You are on page 1of 36

1

LAPORAN PRAKTIKUM METREOLOGI INDUSTRI

PERCOBAAN UJI KEKERASAN


Oleh :

Nama : Dede Maulana

NPM : 1711403

Jurusan : Teknik Mesin

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MANDALA

BANDUNG

2019
2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu
yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan
material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut
adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti
ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai
Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop
lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat
potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh
kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat.
Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material
yang diuji. Uji kekerasan merupakan pengujian yang paling efektif karena
dengan pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat
mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu
titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan
kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat
dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas. Uji keras juga
dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh
perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang telah
mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji kekerasan kita dapat dengan mudah
3

melakukan quality control terhadap material untuk mengetahui kualitas dari


material yang diuji sehingga dapat digunakan atau dipakai pada benda sesuai
4

dengan kapasitasnya. Maka dari itu praktikum pengujian kekerasan ini sangat
penting dilakukan oleh mahasiswa agar memahami dan mampu melakukan
pengujian kekerasan material, dan juga mampu melakukan perhitungan nilai
kekerasan dari material yang diuji.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu spesimen material yang diuji.
2. Untuk mengetahui macam-macam metode pengujian kekerasan material
serta aplikasinya.
3. Untuk mengetahui prosedur dan standar pengujian keras.
4. Untuk mengetahui sistem kerja dan bagian dari mesin uji kekerasan.
5. Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada saat melakukan
pengujian uji kekerasan.
5

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical


properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami
pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan
penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy
Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Kekerasan
merupakan ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan. Deformasi
yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada
permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu
terhadap lainnya akan terjadi deformasi elastis maupun plastis. Deformasi
elastis kemungkinan terjadi pada permukaan yang keras, sedangkan
deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih lunak. Pengaruh
deformasi bergantung pada kekerasan permukaan bahan (logam). Nilai
kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama
indentasi (penjejakan) logam mengalami deformasi sehingga terjadi regangan
dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sama
dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor) dalam kg/mm2 dan
besarnya kurang lebih tiga kali besar tegangan luluh untuk logam-logam yang
tidak mengalami pengerjaan pengerasan cukup berarti. Keras-lunak
permukaan bahan logam di setiap lokasi penjejakan akan berbeda-beda
karena faktor kehalusan permukaan, porositas, jenis perlakuan maupun
perbedaan unsur-unsur paduan. Diagonal jejakan (d) yang lebih panjang pada
6

suatu bahan uji memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah,
sebaliknya diagonal jejakan lebih pendek memberikan pengertian bahwa nilai
kekerasan bahan tinggi. Makin besar beban, diagonal indentasi (d) makin
besar pula di sisi lain makin besar diagonal indentasi maka nilai kekerasan
makin rendah. Hal ini tentu saja terkait dengan ketahanan bahan terhadap
deformasi yang dilakukan indentor.

Proses etsa pada prinsipnya merupakan peristiwa korosi logam yang


terkendali, namun tetap mengakibatkan porositas dipermukaan bahan uji yang
mempengaruhi kekerasan mikro. Hasil pengujian kekerasan mikro bahan
sebelum dan sesudah dietsa kemungkinan akan berbeda. Demikian pula
perbedaan hasil uji yang kemungkinan terjadi pada pengunaan wax (malam).
Peningkatan kekerasan atau penurunan kekerasan mungkin saja terjadi setelah
logam terkena bahan kimia yaitu material mengalami Stress Corrosion
Cracking (SCC) oleh adanya bahan kimia etsa yang berdampak pada
meningkatnya nilai kekerasan. Misalnya pada AlMg2 non-etsa, menunjukkan
kekerasan mikro = 61.76 HVN, sedangkan AlMg2 yang di-etsa menghasilkan
kekerasan = 45.6 HVN. Hal ini berarti terjadi penurunan kekerasan setelah
logam terkena bahan kimia etsa yang menimbulkan pori-pori (porositas)
dipermukaan bahan sehingga pada saat indentor dijejakkan, diagonal
indentasi makin melebar dan berarti terjadi penurunan kekerasan. Etching
sampel logam hanya diperlukan untuk proses metalografi, sedangkan etching
sampel logam pada pengujian kekerasan mikro tidak diperlukan.

