You are on page 1of 17

PENENTUAN UMUR BATUAN DAN PENCARIAN SUMBER ALAM DENGAN

RADIOAKTIF

1. Prinsip Umum Penentuan Umur


Fenomena peluruhan keradioaktifan telah digunakan secara luas untuk penentuan
umur makhluk hidup, sistem batuan, meteorit dan perkembangan tata surya.
Peluruhan keradioaktifan adalah jam alam yang tidak dipengaruhi oleh bentuk kimia,
temperatur, tekanan dan faktor fisika lainnya.
Jika pada waktu tertentu di masa lalu, 𝑡0 , jumlah radionuklida yang ada adalah
𝑁0 , dan beberapa waktu kemudian, 𝑡1 , jumlah radionuklida yang tersisa adalah 𝑁1 ,
maka berlaku hukum laju peluruhan:
𝑁1 = 𝑁0 𝑒 −λt
λ adalah konstanta peluruhan radionuklida. Persamaan ini dapat digunakan untuk
menentukan interval waktu peluruhan (to – t1) sebagai:
1 𝑁
(𝑡0 – 𝑡1 ) = λ 𝐼𝑛 𝑁0
1

Jika perbadingan radionuklida tersebut dan nilai λ-nya diketahui, maka 𝑡0 – 𝑡1


dapat diketahui. Pada prakteknya nilai 𝑁0 dan 𝑁1 dapat ditentukan berdasarkan
aktivitas/aktivitas spesifik (Setiabudi, 2000).
a. Penentuan Umur dengan Radiokarbon
Cara penentuan umur dengan radiokarbon pertama kali dikembangkan oleh
W.F.Libby. Untuk penelitiannya dalam bidang ini dia mendapat hadiah Nobel
14
pada tahun 1960. Radiokarbon yang dimaksud adalah C yang dibentuk oleh
sinar kosmik.
Pembentukan Radiokarbon oleh Sinar Kosmik
Sinar kosmik merupakan inti atomik berenergi tinggi. Sinar kosmik ini
mempunyai komponen utama, salah satunya adalah proton (p atau 11𝐻 ) yang
bergerak menembus galaksi kita. Proton dengan jumlah sekitar 1018 diantaranya
sampai ke bumi tiap detik.
Ketika sinar itu memasuki atmosfer, maka akan terjadi tumbukan inti atom
yang berada pada lintasannya sehingga menimbulkan hujan partikel sekunder. Di
antara partikel sekunder ini terdapat neutron yang timbul dari inti target (sasaran)
yang berdisintegrasi. Masing-masing neutron dapat bereaksi dengan unsur di
dalam atmosfer seperti inti nitrogen untuk membentuk radiokarbon dengan
pemancaran proton. Reaksi pembentukan radiokarbon adalah sebagai berikut:
14
7𝑁 + 10𝑛 → 14
6𝐶 + 11𝐻
Menurut persamaan reaksi ini, terjadi konversi nitrogen biasa menjadi C-14 yang
bersifat radioaktif oleh neutron berenergi tinggi (yang dihasilkan oleh radiasi
kosmis). C-14 memiliki waktu-paruh 5.730 tahun, atau dengan kata lain, 1,0
gram C-14 akan berdekomposisi menjadi tepat 0,5 gram dalam 5.730 tahun. C-
14 meluruh dengan membebaskan partikel beta menurut persamaan berikut.
14 0
6𝐶 → −1𝛽 + 147𝑁
Walaupun C-14 di bumi meluruh secara tunak, tembakan sinar-kosmik secara
konstan memperbaharui persediaannya. Jumlah total sekitar 90 ton dari C-14
terdistribusi di seluruh dunia pada saat ini. (Arthur Beiser, Concepts of Modern
Physics. 1987)
Semua Makhluk Hidup Mengandung Radiokarbon
C-14 yang dihasilkan di atmosfer akan bereaksi dengan oksigen
membentuk 14CO2. Selanjutnya, tanaman hijau mengambil karbondioksida untuk
proses fotosintesis. Karbondioksida melalui proses fotosintess pada tanaman
akan menjadi karbohidrat. Jadi, tanaman (daun, buah, batang, umbi) akan selalu
mengandung karbohidrat yang mengandung C-14.
Binatang yang memakan tanaman menjadikan binatang tersebut menjadi
radioaktif, begitu pula manusia. Percampuran radiokarbon demikian efisien
sehingga tanaman dan binatang mempunyai proporsi C-14 terhadap karbon C-12
yang sama. Manusia dan binatang selama masih hidup akan selalu makan
karbohidrat, yang berarti juga selalu mengkonsumsi C-14.
Ketika tumbuhan dan hewan mati, kesetimbangan dengan atmosfer juga
berhenti, dan C-14 dalam tubuh organisme mulai meluruh. Jumlah C-14 yang
tersisa dapat digunakan untuk memperkirakan umur dari tumbuhan dan hewan
yang telah mati tersebut. Yang diperlukan untuk perkiraan umur tersebut
14 12
hanyalah pengukuran rasio 6𝐶 6𝐶 dan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
spektrometri massa.
Pengukuran Rasio 𝟏𝟒𝟔𝑪 𝟏𝟐𝟔𝑪 dengan Spektrometri Massa
Diagram skematik dari sebuah spektrometer massa sederhana dapat dilihat
pada gambar berikut ini :

