You are on page 1of 14

PERISTIWA TUTUR PESERTA PELATIHAN ISLAMIC PUBLIC SPEAKING

DI MASJID BAITUL ILMI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

Dedi Gunawan Saputra


Universitas Negeri Malang
dedigunawan_saputra@yahoo.com
NIM 180211848549

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa tutur peserta pelatihan Islamic
Public Speaking di Masjid Baitul Ilmi SMA Negeri 11 Makassar. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu prosedur dengan mendeskripsikan
peristiwa tutur peserta pelatihan Islamic Public Speaking. Analisis data dengan menggunakan
pendekatan sosiolinguistik khususnya dalam kajian peristiwa tutur SPEAKING dengan
metode deskriptif. Tuturan yang telah terklasifikasikan dalam jenis-jenis teori SPEAKING
dianalisis berdasarkan makna konteksnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
peristiwa tutur ialah suatu kegiatan sosial dalam interaksi antara penutur dengan mitra tutur
dalam peristiwa atau situasi tutur di mana para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam
cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil tertentu. Terjadinya peristiwa tutur harus
memenuhi apa yang dikatakan Dell Hymes yang disebut dengan SPEAKING Setting,
Participants, Ends, Act sequences, Keys, Instrumentalities, Norms, dan Genres.
Kata kunci: Peristiwa tutur, sosiolinguistik, SPEAKING

