You are on page 1of 5

Ada sebuah jurnal dengan judul “Conflict in Nursing Management in the Hospital

Context yang dipublikasikan oleh Universidade de Sao Paulo tahun 2011, menjelaskan
bahwa dari hasil wawancara yang terstuktur dengan 13 manajer perawat dari rumah sakit
di pedalaman Rio Grande do Sul , Brasil untuk menganalisis bagaimana konflik terwujud
dalam hubungan interpersonal dan ruang lingkup perawat dalam menyikapi manajemen
keperawatan di suatu rumah sakit ditemukan 11 dari 13 perawat mengatakan mereka
sebagai manajer lebih dari 80 % didapati ketika lulus dan berkerja di rumah sakit dan
menyatakan bahwa mereka tidak tahu tentang peran manajemen sebelum mengambil
fungsi ini atau sebelum mereka menyelesaikan kuliah strata 1. Perawat menganggap
bahwa konflik adalah bagian dalam organisasi , yang melibatkan kebutuhan untuk hidup
dan bagian yang akan selalu mereka hadapi.

dalam salah satu jurnal yang ditulis oleh Hendel t. , Fish M & Galon V (2005), dengan
judul “Leadership style and choice of strategy in conflict management among Israeli
nurse managers in general hospitals” menyampaikan bahwa kemampuan untuk berkreasi
atau kratifitas seorang pemimpin dan pimpinan dalam mengelola situasi konflik ,
terhadap hasil yang konstruktif menjadi persyaratan standar dalam mengelola ruangan di
rumag sakit.

Disampaikan bahwa dari hasil penelitian perawat kepala ruangan menganggap diri
mereka secara signifikan lebih sebagai transformasional leader dari transaksional leader.
Metode kompromi ditemukan menjadi yang paling umum digunakan dalam strategi
manajemen konflik . Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi
strategi konflik yang terjadi diruangan.

PUSTAKA :
Rev. Latino-Am. Enfermagem Original Article, 2011. Conflict in Nursing Management
in the Hospital Context, the property of Escola de Enfermagem de Ribeirao
Preto, Universidade de Sao Paulo, Accepted: 19 July 2010
Hendel t. , Fish M & Galon V, 2005. Leadership style and choice of strategy in
conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals,
Journal of Nursing Management, 2005. Accepted for publication: 1 July 2004
KASUS FIKTIF UNTUK KELOMPOK

Seorang perawat, kepala ruangan ruang bedah di sebuah rumah sakit, pada suatu pagi
mengikuti preconference atau operan sekaligus bermaksud melihat kinerja dari
bawahannya. Pada saat operan berlangsung tejadi perdebatan antara perawat ruangan.
Salah satu perawat menyampaikan bahwa pasien yang menunggu jadwal operasi
mengantri, banyak dari keluarga pasien mengeluh dan selalu menanyakan kapan keluarga
mereka dibawa ke ruang operasi. Bahkan ada dari keluarga pasien manyampaikan jika
siang ini tidak dioperasi maka pasien meminta pulang secara paksa. Kemudian perawat
lainnya mengadukan bahwa ada salah satu perawat diruangan tersebut, menerima
sejumlah uang dari pasien dan menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa akan
mendahulukan mereka untuk berangkat ke ruang operasi. Dan perawat yang tertuduh
tidak terima kemudian menyampaikan akan melaporkan hal tersebut kepada pimpinan
yang lebih tinggi.

PEMBAHASAN KASUS OLEH KELOMPOK

Robbins (1996) dalam "Organizational Behavior" menjelaskan bahwa konflik adalah


suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat
(sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif
maupun pengaruh negatif. sedangkan menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi
yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. kekuatan-kekuatan ini
bersumber pada keinginan manusia.

