You are on page 1of 16

UJI DIAGNOSTIK LEUKOSITURIA DAN BAKTERIURIA

MIKROSKOPIS LANGSUNG SAMPEL URIN UNTUK


MENDETEKSI INFEKSI SALURAN KEMIH

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam


menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

FILIA CLEMENTY DANIAST SUSILO


G2A009152

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
Uji Diagnostik Leukosituria dan Bakteriuria Mikroskopis Langsung Sampel
Urin untuk Mendeteksi Infeksi Saluran Kemih
Filia Clementy Daniast Susilo1, dr. Purnomo Hadi, M.Si2, dr. Rebriarina Hapsari3

ABSTRAK

Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) infeksi yang sering terjadi dan
dapat menurunkan kualitas kesehatan. Diagnosis ISK membutuhkan waktu yang
cepat dan cara yang adekuat agar ISK dapat terkontrol dengan baik. Standar baku
emas diagnosis ISK yaitu kultur urin, membutuhkan waktu yang lama, harga yang
cukup mahal, dan tidak semua tempat pelayanan kesehatan mampu
melakukannya. Oleh karena itu metode diagnosis yang lebih terjangkau perlu
dilakukan.

Tujuan Untuk mendiagnosis ISK dengan metode yang lebih mudah, cepat,
akurat. Menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi negatif, dan nilai prediksi
positif untuk metode diagnostik leukosituria dan bakteriuria mikroskopis langsung
yang dibandingkan dengan kultur urin.

Metode Penelitian menggunakan sampel urin dari pasien yang dirawat di RSUP
Dr. Kariadi Semarang yang didiagnosis ISK. Sampel penelitian berjumlah 89.
Hasil tes mikroskopis bakteriuria dan leukosituria akan dibandingkan dengan hasil
tes kultur urin, kemudian dilakukan uji diagnostik.

Hasil Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi
negatif yang diperoleh pada uji diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan
mikroskopis leukosituria adalah 7.89%, 98.03%, 75%, 58.82%. Pada uji
diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan mikroskopis bakteriuria adalah
36.84%, 88.23%, 70%, 65.21%. Pada uji diagnostik antara kultur urin dengan
pemeriksaan mikroskopis leukosituria dan bakteriuria adalah 4.3%, 100%, 100%,
67.2%.

Simpulan Metode pemeriksaan mikroskopis belum bisa menggantikan metode


baku emas diagnosis ISK yaitu kultur urin, karena nilai hasil uji diagnostik yang
dihasilkan tidak sesuai target.

Kata kunci ISK, kultur urin, leukosituria mikroskopik, bakteriuria mikroskopik.

1
: Mahasiswa Semester VIII Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
2
: Staf Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
3
: Staf Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Diagnostic test for Leucosituria and Bacteriuria Direct Microscopis Urine for
Detect Urinary Tract Infection
Filia Clementy Daniast Susilo1, dr. Purnomo Hadi, M.Si2, dr. Rebriarina
Hapsari3

ABSTRACT

Background Urinary tract infection (UTI) often happened and can decrease
health quality of human. Diagnose for ISK needs quick time and adequate way for
the best control of health quality. Gold standart of ISK diagnose is urine culture,
urine culture needs long time, expensive, and it can’t be done in every public
health services. So, a cheaper, rapider, and more accurate diagnose is needed.

Aim Diagnose UTI with a cheaper, rapider, and more accurate diagnose.
Measure sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive
value in leucosituria and bacteriuria microscopic test were compared with urine
culture for diagnose UTI.

Methods This study uses data from patient’s urine sample in RSUP Dr Kariadi
Semarang during 1 month that was diagnosed as UTI. Subject of this study totaled
89 peoples. Results of microscopic leucosituria and bacteriuria test compared to
urine culture, then assess the diagnostic.

Results Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive


value was determined from diagnostic assess between urine culture with
miscroscopic leucosituria was 7.89%, 98.03%, 75%, 58.82%. From diagnostic
assess between urine culture with miscroscopic bacteriuria was 36.84%, 88.23%,
70%, 65.21%. From diagnostic assess between urine culture with miscroscopic
leucosituria and bacteriuria was 4.3%, 100%, 100%, 67.2%.