Salah satu cara untuk menganalisis tuturan dalam kajian bahasa adalah dengan
memahami peristiwa tutur yang terjadi dalam proses ujaran. Peristiwa tutur ini merupakan
bagian dalam kajian sosiolinguistik yang mencakup studi interaksi antara pengetahuan
kebahasaan dan dasar pengetahuan tentang dunia yang dimiliki oleh pendengar/pembaca.
Studi sosiolinguistik melibatkan unsur interpretatif yang mengarah pada studi keseluruhan
pengetahuan dan keyakinan akan konteks. Berdasarkan hal itu, rumusan ciri-ciri konteks
secara eksplisit perlu dipahami.
Kajian sosiolinguistik cenderung berfokus pada variasi bahasa yang muncul di
masyarakat yang biasanya dapat ditelusuri karena keberadaan berbagai stratifikasi sosial
dalam masyarakat. Indonesia sebagai negera multilingual yang mempunyai ratusan bahasa
daerah tentunya akan memunculkan berbagai variasi bahasa Indonesia selain stratifikasi
sosial.
Menurut Lauder, dkk (2009:231), kajian sosiolinguistik sangat luas dan beragam.
Kajian yang dapat dilakukan antara lain fungsi dan peran sebuah bahasa, keberterimaan
istilah akuntansi di kalangan ahli ekonomi, kata sapaan ditinjau dari solodaritas sosial dan
jarak sosial di antara penutur, kriteria dan persepsi kesantunan berbahasa, pelacakan bahasa
rahasia kelompok bajak laut, pengungkapan jati diri secara sosial melalui graffiti, mantra, dan
berbagai istilah penangkapan ikan di antara kelompok nelayan pesisir pantai Utara Jawa,
perbedaan variasi bahasa berdasarkan gender, pemertahanan bahasa Melayu di Bali, dan
masih banyak lagi.
Seiring dengan perubahan waktu dan perkembangan peradaban manusia, ilmu bahasa
pun senantiasa turut mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Oleh
karena itu, kita dituntut untuk melakukan kajian sebagai bukti perhatian kita terhadap bahasa.
Sebagai realisasinya disalurkan melalui pelatihan-pelatihan dan pengajaran bahasa lewat
pendidikan formal dan media massa.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Mauru (2014:22-23) yang mengungkapkan data
verbal dengan pendekatan kualitatif, yaitu: (1) interaksi masyarakat multietnik terdiri atas
ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab, dan faktor penentu penggunaan
ragam bahasa Indonesia dalam interaksi masyarakat multietnik terdiri atas faktor latar
belakang peristiwa tutur, peserta tutur, tujuan tutur, rangkaian tutur/topik, nada tutur, norma
tutur, tipe tutur; (2) gejala bahasa terdiri atas alih kode dan campur kode, dan faktor penentu
alih kode berupa perubahan situasi tutur, kehadiran orang ketiga, peralihan pokok
pembicaraan, dan penekanan keinginan penutur dan faktor penentu campur kode adalah
keterbatasan penggunaan kode dan penggunaan istilah yang lebih populer.
Penelitian tersebut sebagai inspirasi dalam mengkaji aspek lain dari sosilinguistik
dalam konteks SPEAKING. Hal ini dipilih untuk membandingkan linguistik dari ranah
masyarakat multietnik dengan ranah peserta pelatihan sebagai subjek pendidikan di sekolah.
Selain itu, tuturan-tuturan dan juga pembahasan mengenai konsepsi SPEAKING akan lebih
diperdalam lagi atau ditelaah lebih intensif dengan pola yang komprehensif dengan tetap
mengedepankan aspek substantif dari kajian sosiolinguistik itu sendiri. Berdasarkan uraian di
atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti peristiwa tutur peserta pelatihan Islamic Public
Speaking di Masjid Baitul Ilmi SMA Negeri 11 Makassar.
Peristiwa Tutur (Speech Event)
Dalam setiap komunikasi interaksi linguistik, manusia saling menyampaikan
informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaan, maupun emosi secara langsung.
Hubungannya dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi
linguistik dalam suatu ujaran (Chaer dan Agustina dalam Aslinda, 2010: 31).
Peristiwa tutur ialah suatu kegiatan di mana peserta berinteraksi dengan bahasa dalam
cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil. Peristiwa ini mungkin termasuk suatu
tuturan sentral yang nyata, seperti ‘Sungguh saya tidak menyukai ini’, seperti dalam peristiwa
tutur ‘keluhan’, tetapi peristiwa ini juga termasuk tuturan-tuturan lain yang mengarah
padanya dan sesudah bereaksi pada tindakan sentral tersebut. Pada kebanyakan kasus,
‘permohonan’ tidak dibuat dengan tindak tutur tunggal yang secara tiba-tiba diucapkan.
Permohonan merupakan sebuah tindak tutur secara khusus (Yule, 2014: 100).
Berdasarkan pengertian peristiwa tutur tersebut, secara konkret kita dapat menentukan
interaksi yang disebut sebagai peristiwa tutur linguistik, antara lain rapat di kantor, diskusi
dalam ruangan perkuliahan, sidang di pengadilan. Namun, pembicaraan yang terjadi di dalam
bus kota atau di dalam kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling
mengenal, dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa
yang berganti-ganti, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah peristiwa tutur. Hal ini karena
pokok pembicaraannya tidak menentu (berganti-ganti), tanpa tujuan dan dilakukan oleh orang
yang tidak sengaja berbicara (Aslinda, 2010: 32).
Menurut seorang pakar linguistik terkenal Dell Hymes (dalam Aslinda, 2010: 32)
bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen tutur yang diakronimkan
menjadi SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut, yaitu.
1. S : Setting dan scene (tempat dan suasana tutur)
Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu
pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologi pembicaraan. Waktu, tempat dan
situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda
pula.
2. P : Participants (peserta tutur)
Participants yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan: pembicara dan pendengar,
penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Status sosial partisipan sangat
menentukan ragam bahasa yang digunakan.
3. E : Ends (tujuan tutur)
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Setiap peristiwa tutur mengandung
maksud dan tujuan tertentu. Berdasarkan maksud dan tujuan itulah peristiwa tutur itu
berlangsung.
4. A : Act Sequences (pokok tuturan)
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan
dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa
yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
5. K : Keys (nada tutur)
Key mengacu pada nada, cara, dan semangat pada saat pesan disampaikan. Nada tutur
berkaitan dengan masalah modalitas dari kategori-kategori gramatikal dalam sebuah
bahasa.
6. I : Instrumentalities (sarana tutur)
Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis,
melalui telegraf, atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang
digunakan, seperti bahasa, dialek, ragam, atau register.
7. N : Norms (norma tutur)
Norms mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan
dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran
terhadap ujaran dari lawan bicara.
8. G : Genre (jenis tuturan)
Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti percakapan, cerita, pidato, puisi,
pepatah, doa dan sebagainya.
Keseluruhan komponen serta peranan komponen-komponen tutur yang dikemukakan
Dell Hymes dalam sebuah peristiwa berbahasa itulah yang disebut dengan peritiwa tutur
(speech event).

