You are on page 1of 34

1

CRS (Clinical Report Session)


*Kepanitraan Klinik Senior/ G1A216077/2018
** Pembimbing dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD FINASIM

Sirosis Hepatis Dekompensata et causa Hepatitis B


Shintia Bela Bangsa, S.Ked * G1A216077**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
RSUD RADEN MATTAHER PROV. JAMBI
2018
2

HALAMAN PENGESAHAN
CLINICAL REPORT SESSION

Ascites et causa Sirosis Hepatis Dekompensata et causa Hepatitis B

Disusun Oleh :
Shintia Bela Bangsa, S.Ked

G1A216077

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada tanggal Januari 2018

PEMBIMBING

dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD FINASIM


3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Report Session yang
berjudul “Sirosis Hepatis Dekompensata et causa Hepatitis B ” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD FINASIM yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna kesempurnaan
laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Januari 2018

Shintia Bela Bangsa, S. Ked


4

DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................i
Halaman Pengesahan........................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................iii
Daftar Isi...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 15
BAB IV ANALISA KASUS........................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34

BAB I
5

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya diAmerika. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS SardjitoYogyakarta jumlah pasien
sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40%pasien sirosis adalah asimptomatis sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan padawaktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau
karena penyakit yang lain.Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering
akibat alkoholiksedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C.1
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya
peranan sel stelatadalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
prosesdegradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus,maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.1
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-
bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganankomplikasi.
Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi
dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status
kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi.1

BAB II
LAPORAN KASUS
6

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M A
Umur : 40
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Slamet Riyadi, Solok Sipin
No RM : 874713
Ruangan / Kamar : Interne B3 / Kelas III
Tanggal Masuk / Pukul: 03 Januari 2018
Tanggal pemeriksaan :06 Januari 2018

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan Autoanamnesis + Aloanamnesis.
1. Keluhan Utama :
Perut membesar sejak ± 1 minggu SMRS.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh perutnya membesar. Keluhan dirasakan
perlahan-lahan dan lama kelamaan perut dirasa membesar dan menegang pada seluruh
bagian perut, tidak ada nyeri. ± 1 bulan yang lalu kedua mata pasien dan seluruh tubuh
pasien berwarna kuning, muncul perlahan-lahan. ± 5 hari SMRS pasien juga mengeluh
badan lemas, dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah
beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin
memberat dari hari ke hari hingga pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari. ± 4
hari SMRS Pasen juga mengeluh mengalami sesak nafas saat berjalan dan berbaring,
sesak nafas berkurang jika pasien duduk, sesak nafas tanpa disertai adanya keluhan
nyeri dada. ± 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan kedua kakinya yang bengkak,
bengkak tidak berkurang saat pasien duduk ataupun berdiri, bengkak tidak disertai
nyeri dan kemerahan. Pasien mengeluh tidak nafsu makan, frekuensi makan 1-2 kali
setiap harinya, kira-kira 3-5 sendok tiap kali makan sehingga pasien merasa berat badan
semakin turun selama sakit. Buang air kecil lancar dengan frekuensi 3-4 kali dalam
sehari, kira-kira sebanyak ½ gelas belimbing setiap kali buang air kecil, berwarna
kecoklatan seperti teh pekat tanpa disertai rasa nyeri, tidak berpasir. Buang air besar
lancar, dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari, berwarna kuning-kecoklatan tidak
terdapat lendir dan tidak terdapat darah berwarna kehitaman ataupun darah berwarna
merah. Keluhan mual (-). muntah (-), muntah darah (-), gusi berdarah , (-) demam (-),
rambut rontok (-), mudah lupa, (-), sulit berkonsentrasi (-).
7

3. Riwayat penyakit dahulu


Sekitar 7 tahun yang lalu, pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Raden Mataher
dengan keluhan kuning pada mata dan badan, tanpa perut membesar dan tidak ingat
obat-obatan yang di dapatkannya selama pengobatan. Pasien di rawat selama 2 minggu
dan kemudian dinyatakan sembuh. 1 bulan yang, pasien dirawat kembali di Rumah
Sakit Raden Mataher, dengan keluhan badan lemas, mata dan seluruh badannya kuning
tanpa perut membesar. Dokter mengatakan pasien mengalami penyakit hepatitis B.
Pasien tidak ingat obat-obatan yang di dapatkannya selama pengobatan.
 Riwayat hepatitis B (+)
 Riwayat hipertensi (-).
 Riwayat DM (-).
 Riwayat sakit jantung (-).
 Riwayat sakit paru-paru (TB) (-).
 Riwayat sakit ginjal (-).

