidung, dagu,
dan pipi bayi harus menyentuh payudara ibu. Agar payudara tidak

171
menggangu pernapasan bayi, atur kemiringan tubuh bayi sehingga
payudara tidak menutupi hidung bayi.
k. Susui bayi rata-rata selama 20-30 menit (15 menit untuk masing-masing
payudara).
l. Lepaskan puting dari mulut bayi saat bayi telah selesai menyusui yang
ditandai dengan; bayi tertidur, bayi berhenti menghisap, payudara terasa
kosong, dan bayi melepas sendiri putingibu.
m. Jika bayi telah selesai menyusui namun tidak melepas sendiri puting ibu,
masukkan telunjuk ibu kepinggir mulut bayi sampai mulut bayi
melepaskan seluruh puting susu ibu.
5. Beberapa posisi menyusui bayi yang benar
Terdapat empat posisi menyusui; football hold, cradle, cross cadle atau
across-the-lap, dan side-lying position. Football hold cocok untuk ibu yang
melahirkan secara saecar karena dengan posisi ini tubuh bayi tidak
menekan perut ibu.
a. Cradle hold. Posisi ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir.
Caranya: kepala bayi pada siku ibu, tubuh bayi menghadap pada ibu,
kulit abdomen bayi bersentuhan dengan abdomen ibu.

b. Cross cradle/ posisi menyilang: cara yang kebanyakan dipakai.


Caranya: pegang bayi bayi dengan lengan yang berlawanan dengan
sisi payudara yang akan disusui. Kepala bayi berada di lengan bawah
ibu (bukan di lipat siku), tubuh bayi menyilang di depan tubuh ibu.
Perut bayi menempel di perut ibu (bayi menghadap tubuh ibu, bukan
menghadap ke atas). Posisi menyusui ini bagus untuk bayi premature
atau ibu dengan putting payudara kecil

172
c. Football position/clutch position: posisi bayi ke arah belakang tubuh
ibu, kepala bayi di lengan bawah ibu, lengan ibu menyangga kepala
dan leher bayi. Ini adalah posisi terbaik untuk ibu yang baru saja
melahirkan dengan cara operasi caesar atau untuk ibu dengan
payudara besar

d. The lying position: posisi menyusui dengan berbaring. Posisi


menyusui sambil tiduran, sangat bermanfaat untuk menyusui di
malam hari, atau kondisi ibu yang mengharuskan ibu tetap berbaring
(misal setelah operasi caesar). Tetap pastikan tubuh bayi menghadap
tubuh ibu, kepala leher lurus, dan bayi sedikit mendongak ke atas
(jangan meletakkan bayi terlalu tinggi, karena akan menunduk untuk
mencapai payudara dan hal ini menyulitkan bayi menelan ASI).
Dukung punggung dan kepala bayi dengan bantal, kulit abdomen
bayi menyentuh abdomen ibu.

6. Tanda perlekatan yang tepat:


a. Dagu bayi menyentuh payudara
b. Mulutnya terbuka lebar dan seolah-olah “penuh” oleh payudara
c. Bibir bawah bayi terkesan “memble”
d. Bagian areola terlihat lebih banyak di atas mulut bayi daripada di
bawah mulutnya
e. Ibu tidak merasakan nyeri selama menyusui.

173
Gbr 11. Bayi melekat dengan benar (kiri), dan tidak benar (kanan) pada
payudara ibu

Gbr 12. Perlekatan yang benar (kiri), dan salah (kanan) penampang melintang
dari payudara dan mulut bayi

7. Ciri-ciri bayi yang telah memperoleh ASI yang cukup menurut para pakar
laktasi (sumber: La Leche League International (LLLI)):
b. BAK minimal 1 atau 2 kali selama 2 hari pertama, ketika bayi baru
memperoleh kolostrum.
c. Pada hari ke-3 atau ke-4 ketika ASI sudah mula, BAK minimal 6 - 8
kali/ 24 jam atau 5 sampai 6 kali untuk popok sekali pakai per hari
d. BAB minimal 2 - 5 kali per hari (24 jam) selama 2 bulan pertama,
walaupun ada juga bayi yang mulai lebih jarang BAB namun
jumlahnya lebih banyak pada usia 6 minggu.
e. Bayi sering menyusu, sekitar 6 - 10 kali per 24 jam
f. Saat menyusu, suara menelan bayi terdengar jelas
g. Kenaikan berat badan bayi sekitar 120 - 210 gram per minggu setelah
hari ke-4 kelahirannya.

