You are on page 1of 17

Apakah skrining serviks dapat mencegah adenokarsinoma dan

adenoskuamous karsinoma pada serviks?

Alejandra Castanon, Rebecca Landy dan Peter D. Sasieni

Pusat pencegahan kanker, Institusi obat-obatan preventif Wolfson, Studi ilmu kedokteran

London dan Bart’s, Universitas Queen Mary London, Charterhouse Square, London,

United Kingdom

Saat insiden karsinoma skuamosa serviks telah menurun di banyak negara

dengan skrining terorganisir, kejadian adenokarsinoma menjadi lebih sering.

Pemeriksaan serviks oleh bagian sitologi seringkali gagal mencegah

adenokarsinoma. Dengan menggunakan data skrining serviks yang tercatat

secara prospektif di Inggris dan Wales, kami melakukan studi kontrol kasus

berbasis populasi untuk mempelajari apakah skrining serviks mengarah pada

diagnosis dini dan stadium awal adenokarsinoma. Pemodelan regresi logistik

yang kondisional dilakukan untuk memberikan odds ratio (OR) dan 95%

interval kepercayaan (CI) pada 12.418 wanita dengan kanker serviks yang

didiagnosis antara usia 30 dan 69 tahun dan 24.453 wanita dengan usia yang

sama sebagai kontrol. Pada wanita dengan adenokarsinoma serviks, angka

kejadian terkini 44,3% dengan skrining dan 14,6% tanpa skrining. Secara

keseluruhan nilai OR pada perbandingan wanita dengan skrining dan tanpa

skrining adalah 0,46 (95% CI: 0,39-0,55) untuk adenokarsinoma. Peluang

akan menurun secara signifikan (OR: 0,22, 95% CI: 0,15-0,33) pada wanita

yang dilakukan skrining dengan adenokarsinoma stadium 2 atau yang lebih

1
buruk, tetapi tidak untuk wanita dengan adenokarsinoma Stadium 1A yaitu

0,71 (95% CI: 0,46-1,09). Kemungkinan kejadian adenokarsinoma stadium 1A

dua kali lipat dengan skrining (OR: 2,35, CI 95%: 1,52-3,62) dibandingkan

dengan tanpa adanya skrining. Sehubungan dengan wanita tanpa sitologi

negatif dalam diagnosis selama kurang lebih 7 tahun, wanita dengan

adenokarsinoma stadium 1A sangat tidak mungkin terdeteksi dalam 3 tahun

pada tes sitologi negatif (OR: 0,08, 95% CI: 0,05-0,13); Namun,

kemungkinannya akan meningkat dua kali lipat 3-5 tahun setelah tes negatif

(OR: 2,30, 95% CI: 1,67-3,18). OR berhubungan dengan angka skrining

terkini yang menurun untuk karsinoma serviks skuamosa dan

adenosquamous. Meskipun skrining sitologi tidak efisien dalam mencegah

adenokarsinoma, adenokarsinoma invasif terdeteksi lebih awal dari pada

tanpa skrining, yang pada dasarnya mencegah adenokarsinoma stadium 2 dan

stadium yang lebih buruk.

Distribusi dari beberapa jenis morfologi kanker serviks telah banyak berubah

di beberapa negara dengan program skrining terorganisir.1-2 Meskipun karsinoma

skuamosa tetap menjadi jenis yang paling sering terjadi di seluruh dunia,

peningkatan kejadian adenokarsinoma (terutama di kalangan wanita muda) telah

diamati di beberapa negara seperti Amerika Serikat,3-5 Italia6 dan Swedia7. Di

Inggris, proporsi kanker serviks tipe karsinoma skuamosa menurun dari 82,6% pada

tahun 1989 menjadi 70,4% pada tahun 2009. Sebaliknya, proporsi adenokarsinoma

2
meningkat dari 13,2% pada tahun 1989 menjadi 22,1% pada tahun 2009, sebaliknya

proporsi karsinoma adenosquamous cukup konstan (2,3% vs. 3,6%).8

Analisis pertama yang memberikan bukti efektivitas skrining dalam

pencegahan kanker serviks hanya terjadi pada karsinoma skuamosa.9 Sejak saat itu

muncul sejumlah literatur yang menunjukkan bahwa skrining kurang efektif dalam

memantau adenokarsinoma daripada karsinoma skuamosa pada serviks.7,10-12

Riwayat terjadinya adenokarsinoma serviks berbeda dengan karsinoma skuamosa,

dengan lesi prakanker glandular (adenokarsinoma in situ) dianggap lebih sulit untuk