4. Riwayat penyakit dalam keluarga


 Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)
 Riwayat hipertensi (-).
 Riwayat DM (-).
 Riwayat sakit jantung (-).
 Riwayat penyakit ginjal (-).

5. Riwayat sosial dan ekonomi.


Pasien sehari-harinya bekerja sebagai ojek online. Os mengkonsumsi rokok, 1 bungkus
setiap harinya sejak 10 tahun yang lalu dan telah berhenti sejak keluhan muncul. Os juga
memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol sejak 7 tahun yang lalu. Os minum setiap hari, ±
5 gelas tiap kali minum, jenis minuman alkohol yang diminum bermacam-macam os
tidak dapat mengingatnya.

2.3 Pemeriksaan Fisik


VITAL SIGN (KEADAAN UMUM)

A. Suhu : 36,80C Nadi : 88 x/i Tekanan darah : 120/80 mmhg


B. Pernafasan : reguler frekuensi : 28 x/i Jenis : Thorako Abdominal
C. Tinggi Badan : 168 cm Berat badan : 55 kg IMT : 19,47 (normal)
D. Keadaan umum : Baik Sedang Buruk
E. Keadaan Sakit : Tidak tampak sakit
8

Ringan Sedang Buruk

F. Sianosis : Tidak ada Dehidrasi : Tidak ada


G. Edema Umum : ekstremitas inferior Bentuk badan : Normal
H. Dugaan umur : 40 tahun Habitus :Astenikus (perut asites)
I. Cara berbaring : Membentuk sudut 45º
J. Cara berjalan : (Pasien berbaring)

KULIT Warna : Sawo Matang


Keringat : (+)
Efloresensi : Tidak ada
Pigmentasi : Normal
Turgor : Normal
Jaringan parut : Tidak ada
Ikterus :-
Edema : ekstremitas inferior
Lembab kering : Kering

KELENJAR Pembesaran Kel. Submandibula :(-)


Submental :(-)
Jugularis Superior :(-)
Jugularis inferior :(-)

KEPALA Ekspresi muka : lesu (+)


Deformitas : Tidak ada
Simetri muka : Simetris
Rambut : tidak mudah dicabut
Pembuluh darah temporal : teraba
Nyeri tekan syaraf : Tidak ada

MATA Exophtalmus/enophtal: Tidak ada Lensa : jernih


Tekanan bola mata : Normal Fundus : Tidak dilakukan
9

Kelopak : Normal Visus : koreksi sama dengan


pemeriksa
Conjungtiva : Anemis(+/+) Lapangan penglihatan : Tidak ada
penyempitan
Sklera : Ikterik (+/+) Tanda penyakit gravis : (-)
Gerakan kedua belah mata : Normal tidak ada batasan
Kornea : Xeroftalmus (-), ulkus(-)
Pupil : isokor (+/+) , reflek cahaya (+/+)

TELINGA Tophi : Tidak ada Selaputlendir :Tidak dilakukan


Lubang : Serumen (+/+) minimal Pendengaran : Baik
Cairan : Tidak ada Lain-lain : (-)
Nyeri tekan di proc mastoideus : (-/-)

HIDUNG Bagian luar : Deformitas (-) Septum : deviasi(-)


Penyumbatan : (-) Ingus : Tidak ada
Pendarahan : (-)

MULUT Bibir : Pucat (+), kering (+) Sianosis (-), tebal (-), retak-retak (-),
luka pada sudut mulut (-), ulkus (-), bercak (-).
Bau pernafasan : Normal, Fetor hepatikum (-), alkohol (-).
Palatum : Menutup dan simetris.
Gusi : Hiperemis (-), bengkak (-).
Selaput Lendir : (-)
Lidah : Kotor (-)
Atrofi (-)
Basah (-), kering (+)
Stomatitis (-)

FARING Tonsil : hiperemis (-), nodul (-), granulasi (-) T1-T1


Lain-lain : (-)
10

LEHER
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran.
Tekanan vena jugularis : 5-2 cm H2O ( Normal )
Kaku kuduk : Tidak ada
Pembuluh darah : arteri karotis teraba normal.

DADA
Bentuk : diameter latero-lateral > anterior-posterior.
Buah dada : nodul ( - ), nyeri ( - ), ginekomastia (-).