METODE
Dalam penelitian ini, penulis meneliti peristiwa tutur peserta pelatihan Islamic Public
Speaking di Masjid SMA Negeri 11 Makassar. Peneliti memilih judul tersebut berhubung
karena peristiwa tutur berkaitan erat dalam proses berbahasa. Peristiwa tutur merupakan hal
yang menjadi dasar seseorang berkomuniksasi, dan salah satu bagian dalam peristiwa tutur
untuk dianalisis adalah SPEAKING. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, peneliti
menentukan rumusan penelitian, kemudian peneliti mengadakan pelatihan terkait kemahiran
berbahasa khususnya berbicara.
Pelatihan ini bertemakan Menjadi Pembicara yang Menggugah dan Mengubah.
Setelah melaksanakan pelatihan khususnya dalam hal Islamic Public Speaking, maka peserta
pelatihan melakukan praktik sebagai kelanjutan dalam pelatihan tersebut. Peserta sangat
antusias mendengarkan materi pelatihan Islamic Public Speaking dari peneliti sendiri. Setelah
itu, peneliti memberikan saran kepada semua peserta pelatihan Islamic Public Speaking
terkait praktik tersebut, kemudian peneliti menganalisis SPEAKING dalam tuturan para
peserta pelatihan dalam konteks peristiwa tutur dengan metode deskriptif kualitatif sesuai
yang dinyatakan Djajasudarma (2010:17) bahwa penelitian kualitatif lebih mementingkan
proses daripada hasil. Peranan proses akan lebih jelas diteliti melalui hubungan bagian-
bagiannya. Hal ini berkaitan erat dengan kajian distribusional, metode kualitatif dengan
syarat deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Adapun data yang peneliti peroleh, yaitu:
1. Muhammad Sulthan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah, wassalatu wassalamu ala rasulillah wa ala alihi wa ashabihi ajmain.
Amma ba’du.
Kembali kita bersyukur kepada Allah swt. karena Allah telah memberikan kita begitu
banyak nikmat, baik itu nikmat kesehatan, kesempatan dan nikmat yang terbesar yang
paling kita rasakan sekarang adalah nikmat iman. Dan banyak di antara teman-teman
kita yang sekarang ini mungkin memiliki banyak kesibukan sehingga mereka tidak bisa
hadir pada saat sekarang ini. Dan kemudian kita tidak lupa untuk mengirimkan salawat
dan taslim kepada nabi junjungan kita Muhammad saw. yang telah mengubah zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang. Minazzulumaati ilannuur.
Pada kesempatan kali ini, saya akan- kami akan membawa kultum atau tausiyah yang
berkenaan berjudul adab-adab di masjid.
Apa itu adab ?
Adab adalah segala bentuk peraturan kehidupan yang kita lakukan. Bagaimana
mungkin kehidupan ini bisa teratur tanpa adanya aturan. Seperti itu!
Jadi, Subhaanallah, agama kita ini telah diajar tentang adab dari bangun tidur kita
atau dari tidur kita, terbalik! Dari bangun tidur kita sampai kita pergi tidur kembali itu
memiliki adab. Dan pada kesempatan kali ini kita tidak membahas semuanya karena
waktunya mungkin akan terlalu panjang sekali. Sampai-sampai seorang ulama’ itu
belajar adab selama 20 tahun saking lamanya belajar adab. Subhaanallah!
Tapi, pada kesempatan kali ini kita persempit sedikit materinya yaitu adab di masjid,
yang pertama adalah berjalan di masjid ketika sudah azan, berjalan di masjid dalam
keadaan tenang, itu yang pertama. Di mana Rasulullah saw. bersabda ‘ketika iqamat
telah dikumandangkan maka berjalanlah- maka menujulah ke sana dengan tidak dalam
keadaan berlari, berjalanlah ke sana dengan memperhatikan ketenangan. Apabila
engkau telah sampai, maka apa yang engkau dapatkan dari imam maka ikutilah, dan
ketika engkau tidak mendapatkannya maka sempurnakanlah’.
Apa maksudnya?
Hikmahnya yang pertama adalah kita dilarang berlari. Kenapa ?
Bagaimana kalau orang berlari ? capek atau tidak ?
Capek!
Ketika sampai di masjid, apakah dia ngos-ngosan ? Istilahnya seperti itu ya!
Poso’! Itu akan mengganggu shalat dia. Membuat shalatnya tidak khusyu’, tidak
tenang! Apakah shalat seperti ini diterima oleh Allah ? Wallahu a’lam. Tetapi, jangan
sampai dikhawatirkannya itu tidak diterima oleh Allah swt. Dan yang kemudian, ketika
kita mendapatkan imam di masjid ketika dalam keadaan ruku’, maka kita ruku’, ketika
imam dalam keadaan sujud, maka kita ikut sujud. Dan ada juga seseorang yang tidak
mengetahui hal ini, mereka menunggu dulu sampai bangkit imam ketika imam telah
berdiri kembali maka dia juga ikut bertakbir. Yang seperti itu adalah sebuah kekeliruan
karena kurangnya ilmu yang disampaikan atau mereka tidak mencari ilmu itu tersebut.
Nah, ketika kita ya! mendapatkan imam dalam keadaan ruku’, maka itu sudah sampai
satu rakaat. Tidak usah lagi misalnya di rakaat pertama kita dapat imam pada saat
keadaan ruku’, maka shalat kita tetap tiga rakaat ya!, terhitung tiga rakaat, misalnya
kalau shalat magrib terhitung tiga rakaat tetap. Seperti itu!
Adapun misalnya, di rakaat kedua telat, kita dapat imam ruku’ ya ganti satu rakaat
atau sempurnakan. Seperti itu!
Kemudian adab yang berikutnya adalah, ketika masuk di dalam masjid.
Apa doanya ?
Bismillah, eee allahumma inni….allahumma…
Saya agak lupa sedikit karena memang ini ilmu, sebenarnya belum diamalkan. Saya
sendiri belum amalkan. Saya agak sangat disayangkan sekali. Adapun kalau doa keluar
masjid, ‘allahumma inni as ‘aluka…..’ yaa… ‘allahumma inni as ‘aluka min fadhlik’
ya Allah, jadikanlah yang berarti yaa…Allah jadik mohon…aku memohon kepada-Mu
karunia-Mu.Seperti itu!
Naa itu adab yang kedua, ketika masuk dan keluar membaca do’a…ya…minimal
bismillah. Minimal membaca bismillah, seperti itu. Kalau kita tidak hafal doanya,
minimal bismillah. Dimana kaki yang pertama masuk ke dalam masjid adalah kaki
kanan, dan ketika kita keluar menggunakan kaki kiri. Sebagaimana dari sebagian
sabda Rasulullah kita harus selalu mendahulukan kebaikan dengan bagian tubuh kita
bagian kanan misalnya memakai pakaian, kanan duluan, misalnya lagi, kita
‘berwudhu’ semua kanan baru kiri. Tetapi, adapun untuk misalnya masuk di dalam wc,
kaki kiri duluan yang keluar dari yang kanan, karena tidak boleh menyamakan tempat
yang suci dengan tempat yang kotor. Seperti itu!
Kemudian, adab yang berikutnya adalah ketika kita masuk di dalam masjid, minimal
kita melaksanakan shalat ‘attahiyatul masjid’, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
‘Ketika orang masuk di dalam masjid, maka hendaklah kalian mendirikan sholat dua
rakaat. Yang dimaksud di sini adalah shalat tahiyatul masjid. Nah, kita tidak usah kita
terlalu banyak untuk mengetahui semuanya sekaligus, tapi sedikit…sedikit..agar mudah
kita amalkan, kenapa ? karena kalau langsung banyak sekaligus, akan susah kita
tampung, atau mungkin…yaa..kita kasi’ permisalan sebuah ember yang…yang …sudah
penuh, ketika diisi tumpah-tumpah, tidak ada yang masuk…Seperti itu! Jadi,
ya…minimal kita isi sedikit-sedikit supaya bisa langsung kita amalkan. Tadi ada keliru
sedikit tapi itulah manusia. Eeee…mungkin saya akan menutup sekarang, apabila saya
memiliki kesalahan, ee…itulah memang dari saya karena saya adalah manusia biasa
seperti itu! Kita sekalian! Dan adapun benarnya datang dari Allah swt.
Sekarang belum ada tanda ‘stop’ dari Kak Dedi, mungkin saya menambahkan sedikit
tentang….ya…sedikit…motivasi-motivasi yang dapat membangun kita dalam
menjalankan kehidupan…sebagai penutup bahwasanya kita analogikan…eee…ini
sedikit keluar dari tema …kita analogikan seorang yang naik gunung dan turun
gunung..pertanyaannya..bagaimana posisi seseorang ketika dia naik….dia naik
gunung? Apakah dia tegak atau merunduk? Merunduk…kenapa bisa ? karena kalau dia
tegak bisa jatuh ke belakang….ya toh! Ini apa hikmahnya ? Hikmahnya adalah ketika
kita melakukan sesuatu…apa…baru melakukan sebuah hal…maka kita harus… apa?
tawadhu’…jangan menjadi orang yang sombong….jadi, kita harus pelan-pelan dulu.
Jangan langsung..seperti itu! Dan ketika kita telah sampai di puncak misalnya, ya…
kemudian ada sedikit masalah yang kita peroleh, kemudian bagaimanakah posisi
seseorang turun gunung, tegak. Dia tidak boleh merunduk, kalau dia merunduk, dia
bisa jatuh ke depan. Seperti itu, mungkin! Lebih malah, kalau misalnya telah sampai di
puncak kemudian ada…eee….ada yang membuat atau dia mungkin sedikit terjatuh dari
apa yang kesuksesan yang telah dia dapat, maka yang harus dia lakukan adalah dia
harus tegak, jangan langsung menyerah, seperti itu!
Karena sudah muncul kata ‘stop’ kita tutup saja, subhanakallamuma wabihamdik
ashadu alla ilaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaik…
Wassalamu alaikum wr.wb..!
Wa alaikummussalam wr.wb.

