You are on page 1of 149

ILMU BEDAH

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU BEDAH


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
ILMU BEDAH

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU BEDAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2017

iii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU BEDAH
Tim Penyusun:
I.B Tjakra Wibawa Manuaba I Gede Suwedagatha
I Ketut Siki Kawiyana I Ketut Widiana
Putu Astawa Made Bramantya Karna
Sri Maliawan I G Lanang Ngurah A.Artha W
AA.Gde Oka I Wayan Niryana
I Nyoman Semadi I Made Mahayasa
INW Steven Christian I Gst Putu Hendra Sanjaya
I Wayan Sudarsa I.B.Budiarta
I B Darma Putra A.A Gde Yuda Asmara
I Ketut Suyasa I Made Mulyawan
K.G.Mulyadi Ridia Made Agus Dwianthara Sueta
Ketut Sudartana Kadek BudiSantosa
Nyoman Golden Agus Roy Rusly HariantanaHamid
Wayan Suryato Dusak Cok Gede Oka Dharmayuda
Ketut Putu Yasa I Gede Eka Wiratnaya
Ketut Wiarghita Kadek Deddy Ariyanta
I Ngh Kuning Atmajaya Gede Eka Rusdi Antara
Nyoman Putu Riasa I Made Suka Adnyana
Gede Wirya Kusuma Duarsa Ni Gst Ayu Manik Yuniawaty W
Tjok Gde Bagus Mahadewa I.B.Made Suryawisesa
Ketut Sudiasa I Wayan Subawa
IGAB Krisna Wibawa Arif Winata
I Made Darmajaya I Wayan Yudiana
IGN.Wien Aryana Kadek Ayu Candra Dewi
Putu Anda Tusta Adiputra Dewa Putu Wisnu Wardhana
I Wayan Periadijaya Pande Made Wisnu Tirtayasa

Tim Editor:
I Wayan Niryana
Sri Maliawan
Cover & Ilustrasi:
Repro
Design & Lay Out:
I Wayan Madita
Diterbitkan oleh:
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana Denpasar,
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128
unudpress@gmail.com http://udayanapress.unud.ac.id

Cetakan Pertama:
2017, xviii + 130 hlm, 15,5 x 23 cm

ISBN: 978-602-294-179-8

Hak Cipta pada Penulis.


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.

iv
ILMU BEDAH

PRAKATA

P uji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang


Maha Esa, karena Buku Panduan Belajar Ilmu Bedah
ini dapat terselesaikan.
Buku ini dibuat sebagai pegangan bagi mahasiswa
pendidikan dokter tingkat profesi (koas) agar lebih terarah
dalam mengikuti proses belajar mengajar di Bagian Ilmu Bedah,
maupun saat bertugas di bagian lain.
Buku ini mengacu pada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia tahun 2012 yang berisi daftar kasus klinik dan
keterampilan klinik yang harus dikuasai oleh seorang dokter
muda. Pendekatan dalam buku ini menggunakan pendekatan
terhadap gejala klinis (symptom approached) dari keluhan pada
penyakit di bidang Ilmu Bedah yang sering dijumpai.
Berdasarkan gejala yang didapatkan, maka dokter muda
diajak untuk berpikir secara sistematis dan komprehensif
dengan melakukan proses anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, perumusan masalah atau diagnosis
klinis, hingga menetapkan menejemen terapi pada kasus
tersebut.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu tersusunnya buku ini, terutama kepada
Dekan, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Tim
Pendidik Klinik,Department of Medical Education, dan Seluruh Staf
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kami menyadari buku ini belumlah sempurna dan akan
terus mengalami perbaikan seiring perkembangan kemajuan


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

pendidikan kedokteran, utamanya di bidang Ilmu Bedah,


sehingga masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang
sangat kami nantikan. Akhirnya, kami berharap semoga Buku
Panduan ini dapat memberikan manfaat utamanya bagi calon
dokter umum yang akan menjalankan kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Bedah.

Januari, 2017

Tim Penyusun

vi
ILMU BEDAH

DAFTAR ISI

PRAKATA ........................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................ vii
Cara Menggunakan Panduan Belajar ............................ viii
SKDI Ilmu Bedah ............................................................... x
Daftar Kompetensi Klinik ................................................ xiv
Bab 1 Cedera Kepala .......................................................... 1
Bab 2 Hidrosefalus Kongenital ......................................... 10
Bab 3 Kelainan Jinak Payudara ........................................ 17
Bab 4 Kanker Payudara ..................................................... 30
Bab 5 Appendisitis Akut (Radang Akut Usus Batu) ..... 48
Bab 6 Intussusepsi .............................................................. 53
Bab 7 Malformasi Anorectal ............................................ 56
Bab 8 Bibir Sumbing .......................................................... 60
Bab 9 Luka Bakar ............................................................... 63
Bab 10 Hematothoraks ..................................................... 69
Bab 11 Pneumothoraks ..................................................... 74
Bab 12 Hiperplasi Prostat Jinak ....................................... 79
Bab 13 Kolik Renal ............................................................ 83
Bab 14 Dislokasi ................................................................. 90
Bab 15 Osteomyelitis ......................................................... 105
Bab 16 Fraktur ..................................................................... 120

vii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

CARA MENGGUNAKAN
PANDUAN BELAJAR

B uku panduan belajar ini ditujukan untuk mempelajari


kasus klinis dan keterampilan klinik di bidang Ilmu
Bedah saat bertugas stase di Bagian Ilmu Bedah. Kompetensi
yang tercakup dalam buku panduan ini adalah kompetensi
minimum seorang dokter umum yang harus Anda kuasai saat
Anda belajar dan bertugas di rotasi pendidikan klinik.
Buku ini tersusun atas 16 (enam belas) bab, berdasarkan
kasus yang dapat ditangani seorang dokter umum. Setiap bab
memuat tujuan belajar, pertanyaan terkait kesiapan dokter muda,
daftar keterampilan/ prosedur klinik, dan algoritme kasus yang
harus dikuasai.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan buku
panduan ini adalah:
1. Bacalah daftar kompetensi kasus klinis dan keterampilan
klinik yang harus Anda kuasai selama Anda belajar dan
bertugas di Bagian Ilmu Bedah. Daftar kompetensi ini
juga dapat Anda temukan di Buku Kerja Harian (buku log
dokter muda).
2. Pada setiap bab, bacalah tujuan belajar yang harus dicapai
saat mempelajari bab tersebut. Selanjutnya cobalah
memjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia dengan
menggunakan prior knowledge Anda. Apabila Anda
mengalami kesulitan saat menjawabnya, Anda dapat
menggunakan buku referensi yang dianjurkan, tercantum
pada bagian akhir buku ini. Setelah Anda mampu menjawab
semua pertanyaan pertanyaan tersebut, mulailah membaca

viii
ILMU BEDAH

algoritme kasus yang digunakan. Anda dapat menggunakan


referensi untuk mengklarifikasi algoritme tersebut. Baca
juga beberapa keterangan tambahan yang terdapat pada
algoritme kasus.
3. Kemudian bacalah daftar keterampilan yang diperlukan
untuk menangani kasus yang bersangkutan. Beberapa
prosedur penting yang belum Anda peroleh di Skill Lab
dijelaskan dalam buku ini.
Jika terdapat pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang ada dalam buku panduan belajar ini, dan anda kesulitan
mendapat jawabannya meskipun telah membaca referensi yang
ada, tanyakan dan diskusikan pada saat kegiatan pendidikan
klinik.

ix
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

STANDAR KOMPETENSI
DOKTER INDONESIA
ILMU BEDAH

D alam melaksanakan praktek kedokteran, seorang


dokter harus mampu bekerja berdasarkan keluhan/
masalah pasien, melakukan pemeriksaan, menganalisis data
klinis sehingga dapat membuat diagnosis yang tepat agar dapat
melakukan penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu diperlukan
pembelajaran dan pelatihan yang berkesinambungan. Agar
pembelajaran terarah maka dibuatlah standar minimum yang
harus dimiliki seorang dokter dengan diterbitkannya Standar
Kompetensi Dokter Indonesia. Diharapkan lulusan dokter dapat
memiliki keterampilan minimal sesuai yang telah ditetapkan.
Untuk mencapai kompetensi sesuai Standar Kompetensi Dokter
Indonesia diperlukan strategi pembelajaran dengan menerapkan
target. Target tingkat kompetensi dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Tingkat kompetensi 1 (Knows)
Mampu mengetahui pengetahuan teoretis termasuk
aspek biomedik dan psikososial keterampilan tersebut
sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/ klien dan
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya
tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin
timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui
perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri,
sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
2. Tingkat Kompetensi 2 (Knows How)
Pernah melihat atau didemonstrasikan. Menguasai
pengetahuan teoretis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta


ILMU BEDAH

berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan


tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada pasien/ masyarakat.
3. Tingkat Kompetensi 3 (Shows)
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi. Menguasai pengetahuan teori keterampilan ini
termasuk latar belakang biomedik dan dampak psikososial
keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat
dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk
demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/
masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat
peraga dan/ atau standardized patient.
4. Tingkat kompetensi 4 (Does):
Mampu melakukan secara mandiri. Dapat memperlihatkan
keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh
teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,
komplikasi, dan pengendalian komplikasi. 4A. Kompetensi
yang dicapai pada saat lulus dokter.
Pada akhir stase, kompetensi yang harus dimiliki seorang
Koas di Bagian Ilmu Bedahberdasarkan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia tahun 2012:
Tujuan Umum:
1. Terampil melakukan upaya pencegahan dan
penatalaksanaan masalah kesehatan di tingkat individu,
keluarga, dan masyarakat secara professional dengan
menerapkan prinsip – prinsip etik dan moral sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki seorang dokter.
2. Mampu melakukan upaya rujukan kejenjang pelayanan
kesehatan yang lebih sesuai secara efektif dan efisien.
3. Mampu melakukan pencatatan rekam medik dengan baik
dan benar.
Tujuan Khusus:
1. Mampu menerapkan clinical reasoning dalam menghadapi
masalah kesehatan.

xi
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

2. Mampu mengelola masalah kesehatan dan dapat


melaksanakan prosedurdiagnostik dan terapetik sesuai
dengan tingkat kompetensi dan tingkat kewenangan secara
bertanggungjawab.
3. Mampu menerapkan prinsip – prinsip etika,
moral,profesionalisme dalam mengelola masalah
kesehatan.
4. Mampu menimbang dan mengubah perilaku untuk mawas
diri dan pengembangan diri.
5. Terampil melakukan anamnesis yang rasional dan releven
yang berhubungan dengan keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang,anamnesis sistem,riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga,riwayat pola hidup
pribadi,latar belakanglingkungan, sosial, ekonomi,dan
budaya dalam situasi klinik nyata, dibawah bimbingan /
supervisi.
a. Mampu melakukan anamnesis secara sistematis dan
releven.
b. Mampu menggali dan memanfaatkan riwayat penyakit
pasien denganefisien dan efektif,i.e.riwayat penyakit
sekarang, dahulu, keluarga,dan pribadi.
c. Mampu melakukan komunikasi terapetik terhadap
pasien maupunkeluarganya.
6. Terampil mencatat ringkasan anamnesis dan menarik
hipotesis
a. Membuat ringkasan anamnesis sebagai simpulan
keseluruhan hasilanamnesis secara sistematik.
b. Mampu membuat hipotesis yang releven berdasarkan
informasi yangdidapat selama anamnesis.
7. Terampil melakukan prosedur klinis kasus-kasus nyata
pada situasi klinik sesuai dengan kewenangannya, dalam
hal:memilih dan melakukanpemeriksaan fisikyang sesuai,
menentukan serta meminta pemeriksaan penunjang yang
sesuai, melakukan prosedur klinis yang sesuai,mempunyai

xii
ILMU BEDAH

kemampuan penalaran klinis dalam setiap tahap dari kontak


dokter-pasien (anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang,dan terapi).
a. Mampu menjelaskan dasar–dasar,indikasi,serta
prosedur klinik pada kasus-kasus yang di luar
kewenangannya.
8. Terampil melakukan prosedur kedaruratan klinis sebagai
pemula,dalam hal: menentukan keadaan darurat, memilih
dan melakukantindakan kedaruratan yang tepat, serta
melakukan evaluasi dan tindakan lanjutan dalam kondisi
simulasi.

xiii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

No. Daftar Diagnosis/ Kasus Klinis Tingkat Kompetensi


1 Pneumothorax ventil 3A
2 Pneumothorax 3A
3 Efusi pleura massif 3B
4 Haematothorax 3B
5 Hernia (inguinalis, femoralis, skrotalis) strangulate, inkarserata 3B
6 Hernia umbilikalis 3A
7 Peritonitis 3B
8 Infeksi pada umbilicus 4A
9 Apendisitis akut 3B
10 Abses apendiks 3B
11 Kolesistitis 3B
12 Diverticulosis/ diverticulitis 3A
13 Hemoroid grade 1 – 2 4A
14 Hemoroid grade 3 – 4 3A
15 Prolapse rectum, anus 3A
16 Kolik renal 3A
17 Batu saluran kemih (vesika urinaria, ureter, uretra) tanpa kolik 3A
18 Fimosis 4A
19 Parafimosis 4A
20 Prostatitis 3A
21 Torsio testis 3B
22 Rupture uretra 3B
23 Rupture kandung kencing 3B
24 Rupture ginjal 3B
25 Priapismus 3B
26 Chancroid 3A
27 Fraktur terbuka, tertutup 3B
28 Fraktur klavikula 3A
29 Osteoporosis 3A
30 Tenosynovitis supuratif 3A
31 Truma sendi 3A
32 Rupture tendon Achilles 3A
33 Lesi miniskus, medial, dan lateral 3A
34 Ulkus pada tungkai 4A
35 Osteomyelitis 3B
36 Lipoma (+tortikolis) 4A

xiv
ILMU BEDAH

No Daftar Keterampilan Klinik Tingkat Kompetensi


1 Respirasi
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Leher 4A
Palpasi Kelenjar Ludah (Submandibular, Parotid) 4A
Palpasi Nodus Limfatikus Brakialis 4A
Palpasi Kelenjar Tiroid 4A
Usap Tenggorokan (Throat Swab) 4A
Penilain Respirasi 4A
Inspeksi Dada 4A
Palpasi Dada 4A
Perkusi Dada 4A
Auskultasi Dada 4A
Pemeriksaan Diagnostik
Interpretasi Rontgen/Foto Toraks 4A
Terapeutik
Dekompresi Jarum 4A
Perawatan WSD 4A
Terapi Inhalasi/Nebulisasi 4A
Terapi Oksigen 4A
2 Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Dada 4A
Palpasi Denyut Apeks Jantung 4A
Palpasi Arteri Karotis 4A
Perkusi Ukuran Jantung 4A
Auskultasi Jantung 4A
Pengukuran Tekanan Darah 4A
Pengukuran Tekanan Vena Jugularis (JVP) 4A
Palpasi Denyut Arteri Ekstremitas 4A
Penilaian Denyut Kapiler 4A
Penilaian Pengisian Ulang Kapiler (Capillary Refill) 4A
Deteksi Bruits 4A
Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiografi (EKG): Pemasangan dan Interpretasi Hasil EKG
4A
Sederhana (VES, AMI, VT, AF)
Resusitasi
Pijat Jantung Luar 4A
Resusitasi Cairan 4A
3 Gastrointestinal, Hepatobilier, Dan Pankreas

xv
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Abdomen 4A
Inspeksi Lipat Paha/Inguinal pada Saat Tekanan Abdomen Meningkat 4A
Palpasi (Dinding Perut, Kolon, Hepar, Lien, Aorta, Rigiditas Dinding
4A
Perut)
Palpasi Hernia 4A
Pemeriksaan Nyeri Tekan dan Nyeri Lepas (Blumberg Test) 4A
Pemeriksaan Psoas Sign 4A
Pemeriksaan Obturator Sign 4A
Perkusi (Pekak Hati dan Area Traube) 4A
Pemeriksaan Pekak Beralih (Shifting Dullness) 4A
Pemeriksaan Undulasi (Fluid Thrill) 4A
Pemeriksaan Colok Dubur (Digital Rectal Examination) 4A
Palpasi Sakrum 4A
Inspeksi Sarung Tangan Pascacolok dubur 4A
Persiapan dan Pemeriksaan Tinja 4A
Pemeriksaan Diagnostik
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) 4A

Nasogastric Suction 4A

Mengganti Kantong pada Kolostomi 4A


Enema 4A
4 Ginjal Dan Saluran Kemih
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Bimanual Ginjal 4A
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal 4A
Perkusi Kandung Kemih 4A
Palpasi Prostat 4A
Prosedur Diagnostik
Swab Uretra 4A
Persiapan dan Pemeriksaan Sedimen Urine (Menyiapkan Slide dan Uji
4A
Mikroskopis Urine)
Permintaan Pemeriksaan BNO - IVP 4A
Terapeutik
Pemasangan Kateter Uretra 4A
Sirkumsisi 4A
5. Reproduksi Pria
Inspeksi Penis 4A
Inspeksi Skrotum 4A
Palpasi Penis, Testis, Duktus Spermatik Epididimis 4A

xvi
ILMU BEDAH

Transluminasi Skrotum 4A
6. Muskuloskeletal
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Gait 4A
Inspeksi Tulang Belakang Saat Berbaring 4A
Inspeksi Tulang Belakang Saat Bergerak 4A
Inspeksi Tonus Otot Ekstremitas 4A
Inspeksi Sendi Ekstremitas 4A
Inspeksi Postur Tulang Belakang Dan Pelvis 4A
Inspeksi Posisi Skapula 4A
Inspeksi Fleksi dan Ekstensi Punggung 4A
Penilaian Fleksi Lumbal 4A
Panggul: Penilaian Fleksi Dan Ekstensi, Adduksi, Abduksi dan Rotasi 4A
Menilai Atrofi Otot 4A
Lutut: Menilai Ligamen Krusiatus dan Kolateral 4A
Penilaian Meniskus 4A
Kaki: Inspeksi Postur Dan Bentuk 4A
Kaki: Penilaian Fleksi Dorsal/Plantar, Inversi dan Eversi 4A
Palpation For Tenderness 4A
Palpasi Untuk Mendeteksi Nyeri Diakibatkan Tekanan Vertikal 4A
Palpasi Tendon dan Sendi 4A
Palpasi Tulang Belakang, Sendi Sakro-Iliaka dan Otot Otot Punggung 4A
Percussion For Tenderness 4A
Penilaian Range Of Motion (ROM) Sendi 4A
Menetapkan ROM Kepala 4A
Tes Fungsi Otot dan Sendi Bahu 4A
Tes Fungsi Sendi Pergelangan Tangan, Metacarpal, dan Jari-Jari
4A
Tangan
Pengukuran Panjang Ekstremitas Bawah 4A
Terapeutik
Stabilisasi Fraktur (Tanpa Gips) 4A
Melakukan Dressing (Sling, Bandage) 4A
Mengobati Ulkus Tungkai 4A
7. Lain-Lain (Kegawatdaruratan)
Bantuan Hidup Dasar 4A
Ventilasi Masker 4A
Transpor Pasien (Transport Of Casualty) 4A
Manuver Heimlich 4A
Resusitasi Cairan 4A
Pemeriksaan Turgor Kulit untuk Menilai Dehidrasi 4A

xvii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

xviii
BAB 1
CEDERA KEPALA

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

Setelah Anda mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu


Bedah, Anda diharapkan mampu:
1. Mampu menegakkan diagnosis cedera kepala dengan
menggunakan algoritme penatalaksaan cedera kepala.
2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien cedera kepala.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan cedera kepala.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
cedera kepala untukmanajemen operatif maupun non
operatif.
5. Mampu menjelaskan tentang pengelolaan pasien cedera
kepala.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

Sebagai persiapan, dapatkah saudara menjawab pertanyaan-


pertanyaan berikut?
1. Apakah yang dimaksud dengan cedera kepala?
2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien cedera kepala?
3. Bagaimana penatalaksaan awal pada pasien cedera kepala
saat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)?
4. Apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan Glasgow
Comma Scale (GCS)?