Permasalahan dari metode ini adalah proporsi C-14 dalam keseluruhan


karbondioksida di atmosfer tidaklah konstan tetapi bervariasi sedikit dari waktu
ke waktu karena tidak konstannya produksi radiokarbon di atmosfer dari tahun
ke tahun. Laju produksi radiokarbon ini dipengaruhi oleh perubahan ventilasi
lautan (misalnya, permukaan laut yang lebih hangat melepaskan lebih banyak
karbondioksida yang terlarut di dalamnya), atau oleh variasi geomagnetik
(neutron memiliki momen magnetik dan akan dipengaruhi oleh perubahan siklis
medan magnetik bumi). Faktor lain, seperti adanya supernova (ledakan bintang
di akhir usianya), dapat menyebabkan perubahan fluks sinar kosmis (radiasi
gamma). Sinar kosmis, ketika berinteraksi dengan atom-atom di bagian atas
atmosfer, menghasilkan neutron dan proton, dan neutron yang dihasilkan
kemudian dapat bereaksi dengan nitrogen untuk membentuk C-14. Adanya
variasi level C-14 di atmosfer berarti bahwa kalibrasi diperlukan dalam hal
penentuan umur. Kalibrasi ini dilakukan dengan memanfaatkan objek lain yang
telah diketahui umurnya, sehingga dapat dilakukan koreksi terhadap
rasio 146𝐶 126𝐶 hasil pengukuran pada objek yang akan ditentukan umurnya.
Dengan demikian, pengaruh berubah-ubahnya laju produksi C-14 dapat
dihilangkan. Cara elegan melakukan kalibrasi ini adalah dengan membandingkan
umur yang ditentukan oleh hasil pengukuran C-14 dengan usia pepohonan.
Usia pepohonan ditentukan dengan menghitung cincin pertumbuhan
tahunan pada pohon-pohon yang berusia sangat tua, seperti sequoia dan jenis
pinus tertentu (beberapa jenis pinus jerman berusia 10.000 tahun). Penentuan
umur dengan radiokarbon memberikan hasil yang akurat selama objek yang akan
ditentukan umurnya masih berada dalam kisaran 10.000 tahun yang telah
dikalibrasi. Pada dasarnya, dimungkinkan untuk menentukan umur objek sampai
dengan 50.000 tahun, tetapi dalam prakteknya, untuk umur yang lebih tua
daripada 10.000 tahun, tidak ada metode kalibrasi yang dapat digunakan, sampai
baru-baru ini setelah ditemukannya suatu metode baru. Sebelum itu, kesalahan
(error) dalam menentukan umur diperkirakan bisa mencapai ± 3000 tahun.
Metode kalibrasi terbaru tersebut dilakukan oleh Kitagawa dari
International Center for Japanese Studies dan van der Plicht di University of
Goningen, Netherlands. Mereka menganalisis lebih dari 250 contoh fosil yang
diambil dari deposit sedimen yang terbentuk lapisan demi lapisannya setiap
tahun di Danau Suigetsu di Jepang. Menghitung jumlah lapisan sedimen analog
dengan menghitung cincin pertumbuhan tahunan pada pepohonan. Data yang
diperoleh dari sedimen-sedimen berusia muda sangat cocok dengan data yang
diperoleh dari cincin pepohonan. Dengan menggunakan pengukuran dari banyak
percobaan berbeda, kedua peneliti ini mampu memplot kurva kalibrasi yang
membandingkan antara umur yang disimpulkan dari pengukuran proporsi C-14
dengan umur yang disimpulkan dari sumber-sumber lain. Secara umum, umur
sebenarnya (actual age) dari sebuah objek sedikit lebih kecil daripada umur yang
diperoleh dengan metode C-14. Perbedaan ini biasanya dapat diabaikan untuk
periode yang tercatat dari sejarah manusia, tetapi bisa berarti diperlukannya
koreksi yang signifikan untuk periode-periode sebelumnya. Kalibrasi ini hasilnya
sama dengan hasil dari usaha kalibrasi lain yang menggunakan data lebih sedikit,
selain itu juga memberi hasil yang sama dengan metode radioisotop lainnya
(yang menggunakan uranium dan thorium) dalam suatu penelitian untuk
mengestimasi umur karang laut.
Diperluasnya kalibrasi C-14 ini memiliki arti penting dalam upaya
memastikan akurasi penentuan umur bahan organik, dan juga, lebih dari itu,
memungkinkan kita untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang
variasi lautan dan iklim planet bumi dihubungkan dengan zaman es terakhir,
tentang medan magnetik bumi, dan tentang fluktuasi dalam produksi radioisotop
di atmosfer.