2. Muhammad Haidir
Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, alhamdulillahirabbil alamin assalatu assalamu ala asyrafil anbiyai wal
mursalin sayyidina muhammadin wa ala alihi wa ashabihi ajmain amma ba’du,
Kembali lagi kita memperbarukan rasa syukur kita…dan kembali lagi kita berterima
kasih kepada Allah swt. yang telah memberikan banyak nikmat kepada kita, dan salah
satunya nikmat iman, nikmat agama, dan nikmat kesempatan. Dan tak lupa pula kita
panjatkan salawat kepada junjungan kita Muhammad saw.
Pada kesempatan kali ini, saya diberi kesempatan untuk membawakan kultum. Dan
bertema ‘3 hal dalam hidup yang pasti dan tidak dapat dihindari’,
Satu, ‘tua’,
Tua… di mana kita merasakan kemalasan, susah bergerak, dan di mana umur kita
semakin pendek…eee..dalam firman Allah,’ Mereka berkata, dan berteriak di dalam
neraka. ‘Ya Tuhan kami keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang
saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan’. Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau
berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolongpun’.
Dan marilah kita sama-sama…memanfaatkan waktu muda kita…janganlah berbuat
maksiat, selagi kita masih muda.
Hal yang kedua adalah sakit,
Sakit adalah penghapus dosa bagi seorang muslim, dalam surah al-baqarah dijelaskan,
‘Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: ‘inna lillahi wa inna ilahi raajiuun’. Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dan marilah kita sama-sama, apabila kita masih sehat, kita menuntut ilmu sebanyak-
banyak mungkin.
Dan yang ketiga, adalah mati,
Kematian adalah waktu yang terdekat, selagi kita …selagi seseorang itu penting
berada di sekitar kita…marilah kita…mari kita sama-sama…eee….memanfaatkan…
ya…orang tua kita, saudara kita selagi dia masih ada. Apabila orang tua kita sudah
meninggal, tidak ada gunanya kita lagi menangis.
Sekian dari kultum saya, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu alaikum wr.wb.