dideteksi daripada lesi prakanker skuamosa (neoplasia intraepitel serviks), karena

biasanya berkembang di dalam kanal endoserviks, yang sering gagal untuk

dijadikan sampel oleh bagian sitologi.13 Akibatnya, adenokarsinoma sering

didiagnosis pada stadium lanjut dan memiliki prognosis yang lebih buruk daripada

karsinoma skuamosa.14

Beberapa penulis telah mempertimbangkan keefektifan skrining terhadap

karsinoma adenosquamous, namun tampaknya serupa dengan karsinoma

skuamosa.15

Kami memiliki pendapat bahwa skrining serviks oleh sitologi sering gagal

mencegah adenokarsinoma serviks, namun memiliki manfaat untuk mendiagnosis

dini dengan stadium lebih awal. Kami memperbarui penelitian sebelumnya,15

dengan data pada 9.372 wanita dengan kanker serviks, untuk mencari tahu

kemungkinan efek skrining pada pengembangan adenokarsinoma serviks

dibandingkan dengan karsinoma skuamosa dan karsinoma adenosquamous serviks.

3
BAHAN DAN METODE

Studi Populasi

Saat ini, Program NHS Cervical Screening di Inggris mengundang wanita

berusia 25-49 untuk dilakukan tiga tahun pemantauan, dan wanita berusia 50-64

untuk lima tahun pemantauan. Di Wales, selama masa studi, wanita berusia 25-64

diundang untuk tiga tahun pemantauan. Program ini diselenggarakan melalui sistem

call / recall nasional dimana orang-orang yang melakukan tes negatif (dan mereka

yang tidak mengikuti) diundang lagi setelah 3 atau 5 tahun tergantung usia (kode

tindakan recall rutin), pada mereka yang memiliki kelainan tingkat rendah diperiksa

menggunakan tes HPV dan mereka yang memiliki kelainan tingkat tinggi dilakukan

kolposkopi. Sebelum tahun 2012, wanita dengan kelainan tingkat rendah diundang

untuk skrining ulang pada waktu 6-12 bulan (kode aksi recall dini).

Sejak April 2007, pengumpulan data di Inggris dan Wales telah diaudit secara

nasional, dan diperkirakan bahwa 96% kanker serviks pada wanita berusia 30-69

tahun diikut sertakan.16 Data tentang riwayat penyaringan dipisahkan dari catatan

sitologi serviks yang tercatat secara rutin yang dilihat pada system call/ recall

skrining serviks dan karena itu tidak dikenai prasangka recall. Catatan ini mencakup

semua perangkat lunak NHS (dan banyak penyedia swasta) yang diambil di Inggris

sejak tahun 1988. Setelah staf NHS setempat menghubungkan data penyaringan ke

kasus dan kontrol, data tersebut dianonimkan secara lokal sebelum dipindahkan

untuk pembersihan dan analisis. Pedoman pengumpulan data untuk audit ini dan

rincian rancangannya telah dipublikasikan sebelumnya.17-19

4
Dalam penelitian kami, pada kasus wanita berusia 30-69 tahun ketika mereka

didiagnosis menderita kanker serviks (ICD-10 C53) di Inggris (antara Januari 1990

dan Juli 2014) dan Wales (antara Januari 1999 dan Mei 2013) (data diambil dari

database terkunci pada bulan Juli 2014), terdaftar dengan dokter umum NHS.

Kontrol yang layak untuk setiap kasus adalah semua wanita yang terdaftar pada

dokter umum NHS pada saat didapatkan diagnosis kasus. Kontrol diberi tanggal

dari diagnosis kasus yang sesuai. Dua kontrol dicocokkan secara individu dalam

waktu satu tahun kejadian untuk setiap kasus dan tempat tinggal: satu kontrol

dengan dokter umum yang sama dengan kasus tersebut, dan kontrol kedua dengan

dokter umum yang berbeda namun berada dalam wilayah administratif yang sama.

