You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN HEMATEMESIS MELENA DI RUANG ANTURIUM RSD


dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Wahyu Agung Pribadi, S.Kep
NIM 182311101087

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga
abdomen bawah diafragma. Regia lambung terdiri atas bagian jantung, fundus,
badan organ, dan bagian pilorus (Sloane, 2003).

Gambar 1. Anatomi lambung

a. Bagian jantung lambung adalah area disekitar pertemuan esofagus dab


lambung (pertemuan gastroesofagus)
b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus
c. Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus, yang
membentuk dua pertiga bagian lambung. Tepi medial badan lambung yang
konkaf disebut kurvatur kecil, tepi lateral badan lambung yang konveks
disebut kurvatur besar.
d. Pilorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan membuka ke
duodenum. Antrum pilorus mengarah ke mulut pilorus yang dikelilingi
sfingter pilorus muskular tebal.
Dinding lambung terdapat tiga lapisan jaringan dasar (mukosa, submukosan,
dan jaringan muskularis) beserta modifikasinya.
a. Muskularis eksterna pada bagian fundus dan badan lambung mengandung
lapisan otot melintang tambahan. Lapisan otot tambahan ini membantu
keefektifan pencampuran dan penghancuran isi lambung.
b. Mukosa membentuk lipatan-lipatan (ruga) longitudinal yang menonjol
sehingga memungkinkan pereganggan dinding lambung. Ruga terlihat saat
lambung kosong dan akan menghalus saat lambung meregang terisi
makanan.
c. Ada kurang lebih 3 juta pit lambung diantara ruga-ruga yang bermuara
pada sekitar 15 juta kelenjar lambung. Kelanjar lambung yang dinamakan
sesuai letakknya, menghasilkan 2-3 liter cairan lambung. Cairan lambung
mengandung enzim-enzim pencernaan, asam klorida, mukus, garam-
garaman, dan air.

Fungsi lambung antara lain:


a. Penyimpanan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan
adanya interval waktu yang panjanf antara saat makan dan kemampuan
menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan dapat
terakomodasi dibagain bawah saluran.
b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus
(massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari
bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum.
c. Gigesti protein. Lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin
dan asam klorida.
d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier
setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari
sekresinya sendiri.
e. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya
sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada
dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang
tidak jelas.
f. Produksi faktor intrinsik
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal. Vitamin
𝐵12didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin 𝐵12dibawa ke ileum usus
halus, tempat vitamin 𝐵12 diabsorbsi.

Lambung berfungsi mensekresi enzim pencernaan, yaitu:


a. Kelenjar jantung ditemukan diregia mulut jantung. Kelenjar ini hanya
mensekresi mukus.
b. Kelenjar fundus (lambung) terdiri dari tiga sel.
1) Sel chief (zimogenik) mensekresi pepsinogen yang diubah menjadi
pepsin, yaitu untuk memecah protein menjadi ukuran yang lebih kecil
lagi yaitu pepton agar dapat diangkut oleh pembuluh darah. Kelenjar
ini mensekresi lipase yang menhidrolisi lemak susu menjadi asam
lemak dan gliserol dan renin lambung mengendapkan
kasein/proteinsusu dari air susu.
2) Sel parietal mensekresi asam klorida (HCL) dan faktor intrinsik.
Fungsi HCL atau asam klorida adalah untuk mengubah pH lambung
sehingga menjadi lebih asam atau pHnya turun 1-3. Hal itu dapat
menyebabkan terbunuhnya kuman yang masuk bersama makanan,
mengaktifkan enzim yang dihasilkan pepsin, mengatur membuka dan
menutupnya klep antara lambung dan duodenum, dan merangsang
sekresi getah usus. Bila makanan yang masuk ke lambung sedikit,
produksi HCL sedikit pula. Bila makanan yang masuk ke lambung
banyak maka produksi HCL banyak pula. Bila dalam keadaan emosi
atau stres dapat terjadi jumlah makanan yang masuk sedikit, tetapi
sekresi HCL berlebihan. Hal itu dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan selaput lendir lambung, yaitu menimbulkan radang atau
ulkus.
3) Sel leher mukosa ditemukan pada bagia leher semua kelenjar
lambung. Sel ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan
melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau
autodigesti.
c. Kelenjar pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenjar ini
mensekresi mukus dan gastrin, suatu hormon peptida yang berfungsi untuk
merangsang sekresi lambung, meningkatkan motilitas usus dan lambung,
mengkonstriksikan sfingter esofagus bawah dan merelaksasi sfingter
pirolus.

B. KONSEP DASAR
1. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal.
Hematemesis menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen
Treitz). Melena menandakan darah telah berada dalam saluran cerna selama
minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan, lebih mungkin
terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna adalah hematochezia
yaitu buang air besar berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan darah
atau anemia, seperti sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan
saluran cerna bagian bawah, meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang
berdarah masif dimana transit time dalam usus yang pendek.
Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai
di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi
karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum (Leina,
2005). Hematemesis paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis
atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas.

2. Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh
perdarahan saluran cerna bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika
dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan,
uremia dan sebagainya.

3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya hematemesis melena adalah sebagai berikut:
1) Kelainan di esofagus
a. Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Untuk mengetahui adanya varises esofagus
dilakukan pemeriksaan endoskopi.
b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis,
hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada
endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus
dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada
akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah
hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan
disebabkan oleh karsinoma esofagus.
d. Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria
muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras
tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCl, yang bersifat
korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah
darah penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut.
Dada dan epigastrum.
e. Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2) Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-
obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau
sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum
alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang
berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena
rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa
nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melene
lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa
pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan
badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3) Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4) Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5) Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.

4. Patofisiologis
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen
anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal
masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami
kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi
berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL
lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin.
Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus
atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan
pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.
Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena.
Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan
berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat
pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode perdarahan tunggal.

5. Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1) Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah,
nafsu makan turun dan diare.
2) Muntah darah (hematemesis)
3) Mengeluarkan tinja kehitaman (melena)
4) Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
5) Denyut nadi cepat, TD rendah
6) Akral teraba dingin dan basah
7) Nyeri perut
8) Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
9) Demam, berat badan turun, lekas lelah.
10) Ascites, hidratonaks dan edemo.
11) Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
12) Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-
hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
13) Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa,
wasir dan varises esofagus.

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh hematemesis melena adalah
sebagai berikut:
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena pendarahan dapat terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan
volume intravaskuler. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam
darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu
kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di
dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada atau tidaknya varises.
b. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberondokop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara
darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat di kota besar saja.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita pendarahan saluran makan bagian atas harus sedi
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan
saluran makan bagian atas meliputi:
1) Tirah baring.
2) Diit makanan lunak.
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfuse darah.
4) Pemberian transfusi darah bila terjadi pendarahan yang luas (hematemesis
melena).
5) Infus cairan langsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
pendarahan.
8) Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatic seperti vitamin K, 4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
berguna untuk menanggulangi pendarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic.
1. Clinical Pathway

varises esofagus, ulkus peptikum, sirosis hepatis, Ca esofagus, Gastritis

Peningkatan tekanan vena porta Kurangnya informasi penyakit

Vena mengembang dan membesar


Defisien pengetahuan
Nyeri akut Reaksi peradangan Peradangan /inflamasi

Pembuluh darah mudah pecah Perubahan status kesehatan

Pembuluh darah saluran cerna pecah Gejala meningkat

Risiko infeksi perdarahan saluran cerna Ansietas

Nafsu manakan Mual, muntah Syok hipovolemi HB menurun Anemia Perdarahan


menurun
Anoreksia Plasma menurun Peningkatan tekanan kapiler
Resiko Perdarahan terus-
Kelemahan keseimbangan menerus
Ketidakseimbangan Risiko syok Protein plasma hilang
cairan dan
Hambatan nutrisi : kurang dari elektrolit Kehilangan cairan Odema
aktivitas kebutuhan tubuh
berlebih
Penekanan pembuluh darah
Defisien volume
cairan Penurunan perfusi jaringan

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
C. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita melena mengeluhakan muntah darah dan BAB
darah serta penurunan nafsu makan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Hematemesis melena diraskan secara tiba-tiba dan apabila tidak dilakukan
pengnanganan maka akan berkembang semakin parah.
4. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pasien sebelumnya belum pernah menderitakasus yang sama tetapi
mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya
hematemesis melena yaitu riwayat gastritis, serosis hepar, varises dan ulkus
peptikum.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya hematemesis melena dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola yang tidak sehat seperti kebiasaan makan
yang tidak teratur.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alcohol,dan penggunaan obat-obatan bisa
menjadi faktor predisposisitimbulnya penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pola nutrisi pasien dengan hematemesis melena perlu dikaji sebelum dan
selama di rumah sakit karena secara umum pasien akan mengalami
penurunan berat badan secara significant.
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya keluhan pasien dalam memenuhi
kebutuhan dalam bereliminasi baik pola eliminasi BAB maupun BAK.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas pasien perlu dikaji karena pasien dengan hematemesis
melenaakan mengalami gangguan akibat adanya cairan yang di keluarkan
berlebihan sehingga tubuh seakin lemas.
e. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur pada pasien dengan hematemesis melena akan
mengalami gangguan akibat nyeri dan kecemasan yang dialami.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Perlu dikaji adanya gangguan persepsi dan sensori akibat adanya proses
penyakit.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala hematemesis melena sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini
akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
suatu penyakit.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
penyakit bronchitis, maka perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi
dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap
stressor.
k. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang
Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stress yang konstruktif.
7. Pemeriksaan khusus yang biasanya terjadi pada hematemesis melena
Adapun pengkajian pada pasien kematemesis melena antara lain :
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah darah kronis, mis : DI kronis, ektremitas
pucat pada kulit dan membrane mukosa, pengisian kapiler
melambat.
3. Eliminasi
Gejala : hematemesis, feses dengan darah segar, melena, distensi
abdomen.
4. Makanan/ cairan
Gejala : anoreksia, mual.
5. Neurosensory
Gejala : penurunan kesadaran, sakit kepala.
6. Nyeri
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
7. Pernafasan
Gejala : pernafasan pendek pada istirahat dan aktivitas.
8. Integument
Gejala : kulit dingin, kering dan pucat, pengisian kapiler ≥3 detik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan terus-menerus
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai darah yang
kurang
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat
4. Risiko syok berhubungan dengan jumlah plasma yang berkurang akibat HB
turun
5. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan syok
hipovolemi
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
9. Risiko infeksi berhubungan dengan pembuluh darah yang mudah pecah
10. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit
11. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
A. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional


