You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

Kelompok 3

Disusun oleh :

Ahmad Mujiburroh KHG D18006

Dadan Darajat P KHG D18103

Elsera Sulistina N KHG D18017

Fahmi Rizki F KHG D18021

Laela Sari Restiani KHG D18053

Mimann KHG D18032

Peppi Kris O KHG D18035

Yulianti KHG D18150

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018
1. LATAR BELAKANG
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum parietal yang

melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum viceral yang melapisi

semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat

diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum.

Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan

saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam

peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum

mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung.

Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan

lambung berjalan ke atas dinding abdomen dan membentuk mesenterium

usus halus. Fungsi peritoneum yaitu :

1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis

2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam

rongga peritoneum tidak saling bergesekan

3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap

dinding posterior abdomen

4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu

melindungi terhadap infeksi.

Proses peradangan dan infeksi dapat terjadi pada lapisan

peritonium yang dapat menyebabkan kondisi kekritisan pada pasien oleh

karena itu peritonitis harus membutuhkan penanganan medis dan asuhan

keperawatan yang tepat untuk mengatasi kondisi kritis tersebut dan

mencegah komplikasi yang lebih parah.


A. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa

rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya

yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan

gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans

muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005)

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial

tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.

Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane

serosa, pada bagian rongga perut

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi

pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga

abdomen dan dinding perut bagian dalam.

B. Etiologi

1. Infeksi bakteri

 Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha

dan beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang

paling berbahaya adalah clostridium wechii.

 Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

 Appendiksitis yang meradang dan perforasi

 Tukak peptik (lambung / dudenum)

 Tukak thypoid

 Tukak pada tumor


2. Secara langsung dari luar.

 Operasi yang tidak steril

 Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi

peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa

sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis

granulomatosa

 Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa,

ruptur hati

 Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti

radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,

glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau

pnemokokus.

C. Tanda dan Gejala

Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.

Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di

perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat

meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan,

adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati

dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan

peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan

usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam

rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit.


Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru,

ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu

demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,

dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya

memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.

Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita

secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau

tegang karena iritasi peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa

jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya

diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV),

penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,

ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita

dengan paraplegia dan penderita geriatric.

D. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah

keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan

permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan

infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang

sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan

dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan


penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas

inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya

pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan

mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan

terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.

Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan

mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-

kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada

keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu

mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman

dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai

abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai

sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat

penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.

Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga

abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang

tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri

dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan

pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat

koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakterigram negatif, terutama E. coli.

Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida

albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE

II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas

tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti
lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga

mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan

multiple organ failure (MOF).


E. Pathway Keperawatan
Infeksi Bakteri, virus, Trauma Appendiksitis Konsumsi diit rendah serat
cacing/ parasit abdomen

Obstruksi lumen peritonium Fekalit dalam lumen


Ruptur
peritonium Perforasi
Mukosa Terbendung Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus Tekanan intra sekal

Tekanan intra luminal Respon inflamasi Sumbatan fungsional


dan pertumbuhan kuman kolon

Aliran limfe terhambat


Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis

Pre Operasi

Peradangan Peritonium Peningkatan Peristaltik Proses infeksi


Konsumsi diit
mendadak rendah serat

Proses penyakit Anoreksia, mual, Kemungkinan distensi


abdomen muntah ruptur

Nyeri Ketidakseimbangan Resiko Konstipasi


nutrisi kurang dari infeksi
Hipetermi kebutuhan tubuh

Post Operasi

Pembedahan/Laparatomy Pembatasan, paska operasi (puasa) Kelemahan fisik

Resiko Intoleransi
kekurangan aktivitas
Nyeri
volume cairan

Resiko
infeksi
Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.
F. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral

yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan

gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan

bernafas.
4. Sepsis

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
 Leukositosis
 Hematokrit meningkat
 Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
 Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
 Usus halus dan usus besar dilatasi.
 Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

H. Penatalaksanaan Medis

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena

syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan

cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.

Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk

mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah

dan perbaikan dapat diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti

apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan

mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITIS

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian

a. Biodata

Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.


b. Riwayat kesehatan
 Kaji keluhan utama
 Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam,

sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek,

keadaan umum lemah.


 Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
 Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah

menderita penyakit seperti pasien


c. Pemeriksaan fisik
 Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
 Inspeksi :

- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan

leher

- Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,

- Genetalia : Tidak ada perubahan


 Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri
 Auskultasi : peristaltic usus menurun
 Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pengkajian primer

a. Airway

Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas

berupa secret, lidah jatuh atau benda asing

b. Breathing

Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai

berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.

c. Circulation

Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji

keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake

klien.

d. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri

atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun

cara yang cukup jelas dan cepat adalah :


A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Nyeri

e. Exposure

Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui

kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat

perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan

rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:


Pre Operasi
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual,muntah, anoreksia.


III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan

yang tidak adekuat.


III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification

(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome

Classification ( NOC) , antara lain:


Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat

berkurang atau hilang.


NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai

kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,

keparahan, factor presipitasinya


2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat

pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:

masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-

buru

4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan


5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien

adekuat.
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan

bagaimana memenuhinya.
4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh

kembali normal 370 C


NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya

selembar pakaian.
4. Berikan cairan intravena

Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi

teratasi.
NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.

NIC : Penatalaksanaan defekasi


1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk,

volume, dan warna yang tepat.


2. Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas

defekasi dan penggunaan laksatif.


3. Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan

cairan,aktivitas dan latihan.


4. Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan

keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.


5. Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan

tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari

gejala peritonitis.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria,

dan imun dalam batas normal.


3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan

pemantauan.

NIC : Pengendalian Infeksi


1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan

frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan

dangkal untuk mendeteksi rupturnya apendiks.


2. Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya

nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan

peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi

abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat,

menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.


3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus

dan meningkatkan resiko perforasi.


4. Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat

berkurang atau hilang.


NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai

kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,

keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat

pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:

masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-

buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan


5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai

saat nyeri.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan

cairan yang tidak adekuat.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan

cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang

adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran

mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu

pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi

infeksi pada luka bedah.


NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan

luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan

terhadap infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi

tubuh terhadap infeksi.


4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set

ganti balut yang steril.


5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa

mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi, dan RR


2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur

periode istirahat dan aktivitas


2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas

yang berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2


Desember 2007.
Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB.
Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes


Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project


Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year
Book Inc.

Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku


Kedokteran. Jakarta : ECG.

Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima


Medika.

You might also like