Hal ini dapat menghasilkan penyimpangan data uji. Pengaruh penggunaan


wax. Kondisi bahan uji yang proporsional dalam arti permukaan sampel halus
dan rata demikian pula bagian punggung sampel, tentu saja akan
memudahkan proses penjejakan. Namun sering pula dijumpai keadaan
sampel yang tidak sempurna hasil preparasinya (mounting dan grinding)
sehingga memaksa operator micro hardness tester untuk menggunakan bahan
pengganjal sampel yang dinamakan malam (wax). Karakteristik micro
hardness tester akan menunjukkan perbedaan yang cukup berarti ketika
beban indentor yang digunakan makin berat. Sifat elastisitas wax seakan
7

mengakibatkan peningkatan kekerasan material jika wax yang digunakan


makin tebal. Penggunaan wax sedapat-mungkin dihindari karena memberikan
pengaruh pada saat berlangsungnya indentasi. Penggunaan wax hanya
diperkenankan jika permukaan sampel tidak rata/ miring. Bahan yang akan
diuji kekerasannya harus memenuhi syarat tertentu yaitu dapat diletakkan
dimeja uji dengan posisi rata (horizontal). Seringkali dijumpai beberapa
sampel yang tidak rata sehingga perlu dipreparasi ulang khususnya grinding.
Dapatdijelaskan beberapa kondisi bahan uji sebagai berikut :
1. Kondisi bahan uji buram karena permukaannya ter-oksidasi baik oleh
bahan kimia etsa maupun udara sekitar, bahan uji tak memenuhi
keberterimaan.
2. Kondisi bahan uji mengkilap dengan permukaan yang halus, memenuhi
keberterimaan.
3. Kondisi bahan uji dengan permukaan yang rata (horizontal), memenuhi
keberterimaan.
4. Kondisi bahan uji yang miring (kegagalan proses grinda), bahan uji tak
memenuhi keberterimaan.
5. Kondisi bahan uji yang bulat (sebelum di grinda), bahan uji tak
memenuhi keberterimaan.
6. Kondisi bahan uji bulat tetapi telah diratakan, memenuhi keberterimaan
(Zuchry, 2012)
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material
c. Jenis data yang diinginkan
d. Ketersedian alat uji

B. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan

Adapun faktor yang mempengaruhi kekerasan adalah :


1. Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan
8

Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan merupakan sifat


mekanik yang dimiliki baja. Penambahan kadar karbon sangat
mempengaruhi kekerasan, dimana dengan meningkatnya kadar karbon
maka kekerasannya semakin meningkat pula.

2. Unsur Paduan
Unsur paduan logam juga berpengaruh dalam sifat kekerasan logam,
beberapa jenis unsur dalam paduan logam adalah sebagai berikut:
a. Karbon (C)
Pada baja karbon biasanya kekerasan dan kekuatannya meningkat
sebanding dengan kekuatan karbonnya, tetapi keuletannya menurun
dengan naiknya kadar karbon. Persentase kandungan karbon akan
memberikan sifat lain pada baja karbon.
b. Mangan (Mn)
Mangan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan
ketahanan ausnya. Unsur ini memberikan pengerjaan yang lebih
mengkilap atau bersih dan menambah kekuatan dan ketahanan
panas.
c. Silikon (Si)
Silikon untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu, dapat
menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan
kritis sehingga baja karbon lebih elastis dan cocok dijadikan sebagai
bahan pembuat pegas.
d. Posfor (P)
Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil yaitu
maksimum 0,04 % yang berfungsi untuk mempertinggi kualitas serta
daya tahan material terhadap korosi. Penambahan posfor
dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil pada saat
permesinan.
e. Belerang (S)
Sulfur dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin.
Keuntungan sulfur pada temperatur biasa dapat memberikan
ketahanan pada gesekan tinggi.
9

f. Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan,
menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap keausan yang
tinggi, keuletan berkurang.
g. Nikel (Ni)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel
memperbaiki kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.
h. Molibden (Mo)
Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi,
menstabilkan karbida, serta memperbaiki kekuatan baja.
i. Titanium (Ti)
Titanium adalah logam yang lunak tetapi biola dipadukan dengan
nikel dan karbon akan lebih kuat, tahan aus dan tahan korosi.
j. Wolfram/Tungsten (W/T)
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras,
menahan suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan
bentuk/struktur secara perlahan-lahan.