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

5. Bagaimana pengelolaan pasien cedera kepala, macam


operasi yang dilakukan dan perawatan pasca operasi?

Alogaritme Kasus


ILMU BEDAH

Daftar Keterampilan (Kognitif dan Psikomotor)

Tatalaksana cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat antara


lain:
1. Perlindungan penolong secara umum.
2. Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation.
3. Survei sekunder (anamnesis dan pemeriksaan fisik seluruh
organ).
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan.
6. Intepretasi dan menentukan diagnosis pasti berdasarkan
CT scan kepala tanpa kontras.
7. Mengusulkan tatalaksana, stabilisasi pasien sebelum
dirujuk.

Penjabaran Prosedur

Perlindungan penolong secara umum, meliputi:

1. Mencuci tangan dengan antiseptik.


2. Pemakaian sarung tangan.
3. Pemakaian jubah pelindung, masker dan pelindung mata.
4. Pengelolaan linen.
5. Pengeloaan instrumen medis.
6. Pengelolaan benda tajam.
7. Kebersihan area perawatan.
8. Penempatan pasien di ruang khusus apabila diperlukan.


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation

Periksa, dokumentasi dan


Pemeriksaan Evaluasi
tatalaksana

A. Airway dan Jalan napas, suara tambahan? Obstruksi jalan napas, tanda fraktur
kontrol servikal Fraktur cervical? cervical.
Laju napas dan adekuat.
B. Breathing Oksigenasi baik? Gerakan dada.
Sianosis.

Tekanan darah, laju nadi, warna


C. Circulation Perfusi jaringan baik? kulit, kecepatan pengisian kapiler,
perdarahan aktif.

Pemeriksaan GCS, pupil (bentuk,


D. Disability Defisit neurologis? ukuran, refleks cahaya), dan
motorik.

E.Exposure Cedera organ lain, ekstremitas? Jejas, deformitas, cegah hipotermi.

Survei Sekunder
1. Anamnesis.
Identitas pasien, keluhan utama, mekanisme trauma, waktu
kejadian, riwayat sadar atau pingsan pasca trauma, keluhan
peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala, mual muntah
menetap, kejang), riwayat mabuk, narkotika, dan penyakit
penyerta.
2. Pemeriksaan fisik seluruh organ.
Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, lakukan log-
roll untuk evaluasi jejas tulang belakang.
Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian Glasgow Comma Scale (GCS) merupakan penilaian
respon mata, verbal, dan motorik terbaik pasien pasca
resusitasi, tanpa pengaruh sedasi, dan dengan stimulasi
adekuat. Cedera kepala berdasarkan total GCS:
a. Cedera kepala ringan (CKR) : total GCS 14-15


ILMU BEDAH

b. Cedera kepala sedang (CKS) : total GCS 9-13


c. Cedera kepala berat (CKB) : total GCS 3-8
2. Saraf kranial, terutama saraf optikus, okulomotor dan
fasialis (lesi sentral atau perifer).
3. Funduskopi untuk menentukan tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
4. Pemeriksaan motorik, menentukan tanda lateralisasi.
5. Pemeriksaan fungsi otonom, yakni: refleks bulbocavernosus,
tonus spingter ani.
Pemeriksaan penunjang pada cedera kepala
1. Foto polos kepala (AP/L).
Indikasi:
a. Terdapat riwayat pingsan/ amnesia.
b. Terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial:
vertigo, muntah, nyeri kepala menetap.
c. Tanda lateralisasi, hemiparesis.
d. Terdapat tanda fraktur basis kranii: otorrhea,rinorrhea,
racoon eyes, battle sign.
e. Luka tembus kepala.
f. Curiga intoksikasi obat/alkohol.
2. Foto polos servikal.
Syarat: sebelumnya pasang collar brace.
Indikasi:
a. Pasien tak sadar, penurunan kesadaran.
b. Pasien sadar, namun terdapat nyeri leher (atau nyeri
tekan processus spinosus).
c. Terdapat jejas di atas clavikula.
d. Curiga cedera servikal.
Proyeksi lateral dengan syarat terlihat:
a. hingga craniocervical junction (apabila tidak terlihat
C1 dan C2, lakukanproyeksi open mouth/odontoid), dan
b. hingga batas C7-Th1 (apabila tidak terlihat gunakan
swimmer view).


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3. CT scan kepala non kontras.


Kriteria risiko (tinggi) terdapat cedera kepala: terdapat
penurunan kesadaran, tanda neurologis fokal, fraktur depressed/
penetrasi.
Indikasi:
a. GCS <15, penurunan kesadaran 1 poin selama
observasi.
b. Cedera kepala ringan disertai fraktur kranium.
c. Terdapat tanda klinis fraktur basis kranii.
d. Mual muntah, nyeri kepala menetap, kejang.
e. Terdapat tanda neurologis fokal.

Intepretasi CT scan kepala non kontras pada kasus cedera


kepala:
1. Tentukan identitas.
2. Tentukan marka kanan-kiri.
3. Mengintepretasi lesi intra dan ekstrakranial mulai dari
bentuk sisi terluar ke dalam.
4. Hitung volume dan tebal hematoma intrakranial.
5. Tentukan midline shift: jarak antara falx cerebri dan septum
pellusidum, dibandingkan dengan krista frontalis ke
protuberantia oksipital.
6. Tentukan sistem ventrikel dan sisterna.
7. Menentukan ada tidaknya edema otak (terjadi pada 24-48
jam).
8. Membedakan dengan kalsifikasi fisiologis.
9. Menilai kranium pada bone window.
Terapi definitif cedera kepala:
1. Operatif (kraniotomi, burhoke drainase, rekonstruksi) bila
memenuhi indikasi operasi.
2. Non operatif.
a. Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation.
b. Head up 30 derajat.
c. Pemberian oksigen (nasal kanula, masker).


ILMU BEDAH

d. Pemasangan infus.
e. Medikamentosa terutama simtomatis adekuat,
pemberian manitol/saline hipertonis, pencegahan
kejang dan antibiotika sesuai indikasi.
f. Imobilisasi tulang belakang dan ektremitas bila
terdapat kecurigaan fraktur.
Observasi pasien cedera kepala:
1. Durasi: sejak 24 jam pertama hingga GCS pasien 15, pasien
dengan fraktur kraniumhingga 48 jam, dan pada kasus
fraktur basis kranii hingga kebocoran LCS berhenti.
2. Jangka waktu observasi pasien cedera kepala:
a. Setiap ½ jam pada 6 jam pertama.
b. Setiap jam pada 6 jam kedua.
c. Setiap 2 jam pada 12 jam berikutnya.
d. Setiap 4 jam bila > 24 jam.
3. Yang dinilai
a. Gejala terkait peningkatan TIK: sakit kepala, muntah.
b. Tanda vital: tekanan darah, nadi, laju pernapasan.
c. Tanda neurologis: skor GCS, respon pupil, motorik
(kekuatan otot).
Perawatan secara umum pada pasien tidak sadar:
1. Jaga jalan napas (dengan ETT apabila diperlukan).
2. Lindungi kornea dengan salep mata.
3. Jaga keseimbangan keluar masuk cairan.
4. Penggantian berkala kateter urine dan NGT.
5. Pemberian laksatif.
6. Pantau nutrisi.
7. Cegah dekubitus dan pneumonia (pada bagian tubuh yang
mengalami penekanan).
Komplikasi pasien cedera kepala
1. Komplikasi bedah
a. Hematoma intrakranial
b. Hidrosefalus
c. SDH kronis


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

d. Cedera kepala terbuka


e. Kebocoran LCS, risiko meningitis.
2. Komplikasi non bedah
a. Kejang post trauma
b. Infeksi
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
1) SIADH (Systemic Inappropriate Anti Diuretic
Hormone)
2) CSW (cerebral salt wasting), sering pada CKB (Cedera
Kepala Berat).
3) Diabetes insipidus
d. Gangguan gastrointestinal, berupa ulkus dan
perdarahan traktus gastrointestinal.
e. Neurogenic pulmonaryedema (NPE).


ILMU BEDAH

Daftar Pustaka
1. Handbook of Neurosurgery. 8th ed. Thieme; c2016.
Greenberg MS (ed). Chapter 58. Traumatic Hemorrhagic
Conditions; p. 892-5.
2. Case-Based Brain Imaging. 2nd ed. Thieme; c2013. Tsiouris
AJ, Sanelli PC, Comunale JP (eds). Section V. Trauma; p.484-
7.
3. Winn HR. Youmans Neurological Surgery 6th ed.
Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2011.
4. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, Gordon D, Harti R, Newell
DW, Servadei F, Walters BC, Wilberger JE. Traumatic Brain
Injury. Neurosurgery. 2006;58(3):S2-7-21
5. Information retrieve from http://www.uptodate.
com/contents/traumatic-brain-injury-epidemiology-
classification-and-pathophysiology?source=search_result&
search=traumatic+brain+injury&selectedTitle=1~150
6. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.com/
contents/management-of-acute-severe-traumatic-brain-
injury?source=search_result&search=traumatic+brain+inju
ry&selectedTitle=2~150
7. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.com/
contents/initial-approach-to-severe-traumatic-brain-injury-
in-children?source=search_result&search=traumatic+brain
+injury&selectedTitle=3~150
8. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.
com/contents/concussion-and-mild-traumatic-brain-
injury?source=search_result&search=traumatic+brain+inju
ry&selectedTitle=4~150
9. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. 2nd ed. RSUD dr.
Soetomo. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
c2014. Tim Neurotrauma (eds). Bab II. Acuan Penatalaksaan
Umum. P. 6-10.


BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 2
HIDROSEFALUS KONGENITAL

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis hidrosefalus kongenital


dengan menggunakan algoritme penatalaksaan hidrosefalus
kongenital.
2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien hidrosefalus kongenital.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan hidrosefalus kongenital.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
hidrosefalus kongenital untukmanajemen operatif maupun
non operatif.
5. Mampu menjelaskan tentang pengelolaan hidrosefalus
kongenital.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan hidrosefalus kongenital?


2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien hidrosefalus kongenital?
3. Bagaimana pengelolaan pasien cedera kepala, macam
operasi yang dilakukan, dan perawatan pasca operasi?

10
ILMU BEDAH

ALGORITME KASUS

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

Tatalaksana hidrosefalus kongenitaldi Instalasi Gawat


Darurat antara lain:
1. Perlindungan penolong secara umum.
2. Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation.
3. Survei sekunder (heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik
seluruh organ termasuk kelainan kongenital lain yang
menyertai).
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan.

11
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

6. Intepretasi dan menentukan diagnosis pasti berdasarkan


CT scan kepala tanpa kontras.
7. Mengusulkan tatalaksana, stabilisasi pasien sebelum
dirujuk.

PENJABARAN PROSEDUR

Hidrosefalus merupakan penumpukan aktif cairan


serebrospinal dalam ventrikel otak.Perlindungan penolong
secara umum, meliputi:
1. Mencuci tangan dengan antiseptik.
2. Pemakaian sarung tangan.
3. Pemakaian jubah pelindung, masker dan pelindung mata.
4. Pengelolaan linen.
5. Pengeloaan instrumen medis.
6. Pengelolaan benda tajam.
7. Kebersihan area perawatan.
8. Penempatan pasien di ruang khusus apabila diperlukan.

Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation

Pemeriksaan Evaluasi Periksa, dokumentasi, dan tatalaksana

A. Airway dan kontrol Jalan napas, suara


Obstruksi jalan napas
servikal tambahan?
Laju napas dan adekuat.
B. Breathing Oksigenasi baik? Gerakan dada
Sianosis
Tekanan darah, laju nadi, warna kulit,
C. Circulation Perfusi jaringan baik?
kecepatan pengisian kapiler

Pemeriksaan GCS, pupil (bentuk,


D. Disability Defisit neurologis?
ukuran, refleks cahaya), dan motorik

Deformitas,
E.Exposure Deformitas?
cegah hipotermi

12
ILMU BEDAH

Survei Sekunder
1. Heteroanamnesis
Identitas pasien, keluhan utama, onset, gejala peningkatan
tekanan intrakranial (mual muntah, kejang, penurunan
kesadaran),progresifitas gejala, riwayat: trauma, operasi,
infeksi, tumbuh kembang,keluarga, kehamilan, penyakit
penyerta, dan kelainan kongenital lainnya.
2. Pemeriksaan fisik seluruh organ.
Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, perhatikan
deformitas terutama pada garis tengah/midline.
Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian GCS merupakan penilaian respon terbaik pada
mata, verbal, dan motorik pasien pasca resusitasi, tanpa
pengaruh sedasi, dan dengan stimulasi adekuat.
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: lingkar kepala
membesar (sesuai kurva Nellhaus>2SD batas normal)
dengan disproporsi kraniofasial, ubun-ubun cembung,
vena ektasi, sunset phenomenon.
3. Tanda khas hidrosefalus: tanda cracked pot, tes
transluminasi.
4. Pemeriksaan pupil (bentuk, ukuran dan refleks pupil).
5. Funduskopi untuk melihat tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
6. Pemeriksaan sensoris, dan motorik, menentukan tanda
lateralisasi.
Pemeriksaan penunjang pada hidrosefalus kongenital
1. Pemeriksaan CT scan/MRI kepala non kontras.
a. Pemeriksaan MRI lebih dipilih karena pemeriksaan
tanpa radiasi.
b. Ubun-ubun besar cembung.
c. Sutura memisah, melebar.
d. copper beaten skull/beaten brass skull, dinilai pada bone
window.
e. Kriteria hidrosefalus berdasarkan CT/MRI:

13
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

1) Disebut hidrosefalus apabila didapatkan salah satu


dari:
a) Lebar kedua kornu temporal ≥ 2 mm, serta tidak
terlihatnya fisura sylvii, fissura interhemisfer, dan
sulkus serebri.
b) Lebar kedua kornu temporal ≥ 2 mm dan rasio
kornu frontal dan diameter interna > 0,5 (kornu
frontal yang dimaksud adalah bagian terlebar dari
kornu tersebut, dan diameter interna adalah jarak
antar tabula interna diukur pada irisan dan garis
yang sama).
2) Gambaran lain yang mendukung diagnosis
hidrosefalus antara lain:
a) Balloning kornu-kornu frontal ventrikel lateral
(ventrikel MickeyMouse) dan atau ventrikel III.
b) Hipodens periventrikel pada CT atau hiperintens
T2WI pada MRI. Tanda ini menunjukkan absorbsi
LCS transependim.
c) Rasio FH/ID: <40% disebut normal, 40-50%
borderine, > 50% mendukung hidrosefalus.
d) Rasio Evan adalah rasio kornu frontal terhadap
diameter biparietal maksimal yang diukur
pada irisan CT yang sama; >0,3 mendukung
hidrosefalus.
e) MRI sagital menunjukkan penipisan korpus
kalosum (secara umum terdapat pada hidrosefalus
kronis dan atau adanya lengkungan/ bowing korpus
kalosum).
f. Tentukan penyebab hidrosefalus: neoplasma, kista,
infeksi, hematome, dsb.
2. Pemeriksaan USG kepala.
Terutama dikerjakan sebagai skrining pada pasien neonatus
dengan ubun-ubun terbuka, apabila tidak terdapat fasilitas CT
scan.

14
ILMU BEDAH

Pemeriksaan lainnya
1. Analisa cairan serebrospinal.
2. Pemeriksaan TORCH untuk skrining penyebab hidrosefalus
kongenital.
3. Pemeriksaan tumbuh kembang anak (skala Denver).
4. Permeriksaan EEG untuk mencari fokus kejang.
Terapi operatif pada hidrosefalus kongenital, sesuai indikasi:
1. Endoscopic Third ventriculostomy [ETV],
2. Ventriculoperitoneal [VP] shunt,
3. Ventriculoatrial [VA] shunt).
Observasi pasien hidrosefalus kongenital:
1. Keluhan mual muntah, kejang, penurunan kesadaran.
2. Pupil, tanda lateralisasi, lingkar kepala, ubun-ubun.
3. Fungsi implant shunt, proksimal maupun distal.
4. Tanda infeksi sekunder.
Komplikasi pasien hidrosefalus kongenital
1. Komplikasi bedah.
a. Hematoma intrakranial.
b. Subdural hematoma akut atau kronis.
c. Malfungsi proksimal atau distal, alergi implan shunt.
d. Infeksi intrakranial (meningitis, ventrikulitis).
e. Upward herniation.
2. Komplikasi non bedah
a. Kejang.
b. Gangguan tumbuh kembang.
Prognosis hidrosefalus tergantung dari:
1. Tingkat berat ringan hidrosefalus.
2. Usia terdiagnosis.
3. Waktu mulai penanganan.

