You are on page 1of 19

PBL 27 - Etika, Disiplin dan Profesionalisme Dokter

Etika, Disiplin dan Profesionalisme Dokter


Agung Ganjar Kurniawan
102010169
Kelompok : B - 6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Seperti masalah-masalah yang dihadapi saat ini adalah dimana ada seorang dokter yang
tidak berpegang pada etika dan hukum profesinya. Dalam bekerja, seharusnya dokter dan tenaga
medis mengutamakan kaidah dasar bioetik. Tetapi dr. P sudah dapat dikatakan seorang dokter yang
belum menjalankan profesinya dengan benar sebagaimana menurut kaidah dasar bioetik karena dr.
P mendelegasikan tugas kepada dokter lain tanpa mengomunikasikannya kepada pasien
bersangkutan, sehingga masalah ini akan dibahas menurut pertimbangan beneficence, autonomy,
non-beneficence, dan justice sesuai dengan masalah yang dialami sang pasien.

Pembahasan

Etika Kedokteran
Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan
keempat kebutuhan dasar diatas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien.
Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas terutama
kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Etika dalam disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau
perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar salah dari
sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya.Terdapat dua teori
etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan teleology.Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatanya itu
sendiri sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya.
Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan teleology lebih kearah
penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).1
Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan
4 kaidah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien.
Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi yang rasional dan keputusan sendiri. Pada
prinsip autonomi ini, tidak ada yang dapat mengatur keputusan hak pribadi pasien. Prinsip moral inilah
yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan kebaikan pasien.
Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi
baiknya lebih besar daripada sisi buruknya. Tugas ini dianggap merupakan kompetensi pribadi dan diterima
sebagai tujuan umum dari kedokteran. Tujuan ini diaplikasikan baik pada pasien dalam bentuk individu
ataupun kebaikan pada komunitas.
3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”. Untuk menciptakan standar
yang meminimalisasi resiko merugikan pasien, maka diperlukan dukungan tidak hanya dari moral semata
tetapi dari standar hukum yang berlaku pada masyarakat.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Secar fakta, yang digunakan dalam komunitas dalam
menegakkan keadilan distributive ialah dengan beberapa variabel :
- Setiap orang dengan kedudukan yang sama
- Setiap orang menurut keperluannya
- Setiap orang menurut usahanya
- Setiap orang menurut kontribusinya1,
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity ( berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy
(menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyality dan
promise keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas yan harus dijadikan pedoman dalam mengambil
keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan
berperilaku.Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin dalam
sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu “kontrak moral” antara dokter
dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan “kontrak kewajiban moral”
antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat
kepada para dokter.Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat
dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi “pemimpin” dari kewajiban
dalam hukum kedokteran.Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.2

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)


Kode etik dapat diibaratkan sebagai suatu kompas yang menunjukan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus menjamin mutu moral suatu profesi di mata masyarakat. Adapun kode etik
kedokteran Indonesia terdiri dari empat kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji
dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan professional secara
independen dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya untuk kepentingan dan
kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien
Pasal 10
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 11
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikankeseluruhan aspek
pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial,
serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan
dan bidang lainnya dan masyarakat, harus saling menghormati.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 14
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya ,ia wajib menujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu
Pasal 15
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah pribadi
lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanyaatau berdasarkan prosedur yang etis.
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.1,2

Hubungan dokter pasien


Dahulu hubungan dokter pasien bersifat partenalistik. Di mana pada model ini dokter
bagaikan orang tua dan pasien sebagai anak sehingga apa yang dikatakan dokter adalah mutlak
dan tidak ada kebebasan bagi pasien dalam memilih terapai dan tindakan medis. Sifat hubungan
ini dianggap kurang tepat sehingga munculah model hubungan social contract dimana pada model
hubungan ini dikatakan bahwa dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang bebas, yang meskipun
memiliki perbedaan kapasitas dalam membuat keputusan tetapi saling menghargai. Model
hubungan sosial kontrak ini mengharuskan terjadinya pertukaran informasi dan negosiasi sebelum
terjadinya kesepakatan, namun juga memberikan peluang bagi pasien untuk menyerahkan
pengambilan keputusan kepada dokter. Model hubungan ini dianggap terlalu menyerdahanakan
nilai hubungan dokter dan pasien .sehingga dicetuskan suatu model hubungan dokter pasien yang
berdasarkan virtue dianggap paling cocok sebagai model hubungan dokter pasien.
Pada model hubungan virtue baik dokter maupun pasien harus tetap berdialog untuk
menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan
pasien. Dalam melakukan komunikasinya dokter diharuskan menanamkan prinsip-prinsip moral,
termasuk informed consent yang bearasal dari prinsip otonomi pasien.3
Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran. Terdapat
kewajiban sebagai rambu-rambu dalam proses hubungan tersebut. Kewajiban tersebut tertuang
dalam prinsip-prinsip moral profesi ,yaitu:
 Autonomy (Menghormati hak pasien)
Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri) dan kedua,
setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.1,2
Pada umumnya, autonomy dikaitkan dengan permintaan persetujuan kepada pasien atas
apa yang akan dokter lakukan. Jika pasien menolak saran pengobatan dari dokter, maka dokter
harus menghormati keputusan pasien dan tidak boleh memaksakan sarannya kepada pasien.
Poin-poin dalam Menentukan Autonomy
Ada 13 poin dalam proses menentukan autonomy yaitu:
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien,
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif),
3. Berterus terang,
4. Menghargai privasi,
5. Menjaga rahasia pasien,
6. Menghargai rasionalitas pasien,
7. Melaksanakan informed consent,
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri,
9. Tidak menginterbensi atau menghalangi autonomi pasien,
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk keluarga pasien
sendiri,
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi,
12. Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien, dan
13. Menjaga hubungan (kontrak).

