You are on page 1of 57

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE


PULMONARY DISEASES (COPD) DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
(Suatu Studi di Rumah Sakit Panti Waluya Malang)

Disusun Oleh:

WIRANTIKA
NIM: 16.1394

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG

2019
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE


PULMONARY DISEASES (COPD) DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
(Suatu Studi di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang)

Diajukan sebagai salah satu syarat yang akan ujian proposal untuk
pemenuhan studi kasus

Disusun Oleh:

WIRANTIKA
NIM: 16.1394

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG

2019

i
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Wirantika

NIM : 16.1394

Progam Studi : D-III Keperawatan

Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil studi kasus saya dengan judul “

Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

(COPD) dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Rumah Sakit

Panti Waluya Sawahan Malang” adalah bukan karya tulis orang lain, baik sebagian

maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah di sebutkan

sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi yang ditentukan oleh

akademis

Malang, 28 Januari 2019

Yang membuat pernyataan

Wirantika

NIM 16.13794

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE
PULMONARY DISEASES (COPD) DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
(Suatu Studi di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang)

Untuk memenuhi persyaratan Dilanjutan Penelitian

Oleh:

Wirantika

NIM: 16.1394

Telah disetujui untuk dilakukan seminar proposal

Pada

Hari/Tanggal :

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II Pembimbing III

Wibowo, S.Kep.Ners., M.Biomed Maria Magdalena Setyaningsih, Ns. Sp.Kep. Mat Ns. Susianik Ernawati, S.Kep

KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat
menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Diabetes Melitus Dengan Masalah Kerusakan integritas Kulit di RS
Panti Waluya Sawahan Malang”. Penulis membuat Karya Tulis Ilmiah ini untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan Stikes
Panti Waluya Malang. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti telah
banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Maria Magdalena Setyaningsih, Ns., Sp.Kep.Mat selaku Ketua Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang serta pembimbing 1 yang
telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini.
2. dr. Maria Tri Irama RDP, M.Kes. selaku direktur RS Panti Waluya Malang
yang memberi tempat dan kesempatan sehingga penelitian studi kasus dapat
terlaksana.
3. Ibu Maria Magdalena Setyaningsih, Ns., Sp.Kep.Mat selaku pembimbing 1
yang telah memberikan bimbingan dan saran untuk penyusunan Proposal
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu Wisoedhanie Widi A., S.KM., M.Kes selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan bimbingan dan saran untuk penyusunan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini.
5. Ibu Isnaini Fitnian, S.Kep.Ns selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan saran dan bersedia membimbing penulis untuk penyusunan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti
Waluya Malang.
7. Keluarga tercinta, terkhusus Ibu Agnes Sukani dan Anastasia Puji Lestari
yang telah memberikan penyertaan doa dan dukungan disetiap proses
penulisan sehingga penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.

iv
8. Seluruh Suster Misericordia yang banyak membantu dalam proses studi dan
memberikan penyertaan doa dan dukungan disetiap proses penulisan
sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
9. Semua teman-teman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang
yang telah memberikan banyak bantuan, semangat, dan dorongan untuk
penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi sempurnanya penelitian ini. Semoga Proposal
Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya Institusi,
lahan penelitian, dan para pembaca pada umumnya.

Malang, 30 Januari 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Sampul dalam ................................................................................................... ii
Halaman Pernyataan......................................................................................... iii
Halaman Persetujuan ........................................................................................ iv
Halaman Pengesahan ....................................................................................... v
Kata Pengantar ................................................................................................. v
Daftar Isi........................................................................................................... vii
Daftar Bagan .................................................................................................... viii
Daftar Tabel...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ........................................................................ 5
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.4 Tujuan ........................................................................................ 5
1.5 Manfaat ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
2.1 Konsep Diabetes Melitus ........................................................... 8
2.2 Konsep Kerusakan Integritas Kulit............................................ 20
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan…….…………………………....25
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 34
3.1 Desain Penelitian ....................................................................... 35
3.2 Batasan Istilah ........................................................................... 35
3.3 Partisipan ................................................................................... 36
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 36
3.5 Pengumpulan Data..................................................................... 36
3.6 Uji Keabsahan Data ................................................................... 37
3.7 Analisa Data .............................................................................. 37
3.8 Etik penelitian ............................................................................ 38

vi
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Pathway Diabetes Melitus……………………………………………14

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.4 Rencana Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit…………… 34-35

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus atau kencing manis merupakan penyakit kronis progresif

yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein (Fain, 2014). Hal ini ditandai dengan kadar

glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan

insulin baik absolut maupun relatif (Hasdianah, 2012). Selain itu Diabetes

Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan

gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami

kehilangan berat badan (Perkeni, 2011).Penyakit Diabetes Melitus dibagi

menjadi 2 tipe, yaitu diabetes tipe 1 terjadi akibat kerusakan sel- sel beta

pankreas islet dan kekurangan sirkulasi insulin total, sedangkan diabetes tipe 2

terjadi akibat resistensi insulin dengan kelainan pada sekresi insulin

kompensasi (Priscilla dkk, 2016).

Peningkatan gula darah yang terlalu tinggi diakibatkan oleh produksi insulin

yang dihasilkan oleh pankreas tidak sebanding dengan jumlah glukosa

akibatnya glukosa yang tidak ditangkap oleh insulin beredar bebas di dalam

darah. Normalnya glukosa digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel tubuh

untuk dapat menopang sistem kerja organ. Beredarnya glukosa di dalam darah

menyebabkan sel-sel yang seharusnya mendapatkan kiriman glukosa dibantu

oleh insulin menjadi tidak dapat bekerja secara

1
2

optimal.Peredaran glukosa yang terlalu banyak menyebabkan darah menjadi

pekat dan membentuk sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah besar atau

kecil di tungkai kaki. Sumbatan tersebut akan berpengaruh pada proses

pemulihan luka sehingga akan terjadi Kerusakan Integritas Kulit (Fain, 2014).