PARU – PARU
Inspeksi :
 Dalam pernafasan : Normal
 Jenis pernafasan : Thorako abdominal
 Kecepatan pernafasan : 22 x/ menit
 Lain – lain : (-)

Palpasi : ( Fremitus )
Kiri : Tactil vocal fremitus normal
Kanan : Tactil vocal fremitus normal

Perkusi
Kiri : Sonor, nyeri ketok (-)
Kanan : Sonor, nyeri ketok (-)

Auskultasi : (Bunyi pernafasan, rokhi)


Kiri :Vesikuler,Ronkhi(-),Wheezing (-)
Kanan : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

JANTUNG :
Inspeksi : impuls Apeks ( Iktus kordis ) : tidak terlihat
11

Tempat :-
Luas :-
Lain —lain :-
Palpasi : impuls Apeks ( Iktus kordis )
Tempat : 2 jari medial linea midklavikula sinistra ICS V
Luas : ± 2 cm
Kuat angkat : kuat angkat
Lain —lain :(-)
Perkusi : batas-batas jantung :
 Kiri : Line midklavikula sinistra ICS V
 Kanan : Linea parasternalis dextra ICS IV
 Atas : Linea patasternalis sinistra ICS II
 Pinggang Jantung : Linea parasternal sinistra ICS III
 Lain — lain :(-)
Auskultasi :
Bunyi jantung
 Irama jantung : BJ I dan BJ II irreguler, gallop(-), murmur (-)
 Frekuensi : 88 x/i
 M1 M2 : M1 > M2 di apeks dan trikuspid.
 A2 P2 : A2 sama dengan P2
 Irama medua : Tidak ada
Bising :
Tempat : tidak ada
Arah menjalar : (-)
Terjelas pada : (-)
pengaruh letak : (-)
Saat : (-) Pengaruh pernafasan : ( - )
Derajat : (-)
Pembuluh darah
A. Temporalis : teraba A. Femoralis : teraba
A.Carotis : teraba A. Poplitea : teraba
A.Brachialis : teraba A. Tibialis Posterior : teraba
12

A.Radialis : teraba A. Dorsalis pedis : teraba

PERUT
Inspeksi : Striae (-), Venektasi (-), caput medusa(-),
peristaltik usus (-), distensi (+), Perut membuncit (+),
spider naevi (-).
Palpasi : ascites dengan cara undulasi (+), tegang (+), nyeri tekan
(-)
 Hati : Sulit dinilai
 Limpa : Sulit dinilai
 Ginjal : Sulit dinilai

Perkusi :
 Pada seluruh lapangan abdomen pekak
 Shifting dullness (+)
Auskultasi : BU (+) menurun (4x/menit)

PUNGGUNG
 Inspeksi : Simetris, jaringan parut ( - )
 Palpasi : Nyeri di sekitar vertebra (-), vertebra terletak simetris, vocal
fremitus kanan - kiri : Normal
 Perkusi : Sonor kanan/kiri - Nyeri ketok CVA : ( - )
 Gerakan : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
 Lain-lain :-

ALAT KELAMIN :
Laki-laki : TIDAK DILAKUKAN

TANGAN :
Warna : Sianosis (-)
Tremor : Tidak ada
13

Kuku : pucat Lain –lain : palmar eritem (+)

TUNGKAI DAN KAKI :


Luka : (-) Varices : tidak ada
Otot : Normal
Sendi : nyeri (-) Gerakan :-
Kekuatan : 5/5 Suhu raba : afebris
Edema : (+) pitting edema Lain-lain :(-)

REKLEKS
Fisiologik : Normal Kiri : Normal Kanan : Normal
Patologik : tidak ada kiri : tidak ada Kanan : tidak ada
SENSIBILITAS :
Pemeriksaan halus : Sensibilitas sakit ( + )
Sensibilitas raba ( + )
Sensibilitas suhu : Tidak Dilakukan.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Penunjang di Rumah Sakit Raden Mattaher
(03/01/2018)

1. Darah Rutin

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal


WBC 5,38 (4-10,0 103/mm3)
2. RBC 3,33 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 10,4 (11,0-16 g/dl)
HCT 30,2 (35,0-50,0 %)
PLT 107 (100-300 103/mm3)
MCV 90,8 (80-100 fl)
MCH 31,2 (27-34 pg)
MCHC 344 (320-360g/dl)
Elektrolit
Parameter Hasil Harga Normal