(NOC)
1. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor hasil 1. Mendeteksi hoeostasis
berhubungan dengan keperawatan ....x 24jam laboratorium dan atau ketidakseimbangan
perdarahan terus- diharapkan keseimbangan cairan observasi tanda-tanda dan membantu
menerus dapat terpenuhi dengan kriteria perdarahan menentukan kebutuhan
hasil: penggantian
1. Membrane mukosa lembab 2. Pantau input dan 2. Memberikan informasi
2. Turgor kulit elastis outpun pasien. tentang keseimbangan
3. Intake dan output balance cairan, fungsi ginjal, dan
4. BAB normal (minimal 1x/ control penyakit usus juga
hari dan tidak berwarna pedoman untuk
hitam) penggantian cairan
3. Pertahankan tirah 3. Aktivitas atau muntah
baring, jadwalnkan dapat meningkatkan
aktivitas untuk tekanan intra abdominal
memberikan periode dan dapat mencetuskan
istirahat tanpa perdarahan
gangguan
4. Observasi kulit kering, 4. Menunjukkan kehilangan
membran mukosa, cairan berlebihan
penurunan turgor kulit
5. Catat tinkat kesadaran 5. Perubahan dapat
menunjukkan penurunan
perfusi jaringan infus
sekunder terhadap
hipovolemi
6. Observasi tanda-tanda 6. Mencegah terjadinya
syok perdarahan yang
berlebihan
7. Anjurkan klien minum 7. Mengatasi kehilangan
banyak 2-3 liter/hari cairan berlebihan dan
mengatasi terjadinya
dehidrasi
8. Kolaborasi dengan tim 8. Untuk mengatasi
medis mengenai terapi kehilangan cairan berlebih
cairan dan anti
perdarahan

9. Kolaborasi dengan tim 9. Darah lengkap


medis dalam pemberian diindikasihkan untuk
darah lengkap segar/sel perdarahan akut, karena
darah merah darah simpanan dapat
kekurangan faktor
pembekuan
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan Circulation Precaution
jaringan perifer keperawatan selama ...x24 jam
1. Kaji secara 1. Capillary refill time, akral,
berhubungan dengan diharapkan perfusi jaringan
suplai darah yang perifer klien efektif dengan komprehensif sirkulasi dan suhu ekstremitas
kurang kriteria hasil: perifer (CRT, akral, menunjukkan status
suhu ekstremitas) sirkulasi perifer
Tissue Perfusion: Peripheral 2. Hindari adanya luka 2. Apabila ada luka pada
1. CRT pada jari tangan klien < pada area dengan area sirkulasi maka proses
3 detik penurunan sirkulasi penyembuhannya akan
2. CRT pada jari kaki klien < 3 terhambat karena sirkulasi
detik yang tidak adekuat, maka
3. Denyut perifer teraba kuat harus dihindari adanya
Akral pada Ekstremitas klien 3. Anjurkan klien untuk luka
tidak dingin) mempertahankan 3. Asupan cairan adekuat
4. Tekanan darah sistolik 110- asupan cairan adekuat mencegah peningkatan
130 mmHg) viskositas darah yang
5. Tekanan darah diastolik 70- 4. Pantau TTV klien tiap 8 memperburuk sirkulasi
90 mmHg jam 4. Gambaran tekanan darah
Skin Surveilance dan nadi menunjukkan
status sirkulasi klien
5. Pantau denyut nadi
perifer
5. Denyut nadi perifer perlu
dikaji untuk mengetahui
status sirkulasi perifer
adekuat atau tidak

3. Nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan Terapi nutrisi:


kebutuhan tubuh keperawatan selama ...x24 jam 1. Kaji status nutrisi klien 1. Pengkajian penting untuk
berhubungan dengan diharapkan nutrisi klien seimbang mengetahui status nutrisi
intake makanan tidak dengan kriteria hasil: klien dapat menentukan
adekuat intervensi yang tepat
a. Status nutrisi: 2. Monitor masukan 2. Dengan mengetahui
- Masukan nutrisi adekuat makanan atau cairan dan masukan makanan atau
- Masukan makanan dalam hitung kebutuhan kalori cairan dapat mengetahui
batas normal harian. apakah kebutuhan kalori
b. Status nutrisi : masukan harian sudah terpenuhi atau
nutrisi: belum.
- Masukan kalori dalam 3. Tentukan jenis makanan 3. Memenuhi kebutuhan
batas normal yang cocok dengan tetap nutrisi klien dengan tetap
- Nutrisi dalam makanan mempertimbangkan memperhatikan aspek
cukup mengandung aspek agama dan budaya agama dan budaya klien
protein, lemak, klien sehingga klien bersedia
karbohidrat, serat, vitamin, mengikuti diet yang
mineral, ion, kalsium, ditentukan.
sodium 4. Anjurkan untuk 4. Dapat membantu
c. Status nutrisi : hitung menggunakan suplemen meningkatkan status nutrisi
biokimia nutrisi sesuai indikasi. selain dari diet yang
- Serum albumin dalam batas ditentukan..
normal (3,4-4,8 gr/dl) 5. Jaga kebersihan mulut, 5. Menjaga kebersihan mulut
d. Nausea and vomiting severity ajarkan oral higiene pada dapat meningkatkan nafsu
(keparahan mual muntah) klien/keluarga. makan.
- Klien mengatakan tidak ada 6. Kolaborasi dengan ahli 6. Untuk menentukan jumlah
mual gizi untuk menentukan kalori dan jenis nutrisi
- Klien mengatakan tidak jumlah kalori dan jenis yang sesuai dengan
muntah nutrisi kebutuhan klien.
Penanganan berat badan:
- Tidak ada peningkatan 7. Timbang berat badan 7. Dengan memantau berat
sekresi saliva klien secara teratur. badan klien dengan teratur
e. Appetite (nafsu makan) dapat mengetahui kenaikan
Menunjukkan peningkatan ataupun penurunan status
nafsu makan, dengan kriteria gizi.
hasil : 8. Pantau hasil 8. Kadar albumin dan
- Keinginan klien untuk makan laboratorium, seperti elektrolit yang normal
meningkat kadar serum albumin, menunjukkan status nutrisi
- Intake makanan adekuat dan elektrolit. baik. Sajikan makanan
dengan menarik.
Nausea management
(manajemen mual)
9. Dorong klien untuk 9. Dengan mendorong klien
mempelajari strategi untuk mempelajari strategi
untuk memanajemen manajemen mual, akan
mual membantu klien untuk
melakukan manajemen
mual secara mandiri.
10. Anjurkan untuk makan 10. Pemberian makan secara
sedikit demi sedikit sedikit demi sedikit baik
untuk mengurangi rasa
penuh dan enek di perut.
1) Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah,
atau dimodifikasi

D. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan penyakit Hamatemesis melena
adalah Tindakan rehabilitasi yaitu seseorang yang dalam kondisi sehat
diharapkan dapat melakukan pemeriksaan ke dokter/kontrol/laboratorium
untuk memeriksakan fungsi dan keadaan saluran cernanya serta banyak
mengkonsumsi air putih. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyakit gagal ginjal adalah:
a. Jaga agar pasien dengan risiko (misalnya pasien dengan ikterus obstruktif)
tetap dalam kondisi hidrasi yang baik pra- dan perioperatif.
b. Pantau fungsi saluran cerna secara teratur pada pasien
c. Merubah gaya hidup yang kurang sehat menjadi gaya hidup yang sehat
dengan banyak mengkonsumsi air putih.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, E., Daly, J., dan Elliot, D. 2009. Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: EGC
Davey, P. 2005. At Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2014. Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease: Global Strategy for the
Diagnosis, Management, and Preventation of Chronic Pulmonary Disease.
[serial online].
http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Report_2014_Jan23.
pdf. [29 November 2015].

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kemenkes. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022


tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. [serial
online].http://www.btklsby.go.id/wp-
content/uploads/2010/07/KEPMENKES-1022-THN-2008-TTG-
PEDOMAN-PENGENDALIAN-PPOK.pdf. [29 November 2015].

Kumar, R. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang: Binarupa


Aksara.

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, A. 2012.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruktif


Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
[serialonline]. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
ppok/ppok.pdf. [29 November 2015].
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


prosesPenyakit. Volume 2.Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Volume 1.Edisi 8.Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. 2001.
Jakarta: EGC

Somantri, I. 2008. Keperawatan Medikal Bedah pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika

You might also like