174
h. Bayi terlihat aktif, sehat, memiliki kulit yang kenyal dan cerah dan
bertambah tinggi serta memiliki lingkar kepala yang juga semakin
bertambah.

175
DAFTAR PUSTAKA

Baines,E., (2005). Coffee Increases Fetal Death Risk.GP. London: Nov 18, 2005. pg.
2, 1 pgs.

BKKBN, (2006). Konseling keluarga berencana. http//www.bkkbn.go.id/diftor/


research_detail.php?rchid=19, diperoleh pada tanggal 17 januari 2008.

_______ (2006). Konseling kontap pria membantu klien memantapkan


pilihannya. http//www.bkkbn.go.id/gemapria/article_detail.php?artid=42,
diperoleh pada tanggal 17 Januari 2008.

Bobak, I.M, Lowdermilk, D.L, Jensen, M.D. (2004). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas, edisi 4. Jakarta: EGC

Boivin, J.F. (1997). Risk of Spontaneous Abortion in Women occupationally


Exposed to Anestetic Gases: A Meta-Analysis. Occupation Environment
Medition 54:541.

Cokkinides, V.E., Coker, A.L., Sanderson, M., Addy, C., Bethea L. (1999).
Physical Violence During Pregnancy: Maternal Complication and Birth
Outcome.Obstetry Gynecology 93:661.

Connoly, A.M., Katz, V.L., Bash, K.L., McMohan M.J., Hansen, W.F. (1997).
Trauma and Pregnancy. American Journal Perinatology 14:331.

Cuningham, G.F., Gant,F.N., Leveno, J.K., Gilsstrap III, C.L., Hauth, C.J.,
Wenstrom. D.K., (2005). Obstetri William. Edisi 21. Jakrata : EGC.

Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas.Edisi 2. Jakarta: EGC

176
Gorrie, T. M., McKinney. E. S., & Murray. S. S. (1998). Foundations of maternal-
newborn nursing. (2thEd).Philadelphia: W.B.Sauder Company.

Guyton, A.C, Hall, J.E. (2007).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta:
EGC

Hartanto, H. (2004). Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Kozier, B, Glenora, Berman, A, Snyder, SJ. 2010. Fundamentals of Nursing


Concept, Process, and Practice, seventh edition. USA: Pearson
Education

Ladewig, Patricia W. (1998). Contemporary Maternal-Newborn Nursing Care, 5th.


Prentice Hall: USA

Lowdermilk, D.L & Perry, S.E (2006). Maternity Nursing, (7 th.ed). Mosby.inc

Manuaba, I. G. B. (2002). Synopsis Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC

May, K.A. & Mahlmeister, L.R. (1999). Maternal and neonatal nursing: family
centered care. (4thEd). Philadelphia: JB Lippincott.

Otto, S. E. (2003). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC

Pilliteri A. (2003). Maternal and Child Health Nursing: Care of the Childbearing
and Childrearing Family. 3th edition. Philadelphia: Lippincott

PKMI. (2007). Diakses pada http://www.pkmi-online.com/implan.htm, diperoleh


tanggal 3 juli 2008

177
Perry, Hockenberry, Lowdermilk, Wilson. (2010). Maternal Child Nursing Care.
Vol 1. 4th ed. Missouri: Mosby

Potter, P. A, & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep
Proses dan Praktik, edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC

Purwoastuti, E. (2008). Kanker Payudara pencegahan dan Diteksi Dini.