Contoh Penentuan Umur Fosil dengan Radiokarbon


Jika aktvitas spesifik makhluk hidup adalah SAi dan aktivitas spesifik
sampel pada saat penentuan umur (dalam keadaan mati) SAf, berlaku hubungan:
𝑆𝐴𝑓 = 𝑆𝐴𝑖 𝑒 −λt
Aktivitas spesifik radiokarbon pada makhluk hidup berdasarkan hasil
pengukuran diperoleh sekitar 16,1 dpm. Setelah makhluk hidup itu meninggal,
maka aktivitasnya berkurang. Dengan menentukan aktivitas spesifik dari sampel
fosil tersebut, maka dengan mudah umur fosil dapat ditentukan.
Contoh:
“Suatu karung goni, pakaian peninggalan zaman purbakala, ketika
dianalisa tahun 1986 memberikan 11,3 dpm. Maka dengan
mensubstitusikan harga ini terhadap 𝑆𝐴𝑓 , maka diperoleh:
𝑆𝐴𝑓 = 𝑆𝐴𝑖 𝑒 −λt
0,693
11,3 = 16,1 × 𝑒 − 5730 𝑡
5730 16,1
𝑡= 𝐼𝑛 11,3
0,693

𝑡 = 2930 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Jadi umur benda tersebut adalah 2930 tahun pada tahun 1986. Dengan
kata lain, sampel tersebut dapat ditentukan hidup sekitar 950 SM.
b. Penentuan umur dengan tritium
Penentuan umur dengan tritium merupakan metode yang serupa dengan
penentuan umur dengan radiokarbon, yaitu metode kesetimbangan radioaktif.
Tritium alami terbentuk di stratosfer di mana energi tinggi radiasi kosmik
menghasilkan neutron. Tritium dihasilkan oleh tabrakan neutron dengan N2,
berikut reaksi:
14
7N + 10n → 12
6C + 31H
Tritium juga dapat dengan mudah diproduksi dengan cara menembakkan
deuterium dengan neutron. Reaksinya sebagai berikut:
2
1H + 10n → 31H
Tritium yang dihasilkan di atmosfer oleh sinar kosmik, secara spontan akan
menjadi inti Helium diserta emisi radiasi beta. Reaksinya sebagai berikut:
3
1H → 32He + 0
−1e