15
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Handbook of Neurosurgery. 8th ed. Thieme; c2016.


Greenberg MS (ed). Chapter 24. Hydrocephalus; p. 394-99.
2. Case-Based Brain Imaging. 2nd ed. Thieme; c2013. Tsiouris
AJ, Sanelli PC, Comunale JP (eds). Section VI. Congenital/
Developmental Malformations and Syndromes; p.517-29.
3. Winn HR. Youmans Neurological Surgery 6th ed.
Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2011
4. Drake JM, Kulkarni AV, Kestle J. Endoscopic third
ventriculostomy versus ventriculoperitoneal shunt in
pediatric patients: a decision analysis. Childs Nerv Syst.
2009 Apr;25(4):467-72.
5. Mazzola CA, Choudhri AF, Auguste K, Limbrick DD J,
Rogido M, Mitchell L, Flannery A. Pediatric hydrocephalus:
systematic literature review and evidence-based guidelines.
Part 2: Management of posthemorrhagic hydrocephalus in
premature infants. J Neurosurg Pediatr. 2014 Nov;14 Suppl
1:8-23.
6. Joó JG, Tóth Z, Beke A, Papp C, Tóth-Pál E, Csaba A,
Szigeti Z, Rab A, Papp Z. Etiology, prenatal diagnostics
and outcome of ventriculomegaly in 230 cases. Fetal Diagn
Ther. 2008;24(3):254-63.

16
ILMU BEDAH

BAB 3
KELAINAN JINAK PAYUDARA

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Siswa mampu mengenali macam- macam kelainan jinak


payudara.
2. Siswa mampu melakukan anamnesis terkait dengan faktor
risiko, tanda dan gejala kelainan jinak payudara.
3. Siswa mampu melakukan pemeriksaan fisik terkait dengan
gejala kelainan jinak payudara.
4. Siswa mampu menegakkan diagnosis klinis kelainan jinak
payudara.
5. Siswa mampu memahami pemeriksaan penunjang terkait
dengan kelainan jinak payudara.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Bagaimana embriologi, fisiologi dan anatomi payudara?


2. Sebutkan macam- macam kelainan jinak payudara!
3. Apa tanda dan gejala kelainan jinak payudara?
4. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik terkait gejala
kelainan jinak payudara?
5. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan terkait kelainan
jinak payudara?

17
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITME KASUS

18
ILMU BEDAH

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

Tatalaksana hidrosefalus kongenitaldi Instalasi gawat


darurat antara lain:
1. Memahami embriologi, fisiologi dan anatomi payudara
2. Memahami macam- macam kelainan jinak payudara
3. Memahami tanda dan gejala kelainan jinak payudara
4. Mampu melakukan pemeriksaan fisik terkait gejala kelainan
jinak payudara
5. Memahami pemeriksaan apa saja yang diperlukan terkait
kelainan jinak payudara

PENJABARAN PROSEDUR

Embriologi dan fisiologi


Payudara merupakan kelenjar subkutis mulai tumbuh
sejak minggu ke-6 masa embrio berupa penebalan ektodermal
sepanjang garis susu yag terbentang dari aksila hingga inguinal.
Pada manusia hanya yang dibagian dada yang berkembang
menjadi cikal bakal payudara, sedangkan sisanya rudimenter.
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah
asinus. Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi
protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA
dan IgG, lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma
sel. Dalam perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi
oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis
anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior
memiliki pengaruh terhadap hormonal siklik Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), sedangkan ovarium
menghasilkan estrogen dan progesteron.

19
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Anatomi
Payudara dewasa terletak di daerah dada, antara iga ke-2
sampai iga ke-6 secara vertikal dan antara tepi sternum sampai
dengan linea aksilaris media secara horizontal. Ukuran diameter
payudara berkisar 10-12 cm, dan ketebalan antara 5 sampai 7 cm,
jaringan payudara juga dapat berkembang sampai ke aksila yang
disebut axillary tail of spence.
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu
jaringan glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang).
Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya
(duktus). Payudara berisi sampai 12-20 glandula mammaria yang
masing-masing memiliki saluran dalam bentuk ductus lactiferus.
Ductus lactiferus bermuara pada papilla mamma Sedangkan
jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat.
Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe.
.
Menurut Hoskins et al, (2005) untuk mempermudah
menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima
regio, yaitu9:
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant).
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant).

20
ILMU BEDAH

3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant).


4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant).
5. Nipple Areolar Complex (NAC/ central).
Kelenjar payudara melekat ke fascia otot pektoralis mayor
dan diantara kelenjar terdapat ligamen Cooper yang befungsi
sebagai rangka, melekatkan jaringan parenkim payudara ke
fascia otot pektoralis mayor sampai ke kulit bagian dermis
Vaskularisasi payudara berasal dari cabang perforantes
anterior dari a. mamaria interna, a.torakalis lateralis cabang
dari a.aksilaris, a.thoracoacromial,dan beberapa a.interkostalis.
Persarafan sensorik payudara yang utama bersumber dari cabang
anterolateral dan anteromedial saraf thoracic intercostal T3-
T5. Saraf supraclavicular dari serabut pleksus servikalis bawah
juga menginervasi bagian atas dan lateral payudara. Sedangkan
sensasi puting payudara merupakan hasil dari persarafan cabang
saraf kutaneous lateralis T4.
Payudara juga memiliki sistem limfatik. Sebagian besar
kelenjar limfa payudara akan bermuara di kelenjar getah
bening(KGB) aksila. Sedangkan jalur limfe lainnya payudara
daerah sentral dan medial menuju KGB mamaria interna.

Gambaran klinis macam- macam kelainan jinak payudara


Aberrations of Normal Development And Involution of The Breast
(ANDI) merupakan istilah yang diperkenalkan sebagai suatu
kerangka konsep menyeluruh untuk berbagai kelainan jinak
payudara, meliputi patogenesis dan derajat abnormalitasnya.
Istilah ini dicetuskan berdasarkan fakta bahwa kelainan tersebut
adalah suatu penyimpangan dari proses normal pada tahap
perkembangan payudara, respon payudara selama siklus
menstruasi, dan selama proses involusi.

21
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Dalam kaitan risiko untuk menjadi maligna, Dupont dkk


mengelompokan lesi jinak menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Lesi non proliferasi: kista, pappilary apocrine change,
epitheal-related calcification, mild hyperplasia.
2. Lesi proliferasi tanpa sel atipik: moderate atau florid
ductal hyperplasia, papilloma intraduktal, sclerosing adenosis,
fibroadenoma, radial scar.
3. Atipikal hyperplasia: atypical ductal hyperplasia dan atypical
lobular hyperplasia.
Mayoritas lesi jinak (70%) adalah yang non proliferasi (RR untuk
malignansi:0,89), proliferasi tanpa atipik (RR: 1,5 – 2) dan
hiperplasia dengan atipik (RR: 3,5 – 5).

22
ILMU BEDAH

No risk Slightly increased risk Moderately increased Insufficient data to


(1.5 – 2 times) risk(5 times) assign risk

Fibroadenoma
Cysts Moderate/ florid/ solid/ Atypical ductal /
Radial scar lesion
Duct ectasia papillary hyperplasia lobular hyperplasia
Mild hyperplasia

1. Juvenile Hyperthropy
a. Hipertropi sebelum masa pubertas adalah umum dan
biasanya terjadi pada kedua payudara (bilateral). Kelainan
ini disebut juga juvenile gigantomastia, dimana jaringan
payudara tumbuh pesat hingga mencapai ukuran masif.
b. Payudara menjadi padat dan kadang ditemukan nodul,
namun kadar hormon dalam serum tetap normal.
c. MRI diperlukan untuk menyingkirkan adanya masa.
Kemungkinan adanya keganasan adalah kecil karena jarang
ditemukan pada masa prepubertas dan berkisar 1,3% pada
masa pubertas.
d. Keluhan nyeri pundak, leher dan punggung, rasa tidak
nyaman, kesulitan berdiri tegak, kesulitan bernapas saat
posisi terlentang, dan nekrosis pada kulit. Implikasi
sosial yang dirasakan penderita adalah rasa malu akan
penampilan serta gangguan terhadap aktifitas sehari-hari.
e. Penatalaksanaan: reduction mammoplasty. Pembedahan
sebaiknya ditunda sampai akhir masa pubertas karena pada
saat ini pertumbuhan payudara telah komplit. Bila terjadi
rekurensi setelah tindakan ini maka dapat dipertimbangan
untuk pemberian terapi hormon atau bahkan masektomi
dan rekontruksi payudara.
2. Fibroadenoma (FAM)
a. Puncak insiden pada usia 20-30 tahun.
b. FAM adalah tumor jinak yang dibentuk oleh jaringan
fibrous stroma dan proliferasi epitel lobules.

23
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

c. Tumbuh pada lobulus sebagai akibat dari peningkatan


sensitifitatas terhadap estrogen.
d. Jenis fam : multiple fam (>5tumor), giant fam (>5cm),
juvenile fam (muncul pada usia remaja dan terkadang
tumbuh sangat pesat).
e. Tumbuh lambat, tidak nyeri, batas tegas, mobile, konfigurasi
bulat, terlobulasi atau discoid, padat kenyal.
f. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis,
ultrasonografi, dan pemeriksaan FNAB / core biopsy (pada
kasus meragukan).
g. Penatalaksanaan untuk lesi ini meliputi terapi konservatif
maupun pembedahan. Pasien yang tidak memiliki riwayat
kanker payudara dalam keluarganya dapat diterapi
konservatif. Namun bila diameter tumor ini lebih dari 4 cm
sebaiknya dilakukan eksisi.
3. Tumor phyllodes
a. Tumor ini pada awalnya diberi nama cystosarcoma phyllodes
oleh Johann Muller tahun 1838, karena strukturnya sering
terdapat kista dan secara klasik memiliki Leaf like projection
di dalamnya. Namun dalam kenyataannya pada tumor
ini tidak selalu terdapat kista ataupun sarcomatous maka
terminologi cystosarcoma tidak digunakan lagi.
b. Insiden 0,3-1% dari tumor payudara wanita.
c. Terbanyak kelompok usia 35- 55 tahun.
d. Masa tumor dengan pertumbuhan yang cepat, umumnya
ukuran sudah besar saat datang, dapat digerakan dari
jaringan sekitar, pendulum, konsistensi padat dan kistik,
permukaan tidak rata, batas tegas, nyeri tekan tidak
dijumpai, terkadang terbentuk ulkus.
e. Pemeriksaan penunjang: USG payudara (untuk usia < 35
tahun), USG dan mamografi (usia > 35 tahun atau faktor
risiko sangat tinggi), biopsi core, insisi, eksisi.
f. Penatalaksanaan: eksisi luas, simple mastektomi,
subcutaneous mastectomy (safety margin 1-2 cm). Radioterapi

24
ILMU BEDAH

adjuvant diberikan pada kasus rekurensi, atau batas yang


sempit, dan maligna.
4. Mastalgia
a. Mastalgia adalah gejala nyeri pada payudara tanpa adanya
abnormalitas fisiologi dan patologi pada parenkim atau
stroma payudara.
b. Faktor yang mempengaruhi terjadinya mastalgia
abnormalitas sistem endokrin, duktal ektasia, retensi cairan,
konsumsi kafein berlebihan, konsumsi asam lemak esensial
yang tidak adekuat, psikoneurosis, konsumsi obat.

c. Penatalaksanaan: menilai tipe nyeri, menilai derajat nyeri


(VAS, pain diary), menegakkan diagnosis dengan triple
assessment.
d. Terapi mencakup konseling, menggunakan pakaian
dalam yang pas dan benar, diet rendah lemak, diet rendah
metilxantin, stop hormonal terapi, analgetik, anti progestin,
antigonadotropin, dopamine agonist.

25
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

5. Kista payudara
a. mengenai wanita usia 35-50 tahun
b. Kista ini merupakan perluasan dari lobulus yang mengalami
involusi dan secara klinis tampak sebagai benjolan lunak,
terkadang disertai nyeri
c. Pemeriksaan mamografi menunjukkan gambaran lesi yang
dikelilingi oleh halo
d. Konsistensi tumor ini tergantung pada tekanan dari cairan
di dalam kista dan jumlah jaringan normal payudara di
sekitarnya

26
ILMU BEDAH

Galaktokel
a. Kista pada payudara yang berisi air susu sebagai akibat
dari obstruksi duktus.
b. Terjadi pada masa laktasi namun lebih sering terjadi
beberapa bulan setelah masa laktasi.
c. Sering bersamaan dengan duktal ektasia dan abses
subareola rekuren.
d. Massa padat tanpa nyeri saat laktasiatau setelah beberapa
minggu/ bulan, massa permukaan rata, mobile, konsistensi
padat, batas tegas, berlokasi di saluran duktus,tersering
disubareola.
e. Dapat hilang sendiri atau setelah aspirasi.
f. Penanganan: asimptomatik dan ukuran tidak terlalu besar
cukup aman untuk di observasi, pada yang simptomatik
dilakukan massage + pompa ASI, kompres es, memakai bra
yang pas.

27
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

g. Aspirasi untuk diagnostik sekaligus terapi.


h. Bila disertai infeksi dianjurkan untuk aspirasi atau
pemasangan drainase.
i. Eksisi dilakukan, jika sudah terbentuk kapsul.

6. Nipple discharge
a. Cairan yang keluar dari puting susu diluar masa laktasi.
b. Penyebab nipple discharge: kelainan jinak (trauma, intraductal
papilloma, blood stain nipple discharge pada kehamilan,
galatorrhoea, periductal mastitis, ductal ektasia), keganasan
(DCIS, invasive carcinoma).

Non signifikan nipple discharge Significant nipple discharge


Elicited Spontaneous
Age<40 yo Age>40 yo
Bilateral Unilateral
Intermittent Persistent
Thick Watery
Nontroublesome Troublesome
Multiductal Uniductal
Negative test for blood Positive test for blood

7. Fibrocystic changes
a. Fibrocystic disease, cystic mastopathy,fibrosclerosis of
breast,chronic cystic mastitis, fibrocysticmastopathy,dan
mammary dysplasia.
b. Fibrocystic change (FCC) adalah kondisi payudara yang
menyebabkan adanya rasa nyeri, kistik, dan benjolan.
c. Menyerang 30-60% wanita dan mayoritas usia subur yaitu
20-40 tahun.

28
ILMU BEDAH

DAFTAR PUSTAKA

1. Dickson, Robert B., Russo, Jose. 2000. Biochemical Control


of Breast Development. In: Harris, Jay R., Lippman, Marc E.,
Morrow, Monica., Osborne, C Kent., editors., Diseases of The
Breast. 2th. Ed. Lippincott Williams & Wilkins publishers.
P.18-25
2. Mansel RE, Webster DJT, Sweetland HM. 2009; Chapter
8: Breast Pain and Nodularity. In : Benign Disorders and
Disease of the Breast. Edisi ke-3. Elsevier, p. 107-137
3. Hughes., Mansel., Webster. 2009. Aberrations of Normal
Development and Involution (ANDI): A Concept of Benign
Breast Disorder on Pathogenesis. In: Mansel, Robert E.,
Webster, D.J.T., Sweetland, Helen M., editors., Benign
Disorders and Diseases of the Breast. 3th. Ed. Saunders Ltd
4. Fadjari,H., 2012; Pendekatan Diagnosis Benjolan di
Payudara, CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. p 308-310
5. Suyatno, 2015; Peran Pembedahan Pada Tumor Jinak
Payudara, Majalah Kedokteran Andalas, Vol. 38, No. Supl.
1, P12-27
6. Guray, M., and Sahin, A.S. 2006; Benign Breast Diseases:
Classification, Diagnosis, and Management, The
Oncologist;11:435–449

29
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 4
KANKER PAYUDARA

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Siswa mampu melakukan anamnesis terkait dengan faktor


risiko, tanda dan gejala kanker payudara.
2. Siswa mampu melakukan pemeriksaan fisik terkait dengan
gejala kanker payudara.
3. Siswa mampu menegakkan diagnosis klinis kanker
payudara.
4. Siswa mampu memahami pemeriksaan penunjang terkait
dengan kanker payudara.
5. Siswa mampu memahami pengobatan kanker payudara
secara umum.
6. Siswa mampu memahami langkah- langkah managemen
kanker payudara.
7. Siswa mampu melakukan prevensi dan deteksi dini kanker
payudara.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Bagaimana embriologi, fisiologi dan anatomi payudara?


2. Apa itu kanker payudara?
3. Bagaimana epidemiologi kanker payudara?
4. Apa tanda dan gejala kanker payudara?
5. Apa faktor risiko kanker payudara?
6. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik terkait gejala
kanker payudara?
7. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan terkait kanker
payudara dan apa fungsinya?

30
ILMU BEDAH

8. Sebutkan terapi kanker payudara!


9. Apa tahap-tahap dalam managemen kanker payudara?
10. Bagaimana cara melakukan prevensi dan deteksi dini
kanker payudara?

ALGORITME KASUS

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Memahami embriologi , fisiologi dan anatomi payudara.


2. Memahami definisi kanker payudara.
3. Memahami epidemiologi kanker payudara.
4. Memahami tanda dan gejala kanker payudara.
5. Memahami faktor risiko kanker payudara.

31
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

6. Mampu melakukan pemeriksaan fisik terkait gejala kanker


payudara.
7. Mampu menegakkan diagnosis klinis kanker payudara.
8. Memahami pemeriksaan penunjang terkait kanker
payudara.
9. Mengetahui terapi kanker payudara.
10. Memahami tahap-tahap dalam managemen kanker
payudara.
11. Mampu melakukan prevensi dan deteksi dini kanker
payudara.