- Muhammad Sulthan
1. S : Setting dan scene
Tempat : Masjid Baitul Ilmi SMA Negeri 11 Makassar
Jalan Letjend. Mappaoudang No. 66
Hari/tanggal : Ahad, 25 November 2018
Pukul : 9.15 WITA
Situasi tuturan : situasi formal
Topik : Adab-adab di Masjid
2. P : Participants
Penutur : Muhammad Sulthan
Mitra tutur : Jama’ah (Peserta pelatihan Islamic Public Speaking)
3. E : Ends
Maksud dan tujuan : menasihati dan memberi tahu tentang pentingnya adab-adab bagi
seorang muslim sejati.
4. A : Act Sequence
- Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
- Kembali kita bersyukur kepada Allah swt. karena Allah telah memberikan kita
begitu banyak nikmat
- Pada kesempatan kali, saya akan- kami akan membawa kultum atau tausiyah
yang berkenaan berjudul adab-adab di masjid.
- Adab adalah segala bentuk peraturan kehidupan yang kita lakukan. Bagaimana
mungkin kehidupan ini bisa teratur tanpa adanya aturan.
- yang pertama adalah berjalan di masjid ketika sudah azan, berjalan di masjid
dalam keadaan tenang, itu yang pertama.
- Kemudian adab yang berikutnya adalah berdoa, ketika masuk di dalam masjid.
- Kemudian, adab yang berikutnya adalah ketika kita masuk di dalam masjid,
minimal kita melaksanakan shalat ‘attahiyatul masjid’
- Kita tutup saja, subhanakallamuma wabihamdik ashadu alla ilaha illa anta
astagfiruka wa atubu ilaik…Wassalamu alaikum wr.wb..!