Segera setelah terbentuk di atmosfer, secara kimia, tritium masih berperilaku


seperti hidrogen yang stabil, 1H, dan bergabung dengan oksigen atau hidroksida
untuk membentuk sebuah molekul air, HTO (air bertritium) dan mencapai
permukaan bumi bersama dengan air hujan. Tritium merupakan salah satu isotop
hidrogen yang bersifat radioaktif, dengan waktu paruh 12,3 tahun.
Isotop dengan umur pendek seperti tritium, 31H digunakan untuk mengukur
umur air tanah modern. Air tanah modern merupakan air tanah yang meresap
dalam kurun beberapa dekade yang lalu dan aktif dalam siklus hidrogeologi.
Menentukan umur dari air tanah sangat penting karena umur air tanah merupakan
faktor penting untuk perencanaan sumber daya air.
Umur air tanah dari peluruhan radioaktif:
Menghitung umur tanah dari peluruhan konsentrasi tritium dapat
menggunakan persamaan peluruhan di mana konsentrasi tritium yang diukur
setelah beberapa waktu, (3Ht), sama dengan konsentrasi awal, (3H0) dikali
eksponensial fungsi peluruhan:
H t = H o e–λt
Dimana λ merupakan konstanta peluruhan (λ = ln2/t½), dan waktu paruh (t½) =
12,3 tahun, persamaan ini dapat diturunkan:
H t = H o e–λt
𝐻
ln 𝐻𝑡 = −𝜆𝑡
0

𝐻
t = −𝜆 ln 𝐻𝑡
0

𝑙𝑛2 𝐻
t = −t ln 𝐻𝑡
1/2 0

Ht
t  17.77 ln
Ho
Sehingga dari persamaan tersebut, umur suatu sampel dapat diketahui.
Dalam prakteknya penentuan konsentrasi awal H o sulit dilakukan, sehingga
melalui penekatan 3He stabil yang terbentuk nilai Ho dapat dihitung:
3
Het = 3Ho(1– e-λt
Dengan menata ulang persamaan peluruhan tritium dan menggantikannya ke
dalam persamaan 3He, konsentrasi tritium 3HO tidak lagi menjadi faktor dan usia
tanah, t, dapat dihitung dari konsentrasi tritium dan 3He yang diukur:
3
Het = 3Ht(eλt –1)
c. Penentuan umur dengan Rb-Sr
Metode rubidium sering disebut dengan Stronsium (Rb-Sr). Metode ini
jarang digunakan karena unsur radioaktif rubidium jarang terdapat dalam batuan.
Rubidium akan berubah menjadi Stronsium dengan cara memancarkan partikel-
partikel elektron (sinar beta) dengan waktu paruh 47 x 10-9 tahun. Dengan
menghitung perbandingan jumlah rubidium yang masih tersisa dan stronsium
yang terbentuk, dapat ditentukan umur batuan yang mengandung unsur radioaktif
tersebut.
87
37𝑅𝑏 → 87 0
38𝑆𝑟 + −1𝛽

d. Penentuan umur dengan K-Ar


Metode ini sering disebut peluruhan Argon (K-Ar). Metode ini ditemukan
tahun 1948, dan banyak digunakan karena unsur radioaktif ini banyak terdapat di
dalam batuan beku dan batuan metamorf, seperti biotit K(Mg, Fe2+, Mn2+)3[(OH,
F)2|(Al, Fe3+, Ti3+)Si3O10], muskovit KAl2[(OH, F)2|AlSi3O10], sanidin (K,
Na)[(Si, Al)4O8], homblende Ca2(Mg, Fe2+)4(Al, Fe3+)Si, AlO22(OH)2, glaukonit
(K, Na)(Fe3+, Al, Mg)2[(OH)2|(Si, Al)4O10], piroksen (Ca, Mg, Fe, Na, Al, Ti)
Si2O6 dan batuan vulkanik. Potassium akan berubah menjadi Argon dengan cara
menangkap elektron dengan waktu paruh 1,3 x 109 tahun. Dengan
membandingkan jumlah K-40 yang masih tersisa dalam batuan dan Ar-40 yang
terbentuk, maka umur batuan dapat dihitung. Kelemahan metode ini adalah
argon berwujud gas yang mudah hilang dari batuan pada suhu 50-200°C.
Dengan metode ini, tampak bahwa umur benda kuno yang berusia jutaan
tahun dapat diketahui. Aplikasi ini pernah dilakukan dalam bidang Arkeologi.
Penelitian terhadap fosil Meganthropus Modjokertoensis yang ditemukan di
Mojokertao, Jawa Timur pada tahun 1952. Berdasarkan metode K-Ar, diketahui
bahwa umur fosil tersebut adalah 1,9 tahun. Penelitian serupa juga pernah
dilakukan pada fosil Hominid Zijanthropus Boisei (Tanzania, Afrika) pada tahun
1952. Hasilnya, umur fosil tersebut adalah 1,75 tahun. (Wisnu Arya Wardhana,
Teknologi Nuklir – Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. 2007)
e. Penentuan umur dengan peluruhan Thorium
Unsur thorium di alam dapat mengalami peluruhan. Peluruhan thorium
232 208
diawali dari unsur 90Th (inti induk) dan diakhiri unsur 82Pb sebagai unsur
yang stabil. Biasanya disebut sebagai suatu deret peluruhan, lebih lengkapnya
adalah deret peluruhan thorium.