PENJABARAN PROSEDUR

Definisi dan epidemiologi


Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun
lobulusnya. Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel
yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan
tidak terkontrol dan tidak beraturan. Sel-sel tersebut merupakan
hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran
maupun fungsinya.
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker
terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration
di Indonesia, kanker payudara menempati urutan pertama
dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.Diperkirakan angka
kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan
di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas
yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang
dijumpai pada wanita. Metastasis atau penyebaran ke organ lain
pada tubuh merupakan penyebab utama kematian. Keadaan
ini menjadi lebih buruk karena 10% penderita telah mempunyai
metastasis pada saat terdiagnosis penyakit ini juga dapat diderita
pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1%. Indonesia, lebih dari

32
ILMU BEDAH

80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana


upaya pengobatan sulit dilakukan
Anamnesis dan faktor risiko
Keluhan dipayudara dan aksila:
1. Adanya benjolan padat pada payudara (sejak kapan dan
disebelah mana).
2. Ada tidaknya rasa nyeri ( pada awal pertumbuhan sering
tidak disertai nyeri).
3. Kecepatan pertumbuhan ( agresivitas, progesivitas, doubling
time).
4. Nipple discharge (1 sisi, 1 muara, warna merah/darah/
seroussanguinous, disertai masa tumor).
5. Retraksi papilla (sejak kapan).
6. Krusta dan eksism yang tidak sembuh pada areola atau
papilla mamma dengan atau tanpa massa tumor (Paget’s
disease).
7. Kelainan kulit diatas tumor ( skin dimpling, ulcus, vena
ektasi, peau d’orange, satellite nodul).
8. Perubahan warna kulit.
9. Adanya benjolan diaksila atau leher/supraclavicula
(pembesaran KGB aksila/supraclavicula).
10. Edema lengan disertai dengan adanya benjolan dipayudara
atau aksila ipsilateral.
Keluhan ditempat lain (tanda metastasis)
1. Nyeri tulang terus menerus dan semakin berat (biasanya
didaerah vertebra, pelvis, femur).
2. Rasa sakit, “nek” pada ulu hati.
3. Batuk kronis dan sesak nafas.
4. Sakit kepala hebat, muntah dan gangguan sensorium.
Faktorrisiko:
1. Usia penderita (semakin tua semakin meningkat
risikonya).
2. Usia melahirkan anak pertama “aterm” (>35 tahun semakin
tinggi risikonya).

33
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3. Paritas.
4. Riwayat laktasi (tidak laktasi “sedikit” meningkatkan
risiko).
5. Riwayat menstruasi: menarche awal, menopause lambat.
6. Pemakaian obat- obat hormonal (pil KB, HRT) yang
dipergunakan jangka panjang.
7. Riwayat keluarga dengan KPD (pada keluarga wanita
terutama KPD laki-laki pada keluarga) dan kanker ovarium
(family clustering breast cancer and familial/hereditary breast
cancer, BRCA1 and BRCA2).
8. Riwayat operasi tumor payudara jinak seperti atypical ductal
hyperplasia, florid papilloma.
9. Riwayat operasi kanker ovarium (pada usia muda).
10. Riwayat radiasi di daerah dada/ payudara pada usia muda
(radiasi terhadap Hodgkin disease/ Non Hodgkin Disease).
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik selalu dimulai dari pemeriksaan vital
sign, tensi, nadi, respiratory rate, temperatur aksila dan skala
nyeri (visual analog scale).
2. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
dari kepala sampai ujung kaki, pemeriksaan generalis juga
untuk menilai adakah metastase ke paru, hepar, tulang,
susunan saraf pusat.
3. Kemudian status lokalis yakni payudara.
a. Dimulai dari payudara sisi yang sehat, dilanjutkan ke
payudara sisi yang sakit.
b. Inspeksi: pasien posisi duduk dilihat adakah benjolan,
ulcus, warna kulit diatas tumor dan sekitarnya,
lokasi tumor, dan rektraksi putting susu dengan
cara mengangkat ke-2 lengan ke atas, atau pasien
membungkuk untuk menilai adakah payudara yang
tertinggal.
c. Palpasi: memeriksa payudara dilakukan dengan
permukaan telapak 4 jari tangan, dilakukan secara

34
ILMU BEDAH

sirkuler, centrifugal atau up/down. Tentukan letak


tumor pada kuadran apa,jumlah, konsistensi, bentuk,
besar tumor dengan jangka, permukaan, batas, dan
mobilitas tumor.
d. Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk dilakukan
penekanan pada areola, untuk melihat adakah nipple
discharge.
e. Fiksasi ke dinding dada dibedakan dengan fiksasi
ke otot pektoralis dengan cara mengkontraksikan
muskulus pektoralis (menekan tangan ke pinggul).
f. Pemeriksaan kelenjar getah bening regional pada
aksila dan supraclavicula.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini harus dipilah fungsinya kapan
berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menentukan stadium,
evaluasi/ monitoring , survelillance. Adapaun jenis-jenisnya,
antara lain:
1. Mammografi yaitu pemeriksaan dengan metode radiologis
sinar-x pada payudara yang dikompresikan. Mamografi
bertujuan untuk pemeriksaan skrining kanker payudara,
diagnosis kanker payudara, dan follow up/ kontrol dalam
pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia
diatas 35 tahun, namun karena payudara orang Indonesia
lebih padat maka hasil terbaik mamografi sebaiknya
dikerjakan pada usia >40 tahun. Pemeriksaan Mamografi
sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7 hingga 10 dihitung dari
hari pertama masa menstruasi. Untuk standarisasi penilaian
dan pelaporan hasil mamografi digunakan Breast Imaging
Reporting and Data System (BI-RADS) yang dikembangkan
oleh American College of Radiology. Ketepatan pemeriksaan
ini berbeda-beda berkisar antara 83%-95%.
2. Ultrasonografi, metode ini dapat membedakan lesi/tumor
yang solid dan kistik, dan hanya dapat membuat diagnosis
dugaan berdasarkan pemantulan gelombang suara.

35
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Biasanya ditujukan untuk penderita yang usia muda.


3. Scintimammografi adalah teknik pemeriksaan radionuklir
dengan menggunakan radioisotop.
4. Dalam protokol penanganan kanker payudara, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah mammografi dan ultrasonografi.
Pemeriksaan gabungan ultrasonografi dan mammografi
memberikan angka ketepatan diagnostik yang lebih tinggi.
5. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-
SCAN.Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik
daripada mamografi, namun secara umum tidak digunakan
sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan
lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita
muda dengan payudara yang padat atau pada payudara
dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko
tinggi untuk menderita kanker payudara.
6. Rontgen toraks.
7. Bone survey/ Bone scan.
8. USG liver.
9. CT scan kepala.
10. Diagnosis pasti hanya ditegakan dengan pemeriksaan
histopatologis. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan
berbagai cara, yaitu:
a. Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan
b. Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
c. Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
d. Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas
untuk penentuan jinak/ ganas suatu jaringan; dan bisa
dilanjutkan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
Pemeriksaan Immunohistokimia (yang rutin dilakukan
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan
reseptor progesteron (PR) , HER2 ,Ki-6)
11. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
rutin dan kimia darah guba kepentingan pengobatan dan
informasi kemungkinan adanya metastasis (transaminase,

36
ILMU BEDAH

alkali fosfatase, kalsium darah, tumor marker CA15-3, dan


CEA).
Terapi
Terapi pada kanker payudara :
1. Pembedahan
a. Pembedahan merupakan terapi utama untuk
pengobatan kanker payudara.
b. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut:
1) Terapi terhadap tumor primer: mastektomi, breast
conserving surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap
rekurensi lokal/regional.
2) Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal:
ovariektomi.
3) Terapi terhadap tumor residif dan metastase.
4) Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik
atas terapi lokal/regional, dapat dilakukan pada
saat bersamaan (immediate) atau setelah beberapa
waktu (delay).
c. Jenis pembedahan pada kanker payudara:
1) Mastektomi
Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh
payudara beserta kompleks puting- areolar,tanpa
diseksi kelenjar getah bening aksila.
2) Breast conserving surgery
Pengertian BCT secara klasik meliputi: BCS (=Breast
Conserving Surgery), dan Radioterapi (whole breast
dan tumor site). BCS adalah pembedahan atas
tumor payudara dengan mempertahankan bentuk
(cosmetic) payudara, dibarengi atau tanpa dibarengi
dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan
adalah lumpektomi atau kuadrantektomi disertai
diseksi kelenjar getah bening aksila level 1 dan level
2.

37
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3) Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)


MRM adalah tindakan pengangkatan tumor
payudara dan seluruh payudara termasuk kompleks
puting-areola, disertai diseksi kelenjar getah bening
aksilaris level I sampai II secara en bloc. Indikasi:
Kanker payudara stadium I, II, IIIA dan IIIB. Bila
diperlukan pada stadium IIIb, dapat dilakukan
setelah terapi neoajuvan untuk pengecilan tumor.
4) Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical
Mastectomy)
Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan
payudara, kompleks puting-areola, otot pektoralis
mayor dan minor, serta kelenjar getah bening
aksilaris level I, II, III secara en bloc.
5) Salfingo ovariektomi bilateral adalah pengangkatan
kedua ovarium dengan/ tanpa pengangkatan tuba
Falopi baik dilakukan secara terbuka ataupun per-
laparaskopi.
6) Metastasektomi adalah pengangkatan tumor
metastasis pada kanker payudara. Tindakan ini
memang masih terjadi kontroversi diantara para
ahli, namun dikatakan metastasektomi mempunyai
angka harapan hidup yang lebih panjang bila
memenuhi indikasi dan syarat tertentu.
2. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat
diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif.
3. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau
berupa gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi.
Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak
6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan
dengan efek samping yang masih dapat diterima Hasil
pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa

38
ILMU BEDAH

pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan


diberikan.Beberapa kombinasi kemoterapi yang telah
menjadi standar lini pertama (first line) adalah: CMF, CAF,
CEF;secondline: taxan, gemcitabine, dan vinorelbin.
4. Terapi Hormonal
Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting
dalam menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga
diperlukan validasi pemeriksaan tersebut dengan baik.
Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan
hormonal positif.
a. Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai
IV.
b. Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2)
pilihan terapi ajuvan utamanya adalah hormonal
bukan kemoterapi. Kemoterapi tidak lebih baik dari
hormonal terapi.
c. Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.
5. Terapi Target (targeted theraphy)
a. Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan
pemeriksaan IHK yang Her2 positif.
b. Pilihan utama anti-HER2 adalah trastuzumab, lebih
diutamakan pada kasus-kasus yang stadium dini dan
yang mempunyai prognosis baik (selama satu tahun:
tiap 3 minggu).
c. Penggunaan anti VEGF atau mTOR inhibitor belum
direkomendasikan.

Langkah- langkah managemen kanker payudara


1. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis pada kanker payudara memakai
“triple assessment” yakni klinis (anamnesa dan pemeriksaan
fisik), radiologi (mamografi, USG mamma, MRI) dan
patologi (histopatologi, imunohistokimia, PCR/RT-PCR,
gene profiling)
2. Penentuan stadium tumor (TNM).

39
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Klasifikasi stadium kanker payudara


T (Tumor Primer)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tumor primer tidak ditemukan
Tis Carcinoma In situ
Tis (DCIS) Karsinoma intraduktal
Tis (LICIS) Karsinoma intralobular
Tis (Paget) Karsinoma paget pada putting susu tanpa adanya massa tumor, jika dengan
massa tumor diklasifikasikan sesuai dengan besar tumor
T1 Tumor besarnya ” 2 cm
T1a Tumor besarnya <0.1cm – 0.5cm
T1b Tumor besarnya 0.5 cm – 1 cm
T1c Tumor besarnya 1 cm – 2 cm
T2 Tumor besarnya 2 cm – 5 cm
T3 Tumor besarnya > 5cm
T4 Tumor dengan setiap ukuran tapi sudah ada infiltrasi/ perlekatan langsung
dengan dinding dada (costae, muskulus intercostal, muskulus seratus
anterior) atau kulit
T4a Melekat pada dinding dada
T4b Infiltrasi ke kulit termasuk peau d’orange, ulserasi kulit, nodul satelit
terbatas pada satu payudara yang terkena
T4c T4a dan T4b
T4d Karsinoma inflamator (mastitis karsinomatitis)

40
ILMU BEDAH

N (Kelenjar getah bening regional)


NX Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis pada kgb
N1 Kelenjar getah bening aksila ipsilateral dapat digerakkan
N2 Kelenjar getah bening aksila ipsilateral melekat satu sama lain, atau terfiksir pada struktur lainnya
atau adanya metastasis pada kgb mamaria interna meskipun tanpa metastasis ke kgb aksila
Metastase ke kgb aksila terfiksasi atau konglomerasi ataupun melekat pada struktur lain/ jaringan
sekitar
N2a Klinis metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral dan tidak terdapat metastasis pada kgb
aksila
N2b Klinis ada metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb
aksila atau klinis terdapat metastasis kgb mamaria interna dan metastasis kgb aksila
N3 Metastasis kgb infraklavikula ipsilateral
Metastasis kgb mamaria interna dan metastasis kgb aksila
Metastasis kgb supraklavikula

N3a
N3b
N3c

M (Metastasis)

Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai


M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

41
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Regrouping stadium :

Stadium T N M
0 Tis N0 M0
1 T1 N0 M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 NO M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC Tiap T N3 M0
IV Tiap T Tiap N M1

Penentuan performance
Performance status adalah kondisi umum pasien status dan
bagaimana pasien terganggu dengan adanya kanker tersebut, erat
kaitannya dengan stadium, komorbiditas kemampuan pasien
menerima dan prognosis penderita. Bias dengan sistem skoring
WHO, Karnofsky, ECOG dan lainnya.

Perencanaan pengobatan
Merencanakan pengobatan sesuai dengan diagnosis (hasil
histopatologi), stadium dan performance status-nya. Pada kanker
payudara terapi dibedakan menurut stadium dan subtype kanker
payudara.

42
ILMU BEDAH

1. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)


Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan
histopatologi.Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan
radiologik.
2. Kanker payudara stadium dini/ operabel (stadium I dan
II).
Dilakukan tindakan operasi:
a. Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi
persyaratan tertentu).
b. Modified radikal mastectomy.
Terapi adjuvan operasi diberikan atas indikasi tertentu.
3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
a. Operabel (III A)
1) Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa
terapi target.
2) Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan
kemoterapi adjuvant, dengan/tanpa hormonal,
dengan/ tanpa terapi target.
3) Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau
tanpa BCT atau mastektomi simple, dengan/tanpa
hormonal, dengan/ tanpa terapi target.
b. Inoperabel (III B)
1) Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi
+ hormonal terapi.
2) Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa
operasi + kemoterapi + radiasi + terapi hormonal +
dengan/ tanpa terapi target.
3) Kemoradiasi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa
operasi dengan/ tanpa radiasi adjuvan dengan/
kemoterapi + dengan/ tanpa terapi target.
Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis
awal 50 Gy.Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy
dan kelenjar 10 Gy.

43
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

4. Kanker payudara stadium lanjut.


Prinsip:
a. Sifat terapi paliatif.
b. Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan
terapi hormonal).
c. Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila
diperlukan.
d. Hospice home care.

Implementasi pengobatan
Dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi dari seluruh proses dari diagnosis sampai
pengobatan, untuk melihat perubahan, respon, efek samping dari
terapi itu sendiri.Follow up pasien kanker payudara dilakukan:
6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan
6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
>3tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
> 5tahun : kontrol setiap tahun
Prevensi Dan Deteksi Dini
1. Pencegahan primer adalah usaha agar tidak terkena kanker
payudara.Pencegahan primer berupa mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker
secara sederhana adalah mengetahui faktor-faktor risiko
kanker payudara, seperti yang telah disebutkan di atas, dan
berusaha menghindarinya.
2. Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker
payudara.Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan
atau usaha untuk menemukan abnormalitas yang mengarah
pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok
orang yang tidak mempunyai keluhan.Tujuan dari skrining

44
ILMU BEDAH

adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker


payudara dan angka kematian.
Skrining ditujukan untuk mendapatkan kanker payudara
dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif; dengan demikian
akan menurunkan kemungkinan kekambuhan, menurunkan
mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.
Rekomendasi dari American Cancer Society (ACS) mengenai
skrining kanker payudara wanita adalah:
1. umur 20 tahun keatas harus SADARI secara teratur,
2. umur 20- 39 tahun harus diperiksa fisik payudaratiap 3
tahun,
3. umur 40 tahun keatas harus diperiksa fisik tiap tahun,
4. umur 35-40 tahun harus pernah mamografi 1 kali,
5. umur 40- 49 tahun mamografi tiap 2-3 tahun,
6. umur 50 tahun keatas mamografi tiap tahun,
7. wanita risiko tinggi harus konsultasi dengan dokter tentang
pemeriksaan lain (MRI untuk wanita usia muda).

45
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, IB Tjakra Wibawa, 2010; Kanker Payudara,


Paduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010, Sagung
Seto, Jakarta, 17-48
2. AJCC, 2010, The New Edition (7th) AJCC Staging System
For Breast Cancer A Summary Of Key Changes
3. Conzen, Suzanne D.; Grushko, Tatyana A. 2008. Cancer Of
Breast. In Devita, Hellman & Rosenberg’s Cancer: Principles &
Practice Of Oncology, 8th Edition. Devita, Vincet T., Lawrence,
Theodore S.; Rosenberg, Steven A., Editors Lippincott
Williams & Wilkins. Pp.1596-1601.
4. Globocan, 2012, Estimated Cancer Incidence, Mortality
And Prevalence Worldwide In 2012, Section Of Cancer
Surveillance, International Agency For Research On Cancer.
Available From url: http://Globocan. Basal Type Iarc.Fr/
Pages/Fact_Sheets_Cancer.Aspx
5. Kwon, D.S., Kelly, C.M., Ching, C.D., 2012. Invasive Breast
Cancer, The Md Anderson Surgical Oncolgy Handbook, 5th
Edition., Feig, Barry W., Ching, C.Denise,Editors, Lippincot
Williams And Wilkins, Philadelpia, USA, 27-84
6. National Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2012.
NCCN Clinical Practice Guidelines In Oncology, Breast
Cancer Version 3.2014 Available In Https;//Www.Nccn.
Org/Professionals/Physician_Gls/Pdf
7. Komite Penanggulangan Kanker Nasional ,Kementerian
Kesehatan, Panduan Penatalaksaaan Kanker payudara,
Jakarta

46
ILMU BEDAH

8. Tryfonidis, K., Senkus E., Cardoso MJ., Cardoso F.,2015;


Management of locally advanced breast cancer perspective
and future direction, Nature Reviews Clinical Oncology,
vol 12, p147–162
9. Dickson, Robert B., Russo, Jose. 2000. Biochemical Control
of Breast Development. In: Harris, Jay R., Lippman, Marc E.,
Morrow, Monica., Osborne, C Kent., editors., Diseases of The
Breast. 2th. Ed. Lippincott Williams & Wilkins publishers.
P.18-25

47
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 5
5.1 APENDESITIK AKUT
(RADANG AKUT USUS BUNTU)

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Memahami dan mampu menegakan diagnosis apendesitis


akut.
2. Memahami diagnosis apendecitis akut
3. Memahami komplikasi yang dapat terjadi pada apendesitis
akut.
4. Memahami terapi apendesitis akut

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Jelaskan anatomi appendiks verniformis!