Kerusakan integritas kulit yang terjadi pada klien Diabetes Melitus disebabkan

oleh adanya trauma dan infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan

subkutan, pembuluh darah dan adanya infeksi yang menyebabkan luka (Fady,

2015). Masalah kerusakan integritas kulit ini menimbulkan gangguan fisik

maupun psikis terhadap pasien seperti nyeri kaki, intoleransi aktivitas,

gangguan pola tidur, cemas dan penyebaran infeksi. Apabila kerusakan

integritas kulit ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka proses

penyembuhan dan perawatan akan lama dan faktor resiko infeksi semakin

tinggi (Waspadji, 2009).

Menurut data yang disampaikan World Health Organization menyatakan

bahwa pada tahun 2014 jumlah penderita Diabetes Melitus mencapai 108 juta

dan terjadi kematian akibat Diabetes Melitus dinegara miskin dan berkembang.

Berdasarkan data Riskesdas (2013) jumlah penderita Diabetes Melitus di tahun

2013 dari keseluruhan penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa. Angka

kejadian Diabetes Melitus di Provinsi Jawa Timur di tahun 2014 sebesar

605.973 jiwa. Kota Malang menempati urutan ke-3 jumlah terbesar penderita

Diabetes Melitus di tahun 2014 yaitu sebesar 7.534 penderita (Lukita, 2016).

Prevalensi Diabetes Melitus di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang di


3

dapatkan data Rekam Medik pasien rawat inap di tahun 2018 sebanyak 94

pasien dalam kurun waktu satu tahun.

Penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat Diabetes

Melitusyang terkadang sering tidak disadari oleh banyak orang yaitu kombinasi

antara faktor genetik, faktor lingkungan seperti obesitas, kurangnya aktivitas

fisik, stress, dan pertambahan umur, resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin (Damayanti, 2015). Diabetes Melitus merupakan penyakit yang perlu

diperhatikan dengan serius dan terkontrol. Berbagai komplikasi yang dapat

timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati,

hipertensi, retinopati, nefropati dan gangrene yang disebabkan karena

penyempitan vaskuler sehingga menyumbat aliran darah menuju seluruh tubuh

dan sel-sel tidak mendapatkan cukup darah serta nutrisi dan menjadi rusak

(Hotma, 2014). Kondisi tersebut dapat menyebabkan timbulnya masalah pada

klien, seperti kurang nutrisi, kerusakan integritas kulit, keterbatasan mobilitas

fisik, nyeri, dan ulkus (Perkeni, 2011).

Fenomena yang ditemukan oleh peneliti pada bulan Januari 2018 saat praktik

klinik di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang. Didapatkan klien I di

ruang Santa Anna Atas, klien perempuan berusia 56 tahun yang menderita

Diabetes Melitus selama 2 tahun yang lalu. Klien mengeluhkan badan lemas,

sering buang air kecil dan kesemutan pada bagian kaki. Pada ekstrimitas bawah

ditemukan luka pada bagian tungkai sebelah kanan, area sekitar luka berwarna

kemerahan, luka berbau menyengat, tidak edema dan terdapat pus berwarna
4

kuning encer. Sedangkan untuk klien II diruang Santa Anna Bawah, laki-laki

berusia 60 tahun yang menderita Diabetes Melitus selama 3 tahun yang lalu.

Klien mengeluhkan badan terasa lemas, mengantuk, sering merasa lapar

dengan nafsu makan meningkat dan nyeri pada bagian ektrimitas. Pada bagian

ektrimitas sebelah kiri ditemukan luka pada bagian tungkai, area luka berwarna

merah kehitaman, disisi-sisi kulit berwarna kehitaman, luka berbau menyengat

dan tidak edema.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan, diperlukan peran perawat dalam

memberikan asuhan keperawatankepada klien Diabetes Melitus dengan

masalah keperawatan Kerusakan Integritas Kulit yang bertujuan untuk

meminimalkan angka kesakitan dan juga tidak memperparah masalah klien.

Intervensi yang dapat dilakukan yaitu memberikan dorongan dan informasi

melalui pendekatan inovatif tentang pentingnya gaya pola hidup yang

mempengaruhi status kesehatan mereka dan memberikan informasi tentang

perawatan pasien dengan luka diabetik pada klien Diabetes Melitus.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk membahas studi kasus

mengenai “Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus dengan masalah

Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.”


5

1.2 Batasan Masalah

Karya tulis ilmiah ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabates

Melitus dengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya

Malang.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami penyakit

Diabetes Melitus dengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti

waluya Malang ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Klien Diabetes Melitus dengan

Kerusakan integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Diabetes Melitus

dengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti waluya

Malang.

2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Diabetes Melitusdengan

Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien Diabetes

Melitusdengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti

Waluya Malang.
6

4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Diabetes

Melitusdengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti

Waluya Malang.

5) Melakukan evaluasi pada klien Diabetes Melitusdengan Kerusakan

Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Wauya Malang.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya ilmu

pengetahuan dalam bidang keperawatan mengenai asuhan keperawatan

Diabetes Melitus dengan kerusakan integritas kulit, sehingga dapat

memberikan tindakan dalam perawatan luka pada klien Diabetes Melitus.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ilmiah ini digunakan sebagai referensi mengenai asuhan

keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan kerusakan integritas

kulit.

2) Bagi Perawat

Karya tulis ilmiah ini diharapkan menjadi salah satu masukan kepada

perawat dalam memberikan intervensi yang sesuai pada klien Diabetes

Melitus dengan kerusakan integritas kulit.

3) Bagi Peneliti Selanjutnya


7

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan data dasar

untuk penelitian selanjutnya pada klien Diabetes Melitus dengan

kerusakan integritas kulit.