Natrium (Na) 140,80 (135-148)


Kalium (K) 3,94 (3.5-5.3)
Chlorida (Cl) 99,84 (98-110)
Calcium (Ca+) 1,32 (1.19-1.23)
14

3. Kimia Darah

Parameter Hasil Harga Normal


FAAL HATI (03 Januari)
Bilirubin total 5,0 (<1,0 mg/dl)
Bilirubin direk 2,6 (<0,2 mg/dl)
Bilirubin indirek 2,4 (<0,8 mg/dl)
4. Protein total 4,8 (6,4-8,4 g/dl) Sero
Albumin 2,3 (3,5-5,0 g/dl) mark
Globulin 2,5 (3,0-3,6 g/dl) er
SGOT 107 (<40 U/L)
SGPT 72 (<41 U/L)
Alkalifosphatase (L<115 ; P<105 U/L)
GGT (L8-38; P5-25 U/L)
FAAL GINJAL
Ureum 21 (15-39 mg/dl)
Kreatinin 1,1 (L 0,9-1.3; P 0,6-1,1
mg/dl)
Asam urat (L 3,5-7,2; P 2,6-6,0
mg/dl)
FAAL LEMAK
Cholesterol (<200 mg/dl)
Trigliserida (<150 mg/dl)
HDL (>34 mg/dl)
LDL (<120 mg/dl)
GULA DARAH
Glukosa puasa (<126 mg/dl)
Glukosa 2 jam PP (<200 mg/dl)
Glukosa sewaktu 84 mg/dl (<200 mg/dl)
hepatitis

Parameter Hasil Harga Normal


HBV
HBsAG + -
Anti HBsAg - -

2.1 Diagnosis Kerja


Primer
Sirosis Hepatis dekompensata et causa hepatitis B
Sekunder
- Ikterus et causa Sirosis Hepatis dekompensata
15

- Anemia derajat I et causa Penyakit Kronis


- Hiperbilirubinemia
- Hipoalbuminemia

2.2 Diagnosis Banding


- hepatoma
- sirosis Hepatis dekompensata et causa hepatitis alkoholik

2.3Pemeriksaan yang Dianjurkan


1. SADT
2. Serologis  HbsAg, anti HbsAg, HCV anti HCV
3. USG Abdomen
4. Foto Rontgen Thoraks
5. Endoskopi
6. Biopsi Hati

2.4 Tatalaksana
1. Non- medikamentosa
- Tirah baring
- Diet hati
- Diet rendah garam 5,2 gram atau 90 mmol/hari
- Pemasangan kateter foley
- Pemasangan NGT
- Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
- Observasi berat badan, lingkar perut, keseimbangan cairan (Input-Output)
- Observasi darah rutin
- Edukasi : Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, merokok
dan alkohol
2. Medikamentosa
- Infus RL 20 tts/menit
- Spironolakton Tablet 1x 100mg
- Tranfusi Albumin 25% 1x 25 gr
- Curcumin Tablet 1x500 mg
- Entecavir Tablet 1x0,5 mg
- Vitamin B kompleks tablet 1x 10 mg

2.5 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam` : Dubia ad malam
2.6 Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Keterangan


23 Agustus 2018 S : Perut membesar (+), Mata Kuning (+), sesak (-), - NGT terpasang (residu
16

nyeri perut (+), tidak BAB (+), kaki bengkak (-), berwarna hijau
badan lemah (+) muda)
O : TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/i, RR : 22x/i, T: 36,70 - Bilas NGT
A : Ascites ec et causa Sirosis Hepatis dekompensata - Perhatikan input dan
et causa hepatitis B output cairan
P : - Diet hati lunak
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Cefixime 2x1 gr
- Liver Prime 3x1
- Tiofusin E 1000