Yogjakarta: Kanisius

Rahayu, N. (2010). Hukum Pidanan Undang-Undang no 23 tahun 2004 tentang


penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Di kutip dari:
http://www.djpp.depkumham.go.id/ 2012-07-20

Reeder, Martin, Griffin. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi,


dan Keluarga. Vol 1. Jakarta: EGC

------------------- (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, dan


Keluarga. Vol 2. Jakarta: EGC

Rustam, M.1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Saifuddin, A. B. (2003). Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Santrock, J. W. (2010). Adolenscence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

Smeltzer, S.C, Bare, B.G, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC

Smith, S.L., ( 1998 ). Reproductive Health: A High-Flying ConcernOccupational


Hazards.Cleveland:May 1998. Vol. 60, Iss. 5; pg. 41, 1 pgs

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

178
Youngkin, E. Q & Davis, M.S. (1998). Women’s Health a Primary Care Clinical
Guide. USA: Prentice Hall

wahyuni, S. (2011). Masa Klimakterium Dalam Konteks Kesehatan Reproduksi


Berdasarkan Evidence Based Berspektif Gender dan HAM. Dikutip pada
(http//scrib.com/klimakterium) Diakses pada tanggal 28 November 2011

Watson,R. (2002). Anantomi dan Fisiologi untuk Perawat edisi 10. Jakarta: EGC

Wilkinson, J.M, Ahern, N.R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta: EGC

Winkjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan edisi 3. Jakarta: Printes

_____________ (2007). Ilmu kandungan. Edisi 2. Cetakan kelima. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Wonodirekso. S. (1991). Keluarga berencana alami: Pedoman penyelengaraan


pelayanan. Bandung: ITB.

179
BAB III PENUTUP

A. Tugas Individu/Kelompok
TUGAS INDIVIDU Konsul Minimal 1 kali dengan Tutor
Jelaskan tentang :
1. Jurnal berupa intervensi masa ANC (kelompok 1,2,3)
2. Jurnal berupa intervensi aktivitas selama hamil (kelompok 4)
3. INC (kelompok 4,5)
4. PNC (kelompok 6,7,8)
Masing-masing judul di tulis berdasarkan evidence based 1 jurnal
internasional dan 1 jurnal nasioal disertai dengan 1 pembahasan kasus yang
didapatkan dimasyarakat.

TELAAH JURNAL KELOMPOK


1. ANC (kelompok 1)
2. INC (kelompok 2)
3. PNC (kelompok 3)
4. Manajemen Laktasi (kelompok 4)
5. Promosi kes. Wanita (kelompok 5)
6. Etik legak kep. Maternitas (kelompok 6)
7. Kesehatan reproduksi remaja (kelompok 7)
Masing-masing jurnal berdasarkan trend dan issue & evidence based
kep. Maternitas.

B. Kasus pemicu

Kasus 1 (The Seven Jumps)

Bu Saras 40 tahun datang ke klinik kandungan ditemani oleh suaminya


dengan keluhan sudah terlambat datang bulan sejak 2 bulan dan ingin
mengetahui apakah ia hamil atau tidak. Hasil wawancara pasangan ini mereka
telah memiliki 5 orang anak. pasangan ini juga mengeluh memiliki masalah
dengan perilaku dan tahapan hubungan seksual (2) Lalu Perawat melakukan
pengkajian sistem organ reproduksi(1), hormone-hormon yang terkait
dengan seksualitas (3) dan menjelaskan anatomi fisiologis kehamilan(5),
nutrisi ibu hamil (6)serta perawat juga memberikan asuhan keperawatan(7)

180
kepada bu saras. Sebagai tenaga profesioal perawat maternitas menjalani
perannya dengan memberikan konseling sesuai dengan aspek legal etik
keperawatan maternitas (4). Bu saras mengatakan memiliki anak remaja yang
berusia 15 tahun, bu saras merasa khawatir dengan perilaku remaja dan
menanyakan bagaimana sebaiknya pendekatan yang baik kepada anaknya
untuk menjelaskan tentang seksualitas pada remaja (8), agar anaknya tidak
hamil diusia remaja (9) dan resiko apa saja yang bisa terjadi jika menjadi orang
tua dimasa remaja (10) serta upaya pencegahan primer dan tersier sistem
reproduksi(11)dan promosi kesehatan pada wanita (12).