Kontrol kedua dipilih dari dokter yang berbeda untuk menghindari kemungkinan

overmatching jika pengambilan skrining dikaitkan dengan antusiasme dokter

umum untuk skrining serviks. Kontrol dipilih secara acak (menggunakan program

komputer) dari wanita yang memenuhi kriteria pencocokan. Data dikumpulkan

pada semua kontrol yang dipilih, untuk menghilangkan kemungkinan bias dari

partisipan. Staging dicatat sesuai dengan staging dari the Federation Internationale

de Gynecologie et d’Obstetrique (FIGO).

Klasifikasi skrining eksposur

Untuk membuat klasifikasi skrining, wanita ditetapkan sebagai (i) tidak

pernah diskrining, (ii) di skrining saat ini atau (iii) telah diskrining di masa lalu,

namun gagal pada saat diagnosis. Seorang wanita dianggap lapas jika pada smear

terakhir memiliki kode tindakan rutin (yaitu mereka diminta untuk kembali

menjalani skrining pada interval normal, selama 3 atau 5 tahun tergantung usia)

5
selama 3,5 (umur <50) atau 5.5 (usia 50) tahun sebelum diagnosis, diberi kode

tindakan penarikan awal lebih dari 1,25 tahun sebelum diagnosis atau diberi kode

tindakan penundaan selama 6 bulan sebelum diagnosis. Untuk dianggap sebagai

"up to date dengan skrining" dalam artikel ini, mereka harus menghadiri skrining

pada 3,5 atau 5,5 tahun terakhir tergantung pada usia. Wanita berusia 66 ke atas

perlu diskrining antara usia 60-64 tahun karena skrining tidak ditawarkan di luar

usia 64 tahun.

Waktu sejak skrining negatif terakhir ditetapkan sebagai waktu antara smear

negatif terakhis secara operasional dan tanggal diagnosis. Pemeriksaan smear

negatif jika memiliki hasil negatif dan kode tindakan rutin, yang menyiratkan

bahwa wanita tersebut tidak ditindaklanjuti untuk hasil abnormal sebelumnya.

Wanita tanpa hasil smear negatif sebelum diagnosis digabungkan dengan wanita

dengan hasil smear negatif terakhir > 7 tahun sebelum diagnosis.

Analisis Statistik

Pemodelan regresi logistik bersyarat dilakukan untuk memberikan odds ratio

dan 95% interval kepercayaan (CI).

Untuk mengeksplorasi apakah perbedaan dalam efek skrining disebabkan

oleh perbedaan dalam distribusi usia untuk setiap jenis kanker, kami melakukan

analisis karsinoma skuamosa (standar) yang ditentukan oleh usia sebagai berikut:

untuk setiap wanita dengan adenokarsinoma, kami secara acak memilih dua usia

yang cocok (dalam usia 24 bulan saat diagnosis) wanita dengan karsinoma

skuamosa. Analisis kemudian dibatasi pada kasus skuamosa yang disesuaikan

6
dengan usia dan kontrol mereka, sehingga memberi distribusi usia yang sama pada

kasus karsinoma skuamosa dengan adenokarsinoma.

Tabel 1. Karakteristik utama wanita yang termasuk dalam penelitian

Wanita dieksklusikan jika jenis morfologi kanker dicatat sebagai morfologi

lain (N5330) atau morfologi yang tidak diketahui dalam dataset (N51,347).

Analisis dilakukan di Stata versi 12.20

HASIL

Analisis penelitian melibatkan 12.418 wanita dengan kanker serviks yang

didiagnosis pada usia 30-69 tahun dan 24.453 wanita lainnya sebagai kontrol. Dari

