Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Seperti masalah-masalah yang dihadapi saat ini adalah dimana ada seorang dokter yang
tidak berpegang pada etika dan hukum profesinya. Dalam bekerja, seharusnya dokter dan tenaga
medis mengutamakan kaidah dasar bioetik. Tetapi dr. P sudah dapat dikatakan seorang dokter yang
belum menjalankan profesinya dengan benar sebagaimana menurut kaidah dasar bioetik karena dr.
P mendelegasikan tugas kepada dokter lain tanpa mengomunikasikannya kepada pasien
bersangkutan, sehingga masalah ini akan dibahas menurut pertimbangan beneficence, autonomy,
non-beneficence, dan justice sesuai dengan masalah yang dialami sang pasien.
Pembahasan
Etika Kedokteran
Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan
keempat kebutuhan dasar diatas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien.
Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas terutama
kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Etika dalam disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau
perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar salah dari
sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya.Terdapat dua teori
etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan teleology.Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatanya itu
sendiri sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya.
Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan teleology lebih kearah
penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).1
Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan
4 kaidah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien.
Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi yang rasional dan keputusan sendiri. Pada
prinsip autonomi ini, tidak ada yang dapat mengatur keputusan hak pribadi pasien. Prinsip moral inilah
yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan kebaikan pasien.
Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi
baiknya lebih besar daripada sisi buruknya. Tugas ini dianggap merupakan kompetensi pribadi dan diterima
sebagai tujuan umum dari kedokteran. Tujuan ini diaplikasikan baik pada pasien dalam bentuk individu
ataupun kebaikan pada komunitas.
3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”. Untuk menciptakan standar
yang meminimalisasi resiko merugikan pasien, maka diperlukan dukungan tidak hanya dari moral semata
tetapi dari standar hukum yang berlaku pada masyarakat.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Secar fakta, yang digunakan dalam komunitas dalam
menegakkan keadilan distributive ialah dengan beberapa variabel :
- Setiap orang dengan kedudukan yang sama
- Setiap orang menurut keperluannya
- Setiap orang menurut usahanya
- Setiap orang menurut kontribusinya1,
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity ( berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy
(menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyality dan
promise keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas yan harus dijadikan pedoman dalam mengambil
keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan
berperilaku.Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin dalam
sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu “kontrak moral” antara dokter
dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan “kontrak kewajiban moral”
antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat
kepada para dokter.Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat
dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi “pemimpin” dari kewajiban
dalam hukum kedokteran.Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.2
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain,
mencegah terjadi kerugian pada yang lain, dan
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.
Specific beneficence :
menolong orang cacat, dan
menyelamatkan orang dari bahaya.
Jenis-jenis Keadilan
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis keadilan:
a) Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b) Distributif (membagi sumber) : membagikan sesuatu kepada semua orang yang membutuhkan
tanpa memandang dan membeda-bedakan.
c) Sosial : kebajikan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
d) Hukum (umum) :
Pengaduan
Pasal 66 (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.3
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat: identitas pengadu; nama dan alamat
tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan alasan pengaduan. 3
Pemeriksaan
Pasal 67 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. 3
Keputusan
Pasal 69 (1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.2,3
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: pemberian peringatan
tertulis; rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan. 2,3
Informed Concent
Informed consent adalah proses yang menunjukkan komunikasi efektif antara dokter dengan
pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan
terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukan sebagai perjanjian antara dua
pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Elemen informed consent, yaitu:5
1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke
arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan
sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat
keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi
hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi
membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.Dewasa diartikan sebagai usia
telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan
mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya
terganggu.5
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Pengertian "berdasarkan pemahaman yang adekuat" membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat
mencapai pemahaman yang adekuat.Dalam hal ini, seberapa "baik" informasi harus diberikan
kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu:
Standar Praktek Profesi
bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi ditentukan
bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary practices of a
professional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-
nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan
kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.Dalam standar
ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan diatas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat,
misalnya : risiko yang "tidak bermakna" (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin
bermakna dari sisi sosial / pasien.5
Standar Subyektif
bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir
mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual
dianut oleh pasien.5
Standar pada reasonable person
merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila
informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam. Sub-elemen
pemahaman (understanding) dipengaruhi oleh penyakitnya, irrasionalis dan imaturitas. Banyak
ahli yang mengatakan bahwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggap telah lalai
melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat.5
3. Consent Elements
Terdiri dari dua bagian, yaitu: voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization
(persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan.
Pasien harus bebas dari "tekanan" yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
"dibiarkan" apabila tidak menyetujui tawarannya. Banyak ahli masih berpendapat bahwa
melakukan persuasi yang "tidak berlebihan" masih dapat dibenarkan secara moral. Consent dapat
diberikan :5
a. dinyatakan (expressed)
dinyatakan secara lisan
dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari,
umumnya pada tindakan invasif atau berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna.
Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif
harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun
consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.5
Aspek Displin
Disiplin kedokteran adalah aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter. Dalam disiplin kedokteran terdapat
beberapa pelanggaran seperti:
Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada
pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran
Penjelasan:
a. Pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to information), dan oleh
karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa yang dipahami oleh pasien atau
penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien.
b. Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi: diagnosis medik,
tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif tindakan medik lain, risiko tindakan
medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
c. Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan yang akan
dijalaninya.
d. Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya kematian pasien,
kecuali atas kehendak pasien
Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau
wali atau pengampunya. Penjelasan:
a. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya (well informed)
sehingga pasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self determination)
untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan dokter
kepadanya.
b. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi)
dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan persetujuan
secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan
dapat diberikan oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau
wali atau pengampunya (proxy).
c. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis atau lisan,
termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang mempunyai risiko
tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis.
d. Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki pendamping,
maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan pasien yang berada dalam
keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien.
e. Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan harus dari pihak
suami/istrif.
Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan atau etika profesi. Penjelasan:
a. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam medik secara benar
dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan rekam medik
merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan
Menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan etika profesi. Dengan penjelasannya
a. Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik yang
mengharuskan tindakan tersebut.
b. Penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang mengorbankan nyawa
janinnya dilakukan oleh setidaknya dua dokter.2
Aspek Hukum
Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 21, setiap tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Bagi tenaga
kesehatan jenis tertentu (tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya, dokter,
dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk : menghormati hak pasien,
menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, memberikan infomasi yang berkaitan
dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan, membuat dan memelihara rekam medis. Dalam pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri
dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan berupa teguran atau pencabutan ijin untuk melakukan
upaya kesehatan.
Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan
yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum
di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan
membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun
perbuatan manusia).
Dasar hukum.
Pasal 322 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang itu
Kesimpulan
Dalam dunia kesehatan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien memiliki peranan
yang sangat penting untuk mencapai hasil pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tepat. Selain
hubungan dokter dengan pasien, hubungan antar rekan sejawat pun harus terjalin dengan baik.
Seorang dokter harus dapat mengikuti etika, disiplin dan hukum yang telah berlaku dalam dunia
kedokteran agar tidak terjadi tindakan-tindakan kelalaian yang dapat merugikan untuk pasien
ataupun dokter itu sendiri.