(TIK 1-5 presentasi 1. tik 6-12 presentasi ke 2)

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi fisiologi


organ reproduksi pria dan wanita, serta fungsi organ reproduksi sekunder
(beserta gambar ekterna dan interna) setiap mahasiswa wajib presentasi
gambar.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang siklus menstruasi dan hormon-
hormon yang berhubungan dengan seksualitas (beserta gambar), setiap
mahasisswa wajib presentasi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang perilaku dan tahapan hubungan
seksual
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peran dan aspek legal
etik perawat maternitas: otonomi,benefecience, moral right, justice,
veracity, fidelity, confidential (beserta masing-masing contohnya) nilai dan
norma masyarakat nursning advocacy
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang anatomi dan
fisiologi kehamilan (beserta gambar)
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang nutrisi ibu dan janin
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada ibu
hamil (antenatal care)
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang seksualitas remaja
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tentang kehamilan pada usia
remaja
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang menjadi orang tua pada masa
remaja

181
11. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pencegahan primer, tersier
pada sistem reproduksi ; exercise, kegel exercise, nutrisi, dan manajemen
stress
12. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang promosi kesehatan wanita:
pemberian vaksin ca. cerviks, TT untuk ibu hamil, fe untuk ibu hamil

C. SASARAN BELAJAR (ISS)


1. Jelaskan tentang faktor esensial persalan (power, passenger,
passageaway/ anatomi panggul, position dan psychologis) dan adaptasi
fisiologis dan psikologis pada ibu bersalin (Ns. Sufriani)

2. Jelaskan tentang penatalaksanaan nyeri selama proses persalinan


(farmakologi dan non farmakologi beserta gambar. (Ns. Elka Halifa)

3. Jelaskan tentang asuhan keperawatan pada persalinan normal (kala I. II,


III, IV dan pengkajian janin (respon janin, aktivitas uterus, gangguan
pada janin, pola denyut jantung janin dan teknik pemantauan janin.(Ns.
Darmawati)

4. Jelaskan tentang adaptasi fisiologis dan psikologis pada ibu post partum
(Ns. Imelda)

5. Jelaskan tentang asuhan keperawatan pada ibu post partum (Ns. Aida
fitri)

182
6. Jelaskan tentang Manajemen laktasi(Ns. Sri Intan)

7. Jelaskan tentang asuhan keperawatan gangguan sistem reproduksi pada


wanita : prolap uteri dan mioma uterus (Ns. mariatul Kiftia)

KASUS PEMICU PRAKTIKUM

Kasus 1

Seorang perempuan berusia 28 tahun, G1P0A0 hamil 30 minggu datang ke poli


kebidanan untuk memeriksakan kehamilannya. Ibu mengatakan mudah lelah
ketika beraktivitas serta sulit bernafas dan tidak nyaman saat tiduran selain itu
Ibu juga meminta informasi kepada perawat terkait senam hamil. Hasil
pemeriksaan fisik TD 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi
pernapasan 22 x/menit, Pemeriksaan leopold menunjukkan 3 jari di bawah
prosesus xypoideus, bokong janin di bagian fundus, punggung berada di sebelah
kiri, bagian presentasi kepala dan belum masuk PAP.

Berdasarkan kasus diatas maka lakukanlah :

1) Pengkajian menyeluruh dan buatlah analisa data pada pasien tersebut


2) Jelaskan diagnosa keperawatan yang muncul dan perencanaan pada
pasien tersebut
3) Lakukan implementasi keperawatan pada pasien tersebut
.

183
Kasus 2

Seorang perempuan berusia 35 tahun G2P1A0 datang ke klinik bersalin dengan


keluhan sakit perut sejak 8 jam yang lalu, merasa ingin buang air besar
berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat didapatkan TD
130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 27x/menit, kontraksi lebih dari 1-2 kali dalam
10 menit dengan durasi rata-rata kurang dari 40 detik, pada pemeriksaan dalan
pembukaan serviks 2 cm, ketuban utuh, porsio lunak dan tebal

Berdasarkan kasus diatas maka lakukanlah :

1. Pengkajian menyeluruh dan analisa data pada pasien tersebut


2. Jelaskan diagnose keperawatan yang muncul dan perencanaan pada pasien
tersebut
3. Lakukan implementasi keperawatan pada pasien tersebut

Kasus 3 partograf

Ibu R usia 25 tahun, alamat Desa S, G1 P0 A0 datang ke Rumah Sakit di antar


oleh keluarganya untuk mendapatkan asuhan dari perawat pada hari Selasa
tanggal 18 September 2014 pukul 13.00, Ibu R menuturkan pada perawat bahwa
ia sudah merasakan kontraksi sejak pukul 05.00.