4) Bagi Klien dan Keluarga

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

actual kepada klien dan keluarga dalam menjaga dan melakukan

perawatan luka pada klien Diabetes Melitus dengan kerusakan integritas

kulit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan mengemukakan teori-teori yang mendukung studi kasus

tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien Diabetes Melitus dengan masalah

Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang” yang terdiri dari

Konsep Diabetes Melitus, Konsep Kerusakan Integritas Kulit pada Klien Diabetes

Melitus, dan Asuhan Keperawatan pada Klien Diabetes Melitus dengan masalah

Kerusakan Integritas Kulit.

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan

defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut, dan ditandai dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (Williams & Wilkins,

2011). Adanya gangguan tersebut mengakibatkan terganggunya metabolisme

tubuh yang ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat defisiensi sekresi

insulin atau berkurangnya aktivitas biologis insulin atau keduanya. Defisiensi

fungsi dan sekresi insulin diawali dengan terjadinya prediabetes yang

merupakan prakondisi diabetes (Hotma, 2014). Seseorang dikatakan sehat

jika memiliki kadar glukosa darah puasa di bawah 100 mg/dl, sedangkan

seseorang dikatakan terkena Diabetes Melitus jika memiliki kadar glukosa

darah lebih dari 126 mg/dl (Subekti, 2011).

8
9

2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Umumnya Diabetes Melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau

sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas

yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.

Diabetes Melitus juga dapat terjadi karena gagguan terhadap fungsi insulin

dalam memasukkan glukosa kedalam sel (Hasdianah, 2012). Selain itu terdapat

berbagai faktor resiko lain yang dibagi menjadi faktor resiko yang dapat diubah

dan yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah antara lain

1) Faktor Genetik

Diabetes Melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab

Diabetes Melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita Diabetes

Melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai kecucunya bahkan cicit walaupun

resikonya sangat kecil.

2) Usia

Menurut Flint dan Notoatmojo (2010), prevalensi Diabetes Melitus mengalami

peningkatan pada usia muda dengan meningkatnya kejadian obesitas pada

kelompok usia muda tersebut.

3) Gender

Meskipun saat ini belum ditemukan alasan penyebab prevalensi diabetes pada

wanita dan pria, namun berbagai studi menunjukan perbedaan prevalensi yang

bermakna antara pria dan wanita. Study yang dilakukan oleh pusat pencegahan

dan pengendalian penyakit tahun 2008, menunjukan peningkatan kejadian


10

Diabetes Melitus pada wanita sebesar 4,8%, sedangkan pada pria sebesar 3,2%

(Hotma, 2014).

4) Diabetes Melitus Gestational

Merupakan suatu kondisi intoleransi terhadap glukosa yang pertama kali

ditemukan pada kehamilan wanita dengan gangguan toleransi glukosa. GDM

yang berkembang pada masa kehamilan menjadi faktor resiko berkembangnya

Diabetes Melitus pada ibu pasca melahirkan. Disamping peluang bagi ibu

mengalami diabetes, bayi yang dilahirkan juga cenderung mengalami obesitas

dan menderita penyakit Diabetes Melitus pada usia dewasa (Damayanti, 2015).

Faktor resiko yang dapat diubah antara lain :

a) Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit Diabetes Melitus. Sembilan

dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang Diabetes Melitus.

b) Pola Hidup

Pola hidup mempengaruhi penyebab Diabetes Melitus. Jika seseorang

malas untuk berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena

penyakit Diabetes Melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar

kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam

tubuh merupakan faktor utama penyebab Diabetes Melitus.

c) Pola Makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulya Diabetes Melitus.

Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi


11

insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam

darah meningkat dan pastinya akan memnyebabkan Diabetes Melitus

(Hasdianah, 2012).

2.1.3 Klasifikasi

Secara umum, Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu :

a) Diabetes Melitus tipe 1, (Insulin Dependent)

Diabetes Melitus tipe 1 atau disebut juga dengan insulin dependent

(tergantung insulin) adalah mereka yang menggunakan insulin oleh

karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin. Injeksi insulin diperlukan

setiap hari untuk pasien Diabetes Melitus tipe 1. Diabetes mellitus tipe 1

disebabkan oleh faktor genetika (keturunan), faktor imunologik dan

faktor lingkungan (Novitasari, 2012).

b) Diabetes Melitus tipe 2, (Insulin Requirement)

Diabetes Melitus tipe 2 atau juga disebut dengan Insulin Requiment

(membutuhkan insulin) adalah mereka yang membutuhkan insulin

sementara atau seterusnya. Diabetes Melitus tipe 2 menjadi semakin

umum oleh karena faktor resikonya yaitu obesitas dan kekurangan

olahraga. Faktor yang mempengaruhi timbulnya Diabetes Melitus yaitu

usia lebih dari 65 tahun, obesitas, dan riwayat keluarga (Hasdianah,

2012).

2.1.4 Patofisiologi

Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resitensi insulin dan

gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM. Faktor lingkungan yang

berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stress, dan


12

pertambahan umur (Baradero, Siswandi & Dayrit, 2009). Gejala awalnya

berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika

kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan

dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan

membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak

(poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan

sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam

air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk

mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar

biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan

kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan

olahraga. Penderita Diabetes Melitus yang gula darahnya kurang terkontrol

lrbih peka terhadap infeksi (Muttaqin, 2008).

Pada penderita Diabetes Melitus Tipe I, terjadi suatu keadaan yang disebut

dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula didalam darah tinggi

tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin,

sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber lain. Sumber untuk

energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan

keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan

darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis

diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah,

lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam
13

dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. bau

napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis

diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya

beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjadi terapi insulin, penderita

Diabetes Melitus Tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka

melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat

infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius (Soegondo, 2010).

Pada penderita Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat dan progresif maka diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami oleh pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka

yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar

glukosanya sangat tinggi) (Mubarak, Chayatin & Susanto, 2015).