Conclusion This method can’t subtituded gold standart method of UTI diagnose,
there is urine culture. Because the results from diagnostic assessment in
microscopic can’t got the goal.

Keywords UTI, urine culture, microscopic leucosituria, microscopic bacteriuria.

1
: Medical Faculty Student of Diponegoro University
2
: Microbiology Staff of Medical Faculty of Diponegoro University
3
: Microbiology Staff of Medical Faculty of Diponegoro University
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan invasi mikroorganisme pada salah
satu atau beberapa bagian saluran kemih. Saluran kemih yang bisa terinfeksi
antara lain urethra (urethritis), kandung kemih (cystitis), ureter (ureteritis),
jaringan ginjal (pyelonefritis).1 ISK merupakan infeksi yang memiliki nilai
kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di Amerika dan Eropa, ISK
menempati urutan teratas sebagai penyebab infeksi nosokomial dan 95%
diakibatkan karena pemasangan kateter.2 ISK dapat mengenai baik pria maupun
wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.3 ISK
bisa di bagi menjadi ISK asimptomatik, ISK simptomatik, dan ISK berulang. 1
Infeksi ini terjadi karena naiknya kuman melalui uretra menuju kandung kemih
dan saluran kemih yang lebih atas, infeksi juga dapat terjadi akibat penyebaran
kuman melalui pembuluh darah dan limfe.4
Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% wanita
dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya.1 Sekitar 50% wanita mengalami
paling sedikit satu kali serangan akut infeksi saluran kemih selama hidupnya, dan
20% mengalami rekurensi.5 Wanita memiliki resiko lebih sering terkena ISK
daripada pria, hal itu disebabkan karena bakteri dari rektum dapat dengan mudah
mencapai uretra dan menyebabkan infeksi. 6,7
Di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, pada tahun 2004, didapatkan data kejadian
ISK sebesar 62,3%.8 Di laboratorium mikrobiologi RSUP Dr. Kariadi Semarang
tahun 2011, terdapat 2283 sampel urin yang masuk, 1522 (sekitar 66%) sampel
urin tersebut mengindikasikan adanya ISK.
Untuk menentukan benar atau tidaknya pasien menderita ISK dibutuhkan
diagnosis yang adekuat. Diagnosis ISK dilakukan menggunakan sampel urin.
Sampel urin merupakan sediaan yang memiliki proporsi besar sebagai sampel
yang sering dikerjakan di laboratorium mikrobiologi.9
Untuk mendiagnosis ISK bisa menggunakan berbagai metode. Metode yang
digunakan antara lain, kultur, pengecatan gram, tes kimia (enzim reductase
nitrate, enzim leukosit esterase, Triphenyltetrazolium chloride), metode otomatis
(deteksi ATP bakteri).10 Standar baku emas pemeriksaan sampel urin untuk
diagnosis ISK adalah kultur bakteri. Namun kultur bakteri membutuhkan waktu
sekitar 2 hari untuk mendapatkan hasil, selain itu dibutuhkan biaya yang cukup
mahal. Hasil dari kultur bakteri juga bisa menghasilkan hasil negatif palsu. Kultur
bakteri juga tidak dapat dilakukan di semua laboratorium.
Diagnosis ISK diperlukan waktu yang cepat agar bisa menentukan terapi
(antibiotik) yang adekuat. Tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas yang
memadai untuk melakukan kultur bakteri urin. Adanya metode diagnostik yang
sederhana, cepat, dan terjangkau sangat dibutuhkan.
Penelitian uji diagnostik ini dilakukan untuk mengetahui sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan leukosit dan bakteri dalam urin yang lebih sederhana dan
dapat dilakukan di semua tingkat pusat pelayanan kesehatan.