 Beneficence (Berorientasi pada kebaikan pasien)


Mengutamakan kepentingan pasien adalah pengertian beneficence secara menyeluruh dan
mendasar. Sikap mencegah kerugian, menyeimbangkan antara keuntungan dan kerugian pasien,
mengusahakan agar keuntungan bagi pasien lebih banyak merupakan prinsip dari beneficence.
Menghormati pasien apa pun keadaannya merupakan ciri khas beneficence. Dalam beneficence,
seorang dokter dituntut untuk lebih mengutamakan pasien dan lebih memperhatikan pasien
sehingga pasien dapat terjaga dengan baik kesehatannya.

Dua Jenis Umum Beneficence

 General beneficence :
 melindungi & mempertahankan hak yang lain,
 mencegah terjadi kerugian pada yang lain, dan
 menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.

 Specific beneficence :
 menolong orang cacat, dan
 menyelamatkan orang dari bahaya.

Poin-poin dalam Menentukan Beneficence


Ada 13 poin dalam proses menentukan beneficence yaitu:
1. Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain),
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia,
3. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter,
4. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya,
5. Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang,
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia,
7. Pembatasan “goal based”,
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien,
9. Minimalisasi akibat buruk,
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat,
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan,
12. Tidak menarik honorarium di luar kepantasan,
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan.

 Non maleficence (Tidak memperburuk keadaan pasien)


Seorang dokter tidak boleh berbuat jahat atau membuat pasien menderita sehingga pasien
tidak dirugikan. Dalam non maleficence, dokter harus bisa mencari cara bagaimana agar pasien
tidak bertambah buruk dan berusaha agar mengurangi akibat buruk yang dapat terjadi. Umumnya,
non maleficence dapat ditemukan pada kasus gawat darurat.

Poin-poin dalam Menentukan Non Maleficence


Ada 13 poin dalam proses menentukan non maleficence yaitu:
1. Menolong pasien emergensi,
2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya (darurat) atau beresiko hilangnya sesuatu yang amat
berbahaya (gawat),
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut,
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif,
d. Manfaat bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal),
3. Mengobati pasien yang luka,
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia),
5. Tidak menghina / mencaci maki / memanfaatkan pasien,
6. Tidak memandang pasien hanya sebagai obyek,
7. Mengobati secara tidak proposional,
8. Tidak mencegah pasein dari bahaya,
9. Menghindari misrepresentasi dari pasien,
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian,
11. Tidak memberikan semangat hidup,
12. Tidak melindungi pasien dari serangan, dan
13. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/kerumah-sakitan yang merugikan
pihak pasien/keluarganya.

 Justice (Meniadakan diskriminasi)


Memberikan perlakuan yang sama kepada semua pribadi dalam posisi dan dalam keadaan
uang yang sama. Tidak membeda-bedakan apa pun alasannya agar tidak terjadi perasaan tidak adil
ketika satu pribadi melihat pribadi lainnya yang diberi perlakuan berbeda dengan dirinya. Tidak
memandang SARA atau pun status sosial dalam melayani pasien.

Jenis-jenis Keadilan
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis keadilan:
a) Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b) Distributif (membagi sumber) : membagikan sesuatu kepada semua orang yang membutuhkan
tanpa memandang dan membeda-bedakan.
c) Sosial : kebajikan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
d) Hukum (umum) :

 Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang


berhak.
 Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)
mencapai kesejahteraan umum.3

Poin-poin dalam Menentukan Justice


Ada 13 poin dalam proses menentukan justice yaitu:

1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal,


2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan,
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama,
4. Menghargai hak sehat pasien (addordability, equality, accesibility, availibility, quality),
5. Menghargai hak hukum pasien,
6. Menghargai hak orang lain,
7. Menjaga kelompok rentan yang paling dirugikan,
8. Tidak membedakan pelayanan atas dasar SARA, status sosial, dll,
9. Tidak melakukan penyalahgunaan,
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien,
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya,
12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil,
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten.