3. Diagram keseimbangan Fe-Fe3C


Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar karbon,
Perubahan suhu dan perubahan fase, struktur dari besi karbon (Fe3C).
Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram keseimbangan. Pada
diagram ini terdapat dua macam keadaan besi, yaitu daerah cair total
(fase cair), daerah cair dan beku (fase cair dan padat) dan darah padat
total (fase padat). Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-
informasi penting yaitu antara lain:
a. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda
dengan kondisi pendinginan lambat.
b. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C
bila dilakukan pendinginan lambat.
c. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
10

d. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon


pada fasa tertentu.
e. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik,
peritektik dan eutektoid.

4. Diagram TTT
Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi
austenit terhadap waktu dan temperatur.

Gambar 2. 1. Diagram TTT (Time TemperatureTransformation)


(http://amazon.com/)

Jika dilihat dari bentuk grafiknya diagram ini mempunyai nama lain yaitu
diagram S atau diagram C. Proses perlakuan panas bertujuan untuk
memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan
penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil
dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat
dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak
setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini
maka digunakan diagram TTT. Melalui diagram ini dapat dipelajari
kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas, diagram ini juga dapat
11

digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari baja


yang diquench dari temperatur austenitisasinya kesuatu temperatur
dibawah A1.diagram ini menunjukan dekomposisi austenit dan berlaku
untuk macam baja tertentu. Baja yang mempunyai komposisi berlainan
akan mempunyai diagram yang berlainan, selainitu besar butir austenit,
adanya inclusi atau elemen lain yang terkandung juga mempunyai
pengaruh yang sama.

5. Perlakuan Panas
a. Hardening
Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada
baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC. Untuk
baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1. Selanjutnya
ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu dan
didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada komposisi
kimia, bentuk dan dimensinya. Kecepatan pendinginan harus sesuai
supaya transformasi yang sempurna dari austenit menjadi martensit.
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening
sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi kadar karbon,
semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai.
b. Annealing
Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan
tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan
meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan
memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding
beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur
pemanas atau media terisolasi.
c. Normalizing
Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang
mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam
dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan sampai
(30-50)ºC diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai temperatur
12

ruang. Pendinginan disini lebih cepat dari pada annealing, sehingga


pearlite yang terjadi menjadi lebih halus sehingga menjadikan
kekerasan (lebih keras) dan lebih kuat dibanding yang diperolah
dengan annealing.
d. Tempering
Mengurangi tegangan dalam, melunakkan bahan setelah hardening,
dan memperbaiki keuletan (diebility).

6. Benda Kerja
Benda kerja yang digunakan adalah St 37. St 37 adalah baja dengan
tensile strength (tegangan tarik) sebesar 37MPa (mega pascal) = 37
kg/mm2. demikian seterusnya. Yang dijadikan acuan mutu baja adalah
kuat tariknya (St 37,) karena baja memang memiliki kemampuan tahanan
tarik yang luar biasa, sedangkan kuat tekannya (tegangan tekan) sangat
lemah. Oleh karena sifat ini, maka St 37 sering digunakan sebagai salah
satu unsur penyusun beton (baja "tulangan" pada beton). (Faisol,2013).

C. Metode Pengujian Kekerasan

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam


metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Metode Brinnel
Metode uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an
ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak
digunakan dan di susun pembakuannya. Uji kekerasan ini berupa
pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor.
Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter
5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter
bola standar internasional. Bola brinell yang standar internasional
tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang terbuat dari baja yang di
keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat dari tungsten carbide.
Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungsten carbide biasanya
13

dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan


merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat
kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya
terlebih dahulu menggunakan metoda rockwell, dengan menggunakan
indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti
yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini,
jadi intan tidak akan rusak jika diindentasikan ke material yang keras.
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi
material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati
nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell
ataupun Vickers.

Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi


(Koefisien) dari beban uji (P) dalam Newton yang dikalikan dengan
angka faktor 0,12 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola
baja (d) dalam milimeter persegi. identor (Bola baja) biasanya telah
dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
Jika diameter identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin
uji) adalah 3.000 N sedang jika diameter identornya 5 mm maka beban
yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Pada pengujian brinell
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang mempengaruhinya
antara lain sebagai berikut :
1. Kehalusan permukaan spesimen.
2. Letak spesimen pada identor.
3. Adanya kotoran pada permukaan spesimen.
Untuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu.
Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda).
Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak (Fauzan,
2013).
14

Rumus perhitungan pengujian metoda Brinell:


2P
BHN= ......................................(2.1)
2 2 2
π𝐷 (𝐷−(𝐷 −𝑑 )

Keterangan:
BHN = Brinell Hardness Number
P = Beban yang diberikan (kgf)
D = Diameter indentor (mm)
d = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi
Kelebihan metoda Brinell :
Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang
bersifat heterogen.
Kekurangan metoda Brinell :
Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi.
Pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit untuk setiap lekukan hasil
indentasi, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.

Gambar 2.2 Metode Brinell


(http://kalogueloe.blogspot.com/)
2. Pengujian Rockwell
Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika
Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat, bebas dari
15

kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan


yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil
sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat
diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan
kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan.
Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material
contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke
material dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.) pada umumnya 10
kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat,
yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap
perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka
posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa
menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman
penetrasi (Gambar 2.). Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama
dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya
beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan
jejak kedalaman (Gambar 2.). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir
sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk
menentukan nilai kekerasan Rockwell (Husni, 2009).

Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scales (http://www.alatuji.com)


F0 F1 F
Scale Indentor E Jenis Material Uji
(kgf) (kgf) (kgf)
A Diamond 10 50 60 100 Exremely hard materials,
cone tugsen carbides dll
B 1/16" steel 10 90 100 130 Medium hard materials,
ball low dan medium carbon
steels, kuningan, perunggu
dll
C Diamond 10 140 150 100 Hardened steels, hardened
cone and tempered alloys
16

D Diamond 10 90 100 100 Annealed kuningan dan


cone tembaga
E 1/8" steel 10 90 100 130 Berrylium
ball copper,phosphor bronze
dll
F 1/16" steel 10 50 60 130 Alumunium sheet
ball
G 1/16" steel 10 140 150 130 Cast iron, alumunium
ball alloys
H 1/8" steel 10 50 60 130 Plastik dan soft metals
ball seperti timah
K 1/8" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale
ball
L 1/4" steel 10 50 60 130 Sama dengan H scale
ball
M 1/4" steel 10 90 100 130 Sama dengan H scale
ball
P 1/4" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale
ball
R 1/2" steel 10 50 60 130 Sama dengan H scale
ball
S 1/2" steel 10 90 100 130 Sama dengan H scale
ball
V 1/2" steel 10 140 150 130 Sama dengan H scale
ball

Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar


(diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2.5mm, dan diameter 1mm)
dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan
kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung.
tidak seperti metoda pengujian Brinell dan Vickers yang harus dihitung
17

menggunakan rumus terlebih dahulu.Pengujian ini menggunakan 2


beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban
mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf tergantung
material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada
HRC, HRB, HRG, HRD, dll pengujian rockwell apa saja, mohon
bantuannya bagi yang sudah tau bisa di share di comment. yang pasti,
untuk menguji material yang kekerasannya sama sekali belum diketahui
kita harus menggunakan rockwell HRC. HRC menggunakan indentor
kerucut intan dan beban 150kgf.ini dimaksudkan untuk mencegah
rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan material yang di uji.
Seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.

Gambar 2.4 Pemberian beban tekan metode rockwell


(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)

Beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk


menyamaratakan semua permukaan benda uji. Dengan adanya sedikit
penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak perlu di
persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak
berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak pada tingkat
18

kekerasan material. Semakin dalam indentasi semakin lunak material


yang kita uji.

Gambar 2.4. Metode Kekerasan Rockwell


(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)

Metode pengujian kekerasan Rockwell merupakan metode yang paling


sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode ini mudah
dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Beberapa skala
yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari
bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter (
penekan) terdiri dari bola baja yang dikeraskan mempunyai diameter
antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan
penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material
yang sangat keras. Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban
yang digunakan lebih kecil sehingga menghasilkan indentasi yang lebih
kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri karena prosedurnya
lebih cepat .Indentor atau “penetrator” dapat berupa bola baja atau
kerucut intan dengan ujung yang agak membulat (biasa disebut “brale”).
Diameter bola baja umumnya 1/16 inchi, tetapi terdapat juga indentor
dengan diameter lebih besar, yaitu 1/8, ¼, atau ½ inchi untuk bahan-
bahan yang lebih lunak. Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu
19

memberikan beban minor 10 kg, dan kemudian beban mayor


diaplikasikan. Beban mayor biasanya 60 atau 100 kg untuk indentor bola
baja dan 150 kg untuk indentor brale. Skala yang umum dipakai dalam
pengujian Rockwell adalah:
1. HRa (Untuk material yang sangat keras).
2. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan
diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa
Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban uji
sebesar 150 kgf.