24 Agustus 2018 S : Perut membesar berkurang (+), Mata Kuning Hasil Kimia Darah :
- Albumin : 2,7
(+),nyeri perut (+), tidak BAB (+), badan lemah (+)
O : TD : 110/80 mmHg, N : 79 x/i, RR : 23x/i, T: 370
A : Ascites ec et causa Sirosis Hepatis dekompensata
et causa hepatitis B
P : - IVFD RL 20 gtt/menit
- Liver Prime 3x 1
- Ceftriaksone vial 1 gr
- Metronidazole infus ts IX
25 Agustus 2018 S : Perut membesar berkurang (+), Mata Kuning (+), - Memperhatikan input
nyeri perut (+), tidak BAB (-), badan lemah (+) dan ouput cairan
O : TD : 120/80 mmHg, N : 86 x/i, RR : 20x/i, T: 36,40
A: Meteorismus ec et causa Sirosis Hepatis
dekompensata et causa hepatitis B
P: - IVFD RL 20 gtt/menit
- Liver Prime 3x 1
- Ceftriaksone vial 1 gr
- Metronidazole infus ts IX
11 Januari 2018 S : Perut membesar berkurang (+), Mata Kuning (+), Kesan : Sirrosis hepatis,
nyeri perut (+), badan lemah (+) dengan ascites dan efusi
O : TD : 110/80 mmHg, N : 82 x/i, RR : 20x/i, T: 36,50
pleura bilateral
A : Meteorismus ec et causa Sirosis Hepatis
splenomegaly ringan,
dekompensata et causa hepatitis B
P : - IVFD RL 20 gtt/menit pancreas, kandung empedu,
- Liver Prime 3x 1
ginjal, VU, aorta, dalam
- Ceftriaksone vial 1 gr batas
- Metronidazole infus ts IX
17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sirosis Hepatis


3.1.1 Definisi
Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang men
3.1.2 Etiologi3
Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hepatis

Etiologi Sirosis Hepatis

Inflamasi Genetik/kongenital
18

 Virus  Sirosis bilier primer


Hepatitis B (15 persen)  Kekurangan antitripsin alpha
Hepatitis C (47 persen)  Hemokromatosis
 Schistosomiasis  Penyakit perlemakan hati non alkohol
 Autoimun
Gagal jantung kongestif
Toksik
Budd-Chairi syndrome
 Alkohol (18 persen)
 Methotrexate Tidak diketahui (14 persen)

3.1.3 Patologi dan Patogenesis1,2,4


Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati
utama akibat induksi alkohol adalah : 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis
alkoholik, 3). Sirosis alkoholik.
Perlemakan Hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol
dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi
ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Didaerah periportal dan
perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan
triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa
kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membnetuk
nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya.
Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol menjadi
keras terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya
sebagai berikut : 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol
meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di
daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral), 2).
Infiltrasi/aktivasi neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera
19

jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit melepaskan intemediat oksigen
reaktif, proteasa dan sitokin, 3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan
sebagai neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi
spesifik yang menyerang hepatosir pembawa antigen ini, 4). Pembentukan radikal
bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi
enzim mikrosomal. Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin antara lain
faktor nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan
mengaktifasi sel stealata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
alkoholik.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologis hati baisanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus
sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian
terakhir. Memperlihatkan adanya peranan sel stealata. Dalam keadaan normal sel
stealata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler
dan proses degenerasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus
maka sel stealata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses terus
berjalan maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stealata, dan jaringan hati yang
normal akan diganti oleh jaringan ikat.

3.1.4 Manifestasi Klinis5,6

Tabel 2.2 Manifestasi Gejala Sirosis Hepatis


Gejala Gagal Hepatoseluler Gejala Hipertensi Portal
Ikterus Asites
Hipoalbumin Varises esofagus
Spider navi Caput medusa
Atrofi testis Splenomegali
Ginekomastia Pelebaran vena kolateral
Alopesia pada dada dan ketiak hemoroid
Eritema palmaris
Gangguan hematologi (trombositopenia,
20

leukopenia, anemia
Fetor hepatikum
Ensefalopati hepatik
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider naevi
(suatu lesi vascular yang dikelilingi vena-vena kecil) tanda ini sering ditemukan di bahu,
muka dan lengan atas. Mekanisme terjadiya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan
dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan
selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya
ukuran lesinya kecil. Eritema palmaris, warna merah pada thenar hypothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone esterogen. Tanda
ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku murche berupa pita
putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum
diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
kondisi hypoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering
ditemukan pada sirosis bilier. Osteoarthopati hipertropi suatu periostitis proliferative
kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan
sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik,
dan perokok yang juga mengkonsumsi alcohol. Ginekomastia secara histologi berupa
proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedione. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada
perempuan mentruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis
hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik
sirosis dan hemokromatosis. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang
penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akbiat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta. Asites penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hypoalbuminemia. Caput medusa juga akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum,
bau nnafas yang khas pada pasien sirosis hepatis disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan
membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl
21

tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak
sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.