penelitian kami, 9.472 (76,3%) belum pernah dianalisis sebelumnya; Sisanya

23,7% termasuk dalam publikasi sebelumnya.15 Mayoritas kanker adalah

karsinoma skuamosa (74,7%), diikuti oleh adenokarsinoma (21,9%) dan karsinoma

adenosquamous (3,4%). Di antara mereka yang diketahui keparahan stadium

penyakitnya, sebagian besar karsinoma skuamosa didiagnosis sebagai kanker

7
stadium 1A (38,8%) dibandingkan dengan adenokarsinoma (24,2%) dan karsinoma

adenosquamous (6,9%) (Tabel 1). Bagaimanapun, 53,4% kanker adenokarsinoma

(dan 55,6% dari adenosquamous) didiagnosis dalam stadium 1B dibandingkan

dengan 31,2% skuamosa. Lebih dari sepertiga karsinoma adenosquamous

didiagnosis dalam stadium 2 atau stadium lebih buruk (37,5%), dibandingkan

dengan kurang dari sepertiga skuamosa dan adenokarsinoma (masing-masing 30%

dan 22,4%). Catatan khusus berupa proporsi yang sangat rendah (7%) dari

karsinoma adenosquamous yang didiagnosis pada Stadium 1A dibandingkan 39%

kasus skuamosa dan 24% adenokarsinoma.

Wanita dengan adenokarsinoma serviks, 44,3% dengan skrining terkini, dan

proporsi wanita dengan adenokarsinoma yang tidak pernah diskrining (14,6%)

lebih rendah dari proporsi yang diamati untuk dua jenis histologis lainnya (28,3%

untuk Skuamosa dan 26,2% untuk adenosquamous) (Tabel 1). Odds ratio

adenokarsinoma stadium 1A secara signifikan tidak lebih rendah pada wanita

dengan skrining terkini dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah diskrining

(OR: 0,71, 95% CI: 0,46-1,09) (Tabel 2). Odds ratio tersebut dua kali lipat pada

wanita dengan skrining yang terlambat dibandingkan dengan yang tidak pernah

diskrining (OR: 2,35, 95% CI: 1,52-3,62). Sebaliknya, Odds ratio pada

adenokarsinoma serviks stadium 1B (OR: 0,54, 95% CI: 0,41-0,71) atau stadium 2

dan yang lebih buruk (OR: 0,22, 95% CI: 0,15-0,33) secara signifikan menurun

pada wanita dengan Skrining terkini dibandingkan dengan yang tidak pernah

diskrining. Meskipun odds ratio pada karsinoma skuamosa stadium 1A meningkat

pada penderita yang mengikuti penelitian (OR: 1,31, 95% CI: 1,13-1,52)

8
dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah diskrining, hal tersebut secara

signifikan menurun pada wanita dengan skrining terkini dan terlambat dengan

kanker stadium 2 atau kanker yang lebih buruk (Tabel 2). Kemungkinan diagnosis

pada kanker adenosquamous, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan stadium

kejadian, sangat mirip dengan kemungkinan yang diamati pada karsinoma

skuamosa, sementara pada adenokarsinoma selalu lebih tinggi.

Untuk memastikan bahwa perbedaan dalam efek skrining tidak disebabkan

oleh perbedaan dalam distribusi usia untuk setiap jenis kanker, kami

memperkirakan odds ratio untuk sekelompok wanita dengan kanker skuamosa

dengan distribusi usia yang sama dengan wanita dengan adenokarsinoma (Tabel 2).

Perkiraan standar usia ini serupa pada semua kanker skuamosa, yang menunjukkan

bahwa perbedaan hasil antara karsinoma skuamosa dan adenokarsinoma bukanlah

akibat perbedaan distribusi usia.

Jika dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah diperiksa,

adenokarsinoma Stadium 1A sangat tidak mungkin terdeteksi pada wanita dengan

tes sitologi negatif dalam 3 tahun (OR: 0,08, 95% CI: 0,05 - 0,13); Namun,

kemungkinan adenokarsinoma stadium 1A menjadi dua kali lipat pada 3-5 tahun

berikutnya setelah tes negatif (OR: 2,30, 95% CI: 1,67-3,18) (Tabel 3). Demikian

pula, risiko perburukan rendah pada adenokarsinoma stadium 1B dari tes sitologi

negatif dalam 3 tahun (OR: 0,19, 95% CI: 0,15-0,23) dibandingkan dengan wanita

yang tidak pernah skrining, namun peningkatan risiko diamati pada wanita dengan

hasil sitologi negatif terakhir pada 3-5 tahun sebelumnya (OR: 1,32, CI 95%: 1,07-

1,62). Kemungkinan perburukan karsinoma skuamosa tetap rendah sampai 7 tahun

9
setelah tes negatif. Sekali lagi, besarnya efek yang diamati untuk kanker

adenosquamous serupa dengan kanker skuamosa, sedangkan efek adenokarsinoma

selalu lebih tinggi.

