Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Di daerah Sulawesi-Selatan khususnya di Makassar penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan
katala kubusu. Skabies atau penyakit gudig (jawa) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya. (Ma’rufi
I, 2007 dalam Saad 2008). Selain itu beberapa ahli juga mendefiniskan skabies sebagai penyakit
zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke
manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang
disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997; Rosendal 1997 dalam
Isa Ma’rufi,2005).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa skabies adalah penyakit kulit yang yang
diakibatkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis
1. Etiologi
Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var hominis termasuk ordo
Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes. Sarcoptes scabiei var hominis menular
melalui kontak manusia dengan manusia (Chosidow 2006 dalam Yahmi Ira
Setyaningrum,2014), sedangkan Sarcoptes scabiei var mange ditransmisikan ke manusia
melalui kontak dengan berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi dan hewan ternak
(Bandi et al 2012 dalam Yahmi Ira Setyaningrum 2014). Nama Sarcoptes scabiei adalah
turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang berarti kulit dan koptein yang berarti potongan dan
kata latin scabere yang berarti untuk menggaruk. Secara harfiah skabies berarti gatal pada
kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies
berarti lesi kulit yang muncul oleh aktivitas tungau (Cordoro et al. 2012 dalam Yahmi Ira
Setyaningrum,2014).
a. Klasifikasi
Sarcoptes Scabiei termaksud filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo Akrarima, super
famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies Var Hominis (Tolibin
Iskandar.2005)
b. Ciri morfologi
Ciri Morfologi dari tungau penyebab skabies antara lain berukuran 0.2-0.5mm, berbentuk
oval, cembung dan datar pada sisi perut (Chowsidow 2006 dalam Yahmi Ira
Setyaningrum,2014). Ukuranyya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron × 250-350
mikron, sedankang yang jantan lebih kecil yakni 200-240 mikron × 150-200
mikron(Yasin,2009). Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak
pada toraks. Toraks dan abdomen menyatu membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak
ada atau tidak jelas (Krantz 1978 dalam Yahmi Ira Setyaningrum,2014).
Gambar 1
c. Siklus Hidup
Siklus hidup tungau yaitu dimulai saat setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi diatas
kulit, yang jantan akan mati tetapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungai betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40-50. Bentuk betina
yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam
waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.larva ini dapat tinggal
dalam terowongan tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk,yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai telursampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-13
hari.(Handoko,2007 dalam Yasin,2009).
Gambar 2. Siklus Hidup Tungau sarcobtes scabiae
Menurut CDC tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei melalui 4 tahap pertumbuhan
dalam siklus hidupnya yaitu telur,larva nimfa dan dewasa.
1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentukoval
dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-4 hari.
4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan
lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari setangah ukuran betina.
Perkawinan terjadi, tungau jantan secara aktif masuk keterowongan yang telah dibuat
oleh tungau betina. Setelah terjadi kopolasi,tungau jantan mati atau dapat bertahan
hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan
mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan baru untuk meletakkan telur-
telurnya. Siklus hidup dari telur sampai berubah menjadi dewasa berlangsung kurang
lebih satu bulan ( CDC,2008 dalam Yasin 2009).
Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan daerah
kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit
kepala sering diserang kutu tersebut.
Cara penularan (transmisi ) penyakit skabies dapat terjadi melalui dua cara yaitu: melalui
kontak langsung misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan kontak seksual. Kontak tidak
langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain (Djuanda, 2007 dalam
Yasin 2009)
1. Kepadatan penduduk.
2. Masalah sosial ekonomi yang berpengaruh pada status gizi yang buruk yang
menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi seimbang sehingga daya tahan tubuh rendah
sehinnga rentang terkena penyakit termaksud penyakit skabies .
4. Masalah sanitasi lingkungan yang buruk seperti kebersihan tempat tidur dan
ketersdiaan air bersih.
5. Personal hygiene yang tidak baik seperti kebersihan pakaian dan handuk.
1. Pruritus nokturna, yaitu rasa gatal malam hari pada kulit yang umumnya timbul pada
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volair, lipat ketiak, selangkangan, siku, lipat
paha, pantat, dan genitalia externa.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih keabu-
abuan bisa garis lurus atau berkelok rata-rata panjang 1cm dan pada ujung terowongan
biasanya dijumpai papul atau vesikel.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.(Handoko RP,2007
dalam Saad,2008.)
Pencegahan dan penanggulangan penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara perbaikan
sanitasi, menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk mencegah infestasi parasit sebaiknya
mandi 2 kali sehari, menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah
menular pada kulit biasa, tidak membahayakan jiwa namun sangat mengganggu kehidupan
seharihari.
Semua penderita dalam keluarga/pondok/asram harus di obati. Penyakit skabies adalh penyakit
yang menular melalui kontak perorangan, apabila ada salah satu anggota keluarga/pondokan
yang menderita skabies harus segera diobati agar tidak menular kepada anggota yang lain/warga
sekitar.
Upaya pengobatan terhadap penyakit skabies dapat dilakukan dengan penggunaan obat. Obat-
obat yang dapat digunakan pada manusia antara lain : emulsi benzin benzoat 20 - 35%.
Dioleskan keseluruh tubuh, kecuali muka, dibiarkan selama 24 jam dan dapat diulang 1 minggu
kemudian (Soedarto, 1994 dalam Tolibin Iskandar); Krim Permethrin 5% cukup efektif dengan
kadar toksisitas yang rendah. Pemakaian dioleskan tipis ke bagian yang berlesi. Pemakaian
cukup 1 kali aplikasi selama 8 jam (HILL, 1995 dalam Tolibin Iskandar); Krim/losio krotamiton,
obat ini mempunyai efek anti gatal dan anti skabies. Pemakaian dengan cara dioleskan setiap hari
selama 2 hari kemudian dicuci 24 jam setelah aplikasi ke dua (HILL, 1995 dalam Tolibin
Iskandar); Salep sulfur 5 - 10%. Obat ini sudah dipakai sejak lama, dengan sulfur presipitatus 5 -
10% dalam vaselin. Dipakai 3 hari berturut-turut dan diulang setelah 1 minggu. (Hartadi, 1988
dalam Tolibin Iskandar,2000).
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau
krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua
efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.