3. Metode Meyer
Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang membedakan
adalah pada meyer yang diperhatikan adalah projected area pada bekas
indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area permukaan.
Rata–rata tekanan antara permukaan indentor dan indentasinya sama
dengan beban dibagi projected area dari bekas indentasi.

4. Metode Kerucut
Metode ini termasuk metode Rockwell yang dalam penerapannya
menggunakan indentor berupa sebuah batu intan berbentuk piramida
dengan sudut puncak 120º. Pada metode ini beban awal dipasang sebesar
10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke dalam bahan. Hal ini pertama
kali dilakukan agar terhindar dari ketidakrataan permukaan. Selanjutnya
penunjuk jam diset pada kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140
kgf dipasang, sehingga beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang
menyebabkan kerucut masuk lebih dalam lagi dan penunjuk jam
kembali. Setelah beberapa saat beban utama diambil kembali, maka
kerucut tersebut merapat kembali karena bentuk elastis dari bahan yang
diukur. Penunjuk jam ukur akan berputar sedikit naik, kedudukan
penunjuk saat itulah dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100).
20

5. Metode Knoop Diamond Microhardness Test


Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan
indentor intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan
tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya,
dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini
memberikan keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat
memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai
kekerasan.

6. Metode Peluru
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya pada
metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang dikeraskan
dengan diameter 1/16 inchi menggunakan beban tertentu dalam
bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30
dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras.
Prinsip kerjanya menggunakan dua beban yaitu beban minor (beban
awal) dan beban mayor (beban utama), mula-mula peluru ditekan pada
bahan dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban
utama sebesar 90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan
pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan. Pada
metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut,
karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak dipakai.

7. Metode Pantulan (rebound hardness)


Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan
kepermukaan logam dan kekerasan dinyatakan oleh energi tumbuknya.
Skeleroskop Shore (shore scleroscope), yang merupakan contoh paling
umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik mengukur kekerasan
yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Standar
yang digunakan pada metode scleroscope shore adalah ASTM C-886 ).
ASTM C-866 merupakan American society for testing and
materials dengan spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk
21

mesin mesin penguji yang merupakan paduan atau campuran


dari carbon, chromium, vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt atau
standar konversi kekerasan dari logam. Adapun yang termasuk dalam
metode pantulan adalah:

8. Metode scleroscope shore


Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan
oleh tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas
dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji
(Prayoga Yopi, 2013).
22

II. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Hardness Tester

Gambar 3.1 Hardness tester


2. Cincin Indentor

Gambar 3.2 Cincin indentor


23

3. Anvil

Gambar 3.3 Anvil

4. Spesimen

Gambar 3.4 Spesimen


5. Lampu Penerangan

Gambar 3.5 Lampu penerangan


24

6. Mikroskop

Gambar 3.6 Mikroskop

7. Indentor

Gambar 3.7 Indentor


8. Stopwatch

Gambar 3.8 Stopwatch


25

B. Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan dalam melakukan praktikum uji kekerasan


adalah :

1. Metode Rockwell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skalaminor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel
hasil.
l. Melakukan percobaan selam 3 kali.

2. MetodeVickers
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih.
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skala minor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
26

i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.


j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel
hasil.
l. Melakukan percobaan selam 3 kali..

3. Metode Brinell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor bola baja dengan diameter 5 mm.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor)
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skala minor.
g. Menyiapkan stopwatch.
h. Menekan crank handle kedepan minimal 20 detik.
i. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
j. Melakukan percobaan selam 3 kali..