Gambar 1. Deret Peluruhan Thorium


(Sumber: http://www.world-nuclear.org/info/Safety-and-Security/Radiation-and-
Health/Naturally-Occurring-Radioactive-Materials-NORM/)
232 228
Pada deret peluruhan radioaktif 90Th meluruh menjadi 90Radengan
228 228
memancarkan sinar α, 90Ra meluruh menjadi 91Ac dengan memancarkan sinar
228 228
β, selanjutnya 91Ac meluruh menjadi 90Th dengan memancarkan sinar β dan γ.
Pemancaran sinar α, β dan γ ini akan berlangsung terus hingga terbentuk inti
208
atom yang stabil yaitu 82Pb. Peluruhan thorium melalui 7 peluruhan α, 5
peluruhan β, dan 4 emisi γ. Dari serangkaian hasil-hasil inti selama peluruhan
( 232 208
90Th) sampai terbentuk inti atom yang stabil ( 82Pb) ternyata nomor massa inti

yang terbentuk selalu merupakan kelipatan bilangan (4n), di mana n adalah


bilangan bulat.
Deret thorium ini dapat digunakan sebagai salah satu metode penentuan
umur material. Cara penentuan umur menggunakan metode ini adalah dengan
menentukan hasil akumulasi (jumlah) produk peluruhan stabil yang terbentuk.
Jumlah radionuklida (No) yang ada pada saat to ditentukan berdasarkan jumlah
produk peluruhan stabil dan radinuklida yang tersisa pada saat pengukuran
(Setiabudi, 2000).Sumber thorium berupa monazite yang merupakan campuran
tipis dari beberapa unsur fosfat (CePO3, LaPO3, YPO3, ThPO3) yang berada di
lapisan kerak bumi. Monazite diambil dari mineral pasir berat yang merupakan
hasil samping dari senyawa logam berat lain. Monazite memiliki kandungan
thorium yang cukup tinggi. Monazite dileburkan dan dilarutkan oleh komponen
asam sulfur yang terdapat dalam thorium dan larut dalam tanah. Setelah terjadi
penyaringan, material ini akan dinetralkan oleh amonia. Selanjutnya akan terjadi
pemisahan thorium dari cerium dan material lainnya yang berasal dari bumi.
Thorium akan meluruh dan menghasilkan unsur radioaktif. Selain monazite,
thorium ditemukan juga dalam mineral Thorite (Th,U)SiO, Thorianite (ThO2 ),
Ekanite (ThCa2Si8O20).
Gambar 2. Batuan (a) Monazite (campuran CePO3, LaPO3, YPO3, ThPO3); (b) Thorite
(campuran ThSiO, USiO); (c) Thorianite (ThO2); (d) Ekanite (ThCa2Si8O20)
(sumber: http://periodictable.com/Elements/090/index.html )