Tabel 2. Odds ratios (OR) dan 95% interval kepercayaan (CI) pada perkembangan kanker

serviks dengan tipe morfologi, klasifikasi skrining dan stadium kejadian

1
Dua jenis kanker skuamosa dipilih sesuai dengan usia pada setiap adenokarsinoma,

sehingga didapatkan distribusi usia yang sama pada kanker skuamosa dan adenokarsinoma.

Tabel 3. Odds Ratio (OR) dan 95% interval kepercayaan (CI) perkembangan kanker serviks

melalui morfologi, waktu sejak uji negatif terakhir dan stadium kejadian

10
1
Hanya ada 24 wanita dengan karsinoma adenosquamous stadium 1A.

DISKUSI

Untuk pertama kalinya kami telah menunjukkan skrining berhubungan

dengan penurunan kemungkinan adenokarsinoma tahap lanjut pada serviks dan

kemungkinan peningkatan adenokarsinoma tahap awal. Meskipun lebih dari 40%

wanita didiagnosis menderita adenokarsinoma serviks yang memiliki riwayat

skrining yang baik, tidak ada penurunan kemungkinan perkembangan

adenokarsinoma stadium 1A. Bagaimanapun, adenokarsinoma stadium 1A sangat

tidak mungkin didiagnosis dalam 3 tahun dari tes negative awal, dan penurunan

yang signifikan dalam kemungkinan adenokarsinoma diamati dengan skrining

kanker stadium akhir Tahap 1B atau yang lebih buruk. Ini menunjukkan bahwa,

walaupun sitologi mungkin kurang sensitif terhadap hal untuk mendeteksi

prekursor adenokarsinoma, hal tersebut sensitif mendeteksi adenokarsinoma tahap

awal. Kemungkinan perkembangan kanker stadium 1B atau kanker yang lebih

buruk berkurang pada wanita dengan skrining yang up to date. Efek skrining

11
terhadap karsinoma adenosquamous serupa dengan yang diamati pada karsinoma

skuamosa, namun efeknya lebih kecil.

Kekuatan dari penelitian ini adalah penggunaan data yang rutin direkam pada

saat skrining, terkait dengan diagnosis kanker dalam rancangan case-control yang

menghindari bias seleksi dan recall. Sepengetahuan kami, ini adalah studi terbesar

yang menilai dampak skrining pada adenokarsinoma serviks. Studi kami mencakup

2.717 wanita (2.216 orang telah mengenal tahap FIGO) yang didiagnosis dengan

adenokarsinoma, dibandingkan dengan 1.177 wanita dari tujuh penelitian lainnya.

Hal tersebut terdokumentasi dengan baik bahwa skrining kurang efektif pada

wanita muda,24 dan ada kekhawatiran bahwa perbedaan efek skrining antara jenis

morfologi dapat disebabkan perbedaan distribusi usia wanita dengan jenis kanker

serviks yang berbeda.10 Kami menemukan bahwa, setelah standarisasi usia internal,

odds ratio perkembangan kanker serviks skuamosa tidak berubah secara signifikan.

Penelitian ini adalah penelitian observasional, jadi kami tidak bisa

membuktikan adanya hubungan antara skrining dan penurunan risiko

perkembangan kanker serviks. Bagaimanapun, ada bukti yang menunjukkan

peningkatan,9 termasuk percobaan terkontrol secara acak,25 yang menunjukkan

bahwa asosiasi tersebut memang kausal. Kami tidak memiliki informasi mengenai

faktor risiko kanker serviks (seperti merokok dan riwayat seksual); Namun,

kemungkinan bahwa perbedaan dalam odds ratio mungkin karena penemuan kecil,

karena faktor risiko skuamous dan adenokarsinoma serviks yang diketahui serupa.26