Hak dan Kewajiban Pasien


Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dalam Pasal 45 ayat (3);
meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis; menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; mematuhi nasihat
dan petunjuk dokter atau dokter gigi; mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan; dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pengaduan
Pasal 66 (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.3
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat: identitas pengadu; nama dan alamat
tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan alasan pengaduan. 3

Pemeriksaan
Pasal 67 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. 3

Keputusan
Pasal 69 (1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.2,3
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: pemberian peringatan
tertulis; rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan. 2,3

Kewenangan dan Kompetensi Dokter


Pasal 35 (1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyaiwewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi
yang dimiliki, yang terdiri: mewawancarai pasien; memeriksa fisik dan mental pasien; menentukan
pemeriksaan penunjang; menegakkan diagnosis; menentukan penatalaksanaan dan pengobatan
pasien; melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi; menulis resep obat dan alat
kesehatan; menerbitkan surat keterangan dokter/dokter gigi; menyimpan obat dalam jumlah dan
jenis yang diizinkan; dan meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di
daerah terpencil yang tidak ada apotek.1,3

Hubungan dan kinerja teman sejawat


Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain, kinerja
maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Jika seorang dokter
memiliki kekhawatiran bahwa teman sejawatnya tidak dalam keadaan fit untuk praktek, dokter
tersebut harus mengambil langkah yang tepat tanpa penundaan, kemudian kekhawatiran tersebut
ditelaah dan pasien terlindungi bila diperlukan. Hal ini berarti seorang dokter harus memberikan
penjelasan yang jujur mengenai kekhawatiran terhadap seseorang dari tempat ia bekerja dan
mengikuti prosedur yang berlaku. Jika sistem setempat tidak memadai atau sistem setempat tidak
dapat menyelesaikan masalah dan seorang dokter masih mengkhawatirkan mengenai keselamatan
pasien, maka dokter harus menginformasikan badan pengatur terkait. 4

1. Menghormati teman sejawat


Seorang dokter harus memperlakukan teman sejawatnya dengan adil dan rasa hormat.
Seorang dokter tidak boleh mempermainkan atau mempermalukan teman sejawatnya, atau
mendiskriminasikamn teman sejawatnya dengan tidak adil. Seorang dokter harus tidak
memberikan kritik yang tidak wajar atau tidak berdasar kepada teman sejawatnya yang dapat
mempengaruhi kepercayaan pasien dalam perawatan atau terapi yang sedang dijalankan, atau
dalam keputusan terapi pasien.4
2. Berbagi informasi dengan teman sejawat
Berbagi informasi dengan teman sejawat lain sangatlah penting untuk keselamatan dan
keefektifan perawatan pasien. Ketika seorang dokter merujuk pasien, dokter tersebut harus
memberikan semua informasi yang relevan mengenai pasiennya, termasuk riwayat medis dan
kondisi saat itu. Jika seorang dokter spesialis memberikan terapi atau saran untuk seorang pasien
kepada dokter umum, maka ia harus memberitahu hasil pemeriksaan, terapi yang diberikan dan
informasi penting lainnya kepada dokter yang ditunjuk untuk kelangsungan perawatan pasien,
kecuali pasien tersebut menolak. 4

Informed Concent
Informed consent adalah proses yang menunjukkan komunikasi efektif antara dokter dengan
pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan
terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukan sebagai perjanjian antara dua
pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Elemen informed consent, yaitu:5

1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke
arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan
sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat
keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi
hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi
membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.Dewasa diartikan sebagai usia
telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan
mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya
terganggu.5

2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Pengertian "berdasarkan pemahaman yang adekuat" membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat
mencapai pemahaman yang adekuat.Dalam hal ini, seberapa "baik" informasi harus diberikan
kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu:
 Standar Praktek Profesi
bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi ditentukan
bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary practices of a
professional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-
nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan
kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.Dalam standar
ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan diatas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat,
misalnya : risiko yang "tidak bermakna" (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin
bermakna dari sisi sosial / pasien.5
 Standar Subyektif
bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir
mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual
dianut oleh pasien.5
 Standar pada reasonable person
merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila
informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam. Sub-elemen
pemahaman (understanding) dipengaruhi oleh penyakitnya, irrasionalis dan imaturitas. Banyak
ahli yang mengatakan bahwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggap telah lalai
melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat.5