Oleh karena beberapa produk-antara dalam deret peluruhan thorium


mempunyai waktu paruh yang lama, maka deret ini dapat digunakan untuk
menaksir umur material. Dengan asumsi bahwa sebelumnya tidak ada timbal
ketika mineralnya terbentuk dan mineral ini belum pernah mengalami perubahan
kimia yang menyebabkan isotop Pb-208 terpisah dari thorium-232 induknya,
metode ini dapat digunakan untuk menentukan umur material berdasarkan
perbandingan massa Pb-208 terhadap thorium-232.
232 →
90Th 82Pb
208
+ 7 2 α 4 + 5 -1β0 + 4 0γ0
Persamaan di atas menyatakan bahwa untuk setiap 1 mol (atau 232 g) thorium
yang mengalami peluruhan sempurna, 1 mol (atau 208 g) timbal terbentuk. Jika
hanya setengah mol thorium yang meluruh, perbandingan massa Pb208/Th232
menjadi:
208 𝑔
2 = 0,8965
232 𝑔
2
dan proses tersebut membutuhkan waktu paruh 1,4 x 1010 tahun untuk
berlangsung hingga selesai. Perbandingan massa yang lebih rendah daripada
0,8965 berarti umur material berumur kurang dari 1,4x1010 tahun, dan
perbandingan yang lebih tinggi berarti umurnya lebih tua. Dengan ditemukannya
batuan atau material lain yang berumur paling tua, umur Bumi dapat
diperkirakan juga. (Chang, 2005)
Jumlah thorium dan timbal stabil yang dihasilkan dari peluruhan tersebut harus
ditentukan. Cara menentukannya adalah dengan menggunakan spektroskopi
massa. Jika jumlah thorium dan timbal hasil peluruhan diketahui, maka umur
batuan dimaksud dapat diketahui melaui persamaan:
232
Thsekarang = (232Thasal)e-λt
Dengan anggapan bahwa tidak terjadi perpindahan Th atau Pb ke atau dari luar
sistem (dalam sampel), maka persamaan di atas menjadi
232
Thsekarang = (232Thsekarang + 208Pbhasil peluruhan)e-λt
atau
232
Thsekarang(1-e-λt) = (208Pbhasilpeluruhan)e-λt
Persamaan terakhir dapat disederhanakan menjadi
232
Thsekarang(e+λt-1) = 208Pbhasil peluruhan
Jika jumlah Th dan Pb hasil peluruhan diketahui maka umur batuan yang
dimaksud dapat ditentukan. Jadi rumus untuk menghitung umur batuan
berdasarkan peluruhan thorium dapat dihitung menggunakan rumus:
232
Thsekarang (eλt-1) = 208Pbhasil peluruhan
dimana, λ = ln 2
t 1/2
t = waktu (umur)
t 1/2 = waktu paruh.
f. Penentuan umur dengan U-Pb
Salah satu cara penentuan umur adalah dengan menentukan hasil akumulasi
(jumlah) produk peluruhan stabil yang terbentuk. Jumlah radionuklida (N0) yang
ada pada saat t0 ditentukan berdasarkan jumlah produk peluruhan stabil dan
radionuklida yang tersisa pada saat pengukuran. Prinsip ini dapat digunakan jika
radionuklida maupun produk stabilnya tertutup secara kimia. Artinya tidak
terjadi migrasi unsur serupa baik penambahan ataupun pengurangan ke ataupun
dari dalam sistem.
Metode akumulasi produk peluruhan yang didasarkan pada pengukuran
isotop Pb sebagai produk peluruhan dari tiga deret radionuklida alam (235U,
238 232
U, Th) disebut juga plumbologi. Cara ini biasa digunakan untuk
menentukan umur sampel geologis. Terdapat empat isotop Pb stabil di alam,
204 206 207 208 204
yaitu Pb, Pb, Pb, dan Pb. Pb adalah isotop yang paling sedikit dan
tidak dihasilkan dari deret peluruhan radioaktif alam. U juga menghasilkan He
melalui peluruhan α, karena itu He dalam sampel geologis dapat digunakan
sebagai petunjuk dalam penentuan umur.
Ernest Rutherford merupakan orang pertama yang menduga bahwa
peluruhan α dari uranium menyebabkan terbentuknya unsur helium (He) di
dalam mineral-mineral uranium. Dengan demikian, jumlah unsur He yang
terdapat di dalam mineral itu dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
menentukan jangka waktu kapan dimulai proses pembuatan unsur He, sehingga
umur mineral dapat diperkirakan. Pada tahun 1905, Rutherford telah
memanfaatkan metode ini untuk mempelajari umur mineral. Tidak lama
kemudian diketahui bahwa unsur timbal (Pb) merupakan produk akhir dari
proses peluruhan uranium. Dengan demikian, kandungan Pb dalam mineral
uranium dapat dimanfaatkan untuk menentukan umur mineral. B.B. Boltwood
merupakan orang pertama yang menggunakan metode tersebut pada tahun 1907
untuk penentuan waktu geologi.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Deret Peluruhan Uranium & (b) Deret Peluruhan Aktinium