Hasil yang kami dapatkan sesuai dengan literatur. Beberapa penulis telah

menemukan skrining sitologi kurang efektif dalam mencegah adenokarsinoma

12
daripada karsinoma skuamosa pada serviks.10-11 Hanya satu penelitian kecil,

melibatkan 17 penderita adenokarsinoma, tidak mendapatkan perbedaan dalam efek

skrining pada beberapa jenis morfologi.21 Mitchell dkk.12 menunjukkan penurunan

risiko adenokarsinoma dalam satu tahun tes negatif, dan Nieminen dkk.27

menunjukkan penurunan angka kematian di antara wanita dengan adenokarsinoma

serviks, sementara kejadian tetap tidak berubah, keduanya dapat memperkirakan

namun tidak secara langsung menunjukkan bahwa skrining dapat mengetahui

adenokarsinoma stadium dini. Secara langsung, Pettersson dkk.7 menunjukkan

peningkatan 5 kali lipat dalam proporsi kanker yang didiagnosis sebagai

adenokarsinoma, terutama di kalangan wanita muda, tetapi juga menunjukkan

bahwa mereka didiagnosis pada tahap awal dalam kelompok skrining terakhir.

Selanjutnya, Andrae dkk.28 menunjukkan bahwa pertahanan dari adenokarsinoma

serviks (terlepas dari stadiumnya) lebih baik di antara mereka yang telah melakukan

deteksi skrining dibandingkan dengan mereka yang memiliki presentasi

simtomatik. Namun, tidak ada perbedaan yang diamati (setelah disesuaikan dalam

berbagai stadium) antara mereka dengan skrining up to date dan mereka yang belum

diskrining atau skrining terlambat.

Mengingat kelangkaan diagnosis adenokarsinoma in situ atau neoplasia

intraepitel serviks stadium tinggi, tidak mengherankan jika mayoritas

adenokarsinoma tidak dapat dilihat dengan skrining. Namun, ada bukti hubungan

positif antara cakupan skrining dan proporsi yang didiagnosis adenokarsinoma.13

Resiko rendah pada adenokarsinoma stadium 2 atau adenokarsinoma yang lebih

buruk dalam 3 tahun dari sitologi serviks negatif, dan pada 3-7 tahun setelah negatif

13
sebelumnya, menunjukkan bahwa sitologi baik dalam mendeteksi adenokarsinoma

invasif tahap awal, dan hal ini terutama mengarah pada penurunan adenokarsinoma

lanjut yang terkait dengan skrining reguler.

Hasil menunjukkan bahwa skrining tidak efisien untuk mencegah

adenokarsinoma serviks, namun bagus untuk mendeteksi adenokarsinoma stadium

1A. Dengan tidak adanya skrining, adenokarsinoma biasanya tidak akan

didiagnosis sampai stadium 1B atau lebih buruk lagi. Dengan demikian,

adenokarsinoma stadium 1A paling sering terjadi pada wanita yang diskrining

secara tidak teratur, di antaranya ada waktu yang cukup untuk terkena kanker Tahap

1A sejak skrining terakhir mereka, namun waktu yang tidak memadai untuk itu

berkembang ke stadium 1B atau lebih buruk lagi.

Fakta bahwa skrining memang memiliki efek pada karsinoma

adenosquamous stadium 1B atau yang lebih buruk menunjukkan bahwa komponen

skuamosa harus lebih kuat dan / atau muncul lebih awal dalam proses karsinogenik,

yang memungkinkan pendeteksiannya melalui skrining. Hanya ada sedikit literatur

tentang epidemiologi karsinoma adenosquamous serviks, namun berdasarkan

campuran jenis HPV yang ditemukan pada kanker ini (HPV-16 (39%), 218 (32%),

245 (12%), 231 (2% ) Dan 233 (3%)29) dapat diasumsikan bahwa mereka memiliki

lebih banyak kesamaan dengan adenokarsinoma dibandingkan dengan karsinoma

skuamosa. Ini bertentangan dengan temuan di sini, kecuali jika kanker

adenosquamous berkembang terutama dari karsinoma skuamosa positif HPV18.

