You are on page 1of 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI BARU LAHIR


DI RUANG NICU RSU. HAJI SURABAYA

Oleh :
DIAH ASTUTI
SITI NURUL FAJARIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI BARU LAHIR

Pokok bahasan : Asuhan Pada Bayi Baru Lahir


Sub pokok bahasan : Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
Hari/Tanggal : Senin, 14 Januari 2019
Waktu : 30 menit (07.30-08.00 WIB)
Tempat : Ruang Nicu RSU. Haji Surabaya
Sasaran : Keluarga Pasien yang dirawat di Ruang NICU RSU Haji Surabaya
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit, peserta penyuluhan diharapkan
mengetahui tentang hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
Setelah mendapatkan penyuluhan peserta penyuluhan dapat :
1. Menjelaskan pengertian hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
2. Menyebutkan klasifikasi hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
3. Menyebutkan tanda dan gejala hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
4. Menyebutkan penyebab hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
5. Menyebutkan komplikasi dari hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
6. Menyebutkan penatalaksanaan hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
C. MATERI
1. Pengertian hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
2. Klasifikasi hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
3. Tanda dan gejala hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
4. Penyebab hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
5. Komplikasi dari hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
6. Penatalaksanaan hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
D. MEDIA DAN METODE:
Media Penyuluhan Menggunakan metode
1. LCD a. Ceramah
2. PPT b. Diskusi
3. Leaflet c. Tanya jawab

E. KEGIATAN PENYULUHAN
No Pelaksanaan Respons perserta Waktu
1 Pembukaan
a. Memberikan salam dan memperkenalkan Membalas salam
diri.
b. Menjelaskan maksud pertemuan
c. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan Mendengarkan
d. Melakukan kontrak waktu 5 menit
e. Mennggali pegetahuan peserta
penyuluhan Menceritakan
pengalaman dan
pengetahuan
2 Pelaksanaan
a. Menjelaskan pengertian
hiperblirubinemia pada bayi baru Mendengarkan
lahir dan memperhatikan
b. Menyebutkan klasifikasi
hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir
c. Menyebutkan tanda dan gejala
hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir
d. Menyebutkan penyebab
hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir
e. Menyebutkan komplikasi dari
hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir 20 menit
f. Menyebutkan penatalaksanaan
hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir  Peserta antusias dan
g. Sesi tannya jawab aktif untuk
 Memberikan kesempatan peserta menanyakan hal- hal
untuk bertanya seputar materi yang berhubungan
yang telah diberikan dengan materi yang
 Menanyakan kembali
telah diberikan
pengertian, klasifikasi, tanda dan
gejala, penyebab, komplikasi  Peserta antusias
dan penatalaksanaan menjawab
hiperbilrubinemia pada bayi pertanyaan dari
baru lahir penyuluh
3 Penutup a. Memperhatikan
a. Memberikan kesimpulan kesimpulan yang
b. Menutup acara dan mengucapkan salam diberikan oleh
serta terimakasih penyuluh
b. Mendengarkan 5 menit
penyuluh menutup
acara dan menjawab
salam

F. PENGORGANISASIAN
1. Pembawa acara/ moderator : Siti Nurul Fajariyah
2. Penyuluh : Diah Astuti
3. Fasilitator : Siti Nurul Fajariyah
4. Observer (Dosen Pembimbing)
Pembimbing : 1. Musyaidah
2. Sri Rahayu, S.ST
3. Ratna Dwi Jayanti, S.Keb.Bd., M.Keb
G. URAIAN TUGAS
1. Pembawa acara/ moderator :
a) Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada peserta.
b) Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c) Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh :
a) Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan mudah dipahami.
b) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator
a) Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta.
b) Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
d) Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi peserta.
e) Dokumentasi dan Absensi
f) Mencatat nama dan pertanyaan, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan

4. Pembimbing
a) Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
b) Mengevaluasi hasil penyuluhan denga rencana penyuluhan.
c) Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai
dengan rencana penyuluhan.
H. KRITERIA EVALUASI
a. Struktur :
1. Materi tentang hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir telah disiapkan dengan
lengkap dan dipahami
2. SAP dibuat dengan sistematis sesuai situasi dan kondisi di tempat penyuluhan.
3. Media dalam bentuk banner dibuat dengan jelas dan dapat dipahami oleh peserta.
4. Daftar hadir peserta penyuluhan telah dibuat.
5. Peserta hadir kurang lebih 75% dari total jumlah peserta.
6. Tempat penyuluhan telah mendapat izin serta perlengkapan untuk penyuluhan.
7. Telah melakukan konsultasi sebanyak 2 kali.
8. Melakukan briefing serta persiapan acara sebelum 30 menit penyuluhan dimulai.
b. Proses :
1. Penyuluhan dilakukan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
2. Peserta memperhatikan materi yang diberikan.
3. Peserta memberikan pendapat serta pertanyaan dan menjawab dengan benar.
4. Suasana penyuluhan kodusif.
5. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan.
c. Hasil :
1. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan pengertian hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir
2. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan klasifikasi hiperblirubinemia pada bayi
baru lahir
3. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan tanda dan gejala hiperblirubinemia pada
bayi baru lahir
4. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan penyebab hiperblirubinemia pada bayi baru
lahir
5. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan komplikasi dari hiperblirubinemia pada
bayi baru lahir
6. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan penatalaksanaan hiperblirubinemia pada
bayi baru lahir
I. MATERI
1. PENGERTIAN HIPERBILIRUBIN
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang
maempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan
baik (Prawirohardjo, 2005).
Hiperbilirubin merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg/dL pada minggu pertama yang ditandai dengan kekuningan pada
bayi atau disebut icterus (Hidayat, 2005).
2. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus
cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

2. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
d. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan
patologis lain yang telah diketahui
f. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

3. TANDA DAN GEJALA


Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan kronik:
(Surasmi, 2003)
1) Gejala akut
a) Lethargi (lemas)
b) Tidak ingin mengisap
c) Feses berwarna seperti dempul
d) Urin berwarna gelap

2) Gejala kronik
a) Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b) Kejang
c) Perut membuncit dan pembesaran hati
d) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e) Tampak matanya seperti berputar-putar

4. PENYEBAB
a. Hemolisis, misal pada inkompatilibitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis.
d. Kurangnya enzim glukoronil transeferase, sehingga kadar bilirubin identic meningkat,
misalnya pada bayi lahir rendah.
e. Kelainan congenital dan dubin hiperbilirubin.
f. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya pada
hipoalbumin atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
g. Ganggaun fungsi hati yang di sebabkan oleh beberapa mikro organisme, atau toksin
yang langsung merusak sel hati darah merah seperti infeksi toksoplasmosis, syphilis.
h. Gangguan eksresi yang terjadi intra atau ekstra hapatik.
i. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif. (Maryanti, 2011).

5. KOMPLIKASI
Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi
penyakit kern ikterus. Kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
Penyebab kern ikterus karena kadar bilirubin yang sangat tinggi yang dapat
mencapai tingkat toksik sehingga merusak sel-sel otak. Kadar bilirubin yang tinggi
merupakan kelanjutan dari ikterus neonatorum. Kern ikterus dapat menimbulkan
kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan
gangguan tingkah laku.

6. PENATALAKSANAAN
1) Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat,aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kern ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat,
dapat dilakukan beberapa cara berikut:
Lakukan perawatan bayi seperti :
a. Memandikan bayi
b. Melakukan perawatan tali pusat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Menjemur bayi di bawah sinar matahari dari jam 07.00 hingga hjam 09.00
pagi,kurang lebih 30 menit
e. Berikan ASI secara adekuat
2) Ikterus Patologis
a. Cegah agar gula darah tidak turun, jika anak masih bisa menetek mintalah pada
ibu untuk menetekkan anakanya
 Jika anak tidak bisa menetek lagi tapi masih bisa menelan beri perasan ASI atau
susu pengganti, Jika keduanaya tidak memungkinkan beri air gula 30-50 cc
sebelum dirujuk
 Cara membuat air gula.Larutkan 4 sendok teh gula kedalam gelas yang berisi
200 cc air masak
 Jika anak tidak bisa menelan berikan 50cc air susu ataua ir gula melalaui pipa
ansogastrik ,jika tidak rujuk segera
b. Nasehati ibu agar menjaga bayi tetap hangat
c. Sertakan contoh darah ibu jika kuning terjadi pada 2 hari pertama kehidupan
 Rujuk segera.
 Setiap ikterik yang muncul pada 24 jam pertama adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut
 Pada bayi dengan ikterus kramer grade 3 atau lebih perlu dirujuk
d. Perhatikan frekwensi BAK dan BAB
e. Beri terapi sinar untuk bayi yang dirawat di RS dan jemur bayi dibawah sinar
matahari pagi pada jam 7-8 selaam 30 menit.15 menit telentang dan 15 menit
telungkup
f. Cegah kontak dengan keluarga yang sakit dan cegah terjadinya infeksi dengan
menjaga personal hygiene dan selalu cuci tangan sebelum kontak dengan bayi.
g. Risiko Terjadinya kern ikterus, dapat di lakukan pencegahan kern ikterus dengan
melakukan cek laboratorium bilirubin.

Penanganan di Rumah Sakit


1) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh
bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh
organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat
sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan
panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi
meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi.
Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari
lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna
sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya,
agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu
telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah
kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di
bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu
dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena
malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan
pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat
dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada
kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang
tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.

2) Terapi obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital atau
luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang
sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung
plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan
mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi.
Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan.
Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang
justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan
menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan
fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.

3) Terapi Transfusi Tukar


Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi
darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak
(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa
gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy ,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu,
darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar
bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfusi bisa
berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek
samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari
darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif
untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

4) Terapi Sinar Matahari


Pada bayi-bayi yang mengalami ikteris neonatorum fisiologis dapat dijemur di
bawah sinar matahari pagi antara 7-9 pagi selama 15 menit. Sinar matahari
mengandung sinar biru-hijau yang dapat mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin
yang lebih mudah dibuang. Selain itu, matahari pagi berguna sebagai sumber vitamin
D.
Untuk bayi yang mengalami ikterus patologis terapi dengan sinar matahari hanya
merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah
sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda.
Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian
telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya
efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan
merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat
merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.

5) Menyusui Bayi dengan ASI


Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk
itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik
bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi,
pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus,
ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice) . Di dalam ASI
memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah
komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah
bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh
menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.

You might also like