Tabel 1. Urutan Perubahan U238-Pb206


No. Partikel yang
No. Isotop Waktu paruh
Massa dipancarkan
1 Uranium 238 α 4,49 x 109 tahun
2 Thorium 234 β 25,4 hari
3 Protactinium 234 β 1,175 menit
4 Uranium 234 α 2,475 x 105 tahun
5 Thorium 230 α 8 x 104 tahun
6 Radium 226 α 1,662 tahun
7 Radon 222 α 3,825 hari
8 Polonium 218 α 3,050 menit
9 Timbal 214 β 26,8 menit
10 Bismut 214 α&β 19,73 menit
11 Polonium 214 α 163,7 mikrodetik
12 Thalium 210 β 1,32 menit
13 Timbal 210 β 22,5 tahun
14 Bismut 210 β 4,989 hari
15 Polonium 210 α 138,374 hari
16 Timbal 206 Stabil
Tabel 2. Urutan Perubahan U235-Pb207
No. Isotop No. Partikel yang Waktu paruh
Massa dipancarkan
1 Uranium 235 α 713 juta tahun
2 Thorium 231 β 25,6 jam
3 Protactinium 231 α 34.000 tahun
4 Aktinium 227 β 13,5 tahun
5 Thorium 227 α 18,9 hari
6 Radium 223 α 11,2 hari
7 Radon 219 α 3,917 detik
8 Polonium 215 α 0,00185 detik
9 Timbal 211 β 36,1 menit
10 Bismut 211 α 2,16 menit
11 Titanium 207 β 4,76 menit
12 Timbal 207 Stabil

1) Metode Akumulasi He
235 238
Cara ini biasa juga disebut jam He, didasarkan fakta bahwa U, U,
232
Th, memancarkan 7, 8 dan 6 partikel α menghasilkan Pb.
238
92𝑈 → 206
82𝑃𝑏 + 8α + 6β
235
92𝑈 → 207
82𝑃𝑏 + 7α + 4β

Jumlah U dapat ditentukan secara kimia, sedangkan laju pembentukan


He dapat pula dengan mudah ditentukan. Masalah yang muncul pada cara ini
adalah He dapat dengan mudah terpisah dari batuan. Selain itu, U yang
biasanya terdapat pada batas celah batuan, sangat mudah lepas yang
mengakibatkan konsentrasinya tidak konstan. Karena keterbatasannya, cara
ini sekarang mulai ditinggalkan.
2) Metode Rantai Peluruhan Tunggal
Metode uranium sering disebut dengan lead system (metode uranium-
timah hitam). Unsur radioaktif uranium terdiri atas dua isotop yaitu uranium
dengan isotop 238 (U-238) dan uranium 235 (U-235). Dengan menghitung
berapa kadar timah hitam yang terbentuk dan berapa kadar uranium yang
masih sisa di dalam batuan, para ahli dapat menghitung umur batuan yang
mengandung unsur radioaktif tersebut.
Deret peluruhan yang digunakan dalam Plumbologi adalah
235
U (τ = 7,04 x 108 th) → 207Pb
238
U (τ = 4,47 x 109 th) → 206Pb
Jumlah nuklida induk dan nuklida anak stabil (Pb) yang dihasilkan dari
peluruhan tersebut harus ditentukan. Sebagai contoh pada bagian ini
diuraikan cara penentuan umur yang didasarkan pada deret 238U.
Persamaan dasar peluruhan untuk 238U-Pb adalah
238
Usekarang = (238Uasal)e-λt
Dengan anggapan bahwa tidak terjadi migrasi U atau Pb ke atau dari luar
sistem (sampel), maka persamaan di atas menjadi
238
Usekarang = (238Usekarang + 206Pbhasil peluruhan)e-λt
Atau
238
Usekarang(1-e-λt) = (206Pbhasilpeluruhan)e-λt
Persamaan terakhir dapat disederhanakan menjadi
238
Usekarang(e+λt-1) = 206Pbhasil peluruhan
Jika jumlah uranium dan Pb hasil peluruhan diketahui maka umur batuan
yang dimaksud dapat ditentukan. Unsur radioaktif ini terdapat pada mineral
Zirkon (ZrSiO4)dan Uraninit (UO2).

