Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN SEPSIS
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa
pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu
24 sampai 48 hari (Wong, 2003).
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik
akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur,
dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir (Wildan, 2007).
Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians/
Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah
dan definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL
dan penyakit anak. Istilah-istilah tersebut antara lain:
Sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic
Inflammatary Respons Syndrome – SIRS) yang terjadi sebagai akibat
infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskular dan gangguan nafas akut atau terdapat gangguan dua
organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan
hepatomegali).
Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi
walaupun telah mendapatkan cairan adequat.
Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi
mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi
dua atau lebih organ.
Sepsis merupakan adanya sindrom respon peradangan sistemik atau
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dengan adanya infeksi
pada organ tertentu. Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan
respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan adanya SIRS ditambah
dengan infeksi yang terbukti (proven) atau dengan suspek infeksi. SIRS
adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria (Nguyen et al., 2006):
1
Denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit waktu
istirahat
Temperatur tubuh tinggi (>100.4°F atau 38°C) atau rendah (<96.8°F atau
36°C)
Kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau
PaCO2 (tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32 mm
Hg
Jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/µL atau <4000 sel/µL
atau >10% bands (tipe yang belum matang dari sel darah putih)
B. ETIOLOGI SEPSIS
Faktor-faktor penyebab terjadinya sepsis pada bayi baru lahir dapat di
bagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Faktor maternal terdiri dari:
a. Ruptur selaput ketuban yang lama
b. Persalinan prematur
c. Amnionitis klinis
d. Demam maternal
2
e. Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
f. Persalinan yang lama
2. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena
sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik
perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai
pemasangan kateter selang invasif, dan pemberian susu formula.
3. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat
badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu
(Wijayarini, 2005).
3
D. CLINICAL PATHWAY SEPSIS
virus,bakteri,kuman : (rubella,harpes,sitomegalo,malaria,sipilis,toksoplasma)
Placenta
&umbilikus
Infeksi
Gangguan
Cemas orang tua
pertukaran gas
4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG SEPSIS
1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia dengan
pergeseran ke kiri (imatur: total seri granolisik > 0,2).
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.
4. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
5. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya inflamasi.
5
dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan
Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).Pemeriksaan lain
tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
d. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
e. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari
i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes
kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus
meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
f. Pengobatan suportif meliputi:
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi
metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah,
plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
g. Pemberian Intravenous Immunoglabulin (IVIG)
G. KOMPLIKASI SEPSIS
1. Dehidrasi
2. Asidosis metabolic
3. Hipoglikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubinemia
6. Meningitis
6
H. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
Aktifitas/Istirahat : Malaise
Sirkulasi : Tekanan darah normal/sedikit dibawa jangkauan normal
(selama hasil curah jantung tetap meningkat), Denyut
perifer kuat, cepat, tachycardia ekstrim (syok). Suara
jantung disritmia, Kulit hangat kering, pucat, lembab, burik
(vasokonstriksi) atau barcahaya (vasodilatasi)
Eliminasi : Diare
Makanan & Cairan :Anorexia, mual dan muntah, penurunan bebrat badan,
penurunan massa otot, penurunan haluaran,
konsentrasi urin, perkembangan kearah oliguria dan
anuria
Neurosensori : Gelisah, penurunan tingkat kesdaran
Ketidaknyamanan: Kejang abdominal, urtikaria
Pernapasan : Takipnu dengan penurunan kedalaman pernapasan,
suhu umumnya meningkat, (37,95o C atau lebih),
menggigil
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveoli.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam pasien menunjukkan tanda-
tanda pertukaran gas yang adekuat.
Kriteria hasil : frekuensi pernafasan regular dan dalam batas normal (RR
neonatus = 30-60x/menit),nilai gas darah dalam batas normal (pH=7,35-
7,45, pCO2 35-45, P02=80-100, HCO3 21-28, BE {-3} – {+3}, Sa02 97-
100%).