Perawat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan ia


menyimpulkan:

 Kehamilan cukup bulan; presentasi blakang kepala (verteks), presentasi


kepala dengan penurunan 4/5, kontraksi uterus 3 x dalam 10 menit, setiap
kontraksi berlangsung 18 detik, dan DJJ 124x/menit
 Pembukaan serviks 3 cm, tidak ada penyusupan dan selaput ketuban utuh
 Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/m, Term 36,8 0C, ibu berkemih 200
ml sebelum dilakukan periksa dalam, hasil pemeriksaan urin tidak
menditeksi adanya protein aseton

1. Berdasarkan data pukul 13.00, perawat membuat diagnosis: primigravida,


hamil cukup bulan, impartu dalam fase laten, bayi hidup dengan DDJ normal,
pembukaan serviks 3 cm, 3 x kontraksi dalm 10 menit, dan lama kontraksi
kurang dari 20 detik. Perawat menentramkan hati Ibu R dan
menganjurkannya untuk berjalan jalan dengan suaminya dan
menghkonsumsi cukup cairan. Perawat menuliskan tanggal, waktu, semua
temuan dan asuhan yang diberikan pada catatan kemajuan persalinan.
Perawat melanjutkan pemantauan DJJ, nadi dan kontraksi uterus ibu R
setiap jam. DJJ, nadi dan kontraskinya tetap normal. Perawat mengukur
184
jumlah produksi urine ibu R setiap kali ia berkemih. Semua temuan dan hasil
pemeriksaan di catat dalam lembar kemajuan persalinan. Perawat juga terus
memberikan dukungan dan semngat untuk ibu R dalam menjalani persalinan
dan mempersiapkan kelahiran bayinya
2. Pemeriksaan kedua dilakukan pukul 17.00. ibu R melaporkan bahwa
kontraksi terasa lebih kuat dan nyeri. Perawat melakukan pemeriksaan
abdomen dan Pemeriksaan Dalam kedua, dan hasilnya: terjadi 4 kontraksi
dalam 10 menit, lamanya antara 20 s.d 40 detik. DJJ 134 x/ menit.
Penurunan kepala 3/5, pembukaan serviks 5cm, tdk ada penyusupan kepala
janin dan selaput ketuban masih utuh. Tekanan darahnya 120/70 mmHg,
nadi 88x/m, Term 370c dan ia berkemih 100ml sebelum pemeriksaan.

Pada pukul 17.00 ibu R masuk kedalam fase aktiv dan perawat mulai mencatat
temuannya pd partograf, pembukaan serviks dicantumkan pd garis waspada dan
ssemua temuan lainnya di garis waktu yg sesuai. Perawat mulai menilai DJJ,
kontraksi uterus dan nadi ibu R setiap 30 menit dan termperatur tubuhnya setiap
2 jam. Semua temuan di catat di partograf dengan tepat:

 Pukul 17.30 DJJ 154/menit, kontraksi 4 x dalam 10 menit selama 30 detik,


nadi 80x/menit
 Pukul 18.00 DJJ 154/menit, kontraksi 4 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 88x/menit
 Pukul 18.30 DJJ 140/menit, kontraksi 4 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 90x/menit
 Pukul 19.00 DJJ 140/menit, kontraksi 4 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 97x/menit
Temperatur 36,80c, dan urine 150 cc
 Pukul 19.30 DJJ 120/menit, kontraksi 4 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 88x/menit
 Pukul 20.00 DJJ 128/menit, kontraksi 5 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 88x/menit
 Pukul 20.30 DJJ 128/menit, kontraksi 5 x dalam 10 menit selama 45 detik,
nadi 90/menit, urine 80 cc