Telah disarankan bahwa dalam sitologi kurangnya kepekaan terhadap

adenokarsinoma mungkin disebabkan oleh kanker ini yang berkembang di kanal

14
endoserviks, membuat pengambilan sampel sel abnormal menjadi sulit. Pengenalan

pengujian HPV primer dapat membantu mengurangi keseimbangan yang

mendukung adenokarsinoma. Analisis gabungan dari uji coba skrining HPV primer

yang memeriksa kanker serviks menunjukkan bahwa pengujian HPV akan memiliki

dampak yang lebih besar pada adenokarsinoma (OR: 0,31, 95% CI: 0,14-0,69)

dibandingkan dengan karsinoma skuamosa (OR: 0,78, 95% CI: 0,49 -1,25) dengan

sitologi.30 Namun, tidak jelas apakah pengujian HPV lebih atau kurang sensitif

daripada sitologi dalam mendeteksi adenokarsinoma invasif tahap awal.

Lima jenis HPV berisiko tinggi ditemukan pada 92% adenokarsinoma (HPV-

16 (41,6%), - 18 (38,7%), - 45 (7,0%), - 31 (2,2%) dan - 33 (2,1%)).13,29 Vaksinasi

HPV akan memberikan strategi pencegahan terbaik terhadap adenokarsinoma pada

serviks. Kedua vaksin yang tersedia melindungi dari HPV tipe 16 dan 18, dan

vaksin bivalen (Cervarix) memiliki korelasi kuat pada tipe 45, 31 dan 33.31 Namun

demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa, bahkan setelah diuji

dengan beberapa tes HPV, beberapa jenis kanker memiliki HPV negatif, dan ini

lebih cenderung menjadi adenokarsinoma.

KESIMPULAN

Skrining berbasis sitologi kurang efektif dalam mencegah adenokarsinoma

serviks dibanding dengan mencegah karsinoma skuamosa. Namun, dengan adanya

skrining dapat mendeteksi adenokarsinoma lebih awal, yang memberikan hasil

berupa penyakit stadium dini. Di masa depan, kombinasi vaksinasi HPV, pengujian

15
HPV dan teknologi baru akan menghasilkan penurunan angka yang cukup besar

terjadinya adenokarsinoma serviks.

REFERENSI

1. Mathew A, George PS. Trends in incidence and mortality rates of squamous cell
carcinoma and adenocarcinoma of cervix—worldwide. Asian Pac J Cancer Prev
2009;10:645–50.
2. Lonnberg S, Hansen BT, Haldorsen T, et al. Cervical cancer prevented by
screening: long-term incidence trends by morphology in Norway. Int J Cancer
2015;137:1758–64.
3. Vinh-Hung V, Bourgain C, Vlastos G, et al. Prognostic value of histopathology
and trends in cervical cancer: a SEER population study. BMC Cancer 2007;7:164.
4. Adegoke O, Kulasingam S, Virnig B. Cervical cancer trends in the United States:
a 35-year population-based analysis. J Women’s Health (Larchmt) 2012;21:1031–
7.
5. Sherman ME, Wang SS, Carreon J, et al. Mortality trends for cervical squamous
and adenocarcinoma in the United States. Relation to incidence and survival.
Cancer 2005;103:1258–64.
6. Visioli CB, Zappa M, Ciatto S, et al. Increasing trends of cervical adenocarcinoma
incidence in Central Italy despite Extensive Screening Programme, 1985-2000.
Cancer Detect Prev 2004;28: 461–4.
7. Pettersson BF, Hellman K, Vaziri R, et al. Cervical cancer in the screening era:
who fell victim in spite of successful screening programs? J Gynecol Oncol
2011;22:76–82.
8. Trent Cancer Registry, Profile of Cervical Cancer in England: incidence, mortality
and survival, 2012.
9. IARC Working Group on the Evaluation of Cancer Preventative Strategies. Cervix
cancer screening, ed., vol. 10. Lyon, France: IARC Press, 2005. 302 p.
10. Zappa M, Visioli CB, Ciatto S, et al. Lower protection of cytological screening for
adenocarcinomas and shorter protection for younger women: the results of a case-
control study in Florence. Br J Cancer 2004;90:1784–6.
11. Mitchell H, Medley G, Gordon I, et al. Cervical cytology reported as negative and
risk of adenocarcinoma of the cervix: no strong evidence of benefit. Br J Cancer
1995;71:894.
12. Mitchell H, Hocking J, Saville M. Improvement in protection against
adenocarcinoma of the cervix resulting from participation in cervical screening.
Cancer Cytopathol 2003;99:336–41.
13. Pimenta JM, Galindo C, Jenkins D, et al. Estimate of the global burden of cervical
adenocarcinoma and potential impact of prophylactic human papillomavirus
vaccination. BMC Cancer 2013;13:553.
14. Davy ML, Dodd TJ, Luke CG, et al. Cervical cancer: effect of glandular cell type
on prognosis, treatment, and survival. Obstet Gynecol 2003;101: 38–45.
15. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J. Screening and adenocarcinoma of the cervix. Int
J Cancer 2009; 125:525–9.
16. Sasieni P, Castanon A. NHSCSP audit of invasive cervical cancer: national report
2009-2012, 2013.