2.1.5 Pathway Diabetes Melitus

Usia Faktor Genetik Obesitas


Imunologi
14

Penurunan Respon Reaksi auto Peningkatan beban


Fisiologis autoimun imun metabolisme
abnormal glukosa

Pankreas

Terjadi ulkus Luka Sukar Sembuh


DM Sel beta pankreas hancur
dan menurun

Kerusakan ekstremitas
integritas kulit Defesiensi insulin

Suplai makan ke
Penurunan pemakaian
jaringan perifer
glukosa oleh sel
menurun

Gangguan Sirkulasi Hiperglikemia

Perubahan pembuluh
darah Glycosuria

Angiopati
Mikrovaskuler

(Fady, 2015)
2.1.6 Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinik utama DM berupa :

1) Gula darah meningkat


15

Terjadi karena kerusakan pada sel beta pankreas yang mengakibatkan

ketidakseimbangan produksi insulin akibatnya gula darah tidak dapat

dibawa masuk dalam sel dan terjadi penumpukan gula darah atau

disebut juga Hiperglikemia (Semiardji, 2011).

2) Poliuria

Poliuria atau disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan

karena gula dalam darah tidak dapat dibawa masuk dalam sel dan terjadi

penumpukan gula darah (Hiperglikemia) sampai melebihi batas

ambang ginjal sehingga terjadi sekresi glukosa ke dalam urin dan

mengakibatkan diuresis osmotik yang menimbulkan gangguan sering

kencing (Laniwaty, 2011).

3) Polifagia (makan yang berlebihan)

Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami

penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita

seringkali merasa lapar yang luar biasa.

4) Polidipsia (peningkatan rasa haus)

Disebabkan volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang

menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti

dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel

mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.

(Hotma 2014)
16

Manifestasi lain yang berlangsung perlahan dari beberapa hari atau

beberapa minggu berupa:

1) Kesemutan

2) Gatal

3) Mata kabur

4) Impotensi

5) Mudah mengantuk

6) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum

7) Rasa tebal dikulit

(Hasdianah, 2012)

2.1.7 Komplikasi

1) Komplikasi akut :

a) Hipoglikemia

merupakan penurunan kadar gula dalam darah lebih rendah dari 60

mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual

muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai

koma (Corwin, 2009).

b) Diabetes ketoasidosis

merupakan perburukan semua gejala diabetes yang timbul secara

tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat yang disebabkan karena

adanya stess fisik seperti kehamilan atau penyakit akut dan trauma.

c) Syndrom hiperglikemia merupakan perburukan penyakit yang

begitu cepat walaupun tidak rentan mengalami ketosis, tetapi


17

penderita akan mengalami hiperglikemia berat dengan glukosa darah

lebih dari 300mg/ 100ml.

(Hasdianah, 2012)

2) Komplikasi kronik :

a) Komplikasi makrovaskuler

Perubahan pembuluh darah besar akibat aterosklerotik yang

berbentu sangat beragam tergantung pada lokasi pembuluh darah

yang terkena derajat sumbatan itu terjadi (Hotma, 2014).

b) Komplikasi mikrovaskuler

(1) Retinopati diabetikum

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil pada

retina mata, dimana retina banyak mengandung pembuluh darah

kecil seperti arteriol, venula, dan kapiler sehingga dapat

menyebabkan kebutaan.

(2) Nefropati diabetikum

Merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan adanya

albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan insufisiensi ginjal

progresif. Diperkirakan bahwa adanya peningkatan konsentrasi

glukosa intraseluler yang mendukung pembentukan

glikoprotein yang tidak normal di membran basalis dan

mesangium.

(3) Neuropati diabetikum

Hiperglikemia merupakan faktor utama terjadinya neuropati

diabetikum. Terdapat 2 tipe neuropati diabetikum yang paling


18

sering dijumpai yaitu polineuropati sensorik, dan neuropati

otonom.

(Priscilla & Bauldoff, 2016)

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi

terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada

setiap tipe Diabetes Melitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal

(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola

aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus, yaitu:

1) Penyuluhan atau Edukasi

Penyuluhan atau edukasi kepada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk

memberikan informasi tentang gaya hidup yang perlu diperbaiki secara

khusus memperbaiki pola makan dan pola latihan fisik. Terdapat macam-

macam cara atau media yang melakukan penyuluhan atau edukasi misalnya

: leaflet, poster, kaset video, diskusi kelompok.

2) Latihan fisik

Beberapa kegunaan latihan fisik yang teratur bagi penderita Diabetes

Melitus:

a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan

setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten


19

pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor

insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.

b) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen

c) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan

dirangsang pembentukan glikogen baru.

d) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3) Terapi gizi

Secara prinsip pengaturan zat gizi pada penyandang Diabetes Melitus

diarahkan pada gizi seimbang serta pengaturan jumlah kalori jenis makanan

dan jadwal makanan. Komposisi yang dianjurkan seperti :

a) Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan kalori.

Pembatasan karbohidrat total < 130 gram/hari tidak dianjurkan.

b) Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25 % dari total kebutuhan

kalori. Lemak jenuh <7% dari total kebutuhan kalori.

c) Protein

Protein dibutuhkan sebesar 10-20 % total asupan kalori. Sumber protein

antara lain daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu tanpa

lemak, kacang-kacangan seperti juga tahu dan tempe.

d) Serat
20

Dianjurkan asupan makanan dengan serat yang tinggi dalam 1000

kkal/hari dianjurkan serat mencapai 25 g.

4) Farmakoterapi (jika diperlukan)

Penggunaan obat golongan hipoglikemik merupakan upaya terakhir setelah

upaya- upaya lain tidak berhasil yang berfungsi untuk menyeimbangkan

kadar glukosa darah penyandang Diabetes Melitus.

5) Mengontrol Gula Darah

Mengontrol gula darah secara rutin dapat memantau kondisi kesehatan saat

menjalankan diet dan juga saat tidak melakukan diet.