3. Pada pukul 21.00 perawat melakukan pemeriksaan abdomen dan


pemeriksaan dalam, hasilnya: DDJ 130x/menit, 5 x kontraksi dalam 10
menit, lamanya lebih dari 45 detik, penurunan kepala 1/5, pembukaan
serviks 10 cm, tdk ada penyusupan kepala janin, selaput ketuban pecah
sebelum pemeriksaan (pukul 20.45) dan cairan ketuban jernih. TD 120/70
mmHg, temperatur tubuh 370c, dan nadi 80x/menit
4. Pukul 21.30, seorang bayi perempuan lahir, BB 3000gr, PB 48 cm, bayi
menangis spontan. Dilakukan penatalaksanaan aktiv kala III, plasenta lahir
5 menit setelah bayi lahir, tdk dilakukan episiotomi, dan tdk terjadi laserasi,
perkiraan kehilangan darah kurang lebih 150 ml

185
5. Selama 15 menit pertama kala IV (sampai pukul 21.45) dan 15 menit
berikutnya pd jam pertama setelah plasenta lahir, catatan perawat
menunjukkan semua berjalan normal (catatan kala IV)
 21.50 : TD 120/70 mmHg, Nadi 80, Suhu 37,20c, Tinggi fundus 3
jari dibawah pusat, tonus/kontraksi uterus baik (keras), kandung
kemih kosong, jumlah darah pervaginam masih dalam batas
normal
 22.05 : TD 120/70 mmHg, Nadi 76, Tinggi fundus 3 jari dibawah
pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah
darah pervaginam masih dalam batas normal
 22.20 : TD 110/70 mmHg, Nadi 76, Tinggi fundus 3 jari dibawah
pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah
darah pervaginam masih dalam batas normal
 22.35 : TD 110/70 mmHg, Nadi 76, Tinggi fundus 3 jari dibawah
pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah
darah pervaginam masih dalam batas normal
6. Temuan selama 1 jam ke dua (setiap 30 menit), kala IV sebagai berikut:
 23.05: TD 110/70 mmHg, Nadi 80, Suhu 37, tinggi fundus 2 jari
dibawah pusat, tonus uterus baik, ibu R berkemih dan
pengeluaran urin 250 cc, sedikit perdarahan pervaginam.
 23.35: TD 110/70 mmHg, Nadi 80, tinggi fundus 2 jari dibawah
pusat, tonus uterus baik, kandung kemih kososng, sedikit
perdarahan pervaginam.

Kasus 4

Seorang perempuan berusia 30 tahun P3A0 melahirkan bayi laki-lakinya 6 jam


yang lalu secara normal, plasenta lahir lengkap, bayi langsung menangis, BB
3200 gram, PB 48 cm, hasil pemeriksaan didapatkan TD 90/60 mmHg, Nadi
89x/menit, suhu 38,0 0C, TFU 2 cm di bawah umbilicus, perdarahan 600 ml, ibu
tampak lemah dan mengeluh sakit pada bagian jahitan episiotomi.

Berdasarkan kasus diatas maka lakukanlah :

1. Pengkajian menyeluruh dan analisa data pada pasien tersebut


2. Jelaskan diagnose keperawatan yang muncul dan perencanaan pada pasien
tersebut
3. Lakukan implementasi keperawatan pada pasien tersebut

186
Kasus 5

Seorang perempuan usia 25 tahun, P1A0 melahirkan bayinya secara spontan 8


jam yang lalu, jenis kelamin laki-laki BB 3.800 gram, PB 47 cm, Apgar score 9.
Plasenta Lahir Lengkap, ibu mengeluh badannya panas, Payudara terasa sakit
jika disentuh,bengkak, putting masuk kedalam dan saat belum ada ASI yang
keluar. Setelah anamnesa ibu ingin diajarkan oleh perawat tentang senam nifas.

Berdasarkan kasus diatas maka lakukanlah :

1. Pengkajian menyeluruh dan analisa data pada pasien tersebut


2. Jelaskan diagnose keperawatan yang muncul dan perencanaan pada
pasien tersebut
3. Lakukan implementasi keperawatan pada pasien tersebut

187

You might also like