4. Mikroskop
a. Memilih lensa mikroskop ukuran 40 kali pembesaran.
b. Memfokuskan diameter utama dengan mata lensa.
c. Menghidupkan lampu.
d. Mencari diameter pada spesimen .
e. Mengukur besar diameter.
f. Mencatat besar diameter pada tabel.
g. Mematikan lampu.
h. Melepas spesimen dari meja uji..
27

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil dari peraktikum uji kekerasan yang sudah dilakukan adalah
sebagai berikuk :
1. Metode Rockwell
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengamatan Rockwell.
Nilai
Rata-
Jenis Beban No. Warna kekerasan
Indentor rata
Material (P) Kg Test Skala Rockwell
HRC
(HRC)
Baja 1 1/16 Merah 67.8
100
Karbon 2 1/16 Merah 68 68
Rendah 3 1/16 Merah 68.2

Dari grafik data hasil pengujian Rockwell bisa dijelaskan bahwa


pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell
menggunakan indentor bola baja dengan ukuran 1/16 inchi dan pada saat
pengujian di berikan beban sebesar 1000 newton atau 100 kg. Hasil yang
didapat dari pengujian tersebut berupa pada pengujian pertama sebesar
67,8 , ke-dua sebesar 68 , dan ke-tiga sebesar 68,2. Maka dari hasil
tersebut didapat rata-rata sebesar 68 Nilai kekerasan material yang diuji
coba selama 3 kali hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil yang didapat
berbeda-beda dikarenakan permukaan dari spesimen yang kurang rata.
Pada saat pemasangan spesimen kesalahan yang terjadi tergantung pada
lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan.
28

Nilai Kekerasan Rockwell (HRC)


68.3

Nilai kekerasan
68.2
68.1
68
67.9 Kekerasan
Rockwell (HRC)
67.8
67.7
67.6
1 2 3
No. Test

Gambar 4.1 Grafik Data Hasil Pengujian Rockwell

Hal itu dibuktikan pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun
ini dikarenakan faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan
bahan. .

2. Metode Brinell
Tabel 4.2 Tabel Hasil Pengamatan Brinell.

Beban Nilai
Jenis (p) No. D d Kekerasan Rata-rata
Material Test Brinell
Kg
(mm) (mm) (BHN) (BHN)
1 5 0,9 127,3885
Baja 2 5 0,9 127,3885 127,3883
100
Karbon 3 5 0,8 127,388

Dari gambar data hasil pengujian brinell bisa dijelaskan bahwa pengujian
kekerasan dengan menggunakan metode brinell menggunakan indentor
berukuran D= 5 mm dan pada saat pengujian diberikan beban sebesar
1000 N atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa
nilai kekerasan brinell pada percobaan 1 sebesar 127,3885 , percobaan 2
sebesar 127,3885 , dan percobaan 3 sebesar 127,388. Maka dari hasil
percobaan tersebut didapat rata-rata sebesar 127,3883. Perbedaan yang
terjadi pada pengujian brinell ini sangat kecil, bahkan hasil nya hampir
sama, jadi pengujian yang dilakukan cukup akurat.
29

Nilai Kekerasan Brinell (BHN)


127.3886

Nilai Kekerasan
127.3884
127.3882
127.388 Nilai Kekerasan
Brinel (BHN)
127.3878
127.3876
1 2 3
No. Test

Gambar 4.2 Grafik Data Hasil Pengujian Brinell

Salah satu permasalahan pada uji brinell adalah bahwa BHN tergantung
pada beban P untuk lekukan yang sama. Umumnya BHN menurun
seiring dengan penurunan beban. ASTM standar memberikan spesifikasi
secara detail untuk pengujian brinell. Uji brinell tidak dipengaruhi oleh
goresan dan kekasaran permukaan, jejak brinel yang besar ukurannya
dapat mempengaruhi dan menghalangi pemakaian uji tersebut untuk
benda uji yang kecil atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan,
dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan dalam
pengujian.