(Rendi & Margareth, 2012).

2.2 Konsep Kerusakan Integritas Kulit

2.2.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan suatu massa atau jaringan terbesar di tubuh. Kulit bekerja

melindungi struktur-struktur di bawahnya dan berfungsi sebagai cadangan

kalori (Saferi, 2013).

2.2.2 Anatomi kulit

Kulit terdiri atas tiga lapisan, yang masing- masing memiliki berbagai jenis sel

dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah

epidermis, dermis, dan subkutis.

1) Epidermis
21

Merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus

mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari.

Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu,

getaran, dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin,

yang dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan

yang kuat dan memiliki daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air.

Keratin mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan

atau mikroorganisme pencegah infeksi. Keratin adalah komponen utama

apendiks kulit, rambut dan kuku.

2) Dermis

Dermis atau kutan merupakan lapisan kulit di bawah epidermis yang

membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan

struktur pada kulit. Lapisan dermis berfungsi untuk untuk menyokong dan

memberi nutrisi pada epidermis, regulasi temperature tubuh, dan proteksi

terhadap injuri dan mikroorganisme.

3) Lapisan subkutis

Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas

lemak dan jaringan ikat di mana berfungsi untuk memberikan bantalan

antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang, serta

sebagai peredam kejut dan insulator panas.

4) Rambut

Rambut dibentuk dari keratin melalui proses diferensiasi yang sudah

ditentukan sebelumnya, sel-sel epidermis tertentu akan membentuk folikel-

folikel rambut. Folikel rambut ini disokong oleh matriks kulit dan akan
22

berdiferensiasi menjadi rambut. Kemudian suatu epitel akan terbentuk,

melalui saluran inilah rambut akan keluar ke permukaann tubuh.

5) Kuku

Merupakan lempeng keratin mati yang dibentuk oleh sel-sel epidermis

matriks kuku. Matriks kuku terletak di bawah bagian proksimal lempeng

kuku dalam dermis.

(Muttaqin, 2013)

2.2.3 Fungsi Kulit

Secara umum, kulit memiliki 6 fungsi utama yaitu:

1) Proteksi

Kulit berfungsi sebagai pelindung fisik terhadap mikroorganisme dan

sebagai pelindung terhadap infeksi dan kehilangan cairan tubuh.

2) Sensasi

Ujung-ujung saraf dari kulit membuat kita dapat merasakan nyeri, panas,

tekanan, dan dingin.

3) Sistensis vitamin D

Paparan sinar matahari ke kulit akan membantu produksi vitamin D.

vitamin D berfugsi untuk absorpsi kalsium dan fosfor di sistem

pencernaan.

4) Gambaran tubuh

Penampilan kulit penting dalam “body image” dan identifikasi seseorang.

5) Imunitas tubuh
23

Kulit mengandung sel-sel yang memiliki peranan sangat penting dalam

sistem imunitas tubuh, yaitu sel langerhan dan sel-sel dendritik dermal.

6) Termoregulasi

Kulit meregulasi temperatur tubuh melalui vasokontriksi, vasodilatasi,

berkeringat, dan ekskresi elektrolit dan air.

(Eviana, 2013)

2.2.4 Definisi kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit merupakan kerusakan mukosa kulit dan jaringan

integument. Kerusakan integritas kulit dimana kondisi individu mengalami

perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis pada lapisan kulit

(Hermand, 2012). Perubahan kulit itu sendiri dipengaruhi oleh metabolik

Diabetes, berbagai lesi kulit muncul dengan adanya penyakit Diabetes

tersebut (Jennifer, William Welsh & Brenna Mayer, 2010). Kerusakan

integritas kulit terjadi dikarenakan terdapatnya neuropati otonom sehingga

menyebabkan kulit mengalami penurunan bahkan tidak adanya keringat

sehingga fisura kulit mengering (Harahap, 2011).

2.2.5 Klasifikasi Kerusakan Integritas Kulit

Menurut Purwanti (2013) berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi

dua yaitu :

1. Luka Mekanik yaitu terdiri atas :

a. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka

kelihatan rapi.

b. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan

bawah kulit akibat benturan benda tumpul.


24

c. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda

lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam.

d. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (bagian muka

mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya.

e. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi

luka tampak kehitam- hitaman.

f. Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak

sampai ke pembuluh darah.

2. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, radiasi atau sengatan

listrik.

2.2.6 Jenis dan tipe luka

Luka terbagi menjadi beberapa macam :

1. Berdasarkan kedalaman dan luas luka :

a. Stadium I Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan

epidermis kulit.

b. Stadium II Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada

epidermis dan bagian atas dari dermis.

c. Stadium III Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat

meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasari.

d. Stadium IV Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.

2. Berdasarkan waktu penyembuhan


25

a. Luka akut, luka dengan penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka Kronis, luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endoge.

(Mutaqin & Sari, 2013)

2.3 Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengumpulan data antara lain meliputi:

1) Biodata

Meliputi identitas pasien (nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis

kelamin,alamat, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status, tanggal

masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis (Thomas & Monaghan, 2012).

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian.

Misalnya banyak kencing (poliuri), merasa banyak minum (polidipsi),

rasa lapar (polifagia), kesemutan, kram dan rasa tebal dikulit, adanya

luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau (Muttaqin & Sari, 2013).

b) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta

upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya

(Udjianti, 2013).
26

c) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit Diabetes Melitus atau penyakit-penyakit lain

yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit

pankreas (Muttaqin, 2008).

d) Riwayat kesehatan keluarga

Adakah anggota keluarga dari klien yang mempunyai riwayat penyakit

Diabetes Melitus karena Diabetes Melitus merupakan penyakit yang

menurun (Widharto, 2012).

e) Riwayat Psikososial

Adakah terdapat stress fisik maupun emosional pada diri klien karena

dengan adanya stress tersebut akan mempengaruhi peningkatan

hormone stress seperti kortisol, epinefrin, glukagon yang menyebabkan

kadar gula dalam darah meningkat (Susilowati, 2014).

f) Pola Aktivitas dan Latihan

Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari fungsi

pernapasan dan fungsi sirkulasi. Pada kasus Diabetes Melitus adanya

luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah

menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-

sehari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

(Susilowati, 2014).

g) Status kesehatan umum

Meliputi keadaaan penderita, kesadaran, tanda-tanda vital, gula darah.