•Salam pembuka

Pembuka •Puji Syukur


•Judul Tuturan

•Definisi

Isi •Contoh Konkret


•Jenis-jenis

•Doa

Penutup
Tuturan tersebut menggambarkan isi secara singkat terkait penerapan SPEAKING di
dalam pidato yang telah disampaikan. Diawali dengan salam pembuka sesuai dengan salam
secara Islam pada tuturan pertama. Selanjutnya, pada tuturan kedua diawali kata kembali
yang tentunya dalam linguistik lebih baik didahului oleh subjek sebagai fungsi awal pada
sebuah tataran sintaksis.
Tuturan ketiga tampaknya ada peralihan dari kata saya menjadi kami, hal ini
menunjukkan sebuah transformasi kata yang memiliki diksi khusus terutama pada aspek
kesantunan berbahasa kepada mitra tutur yang beragam dan memiliki status sosial yang
relatif tinggi, sehingga menggunakan kata kami agar penutur menunjukkan sikap rendah hati.
Tuturan keempat didahului dengan definisi atau pengertian dan diakhir dengan
pertanyaan retoris dengan kata tanya bagaimana. Hal ini mengungkap atau memantik para
mitra tutur untuk memperhatikan dan menarik simpati secara langsung agar pembicaraan
dapat fokus pada inti/substansi. Tuturan kelima menekankan pada bukti konkret atau
perincian dari adab itu sendiri, dibuktikan dengan kata yang pertama.
Tuturan keenam dan ketujuh masih memberikan perincian berupa adab-adab ke
masjid. Adapun tuturan kedelapan diakhiri dengan penggunaan doa kafaratul majelis dan
salam. Dalam tuturan disebutkan subhanakallamuma wabihamdik ashadu alla ilaha illa anta
astagfiruka wa atubu ilaik. Tampaknya penutur bisa menggunakan doa ini sebagai akhir dari
tuturan pidato dalam aspek Islam, sehingga doa sebagai akhir dari penyampaian digunakan
dengan baik.

5. K : Key
Hubungan : dekat
Sikap : santun
Nada suara : netral
Penjiwaan : serius tetapi dibarengi dengan lelucon
6. I : Instrumentalities
Instrumentalities : menggunakan saluran oral
Bentuk bahasa : menggunakan istilah dalam lingkup keagamaan
7. N : Norms
Norma interaksi : pendengar menyimak dengan saksama dalam penyajian materi
Norma interpretasi : adanya penghargaan dari mitra tutur kepada penutur yang
lebih tua
8. G : Genre
Genre : pidato dalam bentuk ceramah

- Muhammad Haidir
1. S : Setting dan scene
Tempat : Masjid Baitul Ilmi SMA Negeri 11 Makassar
Jalan Letjend. Mappaoudang No. 66
Hari/tanggal : Ahad, 25 November 2018
Pukul : 9.30 WITA
Situasi tuturan : situasi formal
Topik : 3 Hal dalam Hidup yang Pasti dan Tidak Dapat Dihindari
2. P : Participants
Penutur : Muhammad Haidir
Mitra tutur : Jama’ah (Peserta pelatihan Islamic Public Speaking)

3. E : Ends
Maksud dan tujuan : menasihati dan memberi tahu tentang pentingnya hal-hal dalam
hidup yang pasti dan tidak dapat dihindari
4. A : Act Sequence
- Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
- Kembali lagi kita memperbarukan rasa syukur kita…dan kembali lagi kita
berterima kasih kepada Allah swt. yang telah memberikan banyak nikmat kepada
kita
- Pada kesempatan kali ini, saya diberi kesempatan untuk membawakan kultum.
Dan bertema ‘3 hal dalam hidup yang pasti dan tidak dapat dihindari’,
- Satu, ‘tua’, Tua… di mana kita merasakan kemalasan, susah bergerak, dan di
mana umur kita semakin pendek
- Hal yang kedua adalah sakit, sakit adalah penghapus dosa bagi seorang muslim,
- Dan yang ketiga, adalah mati, kematian adalah waktu yang terdekat,
- Sekian dari kultum saya, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu alaikum wr.wb.