2. Jelaskan etiologi terjadinya apendisitis akut!
3. Sebutkan 2 faktor utama yang menyebabkan terjadinya
apendesitis akut!
4. Jelaskan anamnesis yang penting pada apendesitis akut!
5. Jelaskan pemeriksaan fisik yang penting pada apendesitis
akut!
6. Jelaskan pemeriksaan khusus tanda tanda apendesitis
akut!
7. Jelaskan pemeriksaan laboratorium pada apendesitis akut!
8. Jelaskan komplikasi/penyulit apendesitis akut!
9. Terangkan diagnosis banding apendesitis akut!
10. Jelaskan terapi apendesitis akut!

48
ILMU BEDAH

ALGORITME KASUS

Alogaritme Apendisitis Akut

Nyer Perut Kanan Bawah

Anamnesa

Pemerksaan Fsk

Suspek Apendests Akut

Dagnoss Penunjang

Apendests Akut Bukan Apendests

Apendektom Terap Sesua Penyebab

49
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Alogaritme Komplikasi Apendisitis Akut

Apendests Akut

Apendek Perforas

Per Apendekular Mass Per Apendekular Abses Pertonts

Foc Apendkulare

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong; Buku Ajar Ilmu Bedah;


edisi 2. 640-5, Jakarta, EGC

50
ILMU BEDAH

5.2 ILEUS OBSTRUKSI

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Memahami dan mampu menegakkan diagnosis ileus


obstruksi.
2. Memahami penyebab terjadinyaileus obstruksi.
3. Memahami komplikasi yang dapat pada ileus obstruksi.
4. Memahami penanganan ileus obstruksi.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi usus besar dan kecil!


2. Jelaskan fisiologi defekasi!
3. Jelaskan etiologi terjadinya ileus obstruksi!
4. Jelaskan anamnesis yang penting pada ileus obstruksi!
5. Jelaskan pemeriksaan fisik yang penting pada ileus
obstruksi!
6. Jelaskan pemeriksaan khusus di bidang bedah digestif!
7. Jelaskan pemeriksaan penunjang dan laboratorium pada
ileus obstruksi!
8. Jelaskan komplikasi/penyulit ileus obstruksi!
9. Jelaskan penanganan ileus obstruksi!

51
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITME KASUS

Perut kembung, BAB (-)

Anamnesa & Pemerksaan Fsk

Penunjang (BOF & Laboratorum)

Ileus Obstruks

Dekompres, Pemasangan NGT & DK

Berhasl Gagal

Car Causa Operas

Penangan Lebh Lanjut

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong; Buku Ajar Ilmu Bedah;


edisi 2. Jakarta, EGC.

52
ILMU BEDAH

BAB 6
INTUSSUSEPSI

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu mengetahuigejala klinis dan pemeriksaan


penunjang untuk menegakkan diagnosis intussusepsi.
2. Mampu melaksanakan penatalaksanaan awal dan
melakukan rujukan yang tepat pada pasien intussusepsi.
3. Mampu menjelaskan tentang diagnosis intususepsi,
manajemen, dan risiko komplikasi dari tindakan yang
harus dilakukan.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan intussusepsi?


2. Sebutkan gejala klinis intussusepsi dan pemeriksaan
penunjang yag dibutuhkan!
3. Sebutkan patofisiologi terjadinya intussusepsi!
4. Sebutkan temuan pada pemeriksaan penunjang pada
pasien intussusepsi!
5. Jelaskan tentang tata laksana intussusepsi baik operatif
maupun non operatif!
6. Sebutkan komplikasi intussusepsi baik tindakan operatif
maupun non operatif!

53
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITME KASUS

Jenis kelamin
lak lak %
Nyeri
Umur %
rata rata 
bulan, 0%, -
bulan % Muntah
<  tahun 0 % Diagnostik klinis
keakuratan 0%

Gambaran Radiologi diagnostik


Gejala Durasi
Klinis BOF,USG, Barum
rata rata
enema
Tanda  jam

Puncak bulan
Massa abdomen
Januar me-jun
%
Mortalitas karena tidak
terdiagnosis
Didahului infeksi virus
0% Rectal bleeding <%
0%

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik:tanda-tanda vital, tanda-


tanda dehidrasi, tanda tanda obstruksi pada abdomen
maupun tanda tanda perforasi, pemeriksaanrectal toucher.
2. Pemasangan nasogastric tube atauorogastric tube.
3. Pemasangan kateter urine.

54
ILMU BEDAH

PENJABARAN PROSEDUR

Sesuai dengan yang diajarkan pada skills lab untuk anamnesis


dan pemeriksaan fisik dan juga pemasangan nasogastric tube
atauorogastric tube, dan pemasangan kateter urine.

DAFTAR PUSTAKA

1. Junior R.C, Fallat M.E. Intussuseption: Ashcraft Pediatric


Surgery 6th edition; Elsevier 2014.p.508-16.
2. Columbani P.M, Scholz S. Intussuseption: Coran
Pediatric Surgery 1st edition; Elsevier 2012.p.1093-
1110.

55
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 7
MALFORMASI ANORECTAL

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis malformasi anorectal


dengan menggunakan algoritme malformasi anorectal.
2. Mampu melaksanakan penatalaksanaan awal dan
melakukan rujukan yang tepat pada pasien malformasi
anorectal.
3. Mampu menjelaskan tentang diagnosis malformasi
anorectal, manajemen dan risiko komplikasi dari tindakan
yang akan dilakukan.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan malformasi anorectal?


2. Sebutkan tipe yang ada pada malformasi anorectal dan tipe
yang paling sering ditemukan baik pada laki-laki ataupun
perempuan!
3. Bagaimana manajemen awal pada pasien malformasi
anorectal secara umum serta manajemen awal yang bisa
dikerjakan sebelum dirujuk ke RS pusat rujukan?
4. Sebutkan kelainan penyerta yang sering menyertai
malformasi anorectal!
Apa indikasi pemeriksaan foto cross table lateral dan
bagaimana cara pengerjaannya?

56
ILMU BEDAH

ALGORITMEMANAJEMEN PADA LAKI-LAKI

A norektal m alform asi bayi laki laki

Inspeks perneal

• Spne
• USGGnjal
• Urnalss
• Sngkrkan kemungknan atresa esophagus
• Sacrum
• USG Spnal
• Echo jantung
Sesuakan dengan klns

Re evaluas dan cross table lateral

Peranal fstula Rectal gas d bawah coccygeus Rectal gas dbawah


coccygeus
Tdak ada defek yang terkat
Ada defek yang berkatan

Sacrum abnormal
anoplast
Flat bottom
Pertmbangkan PSARP dengan
atau tanpa colostom

colostomy

57
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITMEMANAJEMEN PADA PEREMPUAN

Malformas anorektal bay


perempuan

• Sacrum
Rontgen,
• Oesofagus
berpotens lethal • Echocardograf
• USG gnjal dan abdomen
Berkatan dengan
defek • UGG spnal (tethered cord)
• Lumbar spne

Inspeks perneal

Orfcum Fstula Fstula Non vsble


sngle perneal perneal vestbular fstula (<0%)

Cloaca

Anoplast
• Evaluas atau dlatas X-Ray
urolog cross table
• R/O lateral
hydrocolpo
s

Colostom Colostom Rectum Rectum


atau dbawah letak
Dran hydrocolpos
repar coxgeus tngg
Dvers urn (jka prmer
dperlukan)
colostom

58
ILMU BEDAH

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital, tanda-


tanda dehidrasi, tanda tanda obstruksi pada abdomen
maupun tanda tanda perforasi, pemeriksaan genetalia dan
perineum.
2. Pemasangan nasogastric tube atau orogastric tube.

PENJABARAN PROSEDUR

Sesuai dengan yang diajarkan pada skills lab untuk anamnesis


dan pemeriksaan fisik dan juga pemasangan nasogastric tube atau
orogastric tube.

DAFTAR PUSTAKA

1. Levitt MA, Peña A. Imperforate anus and cloacal


malformation: Ashcraft Pediatric Surgery 6th edition;
Elsevier 2014.p.492-513
2. Levitt MA, Peña A. Anorectal malformation: Coran Pediatric
Surgery 1st edition; Elsevier 2012.p.1289-1309

59
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 8
BIBIR SUMBING

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Dapat mendiagnosis bibir sumbing.


2. Memberikan edukasi tentang rencana terapi.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Bagaimana time table untuk pasien bibir sumbing dan


rencana terapinya?
2. Bagian mana saja yang terlibat dalam penanganan bibir
sumbing?
3. Apakah tujuan operasi bibir sumbing?
4. Apakah komplikasi operasi bibir sumbing?
5. Bagaimana edukasi bagi keluarga/orang tua terhadap
operasi bibir sumbing?
6. Masalah apa yang timbul pada kasus bibir sumbing?
Kelainan-kelainan apa yang menyertai bibir sumbing?

60
ILMU BEDAH

ALGORITME KASUS

Dagnoss tegak : Prnsp :


. Celah pada bbr PENANGANAN . Mult Dspln
. Celah pada gus . Waktu lama
. Celah pada langt-langt . Dokumentas
. Perlu peneltan

Masalah :
. Problem socal  sult
makan/mnum dan bcara.
. Problem Psks  anak
mnder.

. Umur 0- mnggu : Tdur mrng ke arah sumbng (unlateral). Penekanan pada bagan menonjol
(blateral). Pemberan nutrs kepala mrng, poss tegak paka sendok atau
sendok besar.
. Umur - mnggu : Pasang obturator bla pasen dserta dengan kelanan jantung atau kelanan/
nfeks paru paru  obturatur dgantng setap  mnggu sesua dengan
pertumbuhan palatum.Pemberan nutrs sama dengan datas.
. Umur 0 mnggu : Laboplasty, dengan syarat sesua dengan Role Over Ten:
Umur > 0 mnggu
BB > 0 pound
Hb > 0 gr/dL
. Umur .- tahun : Palataplasty. Karena bla datas  tahun kemungknanbsa sengau.
. Umur - tahun : Speech therapy bagan Rehabltas Meds.
. Umur - tahun : Re-Palatoplasty atau Vellopharngoplasty  bla mash sengau atau untuk
bcara dengan kata-kata konsonan.
. Umur - tahun : Orthodons  pengukuran lengkung gg oleh Dokter Gg Spesals Orthodons.
. Umur - tahun : Alveolar Bone Graft penutupan lubang alveolar dar tulang rawan crsta
laka.
. Umur - tahun : Orthodons oleh Dokter Gg Spesals OrthodonsRevs Bbr dan hdung
(Rhnoplasty).
0. Umur - tahun : Osteotom Le Fort   untuk melhat kesmetrsan antara maksla dan
mandbular.

61
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Menggambar bibir sumbing.


2. Anatomi bibir sumbing.
3. Teknik dan Operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM,


Fischer JE, Galloway AC. Principles of Surgery.
United States of America: McGraw-Hill companies;
1999.
2. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.
Baker, Stephen B. 2007. Grab and Smith’s Plastic Surgery, 6
th ed., Lippincott Williams and. Wilkins, Philadelphia.

62
ILMU BEDAH

BAB 9
LUKA BAKAR

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Umum
Mampu melakukan perawatan prehospital dan transfer
luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendiagnosis kegawatdaruratan pada kasus luka
bakar dan melakukan penanganan prehospital untuk
mencegah morbiditas maupun mortalitas.
b. Mampu menentukan luas luka bakar dan melakukan
resusitasi cairan.
c. Mampu menentukan kriteria merujuk pasien luka bakar.
d. Mampu melakukan stabilisasi awal sebelum dirujuk.
e. Mampu mengenal adanya trauma penyerta.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Bagaimana melakukan permeriksaan fisik kasus luka bakar


sesui kaidah Advance Traumatic Life Support (ATLS)?
2. Bagaimana mengenal masalah livetreatening dan melakukan
livesaving?
3. Bagaimana menghitung luas luka bakar?
4. Bagaimana mengklasifikasikan luka bakar?
5. Bagaimana melakukan resusitasi cairan pada luka bakar?
6. Apa saja kriteria merujuk luka bakar?

63
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITME KASUS

Prinsip Dasar:
1. Segera membebaskan penderita dari sumber panas.
2. Kewaspadaan terhadap ancaman airway, breathing, dan
circulation.
3. Melakukan resusitasi cairan bagi yang membutuhkan
untuk mempertahankan hemodinamik normal.
4. Mendiagnosis dan menangani komplikasi yang terjadi.

Penanganan airway pada kasus luka bakar

Tanda –tanda sumbatan jalan


nafas

Ada Tdak ada

Intubas endotracheal atau Hentkan proses


tracheostomy trauma

Resustas caran
jka dperlukan

64
ILMU BEDAH

Penilaian penderita luka bakar

anamnesis

Lakukan pemeriksaan sesuai


kaidah ATLS

Menentukan luas luka bakar


(menggunakan rule of nine)

Resusitasi luka bakar dengan rumus


baxter
{%luas luka bakar x BB x 4}

Rule of Ninepada Dewasa

65
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Rule of Ninepada Anak

Stabilisasi Penderita Luka Bakar

Gangguan airway

Ada Tidak ada

Intubasi endotracheal Volume sirkulasi


atau tracheostomy

Infus RL
Resusitasi luka bakar dengan rumus baxter
{%luas luka bakar x BB x 4}
50% Diberikan 8 jam pertama
50% diberikan 16 jam berikutnya

Monitoring vital sign dan produksi urine


Target produksi urin
Dewasa:0.5 mL/KgBB/ jam
Anak: 1mL/kgBB/jam

Pemeriksaan lain yang diperlukan:


DL, elektrolit, gula darah, analisa gas
darah, tes kehamilan, golongan darah,
HbCO (atas indikasi)
Radiologi: thorax foto

Analgetik

Perawatan luka

66
ILMU BEDAH

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Melakukan tindakan segera (live saving) antara lain:


menghentikan proses luka bakar, intubasi,melakukan
resusitasi.
2. Melakukan serta menganalisa hasil laboratorium dan foto
rontgen.
3. Menentukan luas luka bakar.
4. Menentukan derajat kedalaman luka bakar.

PENJABARAN PROSEDUR

1. Tindakan live saving pada luka bakar.


2. Tindakan stabilisasi penderita luka bakar.
3. Menganalisis hasil laboratorium dan foto rontgen.
4. Kriteria merujuk pasien luka bakar.
a. Partial thickness dan full thickness lebih dari 10% pada
penderita dibawah 10 tahun atau diatas 50 tahun.
b. Partial thickness dan full thickness lebih dari 20% pada
usia diluar tersebut diatas.
c. Partial thickness dan full thickness mengenai wajah,
mata, telinga, tangan, kaki, genitalia, perineum atau
persendian utama.
d. Full thickness lebih dari 5% pada semua umur.
e. Luka bakar listrik atau petir.
f. Luka bakar kimia.
g. Trauma inhalasi.
h. Luka bakar pada penderita yang mempunyai
penyakit yang dapat mempersulit penanganannya,
memperpanjang waktu penyembuhan, atau dapat
menimbulkan kematian.
i. Pada luka bakar berat disertai trauma penyerta yang
mempunyai risiko morbiditas maupun mortalitas.

67
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

j. Penderita luka bakar anak-anak yang di rawat di suatu


rumah sakit setempat tanpa petugas atau peralatan
yang memadai.
k. Penderita luka bakar yang memerlukan rehabilitasi
sosial khusus atau rehabilitasi mental dalam jangka
waktu yang panjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM,


Fischer JE, Galloway AC. Principles of Surgery.
United States of America: McGraw-Hill companies;
1999.
2. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.
3. Baker, Stephen B. 2007. Grab and Smith’s Plastic Surgery, 6 th
ed., Lippincott Williams and. Wilkins, Philadelphia.

68
ILMU BEDAH

BAB 10
HEMATOTORAKS

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mengetahui epidemiologi hematotoraks.


2. Mengetahui diagnosis hematotoraks.
3. Mengetahui penyebab hematotoraks.
4. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi hematotoraks.
5. Mengetahui kegawatdaruratan hematotoraks.
6. Mengetahui tanda syok hypovolemia.
7. Mengetahui tata cara mengatasi hematotoraks.
8. Mengenal posisi tempat pemasangan pipa toraks.
9. Mampu melakukan pemasangan pipa toraks dan drainage
kedap air.
10. Mengetahui akibat dan komplikasi hematotoraks.
11. Mengetahui tata cara merujuk penderita hematotoraks.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Seberapa besarnya insidensi dan prevalensi hematotoraks?


2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis hematotoraks?
3. Apa penyebab hematotoraks?
4. Apa dan bagaimana proses terjadinya hematotoraks serta
pengaruhnya pada tubuh penderita?
5. Apa gejala dan tanda kegawatdaruratan pada
hematotoraks?
6. Bagaimana algoritme penanganan hematotoraks?
7. Bagaimana sikap yang harus dilakukan mengatasi
hematotoraks?
8. Bagaimana prosedur dan melakukan pemasangan pipa
toraks?