2. Pencarian Sumber Alam


Oleh karena banyaknya unsur yang dapat diaktifkan dengan netron yang
dilanjutkan dengan emisi radiasi dengan energi yang khas, maka penggunaan teknik
tersebut untuk penentuan unsur dan senyawa yang ada pada kerak bumi banyak
sekali digunakan.
Salah satu penggunaannya adalah untuk pencarian air dan minyak. Untuk
maksud tersebut alat bor dilengkapi dengan sumber netron yang diharapkan mampu
menginduksi keradioaktifan pada unsur-unsur yang ada dalam tanah pada kedalaman
tertentu. Netron penginduksi biasanya bersumber dari (Po + Be). Setelah induksi
keradioaktifan oleh netron tersebut unsur-unsur yang ada di sekitarnya menjadi
bersifat radioaktif dan mengemisi radiasi gamma dengan energi yang karakteristik.
Foton-gamma akan menyentuh detektor sintilator, sehingga unsur-unsur yang ada di
dalam tanah pada kedalaman tertentu dapat diketahui. Teknik ini secara luas
digunakan untuk menentukan adanya air dan minyak bumi.
Dengan menggunakan radioisotop yang dimasukkan ke dalam aliran pipa
kebocoran pipa dapat dideteksi tanpa penggalian tanah atau pembongkaran beton.
Penyinaran radiasi dapat digunakan untuk menentukan keausan atau kekeroposan
yang terjadi pada bagian pengelasan antarlogam.
Jika bahan ini disinari dengan sinar gamma dan dibalik bahan itu diletakkan
film foto maka pada bagian yang aus atau keropos akan memberikan gambar yang
tidak merata. Radiasi sinar gamma juga digunakan dalam vulkanisasi lateks alam.
Penggunaan zat radioaktif dalam bidang industri yang lainnya adalah untuk
mengatur ketebalan besi baja, kertas, dan plastik; dan untuk menentukan sumber
minyak bumi.
Oleh karena banyak unsur dapat diaktifkan dengan neutron dan emisi
radiasinya memiliki frekuensi tertentu yang khas maka teknik pencarian sumber
alam yang terdapat dalam kerak bumi banyak melibatkan partikel neutron.
Contohnya, pencarian sumber air dan minyak bumi. Alat bor dilengkapi dengan
sumber neutron, diharapkan dapat menginduksi keradioaktifan terhadap unsur-unsur
yang terdapat dalam tanah pada kedalaman tertentu.
Gambar 4. Teknik pencarian sumber alam (air, minyak bumi)
Neutron penginduksi biasanya bersumber dari (Po + Be) dengan peluruhan
sekitar 107 neutron per detik dan dirakit, seperti pada Gambar 5.15. Setelah terjadi
induksi keradioaktifan oleh neutron, unsur-unsur sekitar menjadi bersifat radioaktif,
dan memancarkan radiasi gamma dengan energi yang khas untuk setiap unsur.
Radiasi gamma akan tersidik pada detektor sehingga dapat diketahui macam unsur
yang ada dalam tanah itu. Teknik ini secara luas dikembangkan untuk menentukan
keberadaan sumber air atau minyak bumi. Jika terdapat unsur hidrogen, energi
gamma yang tersidik sekitar 2,2 MeV, unsur oksigen sekitar 6,7 MeV, dan unsur
karbon sekitar 4,4 MeV.

You might also like