3. Metode Vickers
Adapun data hasil paraktikum uji kekerasan dengan metode
vickersadalah sebagai berikut
Tabel 4.3 Tabel hasil pengamatan vickers.
Beban Nilai
Jenis (p) No. d1 d2 Kekerasan Rata-rata
Material Test (mm) (mm) Vickers
Kg
(VHN) (VHN)
Baja 1 0,9 1,1 92,7
Karbon 100 2 0,9 1 102,714 99,376
Rendah 3 0,9 1 102,714

Dari grafik data hasil pengujian, bisa dijelaskan bahwa pengujian


kekerasan dengan menggunakan metode Vickers menggunakan indentor
piramida intan dan pada saat pengujian di berikan beban sebesar 1000
30

newton atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa
pada pengujian pertama sebesar 92,7 , ke-dua sebesar 102,714 , dan ke-
tiga sebesar 102,714. Maka dari hasil tersebut didapat rata-rata sebesar
99,376 ini berarti nilai kekerasan material yang diuji coba selama 3 kali
hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda
dikarenakan permukaan dari spesimen yang kurang rata. Pada saat
pemasangan spesimen kesalahan yang terjadi tergantung pada
lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Hal itu dibuktikan
pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun ini dikarenakan
faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Perbedaan
hasil yang diperoleh melalui percobaan vickers dapat diamati melalui
grafik berikut.

Nilai Kekerasan Vickers (BHN)


105
Nilai Kekerasan

100

95
Nilai Kekerasan
90 Vickers (VHN)

85
1 2 3
No. Test

Gambar 4.3 Grafik Data Hasil Pengujian Vickerss

B. Pembahasan

Dalam melaksanakan praktikum uji kekerasan ini kita menggunakan 3


metode yaitu metode rockwell, , metode Vickers dan metode brinell.
Praktikum uji kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui kekerasan suatu
material. Pengujian dengan metode rockwell sendiri lebih mudah dilakukan
karena hasil dari pengujiannya langsung tertera pada skala mayor sedangkan
untuk mendapatkan nilai kekerasan material dengan menggunakan metode
brinell dan metode Vickers perlu menghitungnya terlebih dahulu. Metode
31

rockwell adalah metode pengujian kekerasan material dengan menggunakan


indentor 1/16” dengan beban 1000 N atau 100 kg. Uji kekerasan ini berupa
pembentukan lekukan pada permukaan logam, beban ditekan dengan waktuk
10 detik, sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya specimen dibersihkan
dahulu dari kotoran atau debu debu yang menempel agar tidak terjadi
perubahan hasil pengujian. Setelah dilakukan pemberian tekanan maka hasil
dari pengujian kekerasan tersebut akan muncul pada skala mayor. Pengujian
dengan menggunakan metode rockwell ini dilakukan sebanyak tiga kali agar
mendapatkan hasil yang maksimal.
Metode brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam
bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (specimen). Uji kekerasan ini berupa
pembentukan lekukan pada permukaan logam memakai bola baja berukuran 5
mm kemudian ditekan dengan beban 100 kg atau 980 N. Beban ditekan pada
material dengan waktu 10 detik, sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya
specimen dibersihkan dahulu dari kotoran atau debu debu yang menempel
agar tidak terjadi perubahan hasil pengujian. Untuk menghitung diameter
lekukan hasil pengujian disini praktikan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 40 kali, setelah didapatkan diameter lekukan langkah selanjutnya
menghitung dengan menggunakan rumus nilai kekerasan vickers.
Pengujian dengan menggunakan metode brinell ini dilakukan sebanyak 3 kali
agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Kesalahan yang sering mempengaruhi uji kekerasan antara lain:
1. Terbalik dalam memutar hand whell, ketika akan melepas specimen dari
indentor.
2. Human error.

Pada pengujian vickers menggunakan identor piramid dari intan, pengujian


kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan nilai kekerasan suatu
material dari diameter kedalaman hasil pengujian pada spesimen pengujian
ini tidak dilihat dari angka yang ditunjukkan pada alat uji, melainkan dengan
menghitung diameter lubang yang dihasilkan oleh identor pada saat
32