Jika terjadi hipoglikemia reaksi yang akan muncul pada pasien yaitu
27

pasien akan mengalami takhikardi palpitasi, namun sebaliknya jika

terjadi hiperglikemia maka akan mengalami neuropati diabetikum.

Selain itu dilihat bentuk badan, penderita Diabetes Melitus akan

mengalami penurunan berat badan.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Tanda-tanda Vital:

(1) Tekanan Darah : pada penderita Diabetes Melitus akan terjadi

peningkatan tekanan darah akibat gangguan penanganan

insulin.

(2) Nadi : kaji adanya sirkulasi yang adekuat, pada klien dengan

Diabetes Melitus akan terjadi bradikardi atau takikardi

(3) Pernafasan : Frekuensi pernafasan meningkat, nafas dalam ,

hiperventilasi ( bila terjadi gangguan keseimbangan asam – basa

/ asidosis metabolik akibat penumpukan benda keton dalam

tubuh).

(4) Suhu : pada penderita Diabetes Melitus suhu normal berkisar

36,5-37,5 o C

(Kasron, 2012)

b) Kepala dan Rambut

(1) Inspeksi : Kaji mengenai bentuk kepala, warna rambut,

kebersihan rambut, persebaran rambut, adanya lesi atau tidak.

(2) Palpasi : Raba adanya massa dan adanya nyeri tekan.

c) Mata
28

(1) Inspeksi : Kaji reflek cahaya, konjungtiva terlihat anemis atau

tidak, apakah penglihatan kabur, kesimetrisan bola mata.

(2) Palpasi : Konsistensi bola mata, ada tidaknya nyeri tekan.

d) Hidung

(1) Inspeksi : Kaji bentuk hidung, persebaran warna hidung,

kebersihan lubang hidung, ada tidaknya pernapasan cuping

hidung, kesimetrisan.

(2) Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan pada sinus

e) Mulut

(1) Inspeksi : Kaji mukosa bibir, lidah terasa tebal, gigi mudah

goyah, terdapat caries dentis, ada tidaknya perdarahan pada

gusi, apakah ada peradangan pada tongsil.

(2) Palpasi : Kaji reflek menghisap dan menelan

f) Telinga

(1) Inspeksi : Kaji ada tidaknya serumen, kebersihan telinga,

kesimetrisan telinga kanan dan telinga kiri.

(2) Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan pada tragus

(Rohman, Nikmatur & Walid Saiful 2010)

g) Leher

(1) Inspeksi : Persebaran kulit, adanya benjolan

(2) Palpasi : Kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid, ada

tidaknya pembesaran kelenjar limfe, ada tidaknya bendungan

vena jugularis
29

(Susilowati, 2014).

h) Paru-paru

(1) Inspeksi : Persebaran warna kulit, kesimetrisan dada, warna

kulit, ada tidaknya sesak, batuk, nyeri dada, pergerakan dinding

dada

(2) Palpasi : Kaji getaran taktil fremitus

(3) Perkusi : Suara pekak apabila terisi cairan pada paru

(4) Auskultasi : Adanya suara nafas tambahan

i) Jantung

(1) Inspeksi : Denyut apeks atau iktus kordi, detak pulmonal,

merupakan detak jantung yang apabila teraba pada BJ 2 maka

dikatakan normal

(2) Perkusi : Suara jantung terdengar redup

(3) Auskultasi : Nada S1 S2 dan lub dub

j) Abdomen (Srihartini, 2013)

(1) Inspeksi : Kaji persebaran warna kulit, ada tidaknya bekas

luka, bentuk abdomen

(2) Auskultasi : Peristaltik usus, bising usus terdengar 5-30 x/ menit

(3) Perkusi : Terdengar suara timpani, kaji adanya asites

(4) Palpasi : Kaji ada tidaknya pembesaran hepar, kaji ada

tidaknya nyeri tekan pada abdomen.

(Sudarta, 2012)

k) Ektrimitas
30

(1) Inspeksi : Kaji persebaran warna kulit, turgor kulit kembali

<2 detik, akral hangat, kaji warna kulit, sianosis, melihat pada

daerah kaki bagaimana produksi keringat (menurun atau tidak).

Pada penderita Diabetes Melitus dengan Kerusakan Integritas

Kulit dilihat adanya luka pada ekstrimitas, luas luka, kedalaman

luka, adanya nekrosis (jaringan mati atau tidak), adanya edema

atau tidak, adanya pus, bau luka

(2) Palpasi : Kaji kekuatan otot, ada tidaknya pitting edema.

(Priscilla, M.Burke & Bauldoff, 2016)

i) Kulit dan kuku

(1) Inspeksi : lihat adanya luka, warna luka, adanya edema, luas

luka, kedalaman luka, ada tidaknya granulasi, adanya tidaknya

nekrosis, adanya pus atau tidak.

(a) Lokasi dan Letak Luka

Dapat dijadikan sebagai indikator terhadap kemungkinan

penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka dapat

diminimalkan.

(b) Warna dasar Luka

Luka yang berwarna red/ merah disebut juga jaringan sehat,

granulasi/epitelisasi, sedangkan berwarna black/hitam disebut

dengan jaringan nekrosis.

(2) Palpasi : Akral teraba dingin, kulit pecah-pecah, pucat, kulit kering,

pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga teraba lembek.
31

(a) Capillary Refill

Waktu pengisian kapiler di evaluasi dengan memberikan tekanan

pada ujung jari, setelah tampak kemerahan segera lepaskan

tekanan dan lihat kembali ke kulit normal.