3. Consent Elements
Terdiri dari dua bagian, yaitu: voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization
(persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan.
Pasien harus bebas dari "tekanan" yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
"dibiarkan" apabila tidak menyetujui tawarannya. Banyak ahli masih berpendapat bahwa
melakukan persuasi yang "tidak berlebihan" masih dapat dibenarkan secara moral. Consent dapat
diberikan :5
a. dinyatakan (expressed)
 dinyatakan secara lisan
 dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari,
umumnya pada tindakan invasif atau berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna.
Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif
harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun
consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.5
Aspek Displin
Disiplin kedokteran adalah aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter. Dalam disiplin kedokteran terdapat
beberapa pelanggaran seperti:
Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada
pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran
Penjelasan:
a. Pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to information), dan oleh
karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa yang dipahami oleh pasien atau
penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien.
b. Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi: diagnosis medik,
tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif tindakan medik lain, risiko tindakan
medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
c. Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan yang akan
dijalaninya.
d. Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya kematian pasien,
kecuali atas kehendak pasien
Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau
wali atau pengampunya. Penjelasan:
a. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya (well informed)
sehingga pasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self determination)
untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan dokter
kepadanya.
b. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi)
dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan persetujuan
secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan
dapat diberikan oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau
wali atau pengampunya (proxy).
c. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis atau lisan,
termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang mempunyai risiko
tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis.
d. Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki pendamping,
maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan pasien yang berada dalam
keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien.
e. Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan harus dari pihak
suami/istrif.

Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan atau etika profesi. Penjelasan:
a. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam medik secara benar
dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan rekam medik
merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan

Menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan etika profesi. Dengan penjelasannya
a. Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik yang
mengharuskan tindakan tersebut.
b. Penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang mengorbankan nyawa
janinnya dilakukan oleh setidaknya dua dokter.2

Aspek Hukum
Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 21, setiap tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Bagi tenaga
kesehatan jenis tertentu (tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya, dokter,
dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk : menghormati hak pasien,
menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, memberikan infomasi yang berkaitan
dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan, membuat dan memelihara rekam medis. Dalam pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri
dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan berupa teguran atau pencabutan ijin untuk melakukan
upaya kesehatan.
Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan
yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum
di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan
membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun
perbuatan manusia).
Dasar hukum.
Pasal 322 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang itu

Pasal 170 KUHP


(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia,
dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal
yang dipercayakan kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.pasal 48
KUHPBarang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 21
1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga
kesehatan.
2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu dalam ayat ini
adalah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya, dokter, dokter gigi, perawat. )
dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
a. a. menghormati hak pasien;
b. b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
d. d meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. e. membuat dan memelihara rekam medis. ,
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut olehMenteri.
Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar
profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas
profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa
baik karena alam maupun perbuatan manusia)
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.2
Kelalaian Medik
Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki
kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada
umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat
dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya)
bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 6
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance.
 Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful
atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan
tindakan medis sudah improper).
 Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak
tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi
prosedur.
 Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-
bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips, and lapses), namun
pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian,
sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang
tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk.6
Malpraktek Medis
Malpraktek medic adalah kelalaian seorang dokter untuk menggunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran lingkungan yang sama, yang dimaksud dengan kelalaian disini adalah
sikap kurang hati-hati yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-
hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut, kelalaian diartikan pula dengan melakukan
tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medic.
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (criminal),
kelainan mennunjukan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang
sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya resiko yang
bisa meyebabkan orang lain terluka atau mati. Sehingga harus bertanggung jawab terhadap
tuntutan criminal oleh Negara.
Jadi permasalahan malpraktek menjadi hal yang sangat umum karena berkait dengan
banyak hal. Malpraktek sendiri memiliki arti harafiah, kegagalan melakukan tugas. Kegagalan
tersebut dapat disebabkan berbagai macam factor :6
1. Adanya unsur kelalaian.
2. Adanya unsur kesalahan bertindak.
3. Adanya unsur pelanggaran kaidah profesi ataupun hukum.
4. Adanya kesengajaan untuk melakukan tindakan yang merugikan.

Kesimpulan
Dalam dunia kesehatan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien memiliki peranan
yang sangat penting untuk mencapai hasil pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tepat. Selain
hubungan dokter dengan pasien, hubungan antar rekan sejawat pun harus terjalin dengan baik.
Seorang dokter harus dapat mengikuti etika, disiplin dan hukum yang telah berlaku dalam dunia
kedokteran agar tidak terjadi tindakan-tindakan kelalaian yang dapat merugikan untuk pasien
ataupun dokter itu sendiri.

You might also like