69
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

9. Apa akibat dan komplikasi hematotoraks?


10. Bagaimana cara merujuk penderita hematotoraks yang
memerlukan tindakan lanjut?

ALGORITME KASUS

Hematotoraks

Trauma Non Trauma

Gawat Darurat Tdak Ada Gawat Darurat Gawat Darurat Tdak Ada Gawat Darurat

Pasang Ppa Toraks


Resustas : Sedkt Banyak Resustas

-Oxgenas
Observas Pasang Ppa
-Pemberan Caran Pasang Ppa Toraks
toraks
ttotoraksToraks
Pasang Ppa Toraks
Observas
Mencar Penyebab
Membak Tetap
Retens Bak
R/Sesua Penyebab
RO Foto
Torakotom Torakotom Ambulator

Observas
Pendarahan Repar
Bak

<00 cc >00 cc
Ambulator

Observas Torakotom

Bak
Retens/Clot
Car Akbat
Pendarahan
Pulang
Sedkt Banyak

Bak
Observas Torakotom
Pulang

Bak Bak

Pulang Pulang

70
ILMU BEDAH

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)


1. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita.
2. Mempersiapkan seluruh alat medis dan cairan/obat yang
dipergunakan untuk resusitasi pada gangguan respirasi
dan syok hypovolemia.
3. Memberikan oksigen, memasang infus dan memberikan
jenis cairan.
4. Memonitor respirasi dan hemodinamik selama resusitasi.
5. Mempersiapkan alat dan memasang pipa toraks dan
kontiner drain kedap air.
6. Memonitor pengembangan paru dan produksi drain.
7. Meminta pemeriksaan radiologi untuk memantau
pengembangan paru.
8. Komunikasi merujuk penderita: Melaporkan kondisi
penderita kepada senior/konsultan.
9. Mempersiapkan dan merujuk penderita kerumah sakit
untuk terapi definitif.
10. Memberikan informasi tentang diagnosis penyakit dan
rencana kerja kepada keluarga penderita.

PENJABARAN PROSEDUR

Memasang pipa toraks pada level ICS V didepan MAL


dinding dada sisi sakit (lihat bagan alur).
Persiapan dan Cara Memasang Pipa Toraks dan Drain Konteiner
Kedap Air
1. Persiapan Sarana
a. Bahan habis pakai
1) Bethadin 1 botol
2) Alcohol 1 botol
3) Spuit 10 cc
4) Lidocaine 3-5 ampul
5) Pisau no 11

71
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

6) Benang silk ukuran 1-0


7) Kasa steril secukupnya
8) Plester hypapik secukupnya
9) Pipa toraks ukuran 28 atau 32 F (dewasa)
10) Selang drain
11) Konteiner kedap air
12) Selang penghubung antara konteiner dengan
suction/pengisap
13) Under pack 1 lembar
14) Air aquabides secukupnya
b. Bahan non disposibel
1) Duk steril berlobang ukuran sedang
2) Duk steril tanpa lobang ukuran sedang
3) Tangkai pisau
4) Klem besar
5) Klem pean
6) Gunting matsembum
7) Gunting benang
8) Naalholder
2. Prosedur Pemasangan Pipa Toraks
a. Posisi penderita terlentang diatas meja operasi.
b. Lengan dan tangan diletakkan kearah kepala.
c. Desinfeksi dinding dada dengan pusat pada ICS V
didepan mid axillary line sisi sakit.
d. Pasang duk steril.
e. Berikan anastesi lokal lidocaine pada ICS V didepan
mid axillary line dan sekitarnya.
f. Setelah lidocaine habis disuntikkan, spuit yang kosong
mengaspirasi isi rongga pleura.
g. Insisi kulit sejajar kosta 6 sepanjang 2 cm, pada lokasi
anastesilokal.
h. Buat jahitan matras horizontal pada luka dengan jarum
dan benang silk 1-0.
i. Buka pleura dengan gunting matzembum dan

72
ILMU BEDAH

dilebarkan dengan klem besar.


j. Masukkan jari telunjuk untuk mengevalusi rongga
toraks melalui lobang pleura yang terbuka.
k. Ukur perkiraan panjang pipa toraks yang masuk
rongga pleura.
l. Pasangkan pipa toraks pada lobang pleura dengan
ujung pipa mengarah keatas, belakang dan lateral
sesuai panjang perkiraan masuk pleura.
m. Ikatkan benang silk pada pipa toraks dengan
melingkarkannya berkali-kali dan dibuat simpul
hidup.
n. Pasangkan kasa steril untuk dressing dan selanjutnya
ditutup plaster hypapiks.
o. Hubungkan pipa toraks dengan selang konteiner
kedap air.
p. Fiksasi pipa toraks dengan hypapiks.
q. Hubungkan konteiner dengan pengisap.
r. Aktifkan mesin pengisap dengan tekanan hisapan
rendah bertahap dinaikkan.
s. Monitor darah yang keluar dari rongga dada, jumlah,
dan kualitasnya.
t. Monitor respirasi dan hemodinamik penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM,


Fischer JE, Galloway AC. Principles of Surgery.
United States of America: McGraw-Hill companies;
1999.
2. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.
3. Shields, T.W., 2009. General Thoracic Surgery 7 th Ed.
Volume 1. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

73
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 11
PNEUMOTORAKS

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mengetahui epidemiologi pneumotoraks.


2. Mengetahui diagnosis pneumotoraks.
3. Mengetahui penyebab pneumotoraks.
4. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi pneumotoraks.
5. Mengetahui kegawatdaruratan pneumotoraks.
6. Mengetahui tanda gangguan nafas dan syok akibat tension
pneumotoraks.
7. Mengetahui tata cara mengatasi pneumotoraks.
8. Mengenal posisi tempat pemasangan pipa toraks.
9. Mampu melakukan pemasangan pipa toraks dan drainage
kedap air.
10. Mengetahui akibat dan komplikasi pneumotoraks.
11. Mengetahui tata cara merujuk penderita pneumotoraks.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Seberapa besarnya insidensi dan prevalensi


pneumotoraks?
2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pneumotoraks?
3. Apa penyebab pneumotoraks?
4. Apa dan bagaimana proses terjadinya pneumotoraks serta
pengaruhnya pada tubuh penderita?
5. Apa gejala dan tanda kegawatdaruratan pada
pneumotoraks?
6. Bagaimana algoritme penanganan pneumotoraks?

74
ILMU BEDAH

7. Bagaimana sikap yang harus dilakukan mengatasi


pneumotoraks?
8. Bagaimana prosedur dan melakukan pemasangan pipa
toraks?
9. Apa akibat dan komplikasi pneumotoraks?
10. Bagaimana cara merujuk penderita pneumotoraks yang
memerlukan tindakan lanjut?

ALGORITME KASUS
Non Trauma (B)

Tenson Tdak Tenson

Kelanan Paru -
Torakosentess Kelanan Paru +

Pasang Ppa < 0% >0%


Pneumotoraks + Pneumotoraks +++
Toraks

CXR Observas Pasang Ppa


Observas Aspras Pasang
Thoraks
Ppa Toraks
Membak Gangguan
Bak Gagal
Respres +
Car penyebab
Pasang Ppa Pasang Ppa
Toraks Toraks

R/ Sesua Penyebab
Bak

75
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Pneumotorak
s

Trauma (A) Non Trauma (B)

Tensn Tdak Tensn

Thoracosnthess RO

Pasang Ppa Sedkt Banyak


Toraks
Observas Pasang Ppa
CXR Toraks
Bak
Membak Menetap Bak Tdak Bak
Ambulator
Ambulator Bronkoskop Ambulator Rehab Tdak bak

Ruptur Trakeo Paru Robek Bak Torakotom


Bronkal

Repar Repar

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita.


2. Mempersiapkan seluruh alat medis dan cairan/obat yang
dipergunakan untuk resusitasi pada gangguan respirasi
dan syok akibat tension pneumotoraks.
3. Mempersiapkan alat dan memasang thoracosinthesis pada
ICS 2, mid clavicular line sisi dada yang sakit.
4. Memberikan oksigen, memasang infus, dan memberikan
jenis cairan.
5. Memonitor respirasi dan hemodinamik selama resusitasi.
6. Mempersiapkan alat dan memasang pipa toraks dan
kontiner drain kedap air.

76
ILMU BEDAH

7. Memonitor pengembangan paru dan produksi drain.


8. Meminta pemeriksaan radiologi untuk memantau
pengembangan paru.
9. Komunikasi merujuk penderita: melaporkan kondisi
penderita kepada senior/konsultan.
10. Mempersiapkan dan merujuk penderita kerumah sakit
untuk terapi definitif.
11. Memberikan informasi tentang diagnosis dan rencana kerja
pada keluarga penderita.

PENJABARAN PROSEDUR

Melakukan thoracosenthesis pada ICS 2, mid clavicular


line dada sisi yang sakit (lihat bagan alur). Persiapan dan cara
memasang pipa toraks dan drain konteiner kedap air pada
pneumotoraks sama dengan pemasangan pipa toraks pada
hematotoraks.
Persiapan dan Cara Memasang Torakosintesis pada
Pneumotoraks
1. Persiapan Sarana
a. Bahan habis pakai
1) Bethadin 1 botol
2) Alcohol 1 botol
3) Spuit 10 cc
4) Lidocaine 3-5 ampul
5) Jarum 14 G dengan spuitnya
6) Kasa steril secukupnya
7) Plester hypapik secukupnya
8) Under pack 1 lembar
b. Bahan non disposibel
1) Duk steril berlobang ukuran sedang
2. Prosedur Pemasangan Pipa Toraks
a. Posisi penderita terlentang diatas meja operasi.
b. Lengan dan tangan diletakkan kearah kepala.

77
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

c. Desinfeksi dinding dada dengan pusat pada ICS II


midclavicular line sisi sakit.
d. Pasang duk steril.
e. Berikan anastesi local lidocaine pada ICS IImidclavicular
line dan sekitarnya.
f. Tusukkan jarum 14 G pada ICS II mid calavicular line.
g. Evaluasi udara yang keluar dan lihat perkembangan
klinis penderita.
h. Dilanjutkan dengan pemasangan pipa toraks sesuai
prosedur pemasangan pipa toraks.
i. Jarum dicabut dan ditutup dengan gaus steril dan
difiksasi dengan plaster.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE,
Galloway AC.1999. Principles of Surgery. United States of
America: McGraw-Hill companies.
2. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.
3. Shields, T.W., 2009. General Thoracic Surgery 7 th Ed.
Volume 1. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

78
ILMU BEDAH

BAB 12
HIPERPLASI PROSTAT JINAK

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Memahami dan mampu mendiagnosis hiperplasiprostat


jinak tanpa komplikasi secara mandiri dan tuntas.
2. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan
hiperplasiprostat jinak tanpa komplikasi secara mandiri
dan tuntas.
3. Memahami dan mampu mendiagnosis hiperplasiprostat
jinak dengan komplikasi retensiurin mandiri dan tuntas.
4. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan awal
(gawat darurat) hiperplasiprostat jinak dengan komplikasi
retensiurin secara mandiri dan tuntas.
5. Memahami dan mampu merujuk penatalaksanaan
akhirhiperplasiprostat jinak dengan komplikasi retensi
urin.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Jelaskanan atomi saluran kemih bagian bawah dan


atas dengan gambar!
2. Jelaskan patofisiologi hiperplasiprostat jinak dengan
komplikasi retensiurin!
3. Sebutkan diagnosis banding hiperplasiprostat jinak (3
kasus)dan retensiurin (2 kasus)!
4. Jelaskan anamnesis hiperplasiprostat jinak (misalnya:
Basic Seven dan Fudamental Four)!

79
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

5. Jelaskan pemeriksaan fisik (colok dubur, abdomen


bawah dan pinggang) hiperplasiprostat jinak!
6. Jelaskan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan
radiologi) hiperplasiprostat jinak!
7. Jelaskan pilihan terapi (watchful waiting, medical dan
pembedahan) hiperplasi prostat jinak!

80
ILMU BEDAH

ALGORITME KASUS

Gangguan Berkemih Laki-laki 40 Tahun Keatas

81
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien hiperplasiprostat jinak dengan dan tanpa


komplikasi retensiurin.
2. Pemeriksaan fisik pasien hiperplasiprostat jinak dengan
dan tanpa komplikasi retensiurin.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi
pasien hiperplasiprostat jinak dengan dan tanpa
komplikasi retensiurin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gravas S., Bach T., Bachmann A., Drake M., Gacci M., Gratzke
C., Madersbacher S., Mamoulakis C., Tikkinen K.A.O. 2015.
Guidelines on the Management of Non-Neurogenic Male
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), including Benign
Prostatic Obstruction (BPO). European Association of
Urology.
2. Roehrborn Claus G. 2016. Benign Prostatic Hyperplasia:
Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, Natural
History, and Surgery. Campbell-Walsh Urology,
Eleventh Edition. International Edition: Elsevier. p
2425-62.

82
ILMU BEDAH

BAB 13
KOLIK RENAL

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Memahami dan mampu mendiagnosis kolik renal secara


mandiri dan tuntas.
2. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan kolik
renal secara mandiri dan tuntas.
3. Memahami dan mampu mendiagnosis batu saluran kemih
tanpa kolik renal mandiri dan tuntas.
4. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan awal
(bukan gawat darurat) batu saluran kemih tanpa kolik renal
secara mandiri dan tuntas.
5. Memahami dan mampu merujuk penatalaksanaan akhir
batu saluran kemih tanpa kolik renal.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Jelaskan anatomi saluran kemih bagian bawah dan atas


dengan gambar!
2. Jelaskan patofisiologi batu saluran kemih dengan dan tanpa
kolik renal!
3. Sebutkan diagnosis banding batu saluran kemih dengan
kolik renal (3 kasus) dan tanpa kolik renal (2 kasus)!
4. Jelaskan anamnesis batu saluran kemih dengan dan tanpa
kolik renal (misalnya: Basic Seven and Fudamental Four)!
5. Jelaskan pemeriksaan fisik (colokdubur, abdomen bawah
dan pinggang) batu saluran kemih dengan dan tanpa kolik
renal!

83
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

6. Jelaskan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan


radiologi) batu saluran kemih tanpa dan dengan kolik
renal!
7. Jelaskan pilihan terapi (medical dan pembedahan) batu
saluran kemih tanpa dan dengan kolik renal!

84
ILMU BEDAH

ALGORITMETERAPI BATU GINJAL

85
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ALGORITMETERAPI BATU URETER

86
ILMU BEDAH

ALGORITMETERAPI BATU GINJAL DENGAN RISIKO TINGGI


PEMBENTUKAN BATU BERULANG

87
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

High-Risk Stone Former

General factors
Early onset of urolithiasis (especially children and teenagers)
Familial stone formation
Brushite-containing stones (CaHPO4.2H2O)
Uric acid and urate-containing stones
Infection stones
Solitary kidney (the kidney itself does not particularly increase the risk of stone formation, but prevention
of stone recurrence is of more importance)
Diseases associated with stone formation
Hyperparathyroidism
Metabolic syndrome [17]
Nephrocalcinosis
Gastrointestinal diseases (i.e., jejuno-ileal bypass, intestinal resection, Crohn’s disease, malabsorptive
conditions, enteric hyperoxaluria after urinary diversion) and bariatric surgery
Sarcoidosis
Genetically determined stone formation
Cystinuria (type A, B, and AB)
Primary hyperoxaluria (PH)
Renal tubular acidosis (RTA) type I
2,8-Dihydroxyadeninuria
Xanthinuria
Lesch-Nyhan syndrome
Cystic fibrosis
Drugs associated with stone formation
Anatomical abnormalities associated with stone formation
Medullary sponge kidney (tubular ectasia)
Ureteropelvic junction (UPJ) obstruction
Calyceal diverticulum, calyceal cyst
Ureteral stricture
Vesico-uretero-renal reflux
Horseshoe kidney
Ureterocele

88
ILMU BEDAH

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien batu saluran kemih dengan dan tanpa


kolik renal.
2. Pemeriksaan fisik pasien batu saluran kemih dengan dan
tanpa kolik.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi pasien
batu saluran kemih dengan dan tanpa kolik renal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Türk C., Knoll T., Petrik A.,Sarica K., Skolarikos A., Straub
M., Seitz C.2015. Guidelines on Urolithiasis. European.
Association of Urology.
2. LipkinME., FerrandinoMN., and Preminger GM. 2016.
Evaluation and Medical Management of Urinary Lithiasis.
Campbell-Walsh Urology, Eleventh Edition. International
Edition: Elsevier.
3. Leavitt DA., de la Rosette J J. M. C. H., and Hoenig DM.
2016. Strategies for Nonmedical Management of Upper
Urinary Tract Calculi. Campbell-Walsh Urology, Eleventh
Edition. International Edition: Elsevier.
4. MatlagaBR.,KrambeckAE., and LingemanJE.2016. Surgical
Management of Upper Urinary Tract Calculi. Campbell-
Walsh Urology, Eleventh Edition. International Edition:
Elsevier.
5. BenwayBM., and Bhayani SB. 2016. Lower Urinary
Tract Calculi. Campbell-Walsh Urology, Eleventh
Edition. International Edition: Elsevier.

89
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 14
14.1 DISLOKASI

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis dislokasi.


2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien dengan dislokasi.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan dislokasi.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
dislokasi untukmanajemen operatif maupun non operatif.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan dislokasi?


2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien dengan dislokasi?
3. Bagaimana pengelolaan pasien dislokasi, macam operasi
yang dilakukan, dan perawatan pasca operasi?

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien dengan dislokasi.


2. Pemeriksaan fisik pasien dengan dislokasi.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi pasien
dislokasi.
4. Terapi fiksasi dan/ atau stabilisasi pasien dengan dislokasi.