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi pernapasan, 1. Peningkatan pernapasan terjadi
kedalaman dan kualitas. sebagai respon terhadap efek
Perhatikan dispnea berat langsung dari endotoksin pada
2. Kaji kulit terhadap perubahan pusat pernapasan didalam otak,
warna, suhu dan kelembaban dan juga perkembangan hipoksia
Kolaborasi dan demam
7
3. Berkan cairan parenteral 2. Penurunan curah jantung dan
4. Pantau pemeriksaan laboratorium vasokonstriksi perifer salah satu
misalnya GDA, kadar laktat tanda status syok
5. Berikan tambahan oksigen 3. Mempertahankan perfusi jaringan,
sejumlah besar cairan mungkin
dibutuhkan untuk mendukung
volume sirkulasi
4. Perkembangan asidosis
respiratorik/ metabolic
merefleksikan kehilangan
mekanisme kompensasi misalnya
penurnan sekresi ginjal
5. Memaksimalkan masukan oksigen
yang tersedia untuk masukan
seluler
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu pasien (derajat dan 1. Suhu 38,9 – 41,1 o C menunjukkan
pola); perhatikan menggigil dan proses infeksi akut. Pola demam
diaphoresis dapat membantu dalam diagnosis
2. Pantau suhu lingkungan, misalnya demam lanjut berakhir
batasi/tambahkan linen tempat tidur lebih dari 24 jam menunjukkan
3. Berikan kompres hangat; hindari pneumonia peneumokokkal
penggunaan alcohol 2. Suhu ruangan berpengaruh
Kolaborasi terhadap peningkatan maupun
8
4. Berikan antipiretik misalnya penurunan suhu tubuh penderita
asetaminofen 3. Menurunkan suhu tubuh melalui
proses konduksi. Alcohol dapat
mengeringkan kulit
4. Menghambat pengeluaran
prostaglandin dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi
Intervensi Evaluasi
1. Pantau frekuensi dan irama 1. Bila terjadi takikardia mengacu
jantung pada sirkulais sekunder system
2. Perhatikan kualitas/kekuatan dari saraf simpatis untuk
denyut perifer menekankan respon untuk
3. Catat haluaran urin setiap jam menggantikan kerusakan pada
dan berat jenisnya hipovolemia relative
4. Berkan cairan parenteral 2. Penurunan curah jantung dan
vasokonstriksi perifer salah satu
tanda status syok
3. Penurunan haluaran urin
mengindikasikan penurunan
perfusi ginjal yang dihubungkan
dengan perpindahan cairan dan
vasokonstriksi selektif
4. Mempertahankan perfusi
9
jaringan, sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan untuk
mendukung volume sirkulasi
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Mengurangi risiko kemungkinan
1. Isolasi dan batasi pengunjung infeksi dan pembatasan
2. Cuci tangan sebelum dan pengunjung diperlukan untuk
sesudah melakukan aktifitas melindungi pasien imunosupresi
walaupun menggunakan sarung 2. Mengurangi kontaminasi silang
tangan steril 3. Mengurangi jumlah lokasi yang
3. Batasi penggunaan alat/ prosedur yang dapat menjadi tempat
invasive setiap hari masuknya mikroorganisme
4. Gunakan teknik steril pada waktu 4. Mencegah masuknya bakteri dan
penggantian mengurangi risiko infeksi
balutan/penghisapan. Misalnya nosokomial
jalur invasive dan kateter 5. Demam (38,5o C – 40 o C)
urinarius disebabkan oleh efek dari
5. Pantau kecenderungan suhu endotoksin pada hipotalamus dan
6. Amati adanya mengigil dan endomorfin yang melepaskan
diaforesis pirogen.
Kolaborasi 6. Hipotermia (<36 o C)adalah tanda
7. Dapatkan specimen urin, darah, genting yang merefleksikan
sputum sesuai petunjuk untuk perkembangan status
pewarnaan syok/penurunan perfusi jaringan.
10
8. Berikan obat anti infeksi seperti 7. Menggigil sering mendahului
antibiotic spectrum luas misalnya memuncaknya suhu papa infeksi
gentamisin atau sefalosporin 8. Indetifikasi terhadap portal entry
Edukasi dan organisme penyebab
9. Berikon informasi yang adekuat septicemia adalah penting bagi
tentang proses penyakit. pengobatan
9. Dapat membasmi/memberikan
imunitas sementara untuk infeksi
umum atau infeksi khusus
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat kesadaran dapat
ansietas dari pasien/keluarga. mempengaruhi ekspresi rasa takut
Catat adanya tanda-tanda verbal tetapi tidak menyangkal
atau non verbal. keberadaannya. Derajat ansietas
2. Berikan penjelasan hubungan akan dipengaruhi bagaimana
antara proses penyakit dan informasi tersebut diterima oleh
gejalanya. individu.
3. Jawab setiap pertanyaan dengan 2. Meningkatkan pemahaman,
penuh perhatian dan berikan mengurangi resa takut karena
informasi tentang prognosa ketidaktahuan dan dapat
penyakit membantu menurunkan ansietas.
4. Jelaskan dan persiapkan untuk 3. Penting untuk menciptakan
tindakan prosedur sebelum kepercayaan karena diagnosa
duilakukan enfeksi otak mungkin menakutkan,
5. Berikan kesempatan ketulusan dan informasi yang
pasien/keluarga untuik akurat dapat memberikan
11
mengumgkapkan isi pikiran dan keyakinan pada pasien dan juga
perasaan takutnya. keluarga.
6. Libatkan pasien/keluarga dalam 4. Dapat meringankan ansietas
perawatan. terutama ketika pemeriksaan
7. Berikan petunjuk mengenai tersebut melibatkan otak.
sumber-sumber penyokong yang 5. Mengungkap , rasa takut secara
ada, seperti keluarga, konselor terbuka di mana rasa takut dapat
professional dan sebagainya ditunjukkan.
6. Meningkatkan perasaan control
terhadap diri dan meningkatkan
kemandirian.
7. Memberikan jaminan bahwa
bantuan yang diperlukan adalah
penting untuk
peningkatan/menyokong
mekanisme koping pasien
12
DAFTAR PUSTAKA
13