3.1.5 Gambaran Laboratoris1


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksa kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Aspartat aminotransferase
(AST) atau serum glutamil piruvat transmirase (SGPT) meningkat tapi tak begitu
tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai
3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase
(GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT
dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, tapi
bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya
meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem
porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin. Waktu
protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada
sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi anemia,
penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom
mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia
dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat
varises untuk konfirmasi adanya hipertensi portal. Ultrasonografi (USG) sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksannya non invasif dan mudah digunakan, namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut
hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan nodular, permukaan irreguler dan ada peningkatan eksogenitas
22

parenkim hati. Selain itu juga USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali,
trombosis vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan
karena biayanya relatif mahal. Magnetic resonance imaging, perannya tidak jelas
dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya.
3.1.6 Diagnosis1
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dan sirosis hati dini. Pada stadium
dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis
sudah tampak dengan adanya komplikasi.

3.1.7 Komplikasi1,2
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup
pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan , yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Baiasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises
esofagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang
menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya
akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati hepatik, merupakan
kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur
23

(insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang


berlanjut sampai koma.

3.1.8 Pengobatan1,2
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan
diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-30000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di
antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen bisa diberikan steroid atau
imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsenttasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik;
menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B,
interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin
sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun.
Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi retensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3
MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada
pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti
fibrosis atau sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis.

3.1.9 Pengobatan Sirosis Dekompensata


Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
24

sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan
dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet
protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang.
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi
darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi
definitif pada pasien sirosis dekompensata.

3.1.9 Prognosis 1
Angka kematian pasien asites selama 2 tahun setelah terdiagnosis dapat mencapai
50%. 50 % meninggal dalam waktu 6 bulan. Prognosis sirosis sangat bervariasi
dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi
dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
Bilirubin Serum (mu.mol/dl) <35 35-50 >50
Albumin serum (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah Sukar
PSE/Ensefalopati Nihil Berat/koma
dikontrol
Nutrisi sempurna Kurang/kurus
Minimal
baik
25

3.2 Hepatitis B
3.2.1 Definisi1
Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis B. Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :
 Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah menjadi
hepatitis fulminan.
 Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan

3.2.2 Manifestasi Klinis7


Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar virus. Awalnya
gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul antara lain :
- Kehilangan nafsu makan
- Cepat lelah
- Mual dan muntah
- Gatal seluruh tubuh
- Nyeri abdomen kanan atas
- Kuning, kulit dan atau sklera
- Warna urin seperti teh atau cola
- Warna feses lebih pucat
Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk akut.
Gejalanya:
- Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic
encephalopati)
- Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah
- Jaundice
- Pembengkakan abdomen
Gagal hati, gejalanya :
- Asites
- Jaundice yang persisten
- Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan
- Muntah disertai darah
- Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses
3.2.2 Patofisiologi 8
26

3.2.4 Diagnosis1,7
27

Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2 pertanda


serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat pada
hampir semua orang yang terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala.
HBeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius.
Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap antigen core
hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik awal pasca infeksi dan menetap
selama beberapa bulan sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama
beberapa tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal. Anti-
HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling berharga karena ia
muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan penyakit bila HBsAg
telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orang-orang yang diimunisasi dengan
vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg terdeteksi pada orang dengan infeksi
yang sembuh.

3.2.5 Tatalaksana1,7
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan prinsipnya adalah
suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode simptomatis. Hepatitis B
immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan
dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB.
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan menjadi
normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan terjadinya
serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila respons
terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga sirosis
serta karsinoma hepatoseluler dapat dicegah. Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific
Association for Study of the Liver), anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat
terapi antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan,
terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsy hati
dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon
dan lamivudin telah disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya
memakai interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-
6 bulan, sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama
1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe.
Analog nukleos(t)ida bekerja dengan menghambat tempat berikatan polimerase virus,
28

berkompetisi dengan nukleosida atau nukleotida, dan menterminasi pemanjangan rantai


DNA. Entecavir 0.5 mg/hari selama 12 bulan menunjukkan perbaikan dapat mensupresi
replikasi VHB, wild type maupun resisten lamivudin, lebih cepat dan lebih efektif pada
pasien sirosis dekompensata dibandingkan dengan adefovir dan lamivudin.