•Salam pembuka

Pembuka •Puji Syukur


•Judul Tuturan

•Perincian

Isi •Perincian
•Perincian

•Salam penutup

Penutup
Tuturan di awali dengan ucapan salam pembuka sebagai bagian penting untuk
membuka pembicaraan. Dalam konteks sosiolinguistik, hal ini menimbulkan sikap islami dan
juga interaksi yang normatif kepada penutur dan mitra tutur. Selain itu, salam menjadi
penanda bahwa konsekuensi proses tuturan menghendaki untuk memberikan satu ucapan
khusus, dalam hal ini salam pembuka.
Pada tuturan yang kedua, pengucapan rasa syukur ke hadirat Tuhan diucapkan secara
lugas dan jelas. Tuturan ini menjadi bukti bahwa kalimat kedua atau tuturan kedua fokus
pada rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. Rasa syukur inilah yang dikatakan penutur
atau pembicara untuk senantiasa diucapkan atau diresapi atas pemberian dari Tuhan.
Pada bagian awal perincian, disebutkan terlebih dahulu judul pembicaraan tuturan,
yaitu 3 dalam hidup yang pasti dan tak dapat dihindari. Sebagai informasi awal, pembicara
atau penutur menjelaskan perincian tersebut pada tuturan-tuturan selanjutnya. Melalui
perincian satu, dua, dan tiga telah dijelaskan dengan cara langsung penyebutan angka
tersebut.
Pada tuturan terakhir diakhiri dengan salam penutup. Salam penutup dengan
menggunakan bahasa Arab sebagai ciri atau penanda bahwa hal ini dalma konteks islami dan
juga sasaran penutur sebagai mitra tutur adalah Islam, sehingga proses salam atau penuturan
menggunakan bahasa Arab dan dalam konteks sosiolinguistik dituturkan dengan jelas dan
eksplisit salam tersebut.

5. K : Key
Hubungan : dekat
Sikap : santun
Nada suara : tinggi
Penjiwaan : serius dan semangat
6. I : Instrumentalities
Instrumentalities : menggunakan saluran oral
Bentuk bahasa : menggunakan istilah dalam lingkup keagamaan
7. N : Norms
Norma interaksi : pendengar menyimak dengan saksama dalam penyajian materi
Norma interpretasi : adanya penghargaan dari mitra tutur kepada penutur yang
lebih tua
8. G : Genre
Genre : pidato dalam bentuk ceramah

SIMPULAN
Pentingnya aspek keterampilan berbicara dalam konteks SPEAKING sebagai sebuah
peristiwa tutur di zaman sekarang karena pemakaian atau penggunaan medium bahasa dalam
menyampaikan pendapat dan gagasan menjadi tolok ukur kecendekiaan seseorang, sehingga
keterampilan ini bermanfaat sebagai soft skill yang perlu dimiliki oleh seseorang. Di
masyarakat sangat menghargai bahkan memberi ruang yang istimewa dan juga khusus bagi
orang yang bisa atau terampil dalam berbicara, memahami konteks pembicaraan, dan konten-
konten yang disampaikan.
Peristiwa tutur ialah suatu kegiatan sosial dalam interaksi antara penutur dengan mitra
tutur dalam peristiwa atau situasi tutur di mana para peserta berinteraksi dengan bahasa
dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil tertentu. Terjadinya peristiwa tutur
harus memenuhi apa yang dikatakan Dell Hymes yang disebut dengan SPEAKING Setting
dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah tuturan,
Participants dipakai untuk menunjuk kepada pihak yang bertutur, Ends menunjukkan tujuan
suatu peritiwa tutur, Act sequences merupakan bagian dari komponen tutur yang berisi
pokok-pokok tuturan, Keys merupakan nada tutur dalam proses peristiwa tutur,
Instrumentalities merupakan saluran tutur dan bentuk tutur, Norms menunjukkan norma
dalam bertutur, dan Genres merupakan jenis kategori kebahasaan yang sedang dituturkan.

DAFTAR RUJUKAN
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian.
Bandung: PT Refika Aditama.
Lauder, Multamia RMT, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mauru, Serli. 2014. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Interaksi Masyarakat Multietnik.
Jurnal Pendidikan Humaniora, II (1):22-23.
Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

You might also like