90
ILMU BEDAH

PENJABARAN PROSEDUR

Merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam bidang


orthopaedi.
1. Definisi
a. Dislokasi:
1) permukaan sendi sepenuhnya mengalami perubahan
posisi dan tidak lagi memiliki kontak satu sama lain.
2) kehilangan stabilitas struktural sendi.
b. Subluksasi:
Derajat lebih ringan dari dislokasi, permukaan sendi hanya
sebagian yang mengalami perubahan posisi, masih terdapat
kontak dengan perubahan sendi yang berlawanan.
Terdapat 3 faktor struktral yang bertanggung jawab dalam
pencegahan range of motion abnormal:
a. Kontur resiprokal permukaan sendi yang saling
berlawanan.
b. Integritas kapsul fibrosa dan ligamen.
c. Kekuatan protektif otot yang menggerakkan sendi.
2. Klasifikasi Sendi
Pembagiansecara struktural dan fungsional:
a. Struktural: fokus terhadap sesuatu yang mengikat
antar tulang baik yang sendi berongga atao tidak
berongga (joint cavity), contoh struktural adalah
fibrous, cartilaginous, dan synovial joint.

b. Fungsional: berdasarkan beberapa pergerakan dari


sendi.
Contohnya:
1) synarthroses (sin_ar-thro_s¯ez; syn = together, arthro =
joint), dimana sendi tidak dapat melakukan pergerakan.
2) amphiarthroses (am_fe-arthro_se¯ez; amphi = on both sides),
ada sedikit pergerakan sendi.

91
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3) diarthroses (di_ar-thro_s¯ez; dia = through, apart),


pergerakan sendi bebas.
Pembagian lainnya:
a. Sendi Sinovial:
Elemen skeletal dipisahkan oleh rongga 2 permukaan sendi
dilapisi oleh kartilago artikular hyalin dan diubungkan di bagian
perifer oleh kapsul jaringan fibrosa yang membatasi rongga sendi
yang berisi cairan sinovial

Pembagian sendi sinovial berdasarkan bentuk dan


pergerakan:
1) Berdasarkan bentuk : plane/ datar, hinge, pivot, bicondylar,
condylar, saddle, ball and socket.
2) Berdasarkan pergerakan: uni-axial (pergerakan pada 1
plane) hinge joints, bi-axial (pergerakan pada 2 plane),
multi axial (pergerakan pada 3 plane) ball and socket.
b. Solid joints:
Elemen skeletal tidak dipisahkan oleh rongga namun
dihubungkan oleh jaringan ikat

92
ILMU BEDAH

1) Syndesmosis 2 tulang dihubungkan oleh jaringan fibrosa


 suture joints antara tulang tengkorak.
2) Synchondrosistulang dihubungkan oleh kartilago 
sendi antara tulang enchondral pada basis cranii.
3) Synostosissebagian sendi mengalami obliterasi oleh
penyatuan tulang.
4) Sympisis2 permukaan tulang dilapisi oleh kartilago hyalin
dan dihubungkan oleh jaringan fibrokartilago dan jaringan
fibrosa yang kuat  ada sedikit pergerakan namun sangat
stabil  conth: symphisis pubis, intervertebral joints.

93
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3. Faktor Pencetus
a. Kekuatan mendadak pada sendi yang melampaui
range of motion normal tension failure.
b. Lebih rentan bila otot yang mengontrol pergerakan
sendi lemah.
c. Umumnya indirect injury.
4. Jenis Dislokasi
a. Dislokasi rekuren
Bila batas ligamen dan sendi rusak; terutama sering
pada sendi bahu dan sendi patelofemoral.

94
ILMU BEDAH

b. Dislokasi habitual / voluntary


erjadi pada saat kontraksi otot. Adanyaligament laxity
mempermudah terjadinya hal ini. Biasanya terjadi
pada individu yang manipulatif atau neurotik.
c. Fracture dislocation
Bila dislokasi disertai fraktur intra maupun ekstra artikular.
5. Gambaran Klinis
a. Nyeri sendi
b. Pasien merasa sendi keluar dari tempatnya
c. Posisi sendi abnormal
d. Nyeri pada pergerakan
e. Gerakan terbatas
6. Pemeriksaan Fisik
a. Deformitas: angulasi, rotasi, kehilangan kontur
normal, pemendekan
b. Gerakan abnormal
c. Nyerilokal
7. Diagnosis
a. Anamnesa: riwayat trauma, mekanismecedera,
riwayatcederayangserupa
b. Pemeriksaanfisik
c. Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan radiografi dengan 2 proyeksi pada sudut
yang tepat (anteroposterior dan lateral).
8. Penatalaksanaan
a. Reduksi seawal mungkin, umumnya dengan anestesi
umum dan muscle relaxant. Reduksi dilakukan dengan
manipulasi tertutup atau reduksi terbuka imobilisasi
hingga pembengkakan jaringan lunak berkurang,
umumnya setelah 2 minggu.
b. Penanganan pada ligamen yang robek untuk mencegah
komplikasi intabilitas sendi residual dan dislokasi
rekuren.

95
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

c. Controlled movement dengan functional brace.


d. Fisioterapi.
e. Pembedahan rekontruksi dilakukan bila terdapat
instabilitas residual.
9. Komplikasi
a. Komplikasi segera dan lokal.
Kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf perifer.
b. Komplikasi awal dan lokal.
Infeksi (septik arthritis), avascular necrosis.
c. Komplikasi lanjut(late complication).
Kekakuan sendi persisten, instabilitas sendi persisten,
dislokasi rekuren, arthritis post traumatik, osteoporosis
post traumatik, reflex sympathetic dystrophy, postraumatic
myositis ossificans.

DAFTAR PUSTAKA

1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the


musculoskeletalsystem. Third edition. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 1999.
2. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. Apley’s system of
orthopaedics and fractures. Ninth edition. New York :
Oxford university press, 2010.
3. Robert, BS 1999,Textbook of disorder and injuries of the
musculoskeletal system 3rd edition, Lippincott Williams &
Wilkins, USA.

96
ILMU BEDAH

14.2 DISLOKASI SENDI BAHU

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis dislokasi sendi bahu.


2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien dengan dislokasi sendi bahu.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan dislokasi sendi bahu.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
dislokasisendi bahu untukmanajemen operatif maupun
non operatif.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan dislokasi sendi bahu?


2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien dengan dislokasi?
3. Bagaimanakah cara melakukan reposisi pada kasus
dislokasi?
4. Bagaimana pengelolaan pasien dislokasi, macam operasi
yang dilakukan, dan perawatan pasca operasi?

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien dengan dislokasi.


2. Pemeriksaan fisik pasien dengan dislokasi.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi pasien
dislokasi sendi bahu.
4. Terapi fiksasi dan/ atau stabilisasi pasien dengan dislokasi
sendi bahu.

97
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

PENJABARAN PROSEDUR

Dislokasi sendi bahu merupakan dislokasi sendi besar yang


serig terjadi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Kedalaman soket glenoid
2. Range of movement yang lebih dari biasanya
3. Keadaan yang mendasari:ligament laxity, displasia genoid
4. Kerentanan sendi akibat aktivitas yang menimbulkan stres
pada ekstremitas atas.

1. Dislokasi Sendi Bahu Anterior


a. Mekanisme Cedera
1) Jatuh pada tangan menumpu badan
2) Bahuterdorong kedepan pada saat posisi abduksi dan
eksternalrotasi.
3) Trauma langsung pada bahu.

b. Pemeriksaan fisik:
padaposisiabduksidan internalrotasibahu, bahu berbentuk
kotak (square shoulder) dikarenakan displacement bagian
anterior dan medial dari humeral head.
2) Feel : nyeri dan teraba penonjolan pada sisi anterior.
3) Move : tidak dapat menggerakan lengan.

98
ILMU BEDAH

c. Radiografi
1) AP: bayangan saling bertumpuk dari kepala humerus
dan fossa glenoid, bagian kepala humerus seringkali
tampak di bawan dan di sebelah medial dari soket.
2) Lateral: sepanjang scapula menunjukkan kepala
humerus keluar dari garis soket.
3) Dislokasi sebelumnya: pendataran atau ekskavasi
bagian posterolateral kepala humerus dari tepi anterior
soket glenoid  lesi Hill- Sachs.

d. Penatalaksanaan
1) Teknik Stimson’s
Pasien pronasi dengan lengan tergantung di sisi
tempat tidur dandiberibeban. Setelah 15-20 menit
dapat dilakukan reduksi.
2) Metode Traction-counter traction
Peningkatan traksi perlahan dilakkan pada lengan
dengan bahu sedikit abduksi, asisten memberi counter
traksi pada tubuh.

99
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3) Metode Kocher
Siku ditekuk 90 derajat dan menempel pada tubuh,
dilakukan rotasi 75 derajat lateral, kemudian diangkat
ke depan, dan dirotasi ke arah medial. Metode ini
memiliki risiko trauma saraf, pembuluh darah, dan
tulang, dan tidak direkomendasikan.
4) Dilakukan pemeriksaan radiografi untuk
mengkonfirmasi reduksi dan menyingkirkan
kemungkinan fraktur
5) Lakukan pemeriksaan injury saraf axilla dan
robekn rtator cuff, saraf median, radial, ulnar, dan
musculocutaneus.
6) Gunakan sling selama 3 minggu pada usia < 30 tahun,
dan 1 minggu pada usia > 30 tahun.

100
ILMU BEDAH

7) Kombinasi abduksi dan lateral rotasi dihindari selama


3 minggu.
e. Komplikasi
1) Komplikasi Awal:
a) Robekan rotator cuff.
b) Injury saraf  n. Axillary, n. Median, n. Radialis, n.
Ulnaris, n, muskulokutaneus.
c) Injury pembuluh darah  arteri axilaris.
d) Fraktur dislokasi.
2) Komplikasi akhir
a) Kaku sendi bahu.
b) Dislokasi rekuren.
2 Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Jarang, hanya 2 persen dari dislokasi bahu
a. Mekanisme Injury
1) Kekuatan indirek yang besar , yang menyebabkan
internal rotasi dan adduksi.
2) Sering terjadi pada: konvulsi, tersengat listrik, jatuh
pada posisi lengan fleksi dan adduksi, ledakan pada
bagian atrerior bahu, jatuh dengan posisi lengan
terentang.

101
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

b. Gambaran Klinis
1) Lengan berada pada posisi internal rotasi terus
menerus, terkunci pada posisi abduksi.
2) Bagian depan bahu tampak datar, processuscoracoid
menonjol namun sering disamarkan oleh
pembengkakan.
3) Displacement ke arah posterior bila dilihat dari arah
atas.

c. Radiografi
1) AP:
a) kepala humerus terputar ke medial  gambaran light
bulb/ bola lampu.
b) kepala humerus menjauhi fossa glenoid  empty
glenoid sign.
2) Lateral
a) menunjukkan dislokasi atau subluksasi posterior.
b) indentasi dalam pad bagian anterior kepala humerus.
d. Penatalaksanaan
1) reduksi dengan menarik lengan pada posisi bahu
adduksi, kemudian dilakukan rotasi lateral dan kepala
humerus didorong ke depan.

102
ILMU BEDAH

2) bahu pada posisi abduksi luas dan dilakukan rotasi


lateral dengan penggunaan sling selama 3-6 minggu.
3) gerakan bahu kembali normal dengan pergerakan
aktif.
e. Komplikasi
1) dislokasi yang tidak direduksi
2) dislokasi atau subluksasi rekuren

3. Dislokasi Sendi Bahu Inferior/ Luxatio Erecta


Jarang namun harus segera ditangani karena berdampak
serius. Lengan pada posisi elevasi/ abduksi hampir maksimal,
kepala humerus keluar dari soket dan masuk ke aksila, lengan
tetap dalam posisi abduksi.
a. Mekanisme Cedera
1) Akibat kekuatan besar yang menyebabkan
hiperabduksi.
2) Kerusakan jaringan lunak parah dan terjadi avulsi
kapsul, tendon, ruptur otot, faktur glenoid atau
humerus proksimal dan kerusakan pleksus brachialis
dan arteri aksilaris.

103
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

b. Gambaran Klinis
1) Look : Lengan terkunci pada posisi abduksi
hampir maksimal.
2) Feel : Kepala humerus teraba pada atau di
bawah aksila.
3) Move : Range of movementsendibahuterbatas.
c. Radiografi
1) Humerus pada posisi abduksi.
2) Head humerus tampak di bawah glenoid.
3) Cari fraktur yang berhubungan: glenoid atau humerus
proksimal.
d. Penatalaksanaan
1) Reduksi dengan menarik ke atas pada garis abduksi
lengan dengan counter tractionke arah bawah melalui
bagian atas bahu.
2) Bila kepala humerus terjepit pada jaringan lunak,
perlu dilakukan open reduction.
3) Imobilisasi dengan sling hingga nyeri hilang,
kemudian dapat mulai melakukan gerakan namun
hindari abduksi selama 3 minggu agar jaringan lunak
sembuh.

DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the
musculoskeletalsystem. Third edition. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 1999.
2. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. Apley’s system of
orthopaedics and fractures. Ninth edition. New York :
Oxford university press, 2010.
3. Robert, BS 1999,Textbook of disorder and injuries of the
musculoskeletal system 3rd edition, Lippincott Williams &
Wilkins, USA

104
ILMU BEDAH

BAB 15
OSTEOMYELITIS

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis osteomyelitis akut dan


kronik.
2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien dengan osteomyelitis akut dan
kronik.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan osteomyelitis akut dan kronik.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
dengan osteomyelitis akut dan kronikuntukmanajemen
operatif maupun non operatif.
5. Mampu menjelaskan tentang pengelolaan osteomyelitis
akut dan kronik.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda


1. Apakah yang dimaksud dengan osteomyelitis akut dan
kronik?
2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien dengan osteomyelitis akut dan kronik?
3. Bagaimana pengelolaan pasien dengan osteomyelitis akut
dan kronik?
4. Apa saja macam operasi yang dilakukan bagi pasien dengan
osteomyelitis akut dan kronik?
5. Bagaimana perawatan pasca operasi untuk osteomyelitis
akut dan kronik?

105
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien dengan osteomyelitis akut dan kronik.


2. Pemeriksaan fisik pasien dengan osteomyelitis akut dan
kronik.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi pasien
osteomyelitis akut dan kronik.
4. Terapi fiksasi dan/ atau stabilisasi pasien dengan
osteomyelitis akut dan kronik.

PENJABARAN PROSEDUR

Definisi
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri
piogenik. Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau
dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang,
dan jaringan retikular. Osteomyelitis akut biasanya terjadi pada
anak secara hematogen, sedangkan pada orang dewasa biasanya
terjadi osteomyelitis subakut atau kronis yang disebabkan infeksi
sekunder atau setelah pemasangan implant.
Klasifikasi osteomyelitis
1. Acute haematogenous osteomyelitis
2. Subacute haematogenous osteomyelitis
3. Post Traumatic osteomyelitis
4. Chronic Osteomyelitis

1. OSTEOMIELITIS AKUT
a. Definisi
Osteomyelitis akut merupakan proses inflamasi akut
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh
bakteri piogenik. Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi
lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks,

106
ILMU BEDAH

sumsum tulang, dan jaringan retikular.


b. Etiologi
Bakteri penyebab pada osteomyelitis:
1) Staphyloccusaures
2) Streptococcus pyogenes
3) Haemophilus influenza
4) Escheria coli
5) Pseudomonas aeruginosa
6) Proteus mirabilis
c. Patofisiologi
1) Inflamasi
Terjadi kongesti vaskular yang mengarah pada eksudasi dan
infiltrasisel PMN menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus,
dengan peningkatan tekanan maka menyebabkan rasa nyeri pada
area yang terinfeksi.
2) Supurasi
Terjadi pembentukan pus pada tulang yang terinfeksi dan
menekan kanal volksmann menyebabkan abses subperiosteal,
pus yang terbentuk dapat menembus persendian melalui
periosteum.
3) Nekrosis
Dengan meningkatnya tekanan intraoseus maka akan
terjadi stasis vaskuler sehingga membentuk infetctive thrombosis
menyebabkan perdarahan pada area terinfeksi menjadi buruk.
Dengan menurunnya vaskularisasi pada area tersebut maka
lama kelamaan akan terjadi pelepasan periosteal dan nekrosis
pada tulang, Area tulang yang mati dan terlepas menjadi sebuah
sequestrum.
4) Pembentukan Tulang Baru yang reaktif
Pembentukan tulang baru terjadi karena terjadinya
pelepasan periosteum sehingga membentuk involucrum, jika
pembentukan pus masih terjadi secara terus menerus maka
involucrum ini akan membentuk sinus yang dinamai cloaca.

107
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

5) Resolusi dan Penyembuhan


Infeksi telah dapat diselesaikan, tekanan intraoseus
berkurang, terbentuk jaringan fibrosis dan jaringan tulang baru
yang lebih sklerotik dan tebal. Area sekitar tulang yang baru
terbentuk akan terlihat lebih osteoporotic dibandingkan area
sekitarnya. Pada kondisi osteomyelitis yang tidak ditangani
dengan baik, kondisi akut dapat menjadi osteomyelitis kronis
yang memiliki prognosa yang lebih buruk.

d. Tanda dan Gejala


1) Nyeri yang hebat
2) Demam
3) Malaise
4) Toksemia
5) Nyeritekan
6) Limfadenopati
7) Oedema
8) Menolak menggerakkan tungkai

108
ILMU BEDAH

9) Area terinfeksi berwarna kemerahan


10) Pergerakan sendi menjadi terbatas
e. Pemeriksaaan Penunjang
1) Laboratorium darah
a) Terjadi pergeseran shift to the left.
b) CRP meningkat.
c) Pada kultur hasil aspirasi dari tempat yang terinfeksi
ditemukan normal pada 25% kasus, dan 50 % positif
pada hematogenous osteomyelitis.
d) Peningkatan laju endap darah.
2) Imaging
a. Plain X-Ray
Pada minggu pertama onset munculnya gejala biasanya
tidak tampak kelainan pada gambaran X-ray. Dapat terlihat
gambaran hiperdens pada lemak tetapi hal ini dapat disebaban
karena hematoma maupun cedera dan infeksi pada jaringan
lunak. Pada mingu kedua akan tampak gambaran reaksi periosteal
karena pembentukan tulang baru, semakin lama gambaran
periosteal akan semakin menebal dan akan tampak gambaran
destruksi tulang.