METODE
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan uji diagnostik pemeriksaan leukosituria, dan bakteriuria mikroskopis
langsung dibandingkan dengan kultur urin sebagai baku emasnya. Penelitian ini
dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini dilakukan bulan Maret –
Juli 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan consequtive sampling, dimana
setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dianalisis.
Penelitian ini menggunakan 89 sampel urin pasien dengan diagnosis klinis
ISK di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama bulan Mei 2013- Juli 2013 serta
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah
pasien dengan usia >14 tahun, pasien dengan diagnosa awal ISK karena disertai
tanda dan gejala ISK, sedangkan kriteria eksklusi adalah terdapat kontaminan
pada spesimen urin (tumbuh ≥ 3 macam organisme pada kultur urin).
Sampel urin yang sudah terkumpul kemudian di proses di laboratorium untuk
pengkulturan dan pengecatan gram. Setelah sampel urin di kultur dan di cat gram,
hasilnya dicatat dan dimasukkan dalam tabel. Data yang yang telah didapat
tersebut dimasukkan dalam tabel 2x2, kemudian dihitung sensitivitas, spesifisitas,
akurasi, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif.
Tabel 1. Tabel data
Baku Emas (Kultur Urin)
Positif Negatif Jumlah
Pemeriksaan Positif A B A+B
Mikroskopis Negatif C D C+D
Jumlah A+C B+D A+B+C+D
Keterangan :
A. Positif murni bila hasil pemeriksaan uji-uji diagnostik dan baku emas positif
B. Positif palsu bila hasil pemeriksaan uji-uji diagnostik positif tetapi baku emas
negatif
C. Negatif palsu bila hasil pemeriksaan uji-uji diagnostik negatif tetapi hasil
pemeriksaan baku emas positif
D. Negatif murni bila hasil pemeriksan uji-uji diagnostik negatif dan hasil
pemeriksaan baku emas negatif
Cara menentukan :
A
Sensitivitas = A+C ×100 %

Spesifisitas = × 100 %

Akurasi = × 100 %

Nilai prediksi positif = × 100 %

Nilai prediksi negatif = × 100 %

HASIL
Hasil Pemeriksaan
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Positif Negatif
N (%) N (%)
Kultur Urin 38 (42.69%) 51 (57.30%)
Mikroskopis Leukosituria 4 (4.5%) 85 (95.5%)
Mikroskopis Bakteriuria 20 (22.5%) 69 (77.5%)
Tabel 2 menunjukkan jumlah sampel urin yang dikultur untuk melihat adanya
pertumbuhan bakteri sebanyak 89 sampel. Sampel sebanyak 89 ini memiliki nilai
pertumbuhan bakteri yang berbeda. Ada 38 sampel yang menunjukkan hasil
pertumbuhan bakteri ≥100.000, nilai ini m enandakan positif adanya infeksi
saluran kemih pada pasien. Sedangkan 51 sampel urin lainnya yang dikultur
menunjukkan hasil negatif.
Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan pengamatan leukosit ditampilkan pada
Tabel 2, adanya leukosit ≥ 3/LPB menunjukkan adanya ISK. Pada pengamatan
mikroskopis yang dilakukan, ditemukan 4 sampel urin yang memenuhi syarat
positif ISK untuk nilai leukosit dalam urin. Sisanya, 85 sampel urin menunjukkan
hasil negatif.
Hasil pemeriksaan mikroskopis urin berupa adanya bakteri dalam preparat juga
ditampilkan pada Tabel 2. Pada pemeriksaan mikroskopis diamati adanya bakteri
dalam sampel urin. Terdapat 69 sampel urin yang memiliki nilai negatif. Dua
puluh sampel menunjukkan nilai positif.
Hasil Uji Diagnostik
Tabel 3. Hasil Uji Diagnostik
Sensitivitas Spesifisitas NPP NPN

Uji diagnostik antara 7.89% 98.03% 75% 58.82%


kultur urin dengan
pemeriksaan
mikroskopis leukosituria
Uji diagnostik antara 36.84% 88.23% 70% 65.21%
kultur urin dengan
pemeriksaan
mikroskopis bakteriuria
Uji diagnostik antara 4.3% 100% 100% 67.2%
kultur urin dengan
pemeriksaan
mikroskopis leukosituria
dan bakteriuria

PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dilakukan kultur urin pada
89 sampel urin. Pada hasil kultur urin terdapat 38 sampel yang menunjukkan
pertumbuhan bakteri ≥100.000. Sesuai dengan kriteria ISK menurut CDC 11,
pertumbuhan bakteri yang mencapai angka ini memenuhi kriteria nilai
pertumbuhan bakteri pada ISK. Lima puluh satu sampel lainnya tidak memenuhi
kriteria ISK. Penegakan diagnosis ISK selain menggunakan kultur urin juga bisa
menggunakan pemeriksaan mikroskopis. Pada penelitian ini telah dilakukan
pemeriksaan mikroskopis berupa pengamatan terhadap leukosit dan bakteri.
Adanya leukosit pada preparat sampel urin dapat membuktikan adanya ISK
karena keberadaan leukosit menunjukkan bahwa respon inflamasi telah terjadi dan
menyebabkan berkumpulnya leukosit.12 Leukosit yang terkumpul bahkan bisa
menyebabkan pasien mengalami pyuria.
Kriteria ISK pada CDC, adanya leukosit ≥3/LPB menunjukkan adanya
ISK.11 Pada pengamatan mikroskopis yang dilakukan, ditemukan 4 sampel urin
memenuhi kriteria sehingga dinyatakan positif. Sisanya, 85 sampel urin
dinyatakan negatif karena tidak memenuhi kriteria.
Pemeriksaan mikroskopis lain yang telah dilakukan adalah pengamatan
mikroskopis adanya bakteri pada sampel urin. Pada pengamatan mikroskopis
bakteri terdapat 69 sampel urin yang memiliki nilai negatif. Dua puluh sampel
menunjukkan nilai positif. Selain adanya leukosit dan bakteri, ditemukan juga
yeast pada pengamatan mikroskopis. Terdapat 20 sampel urin yang didalamnya
ditemukan yeast.
Data-data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan metode uji
diagnostik untuk menentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif,
dan nilai prediksi negatif. Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan
nilai prediksi negatif yang diperoleh pada uji diagnostik antara kultur urin dengan
pemeriksaan mikroskopis leukosituria adalah 7.89%, 98.03%, 75%, 58.82%. Nilai
sensitivitas 7.89% berarti probabilitas hasil positif pemeriksaan mikroskopis
leukosituria dapat mendeteksi pasien ISK dengan hasil kultur urin positif sebesar
7.89%. Nilai spesifisitas 98.03% berarti probabilitas hasil negatif pemeriksaan
mikroskopis leukosituria dapat mendeteksi pasien ISK dengan hasil kultur urin
negatif sebesar 98.03%. Nilai prediksi positif 75% berarti bahwa kemungkinan
seseorang menderita ISK dengan kultur urin positif sebesar 75% apabila hasil
pemeriksaan mikroskopis leukosituria pasien tersebut positif. Nilai prediksi
negatif 58.82% berarti bahwa kemungkinan seseorang tidak menderita ISK
dengan kultur urin negatif sebesar 58.82% apabila pemeriksaan mikroskopis
leukosituria pasien tersebut negatif.
Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi
negatif yang diperoleh pada uji diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan
mikroskopis bakteriuria adalah 36.84%, 88.23%, 70%, 65.21%. Nilai sensitivitas
36.84% berarti probabilitas hasil positif pemeriksaan mikroskopis bakteriuria
dapat mendeteksi pasien ISK dengan hasil kultur urin positif sebesar 36.84%.
Nilai spesifisitas 88.23% berarti probabilitas hasil negatif pemeriksaan
mikroskopis bakteriuria dapat mendeteksi pasien ISK dengan hasil kultur urin
negatif sebesar 88.23%. Nilai prediksi positif 70% berarti bahwa kemungkinan
seseorang menderita ISK dengan kultur urin positif sebesar 70% apabila hasil
pemeriksaan mikroskopis bakteriuria pasien tersebut positif. Nilai prediksi negatif
65.21% berarti bahwa kemungkinan seseorang tidak menderita ISK dengan kultur
urin negatif sebesar 65.21% apabila pemeriksaan mikroskopis bakteriuria pasien
tersebut negatif
Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi
negatif yang diperoleh pada uji diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan
mikroskopis leukosituria dan bakteriuria adalah 4.3%, 100%, 100%, 67.2%. Nilai
sensitivitas 4.3% berarti probabilitas hasil positif pemeriksaan mikroskopis
leukosituria dan bakteriuria dapat mendeteksi pasien ISK dengan hasil kultur urin
positif sebesar 4.3%. Nilai spesifisitas 100% berarti probabilitas hasil negatif
pemeriksaan mikroskopis leukosituria dan bakteriuria dapat mendeteksi pasien
ISK dengan hasil kultur urin negatif sebesar 100%. Nilai prediksi positif 100%
berarti bahwa kemungkinan seseorang menderita ISK dengan kultur urin positif
sebesar 100% apabila hasil pemeriksaan mikroskopis leukosituria dan bakteriuria
pasien tersebut positif. Nilai prediksi negatif 67.2% berarti bahwa kemungkinan
seseorang tidak menderita ISK dengan kultur urin negatif sebesar 67.2% apabila
pemeriksaan mikroskopis leukosituria dan bakteriuria pasien tersebut negatif.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasetyowati,
pemeriksaan leukosituria memiliki sensitivitas 39.3%, bakteriuria dengan
pengecatan gram memiliki sensitivitas 89.3%.13 Bila dibandingkan dengan
penelitian yang telah dilakukan, nilai sensitivitas pemeriksaan leukosituria pada
penelitian ini jauh lebih rendah yaitu 7.89%, sedangkan nilai sensitivitas pada
pemeriksaan bakteriuria juga lebih rendah yaitu 36.84%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni, pemeriksaan mikroskopis
leukosituria memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 82.7%. Pemeriksaan
bakteriuria memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 77.8%. 14 Penelitian kali
ini memiliki sensitivitas yang lebih rendah pada pemeriksaan mikroskopis
leukosituria, namun nilai spesifisitasnya lebih tinggi. Begitu pula pada
pemeriksaan mikroskopis bakteriuria, memiliki sensitivitas lebih rendah dan
spesifisitas yang lebih tinggi.
Lunn et al. juga melakukan penelitian serupa dan menghasilkan hasil nilai
sensitivitas 89%, nilai spesifisitas 85%, nilai prediksi positif 5.98, nilai prediksi
negatif 17% pada pemeriksaan mikroskopis.15 Penelitian lain yang dilakukan oleh
Taneja et al. menunjukkan hasil sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan
nilai prediksi negatif dengan nilai 68.4%, 60.8%, 32.7%, 87.3% pada pemeriksaan
mikroskopis.16 Pemeriksaan mikroskopis pada penelitian kali ini menghasilkan
nilai sensitivitas pada bakteriuria yang lebih rendah, sensitivitas pada leukosituria
lebih rendah. Spesifisitas pada bakteriuria dan leukosituria lebih tinggi. Nilai
prediksi positif bakteriuria dan leukosituria lebih tinggi. Nilai prediksi negatif
pada leukosituria cenderung lebih rendah, nilai prediksi negatif pada bakteriuria
juga cenderung lebih rendah.
Hasil yang berbeda dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya
perbedaan responden yang masuk dalam kriteria penelitian, perbedaan responden
disini berhubungan dengan usia responden/pasien. Pada usia anak-anak ISK bisa
terjadi karena adanya kelainan anatomi ataupun fungsional dari traktus
gastrourinarius. Semakin usia seseorang beranjak dewasa kejadian ISK dapat
meningkat, hal ini disebabkan oleh perilaku seksualitas yang dapat meningkatkan
resiko infeksi.17 Pada usia tua pertahanan tubuh terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit seperti kanker dan infeksi. Tubuh juga akan kehilangan kemampuan
untuk meningkatkan responnya terhadap sel asing, terutama bila menghadapi
infeksi.18
Kedua, perbedaan lokasi penelitian pada dua penelitian yang dilakukan
oleh Lunn et al. dan Taneja et al. Faktor lingkungan yang berbeda ini tentunya
menyebabkan perbedaan hasil penelitian karena menyebabkan prevalensi ISK
juga berbeda. Angka prevalensi pada tempat dilakukannya penelitian