pengujian, dengan menggunakan mikroskop dan dengan menggunakan 2 cara


pemberian skala atau nilai diameter lubang masing – masing pengujian. Dan
pada perhitungan atau dalam menentukan lekukan yang dibuat oleh
penumbuk piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Percobaan Vickers
dilakukan sebanyak 3 kali untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Aplikasi metode Brinell dan rockwell pada dunia kerja adalah untuk
mengetahui kekuatan suatu material yang digunakan untuk membangun suatu
konstruksi atau industri logam didunia, karena uji kekerasan ini adalah salah
satu hal yang sangat penting untuk membuat hidup manusia lebih aman dan
nyaman serta efisien karena alat-alat, teknologi, transportasi dan lain-lain
yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal –hal yang
mempengaruhi terjadinya fatik (kelelahan pada material) :
1. Penyelesaian permukaan
Karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen, kondisi
permukaan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada fatik. Bekas
permesinan dan ketidak rataan lain harus dihilangkan dan usaha ini
berpengaruh sekali terhadap sifat fatik. Lapisan permukaan yang diberi
tekanan dengan tumbukan partikel akan meningkatkan umur fatik.
2. Pengaruh temperature
Pengaruh temperatur terhadap fatik mirip dengan pengaruh temperatur
terhadap kekuatan tarik maksimum. Kekuatan fatik paling tinggi pada
temperatur rendah, dan berkurang secara bertahap dengan naiknya
temperatur.
3. Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik untuk berbagai
jenis logam umumnya tidak ada, meskipun penurunan frekuensi biasanya
menurunkan umur fatik. Efek ini bertambah bila temperatur uji fatik kita
naikkan bila umur fatik cenderung bergantung pada waktu uji seluruhnya
dan tidak pada jumlah siklus.
4. Lingkungan .
Fatik yang terjadi didalam lingkungan korosif biasanya disebut fatik
33

korosi. Telah diketahui bahwa kikisan korosi oleh media cair dapat
menimbulkan lubang – lubang etsa yang bersifat sebaga tekuk. Akan
tetapi bila mana serangan korosi terjadi secara serentak bersamaan
dengan pembebanan fatik efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan
dari efek tekuk semata.
34

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :


1. Rata – rata nilai kekerasan rockwell adalah 68 dan rata – rata nilai
kekerasan brinell adalah 127,3883, sedangkan rata-rata nilai kekerasan
vickers adalah 99,376. Setelah melakukan percobaan diatas mudah untuk
kita lebih memahami bagaimana melakukan uji kekerasan terhadap suatu
material. Dan lebih mengetahui cara mengoperasikan mesin uji
kekerasan.
2. Metode rockwell lebih mudah digunakan dari pada metode brinell karena
pada metode rockwell hasil langsung dapat diketahui.
3. Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan material.
4. Ketelitian dalam melihat besar diameter lekukan dalam melakukan uji
kekerasan dengan metode brinell juga mempengaruhi hasil kekerasan
material.
5. Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan suatu
material, semakin besar beban maka diameter cekungan semakin lebar
sehingga nilai kekerasanya akan semakin kecil.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan setelah praktikum adalah sebagai berikut :


1. Sebaiknya gunakanlah jas laboratorium sebelum memasuki ruangan
laboratorium.
2. Pahami apa saja yang dijelaskan oleh asisten laboratorium dan catatlah
35

bila itu penting.


3. Jangan pernah bermain - main dalam melakukan praktikum.
4. Untuk percobaan pengujian kekerasan yang selanjutnya diharapkan
memperhatikan waktu dan cara pengoprerasian alat sebab kesalahan
pengoperasian dapat menyebabkan data yang kita ambil tidak akurat.
5. Specimen yang akan kita ukur diameternya melalui mikroskop pastikan
permukaannya halus sehingga mudah untuk kita menentukan diameter
cekungan dari cekungan yang kita uji.
36

DAFTAR PUSTAKA

Faisol, 2013. “Laporan uji kekerasan bab pendahuluan”. Dapat di unduh di


http://faisolafnan.blogspot.com/2013/04/laporan-uji-kekerasan-bab-i-
pendahuluan.html.Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 14.00 WIB

Yopi, 2013. ”Uji kekerasan material”. Dapat di unduh di http://yopiprayoga.


blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada
tanggal 17 Juni 2015 pukul 14.30 WIB.

Fauzan, 2013.”Pengujian keras brinell vickers”. Dapat di unduh di http://


kalogueloe. blogspot.com/2013/03/pengujian-keras-brinell-vickers. html.
Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 15.00 WIB.

Husni, 2009. “Uji kekerasan”. Dapat di unduh di http://belajarmetalurgi.


blogspot.com/2009/11/uji-kekerasan.html. Diakses pada tanggal 18 Juni
2015, pukul 15.30 WIB.

Zuchry , 2012,. “Mekanika Teknik, Universitas Tadulako, Palu”. Dapat diunduh


di http:// eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf.
Diakses pada tanggal 18 juni 2015, pukul 16.00 WIB.

You might also like