BAB IV
ANALISIS KASUS
29

Tn. MA laki-laki (40 Tahun), masuk ke RS pada tanggal 03 Januari 2018 dengan
keluhan utama perutnya membesar. Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
keluhan ± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh perutnya membesar. Keluhan dirasakan
perlahan-lahan dan lama kelamaan perut dirasa membesar dan menegang pada seluruh bagian
perut, tidak ada nyeri. ± 1 bulan yang lalu kedua mata pasien dan seluruh tubuh pasien
berwarna kuning, muncul perlahan-lahan. ± 5 hari SMRS pasien juga mengeluh badan
lemas, dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat.
Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke
hari hingga pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari. ± 4 hari SMRS Pasen juga
mengeluh mengalami sesak nafas saat berjalan dan berbaring, sesak nafas berkurang jika
pasien duduk, sesak nafas tanpa disertai adanya keluhan nyeri dada. ± 3 hari yang lalu pasien
mengeluhkan kedua kakinya yang bengkak, bengkak tidak berkurang saat pasien duduk
ataupun berdiri, bengkak tidak disertai nyeri dan kemerahan. Pasien mengeluh tidak nafsu
makan, frekuensi makan 1-2 kali setiap harinya, kira-kira 3-5 sendok tiap kali makan
sehingga pasien merasa berat badan semakin turun selama sakit. Buang air kecil lancar
dengan frekuensi 3-4 kali dalam sehari, kira-kira sebanyak ½ gelas belimbing setiap kali
buang air kecil, berwarna kecoklatan seperti teh pekat tanpa disertai rasa nyeri, tidak berpasir.
Buang air besar lancar, dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari, berwarna kuning-kecoklatan
tidak terdapat lendir dan tidak terdapat darah berwarna kehitaman ataupun darah berwarna
merah. Keluhan mual (-). muntah (-), muntah darah (-), gusi berdarah , (-) demam (-), rambut
rontok (-),mudah lupa, (-), sulit berkonsentrasi (-).. Pasien dulunya pernah mengalami
penyakit hepatitis B ini dapat dijadikan sebagai pemikiran sirosis pasien merupakan
komplikasi dari hepatitis B nya dahulu.
Keluhan perut pasien yang makin lama membesar dan terjadinya bengkak pada kedua
kaki dan tangan pasien merupakan manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penyakit
jantung, ginjal dan hati. Pasien tidak mengeluk sesak nafas pada saat aktivitas menyingkirkan
asites dan edema perfier yang disebabkan oleh penyakit jantung. Bengkak tidak dimulai pada
bagian bawah kelopak mata dan muncul pada pagi hari menyingkirkan asites dan edema
perifer yang disebabkan oleh penyakit ginjal. Asites dan edema perifer sering terjadi pada
pasien yang menderita sirosis hepatis dekompensata. Asites disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu (1) hipertensi porta, (2) hipoalbumnienmia, (3) meningkatnya pembentukan dan aliran
limfe hai, (4) retensi natrium dan (5) gangguan eksresi air.
30

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah, nadi, dan suhu dalam batas normal.
Pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan wajah pasien tampak lesu, mata yang
conjunctiva anemis dan sklera ikterik. Hal ini menunjukan pasien dapat mengalami anemia
akibat penyakit kronis sebelumnya. Tidak ditemukan adanya epistaksis ataupun perdarahan
gusi. Didapatkan ikterus pada sklera akibat bilirubinemia, karena terjadi obtruksi sehingga
eksresi empedu terganggu, terjadi retensi bilirubin yang juga menyebabkan warna urin
terlihat gelap, seperti air teh. Pada pemeriksaan thoraks tidak ditemukan angioma laba-laba
dan ginekomastia. Paru dan jantung juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan asites, shifting dullness (+), undulasi (+), venektasi (-), caput medusa (-).
Pemeriksaan hepar dan lien sulit dilakukan karena perut pasien sangat membesar. Pada
pemeriksaan ekstremitas ditemukan adanya edema pada kedua kaki dan eritem palmar pada
kedua telapak tangan Eritema palmaris, warna merah pada thenar hypothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone esterogen. Edema perifer
umumnya terjadi setelah timbulnya asites dan dapat dijelaskan sebagai akibat
hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Kegagalan sel hati untuk menginaktifkan
aldosterone dan hormone antidiuretic merupakan penyebab retensi natrium dan air.
31