mempengaruhi perhitungan jumlah sampel dan interpretasi hasil pada penelitian.19
Penegakkan diagnosis ISK yang adekuat dan cepat dapat membantu proses
pengobatan yang lebih efektif. Keterlambatan dalam penanganan ISK dapat
menyebabkan penurunan kualitas kesehatan pasien. Penurunan kualitas kesehatan
pasien dapat menyebabkan perpanjangan masa rawat pasien di rumah sakit,
menambah angka kejadian infeksi, dan memperbanyak jumlah biaya.20,21
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak memperhatikan pola
pemberian antibiotik pada pasien yang menjadi responden penelitian. Pola
pemberian antibiotik yang berlebihan sebelum diagnosis infeksi oleh bakteri
ditegakkan akan menyebabkan hasil negatif palsu pada hasil diagnosis.
Pemeriksaan mikroskopis juga memiliki kelemahan dalam hal ketelitian.
Pemeriksaan mikroskopis pada penelitian ini dilakukan oleh dua orang yang
mengidentifikasi secara bergantian dan dilakukan uji kappa. Hasil yang diperoleh
dari uji kappa adalah koefisien kappa sebesar 0,908 dan p value 0,000. Hal ini
berarti koefisien kappa >0,7 dan p value <0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi pada pengamatan mikroskopis.
Pada penelitian ditemukan adanya pertumbuhan jamur pada urin pasien,
pertumbuhan ini menandakan adanya ISK. Adanya pertumbuhan jamur tersebut
disertai dengan adanya yeast pada pengamatan mikroskopis, untuk itu dilakukan
juga uji diagnostik. Hasil uji diagnostik pada kultur urin dan yeast mikroskopis
menghasilkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai
prediksi negatif. Hasilnya adalah 87.5%, 33.3%, 77.8%, 50%. Nilai
sensitivitasnya termasuk dalam rentang nilai sensitif yang ingin dicapai pada
penelitian ini (81-94%). Nilai spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi
negatif pun juga menunjukkan hasil yang baik. Melihat hasil tersebut, penelitian
lainnya untuk uji diagnostik yang berkaitan dengan ISK oleh jamur bisa dilakukan
agar hasil yang lebih baik bisa diperoleh.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif
uji diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan mikroskopis leukosituria
adalah 7.89%, 98.03%, 75%, 58.82%. Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi
positif, dan nilai prediksi negatif uji diagnostik antara kultur urin dengan
pemeriksaan mikroskopis bakteriuria adalah 36.84%, 88.23%, 70%, 65.21%. Nilai
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif yang
diperoleh pada uji diagnostik antara kultur urin dengan pemeriksaan mikroskopis
leukosituria dan bakteriuria adalah 4.3%, 100%, 100%, 67.2%.
Hasil uji diagnostik yang dilakukan pada pemeriksaan mikroskopis di
penelitian kali ini tidak menghasilkan nilai yang sesuai dengan target, sehingga
metode ini belum bisa menggantikan metode baku emas diagnosis ISK yaitu
kultur urin.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, diperlukan penelitian yang lebih
teliti lagi untuk pemeriksaan mikroskopis. Diperlukan tenaga-tenaga peneliti
untuk mengidentifikasi pada saat pengamatan mikroskopis agar hasil yang didapat
lebih akurat. Penelitian uji diagnostik dengan metode diagnosis yang berbeda juga
diperlukan untuk menemukan metode diagnosis ISK yang lebih menguntungkan,
misalnya penelitian pada pertumbuhan jamur. Penelitian ini juga menunjukkan
perlunya tenaga-tenaga ahli mikrobiologi beserta sarananya di setiap tempat
pelayanan kesehatan agar proses diagnosis ISK dan infeksi-infeksi lain bisa
dilakukan secara adekuat dan cepat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Purnomo Hadi, M.Si dan dr.
Rebriarina Hapsari yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi masukan
kepada penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Kepada dr. Stefani Candra
Firmanti, M.Sc selaku ketua penguji dan dr. Endang Sri Lestari., PhD selaku