16
17. Sasieni P, Adams J, Cuzick J. Benefit of cervical screening at different ages:
evidence from the UK audit of screening histories. Br J Cancer 2003;89: 88–93.
18. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J. Effectiveness of cervical screening with age:
population based case-control study of prospectively recorded data. BMJ
2009;339.
19. NHS Cervical Screening Programme. Audit of Invasive Cervical Cancers.
NHSCSP Publication 28, Sheffield, 2006.
20. Statacorp. Stata Statistical Software: Release 12. College Station, TX: StataCorp
LP., 2011.
21. Crocetti E, Battisti L, Betta A, et al. The cytological screening turned out effective
also for adenocarcinoma: a population-based case-control study in Trento, Italy.
Eur J Cancer Prev 2007;16:564–7.
22. Herbert A, Singh N, Smith JA. Adenocarcinoma of the uterine cervix compared
with squamous cell carcinoma: a 12-year study in Southampton and South-west
Hampshire. Cytopathology 2001; 12:26–36.
23. Pak SC, Martens M, Bekkers R, et al. Pap smear screening history of women with
squamous cell carcinoma and adenocarcinoma of the cervix. Aust N Z J Obstet
Gynaecol 2007;47:504–7.
24. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J. Effectiveness of cervical screening with age:
population based case-control study of prospectively recorded data. BMJ
2009;339:b2968.
25. Sankaranarayanan R, Nene BM, Shastri SS, et al. HPV screening for cervical
cancer in rural India. N Engl J Med 2009;360:1385–94.
26. Castellsague X, Diaz M, de Sanjose S, et al. Worldwide human papillomavirus
etiology of cervical adenocarcinoma and its cofactors: implications for screening
and prevention. J Natl Cancer Inst 2006;98:303–15.
27. Nieminen P, Kallio M, Hakama M. The effect of mass screening on incidence and
mortality of squamous and adenocarcinoma of cervix uteri. Obstet Gynecol
1995;85:1017–21.
28. Andrae B, Andersson TM, Lambert PC, et al. Screening and cervical cancer cure:
population based cohort study. BMJ 2012;344:e900.
29. de Sanjose S, Quint WG, Alemany L, et al. Human papillomavirus genotype
attribution in invasive cervical cancer: a retrospective crosssectional worldwide
study. Lancet Oncol 2010;11: 1048–56.
30. Ronco G, Dillner J, Elfstrom KM, et al. Efficacy of HPV-based screening for
prevention of invasive cervical cancer: follow-up of four European randomised
controlled trials. Lancet 2014;383: 524–32.
31. Paavonen J, Naud P, Salmeron J, et al. Efficacy of human papillomavirus
(HPV)216/18 AS04adjuvanted vaccine against cervical infection and precancer
caused by oncogenic HPV types (PATRICIA): final analysis of a double-blind,
randomised study in young women. Lancet 2009;374: 301–14.
32. Rodriguez-Carunchio L, Soveral I, Steenbergen RD, et al. HPV-negative
carcinoma of the uterine cervix: a distinct type of cervical cancer with poor
prognosis. BJOG 2015;122: 119–27.

17

You might also like