Dari pemeriksaan penunjang yang didapatkan penurunan dari kadar hemoglobin dalam
darah, peningkatan dari SGOT dan SGP (+), peningkatan bilirubin dalam darah, dan
peningkatan kadar kalsium. Anemia dapat terjadi karena adanya splenomegali. Peningkatan
dari SGOT dan SGPT menunjukkan adanya fungsi hati yang terganggu. Rasio albumnin dan
globulin sering terjadi pada sirosis hepatis. HbsAg reaktif, sebagai indikator terhadap faktor
penyebab terjadinya sirosis, pada pasien ini HBV HbsAG (+), yaitu sirosis hepatis
disebabkan oleh adanya infeksi oleh virus hepatitis B. Hasil pemeriksaan USG didapatkan
kesan sirosis hepatis, dengan ascites dan efusi pleura bilateral splenomegali ringan.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah mengurangi asites dan edema
perifer dengan cara diberikan spironolakton tablet 1x 100mg. Spironolakton berkompetisi
dengan aldosteron pada reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan
32

ekskresi air selama konversi ion kalium dan hidrogen, juga dapat memblok efek aldosteron
pada otot polos arteriolar.

Untuk diagnosa hepatitis B dapat diberikan analog nukleostida, yaitu entecavir, 1x0,5
mg, diminum secara oral dengan selama 12 bulan sekaligus untuk pasien-pasien sirosis
memperbaiki fungsi hati dengan hilangnya gejala-gejala sirosis misalnya: udem, asites, dan
hypoalbuminemia. Analog nukleos(t)ida bekerja dengan menghambat tempat berikatan
polimerase virus, berkompetisi dengan nukleosida atau nukleotida, dan menterminasi
pemanjangan rantai DNA. Entecavir 0.5 mg/hari selama 12 bulan menunjukkan perbaikan
dapat mensupresi replikasi VHB, wild type maupun resisten lamivudin, lebih cepat dan lebih
efektif pada pasien sirosis dekompensata dibandingkan dengan adefovir dan lamivudin.
33

Pada pasien ini mengalami keadaan hipoalbuminemia diberikan tranfusi Albumin 25% 1x 25
gr. Penggunaan albumin untuk pasien dengan sirosis hati dilandasi oleh pemahaman bahwa
pada sirosis hati akan terjadi hipovolemia, yang akan menyebabkan aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Aktivasi sistem ini mengakibatkan tertahannya cairan di tubuh
sebagai kompensasi kondisi hipovolemia. Kondisi abnormal tersebut menjadi dasar bagi
terbentuknya asites dan beberapa komplikasi sirosis lainnya
D = Desire Albumin Level ( kadar Albumin yang dikehendaki )
A = Actual Albumin Level ( kadar Albumin sekarang )
B W = Body Wieight ( Berat badan )
Rumus : ( D – A ) X ( B W X 40 ) X 2
Pada pasien:
=( 3-2,3) x (55x40) x 2
= 3,080
= 30 gr albumin
Curcumin sebagai hepatoprotektor diberikan tablet 1x500 mg. Efek kurkumin sebagai
antioksidan yang mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar ion
superoksida (O2-) sehingga mencegah kerusakan sel hepar. Curcumin juga mampu
meningkatkan gluthation S-transferase (GST) dan mampu menghambat beberapa faktor
proinflamasi , ekspresi gen dan replikasi virus hepatitis B melalui downregulation dari PGC-
1α, sehingga dapat disimpulkan bahwa curcumin dapat dijadikan alternatif hepatoprotektor
pada pasien hepatitis kronis. Untuk anemia derajat ringan yang terjadi dapat diberikan
vitamin B kompleks 1x 10 mg. Adapun pada pasien ini juga dilakukan diet hati dengan cara
sebagai berikut.
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta: FK UI. 2010;668-673
2. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi keenam,
Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
3. Raines Daniel, Starr Paul. Cirrhosis : Diagnosis, Management and Prevention. Volume
84, Number 12 December 15, 2011. Page 1354
4. 4. Hepatitis C Online. PDF created June 24, 2015, 6:29 am. Evaluation and Prognosis
of Patients with Cirrhosis, page. 4-5
5. Aithal P, Moore P.Guideline on the management of ascites ini cirrhosis.
gut.bmjjournals.com on 25 September 2006. Page 6
6. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, longo Jameson. Cirrhosis Hepatitis, Harrison’s
Manual Of Medicine, 16 th edition. 2005.
7. Dona Mesina. Patogenesis Virus Hepatitis B. Bagian Mikrobiologi FK Ukrida. 2015.
8. Kowalak, Jenifer. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2011.

You might also like