(b) Edema

Dilakukan dengan mengukur lingkar pada dorsum kaki kemudian

dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang yang menonjol di

tibia atau medial malleolus. kulit yang edema tampak lebih coklat

kemerahan mengkilat.

(Priscilla, M. Burke & Bauldoff, 2016)

2.2.2 Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Glukosa Urin

Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang

normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang

dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan

berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya.

b) Kadar glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari, normalnya ialah 80 mg/dl

dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas normal atas kadar


32

normal. Kadar glukosa diatas nilai ini seringkali menunjukkan adanya

penyakit diabetes mellitus.

(Tambunan, 2011)

c) Uji toleransi glukosa

Didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per

kilogram berat badan maka kadar glukosa darahnya akan meningkat

dari kadar kira – kira 90 mg/dl menjadi 120-140 mg/dl dan dalam waktu

2 jam kadar ini kan menurun ke nilai normalnya.

d) Pernapasan aseton

Sejumlah kecil asam asetoasetat, yang sangat meningkat pada penderita

diabetes berat dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah

menguap dan dikeluarkan melalui udara ekspirasi, akibatnya seringkali

seseorang dapat membuat diagnosis diabetes mellitus hanya dengan

mencium bau aseton pada napas pasien.

e) Insulin darah

Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)

atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasi insufisiensi

insulin/ gangguan dalam penggunaan (endogen atau eksogen). Resisten

insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody.

f) Pemeriksaan fungsi tiroid

Pemeriksaan aktifitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa

darah dan kebutuhan akan insulin.

g) Kultur dan sensifitas


33

Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan,

infeksi luka.

(Srihartini, 2014)

2.3.2 Masalah Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan

Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan peningkatan kadar gula,

faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas, dan penurunan

sensabilitas (neuropati).

2) Batasan Karakteristik :

a) Kerusakan lapisan kulit

b) Luka pada ekstremitas

c) Kerusakan perfusi jaringan kulit

d) Nyeri pada area luka

e) Kulit kering

f) Kemerahan pada sekitar luka

(Ackley & Ladwig, 2011)


34

2.2.4 Rencana Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tupan : 1. Integritas kulit 1. Kaji luas dan 1. Mengetahui
Setelah dilakukan yang baik bisa keadaan luka keadaan luka dan
asuhan keperawatan dipertahankan (Semiardji, membantu dalam
selama 3 x 24 jam (sensasi,elastisitas 2011). penentuan rencana
integritas kulit yang ,temperature, keperawatan yang
baik dapat hidrasi, akan dilakukan
dipertahankan pigmentasi) (Semiardji, 2011).

2. Menunjukkan 2. Pantau tanda 2. Mengetahui tanda


pemahaman dalam kerusakan kerusakan
proses perbaikan integritas kulit integritas kulit dan
Tupen : kulit dan mencegah seperti membantu dalam
Setelah dilakukan terjadinya cedera kemerahan , penentuan rencana
asuhan keperawatan berulang bengkak, secara dini
selama 1 x 24 jam adanya (Hasdianah, 2012).
kadar gula dapat 3. Mampu melindungi drainase,
kembali normal kulit dan adanya jaringan
mempertahankan nekrosis dan
kelembaban kulit. (Hasdianah,
2012).
35

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


4. Mampu 3. Pantau gula 3. Mengetahui tingkat
menunjukkan darah klien kadar gula dan
penyembuhan luka (Priscilla, M. menentukan
dengan adanya Burke & pemberian terapi
granulasi seperti Bauldoff, (Priscilla, M. Burke
jaringan merah, 2016). & Bauldoff, 2016).
jaringan mati dapat
berkurang
4. Oleskan 4. Mengurangi adanya
5. Perfusi jaringan pelembab/ kulit kering dan
perifer baik (CRT lotion atau baby retak, tetapi jangan
<2 detik) oil pada daerah berikan pelembab
kaki yang pada sela-sela jari
6. Gula darah dapat kering karena dapat
kembali normal (Soegondo, menyebabkan
(Ackley & Ladwig, Soewondo, tumbuhnya jamur
2011) Subekti, 2009). (Soegondo,
a. Kadar Gula Soewondo,
Darah Puasa Subekti, 2009).
:80-130 mg/dL
b. Kadar Gula 5. Area yang tertekan
Darah Sewaktu 5. Anjurkan klien mengalami
:100-200 untuk hambatan sirkulasi
mg/dL menggunakan oksigen pda
c. Kadar Gula bantalan jaringan otot
Darah 2 jam PP pelindung pada (Herdman, 2015).
:120-200 area yang
mg/dL tertekan
(Herdman,
2015).

6. Faktor nutrisi
6. Anjurkan klien merupakan salah
untuk tetap satu faktor penting
menjaga pola yang berperan
makan, yaitu dalam
tetap penyembuhan luka
mengkonsumsi (Wijaya & Yessie
makanan yang Mariza 2013).
bernutrisi
(Wijaya &
Yessie Mariza
2013).
7. Mengurangi resiko
7. Pantau adanya penyebaran infeksi
luka dan rawat dan pelebaran luka
luka dengan (Wijaya & Yessie
menggunakan Mariza, 2013)
aseptik (Wijaya
& Yessie
Mariza 2013).
8. Jaringan nekrosis
8. Pantau adanya dapat menghalangi
jaringan luka karena
nekrosis dan menyediakan tempat
buang jaringan untuk bertumbuhnya
36

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


nekrosis dengan bakteri (Saferi
teknik autolysis Wijaya & Yessie
(Saferi Wijaya Mariza, 2013)
& Yessie
Mariza, 2013).
9. Dengan dilakukan
9. Lakukan pengecekan
pengecekan Capillary refill time
Capillary refill untuk mengetahui
time (Wilkinson suplai oksigen
& Ahern, 2016) didalam darah
bagian perifer
(Wilkinson &
Ahern, 2016)

10. Pemberian
10. Kolaborasi antibiotik dapat
dengan tim mencegah
medis dalam persebaran infeksi
pemberian (Soegondo,
antibiotik Soewondo,
(Soegondo, Subekti, 2009)
Soewondo,
Subekti, 2009)

2.2.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan dari sebuah perencanaan. Tindakan

keperawatan terdiri dari tindakan mandiri (independen) dan kolaborasi

(dependen). Tindakan mandiri merupakan tindakan yang berasal dari

keputusan sendiri. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang berdasarkan

hasil keputusan bersama dengan profesi lain (Wartonah, 2015).