penguji, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
beserta stafnya yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah. Serta penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harryanto RS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia, 2006.
2. Pranawa. Infeksi saluran kencing, urosepsis, dan gagal ginjal akut. In:
Soebagijo A, Gatot S, Ari S, et al., eds. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan XVII Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Laboratorium /SMF
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Airlangga, 2002.
3. Wiguno, Siregar. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit dalam. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 1990.
4. Noer MS, Soemyarso. Infeksi Saluran Kemih, 2006.
5. Budi IS. Infeksi Saluran Kemih. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
6. Ebie MY, Kandakai-Olukemi YT, Ayanbadejo J, et al. Urinary Tract
Infections in a Nigerian military hospital. Nigerian Journal of
Microbiology 2001;15:31-7.
7. Kolawole AS, Kolawole OM, Kandaki-Olukemi YT, et al. Prevalence of
Urinary Tract Infections among patients attending Dalhatu Araf Specialist
Hospital, Lafia, Nasawara State, Nigeria. International Journal of
Medicine and Medical Sciences 2009;1:163-7.
8. Samirah, Darwati, Windarwati, et al. Pola dan Sensitivitas Kuman di
Penderita Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory 2006;12:110-3.
9. Evans R, Davidson MM, Sim LR, et al . Testing by Sysmex UF-100 flow
cytometer and with bacterial culture in a diagnostic laboratory: a
comparison. J Clin Pathol 2006;59(6):661-2.
10. Bayle, Scott's. Diagnostic Microbiology. St. Louise, Missouri: 11830
Westline Industrial Drive, 1994.
11. Catheter Associated Urinary Tract Infection (CAUTI) Event. Atlanta:
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009.
12. Jones KV, Asscher AW. Urinary Tract Infection and Vesicourethral
reflux. In: Jr CME, ed. Pediatric kidney disease. Boston: Little, Brown and
Co, 2000; v. 2.
13. Endang P. Leukosituria, Bakteriuria dan Pengecatan Gram Urin sebagai
Kriteria Diagnostik Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Semarang: Universitas Diponegoro,
2001; v. PPDS.
14. Titin EN. Pemeriksaan Mikroskopis Kemih untuk Diagnosis Infeksi
Saluran Kemih pada Neonatus. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran. Semarang: Universitas Diponegoro, 2003; v. PPDS.
15. Lunn A, Holden S, Boswell T, et al. Automated Microscopy, Dipsticks
and the diagnosis of Urinary Tract Infection. Arch Dis Child
2010;95(3):193-7.
16. Taneja N, Chatterjee SS, Singh M, et al. Validity of Quantitative Unspun
Urine Microscopy, Dipstick Test Leucocyte Esterase and Nitrite Tests in
Rapidly Diagnosing Urinary Tract Infections. J Assoc Physicians India
2010;58:485-7.
17. Infeksi Saluran Kemih. Medan: Universitas Sumatera Utara. Available
from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25633/4/Chapter%2
0II.pdf
18. Stanley M, Beare PG. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi ke-2.
Jakarta: EGC, 2006.
19. Pusponegoro HD, Wirya W, Pudjiadi AH, et al. Pengantar Uji Diagnostik.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012. Available from: http://research-
indonesia.blogspot.com/2012/07/pengantar-uji-diagnostik.html
20. Jarvis WR. Selected aspects of the socioeconomic impact of nosocomial
infections: morbidity, mortality, cost, and prevention. Infect Control Hosp
Epidemiol 1996;17(8):552-7.
21. Hsueh PR, Hoban DJ, Carmeli Y, et al. Consensus review of the
epidemiology and appropriate antimicrobial therapy of complicated
urinary tract infections in Asia-Pacific region. J Infect 2011;63(2):114-23.

You might also like