109
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

b) Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG mendeteksi adanya cairan subperiosteal
pada tahap awal dari osteomyelitis tetapi tidak dapat membedakan
antara darah dan pus.
c) Radionuclide Scanning
Gambaran Radioscintigraphy dengan menggunakan
99mTc-HDP akan menunjukan gambaran peningkatan aktivitas
pada fase perfusi dan fase tulang. Peeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang sangat sensitif bahkan pada stadiu dini, tetap
memilikispesifitas yang rendah karena reaksi inflamasi yang lain
juga akan menimbukan gambaran yang serupa.
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI dapat sangat membantu untuk
memastikan adanya inflamasi pada sumsum tulang. Sangat
sensitif pada stadium awal dan dapat membedakan antara infeksi
jaringan unak dan osteomyelitis. Akan tetapi, spesifitasnya
rendah untuk menyingkirkan lesi inflamasi lokal lainnya.
b. Differensial diagnosis :
1) Selulitis.
2) Septik Arthritis
3) Gout dan Pseudogout.
4) Rheumatic akut.
5) Tumor Ewing.
c. Terapi
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah:
1) Perawatan di rumah sakit.
2) Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan
antibiotika.
3) Pemeriksaan biakan darah.
4) Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun
gram positif diberikan langsung tanpa menunggu
hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral
selama 3-6 minggu.

110
ILMU BEDAH

5) Imobilisasi anggota gerak yang terkena.


6) Tindakan pembedahan (Drainase).
Pemberian antibiotik pada osteomyelitis
1) Neotanus sampai usia 6 bulan:
Golongan penisilin + cefotaxime, benzylpenisilin,
gentamisin
2) Anak-anak usia 6 bulan - 6 tahun:
Flucloxacillin + Cefotaxime atau Cefuroxime
3) Remaja sampai dewasa:
Flucloxacillin + AsamFusidat + Cephalosporin generasi
2 atau 3
Terapi Pembedahan (drainase)
1) Apabila antibiotik dapat diberikan dalam 48 jam
pertama setelah gejala awal, maka drainase jarang
diperlukan.
2) Apabila tanda dan gejala pada pasien osteomyelitis
tidak membaik dalam 36 jam setelah pemberian
antibiotik atau ada tanda-tanda pembentukan pus yang
masif, maka drainase diperlukan dengan anestesi.

111
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

112
ILMU BEDAH

113
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

2. OSTEOMYELITIS KRONIS
a. Definisi
Osteomyelitis kronis merupaka kondisi infeksi tulang dan
sumsum tulang yang berat dan menetap. Osteomyelitis sering
kambuh karena terapi definitifnya sulit dan sering terjadi karena
terapi osteomyelitis yang tidak adekuat.
b. Organisme penyebab:
1) Staphylococcus aureus
2) Escherichia coli
3) Streptococcus pyogenes
4) Proteus mirabilis
5) Pseudomonas aeruginosa
6) Staphylococcus epidermidis.
c. Faktor Predisposisi:
1) Osteomyelitis akut
2) Diabetes
3) Kelainan vaskuler perifer
4) Malnutrisi
5) Selulitis
6) Imunodefisiensi
7) Bakteri yang diselubungi protein poli-sakarida
(glycocalyx)
8) Fraktur terbuka
9) Pemasangan implant
10) Durasi operasi yang lama.
d. Patofisiologi:
1) Terjadi kerusakan tulang yang berada di focus infeksi
atau pun di area sekitar permukaan implant yang
terinfeksi yang mengarah pada kematian tulang.
2) Awalnya akan terbentuk kavitas yang berisi pus dan
potongan tulang mati (sequestra) yang dikelilingi
jaringan vascular dan area yang sklerotik sebagai
hasil dari pembentukan tulang baru yang reaktif
secara kronis. Reaksi pembentukan tulang baru

114
ILMU BEDAH

dapat membentuk suatu lapisan tulang bernama


involucrum.
3) Sequestra yang terbentuk menjadi substrat tempat
menempelnya mikroorganisme sama halnya
seperti implant, bila tidak segera dievakuasi akan
mengakibatkan infeksi yang terus menerus sampai
implant atau sequestra yang terbentuk dapat
dikeluarkan, khusus pada sequestra proses infeksi
dapat terus terjadi sampai sequestra yang terbentuk
dikeluarkan atau keluar dengan sendirinya melalaui
perforasi involucrum dan sinus yang terbentuk di
permukaan kulit. Sinus yang terbentuk dapat tertutup
kembali memberikan kesan sedang terjadi proses
penyembuhan sampai terjadinya peningkatan tekanan
intraoseus sehingga menyebabkan sinus kembali
terbuka atau muncul di tempat lain.
4) Kerusakan pada tulang dan pembentukan area
sklerotik yang rapuh terkadang dapat menyebabkan
fraktur patologis pada penderita osteomyelitis kronis.
e. Tanda dan Gejala:
1) Nyeri
2) Pireksia
3) Nyeri tekan dan kemerahan pada area infeksi kembali
muncul (flare)
4) Sinus yang produktif
5) Jaringan sekitar sinus menebal
6) Skar ato sinus menempel pada tulang yang ada di
bawahnya
7) Pus seropurulent
8) Ekskoriasi.
e. Imaging:
1) Pemeriksaan X-Ray
a) Pemeriksaan X-ray sering kali memperlihatkan adanya
resorpsi tulang baik dalam bentuk gambaran area

115
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

yang kehilangan kepadatan ataupun pembentukan


ekskavasi yang jelas pada area sekitar implant,
terbentuk penebalan dan area sklerotik di sekitar
tulang yang terinfeksi.
b) Gambaran lain yang dapat terbentuk adalah local
trabekulasi, osteoporosis dan penebalan periosteum.
Sequestrum akan terlihat sebagai suatu fragment yang
sangat tebal dan berbanding kontras dengan tulang
sekitarnya.

2) Pemeriksaan CT-scan dan MRI


Tidak bermakna pada perencanaan operasi, hanya
memberikan gambaran ekstensi kerusakan tulang dan reaktivasi
oedem, abses yang tersembunyi dan sequestra.

116
ILMU BEDAH

f. Pemeriksaan Penunjang:
1) Peningkatan LED
2) Leukositosis
3) Kultur organisme
4) Test antibiotic resistensi
5) PCR
c. Terapi
1) Antibiotik
a) Pada osteomyelitis kronis, pemberian antibiotik saja
tidak dapat menyelesaikan proses infeksi yang sudah
terjadi, tetapi pemberian antibiotik yang spesifik sesuai
kultur diperlukan untuk menekan proses infeksi dan
mencegah terjadi penyebaran infeksi ke tulang yang
sehat.
b) Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan studi
mikrobiologi dan harus mampu untuk menembus
tulang yang sklerotik dan tidak toksis untuk pemakaian
jangka panjang.
c) Asam fusidat, klindamisin dan sefalosporin merupakan
contoh antibiotik yang baik. Pada kasus MRSA dapat
digunakan vankomisin dan teicoplanin.
d) Durasi pemberian antibiotik 4-6 minggu dan dapat
diteruskan lagi 4 minggu setelah terapi operatif.
2) Penanganan Lokal
a) Abses akut mungkin memerlukan insisi segera dan
drainase.
b) Sinus yang terbentuk membutuhkan pembalutan.
3) Terapi Operatif
a) Debridement, saat operasi semua jaringang yang
terinfeksi maupun jaringan yang telah mati harus di
eksisi, begitu juga dengan implant yg terinfeksi juga
harus dieksisi.
b) Setelah 3-4 hari, luka diinspeksi dan bila ditemukan
tanda-tanda jaringan nekrosis yang baru maka
debridement dapat dilakukan secara serial.

117
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

c) Soft tissue cover, tulang yang harus secara adekuat


tertutup oleh kulit, untuk defek yang kecil dapat
dilakukan skin graft, pada luka yang lebih besar dapat
dilakukan musculocutaneous flap atau freevascularized
flap.

118
ILMU BEDAH

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon, L, Warwick, D &Nayagam, S 2010, Apley’s system


of orthopaedics and fractures 9th edition, Hodder Arnold an
Hachette UK Company, UK.
2. Robert, BS 1999,Textbook of disorder and injuries of the
musculoskeletal system 3rd edition, Lippincott Williams &
Wilkins, USA
Luca Lazzarini, MD; Jon T. Mader, MD; Jason H. Calhoun, MD.
Osteomyelitis in Long Bones. J Bone Joint Surg Am, 2004 Oct;
86 (10): 2305 -2318.

119
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BAB 16
FRAKTUR

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

1. Mampu menegakkan diagnosis fraktur.


2. Mampu melakukan penatalaksanaan awal dan melakukan
rujukan yang tepat pasien dengan fraktur.
3. Mampu memberikan penjelasan tentang indikasi, prosedur
operasi, komplikasi dan prognosis pada keluarga pasien
dengan fraktur.
4. Mampu mengetahui indikasi dan menyiapkan pasien
dengan fraktur untukmanajemen operatif maupun non
operatif.
5. Mampu menjelaskan tentang pengelolaan fraktur.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda

1. Apakah yang dimaksud dengan fraktur?


2. Pemeriksaan fisik apa saja yang dapat ditemukan pada
pasien dengan fraktur?
3. Bagaimana pengelolaan pasien dengan fraktur?
4. Apa saja macam operasi yang dilakukan bagi pasien dengan
fraktur?
5. Bagaimana perawatan pasca operasi untuk fraktur?

DAFTAR KETRAMPILAN (KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)

1. Anamnesis pasien dengan fraktur.


2. Pemeriksaan fisik pasien dengan fraktur.

120
ILMU BEDAH

3. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi pasien


fraktur.
4. Terapi fiksasi dan/ atau stabilisasi pasien dengan fraktur.

PENJABARAN PROSEDUR

Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena
trauma, tekanan maupun kelainan patologis.
Etiologi Fraktur
Peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
diantaranya trauma, kelemahan tulang, dan peristiwa patologis.
1. Trauma
a. Trauma langsung : terjadinya tulang patah pada
titik dimana tulang terkena gaya/tekanan langsung
(transverse, kominutif).
b. Trauma tidak langsung : terjadinya tulang patah
pada titik dimana tulang tidak terkena gaya/tekanan
langsung (twisting, kompresi, bending, tension).
2. Kelemahan tulang/ patologis
a. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena
lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit
metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada
tulang.
3. Stres fracture
a. Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan
aktivitas berulang – ulang pada suatu daerah tulang atau
menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama.
Deskripsi Fraktur
1. Lokasi
a. Diafisis
b. Metafisis

121
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

c. Epifisis
d. Intra-articullar
e. Fraktur dislokasi.
2. Extent (luas, batas, tingkat)
a. Komplet
b. Inkomplet (hairline fracture, buckle fracture, greenstick
fracture).
3. Konfigurasi
a. Transverse
b. Oblique
c. Spiral
d. Kominutif.
4. Hubungan antar fragment
a. Undisplaced
b. Displaced (translated/shifted sideways, angulated, rotated,
distracted, overriding,impacted).
5. Hubungan dengan dunia luar
a. Patah tulang tertutup (close fracture)
b. Patah tulang terbukaa (open fracture).
6. Komplikasi
a. Tanpa komplikasi
b. Dengan komplikasi.

122
ILMU BEDAH

Tahap- tahap penyembuhan fraktur


1. Penyembuhan dengan penyatuan langsung (Primary
healing)
2. Penyembuhan dengan kalus (secondary healing)
a. Pembentukan hematoma
b. Inflamasi dan proliferasi
c. Pembentukan kalus
d. Konsolidasi
e. Remodeling

123
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Diagnosisfraktur
1. Anamnesis
Gejala yang khas :
a. Nyeri yang terlokalisasi
b. Penurunan fungsi
c. Riwayat Trauma.
2. Pemeriksaan fisik
a. Look :
1) bengkak
2) deformitas (angulation, rotation, shortening)
3) ekimosis.
b. Feel :
1) Nyeri tekan pada daerah fraktur
2) Abnormalitas neurovascular
3) Krepitasi.
c. Move :
1) Krepitasi
2) Pergerakan yang abnormal (false movement).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan X-ray
Pemeriksaan X-ray sangat diperlukan. Ingat role of two :
1) Dua sudut
2) Dua ekstremitas
3) Dua waktu

124
ILMU BEDAH

4) Dua cedera
5) Dua sendi.
b. Pemeriksaan CT scan
1) Berguna pada lesi spinal atau fraktur sendi yang
komplek
2) Visualisasi fraktur yang akurat pada daerah sulit.
Penatalaksanaan Umum
1. First Do No Harm
2. Dasar pegobatan untuk diagnosis dan prognosis.
3. Pemilihan pengobatan untuk tujuan yang tepat.
4. Cooperate With The “Laws Of Nature”.
5. Membuat pengobatan realistik.
6. Pemilihan pengobatan untuk pasien sebagai individu.
Tujuan terapi fraktur
1. Mengembalikan pasien ke dalam fungsi yang
optimal.
2. Mencegah fraktur dan komplikasi jaringan lunak.
3. Membuat fraktur sembuh dan dalam posisi yang
tepat sehingga dapat mencapai penyembuhan yang
optimal.
Perkins Timetable
1. Untuk waktu pemyembuhan fraktur normal
2. Fraktur spiral pada diafisis extremitas atas union dala
3 minggu
3. Dikali 2 untuk waktu konsolidasi
4. Dikali 2 untuk extremitas bawah
5. Dikali 3 pada fraktur transverse

Lokasi Fraktur Konfigurasi fraktur Union Konsolidasi

SPIRAL / OBLIQ 3 minggu X2 (6-8 minggu)


Extremitas Atas
TRANSVERSAL 6 minggu X2 (12minggu)

SPIRAL / OBLIQ X2 = 6 minggu X2 (12 minggu)


Extremitas Bawah
TRANSVERSAL X2 = 12 minggu X2 (12minggu)

125
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Penatalaksanaan Ortopedi
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi.
2. Imobilisasi dengan fiksasi.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan
imobilisasi.
4. Reposisi dengan traksi.
5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
6. Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan
fiksasi dalam pada tulang secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan
tulang dengan pemasangan fiksasi interna.
8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan
prosthesis.
Terapi Obat-Obatan (Medikamentosa)
Sebagian besar pasien dengan gangguan muskuloskeletal
tidak ada terapi obat-obatan spesifik. Contoh: tidak ada terapi
obat khusus untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan normal
jaringan lunak setelah mengalami injuri. Walaupun begitu,
peran terapi obat-obatan sangat penting dalam penatalaksanaan
gangguan muskuloskeletal. Setelah berkembangnya preparat
farmasi, beberapa obat memberikan dampak terhadap
penatalaksanaan berbagai gangguan muskuloskeletal.
Terapi obat-obatan yang lazim digunakan untuk gangguan
muskuloskelatal, meliputi: analgetik, obat antiinflamasi non-
steroid, agen kemoterapi, kortikosteroid, vitamin, dan obat-obat
khusus.
Terapi Bedah
1. Penatalaksanaan manipulasi bedah dilakukan untuk
melakukan koreksi deformitas pada tulang fraktur atau
sendi yang mengalami dislokasi.
2. Pemberian manipulasi ini biasa dilakukan di bawah anestesi
umum dengan penatalaksanaan reduksi tertutup.
3. Metode terapi bedah pada gangguan muskuloskeletal
dilaksanakan secara 5 R (1) repair, (2) release, (3) resection, (4)

126
ILMU BEDAH

reconstruction, dan (5) replacement.


4. Pada pemilihannya, setiap intervensi ini akan digunakan
sesuai kebutuhan pada pasien.
5. Pembedahan sendi dengan teknik terbuka (artrotomi) dan
eksplorasi dengan artroskopi. Intervensi ini dilakukan
terhadap berbagai gangguan pada sendi.
6. Pembedahan dengan melepaskan kapsul disebut dengan
kapsulotomi, apabila dalam kondisi penyakit yang berat
seperti pada artritis rematik di mana kerusakan membran
sinovia sangat parah, maka akan dilakukan sinovektomi
7. Pembedahan dilaksanakan pada beberapa kondisi, misalnya
dengan tujuan untuk mendrainase pus pada pasien dengan
osteomielitis hematogen, pengangkatan sekuestrum
(sekuestromi) pada osteomielitis kronis, membuka tulang
(saukerisasi) untuk tujuan drainase tulang, pengangkatan
sebagian tulang (osteotomi) pada kondisi tumor tulang atau
optimalisasi anatomis tulang dengan tujuan menghilangkan
gangguan osteoartritis pada pembedahan rekonstruksi.
Untuk menstabilisasi osteotomi, maka dipasang piranti
internal agar bisa dapat terjadi penyatuan tulang.
Terapi Fisik dan Okupasi
1. Terapi fisik dan okupasi terutama berfokus pada
mengevaluasi dan memperbaiki penurunan kemampuan
fungsional individu.
2. Seorang terapis akan membantu pasien dalam
mengoptimalkan kemandirian dan kemampuan untuk
menyelesaikan kegiatan sehari-hari mereka setelah cedera
atau dalam situasi gangguan muskuloskeletal.
3. Tujuan rehabilitasi muskuloskeletal adalah meningkatkan
dan mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskeletal
dalam kondisi yang paling dapat diterima dan kemandirian
yang optimal.
4. Rehabilitasi pada pelaksanaan dilakukan sesuai kebutuhan
individu.

127
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the


musculoskeletalsystem. Third edition. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 1999.
2. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. Apley’s system of
orthopaedics and fractures. Ninth edition. New York :
Oxford University Press, 2010.

128
ILMU BEDAH

129
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

130
ILMU BEDAH

131

You might also like

  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document15 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SKRIBD
    SKRIBD
    Document4 pages
    SKRIBD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Trauma 5
    Trauma 5
    Document5 pages
    Trauma 5
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document13 pages
    Bab I
    lifasetiawati
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Rumus MC Donald
    Rumus MC Donald
    Document16 pages
    Rumus MC Donald
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Trauma 6
    Trauma 6
    Document5 pages
    Trauma 6
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Keren
    Keren
    Document2 pages
    Keren
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • SSDSDSDSDSD
    SSDSDSDSDSD
    Document16 pages
    SSDSDSDSDSD
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Keren
    Keren
    Document2 pages
    Keren
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Document38 pages
    Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Resti Fratiwi Fitri
    100% (1)
  • Batu Saluran Kemih
    Batu Saluran Kemih
    Document5 pages
    Batu Saluran Kemih
    Difan Nasuha Yuzar
    No ratings yet
  • Penanganan Luka Bakar PDF
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Document11 pages
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Christine Nathalia Hutagalung
    No ratings yet
  • REGIO THORAX
    REGIO THORAX
    Document40 pages
    REGIO THORAX
    kartika
    No ratings yet