Semakin besar suatu organisasi atau dari kasus diatas yaitu suatu rumah sakit, maka
semakin cenderung menjadi kompleks keadaan yang ada didalamnya. Kompleksitas ini
menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur dari suatu sistem, kompleksitas
komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang
bahkan sampai ketahapan nilai-nilai moral yang ada ditempat tersebut. Salah satu
kompleksitasnya juga adalah dari sumber daya manusia itu sendiri, dikasus ini kami
gambarkan perawat yang ada diruangan. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan
sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti
kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status,
kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan
sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang
berasal dari perawat, di mana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu
mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Sehingga beresiko kepada pelanggaran moral sangat besar ketika kekompleksitasan
tersebut justru dimanfaatkan, dimana justru rekan perawat lainnya berusaha
menyelesaikan masalah yang tidak dapat mereka atasi.

Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:


1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami internal rumah sakit. Jika
belum jelas, mereka harus mencari data/informasi lebih untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola
dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan
tahapan hidupnya.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang
terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari
konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari
yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting
untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat
telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali
permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan

Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor


apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun
konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok.
pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal
menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan
yang positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik ada faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern adalah kemantapan organisasi, sistem nilai suatu organisasi, tujuan organisasi,
sistem lain dalam organisasi seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem
pengambilan keputusan, sistem imbalan, dan lain-lain dan faktor ekstern yaitu
keterbatasan sumber daya, kekaburan aturan / norma di masyarakat, derajat
ketergantungan dengan pihak lain, pola interaksi dengan pihak lain. Spiegel (1994)
menjelaskan kaloborasi dan kemampuan berunding merupakan aspek besar dalam
keberhasilan gaya kepemimpinan.

Dalam kasus diatas seorang leader diharapkan mampu memberi solusi atau sebuah
gagasan guna menghadapi situasi yang komplek. Baik dari jajaran internal maupun
kepada pihak instansi guna mengatasi keadaan tersebut. Berdasarkan teori yang ada
seorang leader tidak hanya sebagai pembagi tugas melainkan lebih mengarahkan dan
memberi nilai-nilai positif dalam setiap pekerjaan. Seorang pemimpin diharapkan tegas
terhadap kesalahan apalagi jika mengarah kepada segala sesuatu yang merugikan pasien.
Dengan tentunya komunikasi serta lebih banyak mengumpulkan data dari berbagai aspek
guna memperkuat realitas dari suatu kejadian. Teguran bahkan hukuman
dipertimbangkan berdasarkan hasil data temuan yang ada, dan diharapkan ketegasan
menjadi bagian proses pembelajaran serta pencitraaan bagi pemimpin dimata bawahan.
Disini akan terlihat peran pimpinan sebagai mobilisator sistem dimana dari situasi diatas
seorang manejer sekiranya mampu mmenata sistem yang ada berdasarkan kepemimpinan
yang berkarakteristik baik kepada bawahan ataupun pihak rumah sakit agar dapat
menemukan suatu solusi yang ideal kedepannya.

Berangkat dari kejadian tersebut diharapkan konflik menjadi suatu kekuatan untuk
pengubahan positif dalam suatu organisasi. Pengembangan konflik yang positif dapat
digunakan sebagai tolak ukur kualitas manajerial dan kemapanan suatu sistem, sehingga
organisasi bisa memperoleh masukan atau gagasan yang sudah tersaring. Konflik
memiliki sisi merugikan bahkan menguntungkan organisasi selama bisa ditangani dengan
baik sehingga dapat mengarah ke inovasi dan perubahan, serta memberi tenaga kepada
orang untuk bertindak. Dari sudut pandang etika moral dan profesionalisme bahawan
juga merupakan aspek penting perhatian seorang leader, dimana kualitas layanan
kesehatan bahkan loyalitas perawat, sampai kepada rumah sakit dipertaruhkan dan
dipengaruhi oleh semua pihak terkait apalagi seorang perawat yang dianggap paling
caring terhadap pasien.

Note :
Ini sedikit bahasan dari saya mohon dikoreksi atau ditambahkan.....terima kasih ( ^^)/

You might also like