Pada penelitian ini penulis menggunakan implemetasi keperawatan sebagai

perencanaan yang sudah ditentukan pada klien Diabetes Melitus dengan

Kerusakan Integritas Kulit.


37

2.2.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan yang terakhir untuk menentukan

tercapainya asuhan keperawatan (Wartonah, 2015). Evaluasi

membandingkan antara intervensi dan hasil dari implementasi keperawatan.

Hasil yang diharapkan pada proses keperawatan klien dengan Diabetes

Melitus:

1) Menunjukkan perbaikan luka yaitu warna dasar luka menjadi merah

2) Jumlah eksudat berkurang

3) Capillary refill > 2 detik

4) Tidak ada tanda-tanda nekrosis pada ektermitas

5) Gula darah dapat kembali normal

a. Kadar Gula Darah Puasa :80-130 mg/dL

b. Kadar Gula Darah Sewaktu :100-200 mg/dL

c. Kadar Gula Darah 2 jam PP :120-200 mg/dL

(Wartonah, 2015)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah study kasus untuk

mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami

Diabetes Melitus dengan Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti

Waluya Sawahan Malang.

3.2 Batasan Istilah

Asuhan keperawatan pada pasien yang menderita Diabetes Melitus (DM)

dengan masalah gangguan integritas kulit di RS Panti Waluya Sawahan

Malang. Pada studi kasus ini, yang dimaksud dengan asuhan keperawatan

adalah asuhan keperawatan yang dilakukan pada 2 klien dengan karakteristik

1) Klien yang terdiagnosa Diabetes melitus tanpa membedakan diabetes tipe

1 dan 2, dan dengan atau tanpa disertai penyakit penyerta lainnya

2) Klien berumur lebih dari 30 tahun yang sedang dirawat diruang inap

dewasa RS Panti Waluya Sawahan Malang

3) Klien yang mengalami rasa nyeri pada area luka, kulit kering dan

kemerahan pada area sekitar luka

4) Klien yang terdiagnosa Diabetes melitus tanpa membedakan jenis kelamin

38
39

3.3 Partisipan

Pada penelitian ini yang menjadi partisipan peneliti adalah 2 pasien DM dengan

masalah Kerusakan Integritas Kulit yang di rawat di ruang inap, di Rumah

Sakit Panti Waluya Malang.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilaksanakan di Rumah Sakit Panti Waluya Malang yang akan

dilaksanakan pada bulan

3.5 Pengumpulan Data

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami DM dengan

Kerusakan Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang, penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1) Wawancara

Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit keluarga, data psikososial, pola fungsi kesehatan).

Sumber data dari pasien, keluarga dan perawat lainnya.

2) Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada sistem tubuh pasien.


40

3) Studi dokumen

Studi dokumen yang digunakan untuk melengkapi hasil penelitian

didapatkan dari list klien Diabetes Melitus dengan Masalah Kerusakan

Integritas Kulit di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

3.6 Uji Keabsahan Data

Disamping integritas penulis, uji keabsahan data dilakukan dengan cara berikut

ini :

1) Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan;

2) Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber

data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

3.7 Analisa Data

1) Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokumen. Hasil ditulis

dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip

(catatan terstruktur).

2) Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan identitas klien dibuat

inisial.
41

3) Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan, dan evaluasi.

3.8 Etik Penelitian

Etik penelitian merupakan norma untuk berperilaku, menghormati harkat

kemanusiaan, privasi dan hak objek penelitian, memisahkan apa yang

seharusnya dilakukan dan apa yang seharusya tidak boleh dilakukan. Etika

yang mendasari penyusunan studi kasus ini terdiri dari :

1) Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Informed consent merupakan suatu kesepakataan atau persetujuan pasien

atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah

pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang

dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai

segala resiko yang mungkin terjadi.

2) Amonimity (tanpa nama)

Amonimity merupakan masalah yang memberikan jaminan dan kerahasiaan

dalam penggunaaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.
42

3) Confidentiality (Kerahasiaan)

Merupakan etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil rise


43

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Ladwig. 2011. Nursing Diagnosis Handbook. United States of America :


Mosby Elsevier
Baradero, Siswandi & Dayrit. 2009. Klien Dengan Gangguan Sistem Endikrin.
Jakarta : EGC
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Eviana. 2013. Panduan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Sagung Seto
Fady, F. A. (2015). Luka Diabetik. Yogyakarta: Gosyen.
Fain, J. A. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Managemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Jakarta : Salemba Medika.
Harahap, Marwali. 2011. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Eirlangga.
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan Anak-Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
EGC.
Hidayat, A. A. (2012). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
Hotma. 2014. Mencegah Diabetes Melitus Dengan Perubahan Gaya Hidup. IN
MEDIA : Bogor.
Laniwaty E. 2011. Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta :
Kanisius
Laporan Profil Kesehatan. 2012. Data Prevalensi Penderita Diabetes Melitus di
Jawa Timur.
Jennifer, William Welsh & Brenna Mayer. 2010. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta :
Buku Kedokteran
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan dan Pengobatan.
Jakarta : Nuha Medika
Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Susanto, J. (2015). Standar Asuhan Keperawatan
dan Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
dalam Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika
44

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Novitasari. 2012. Diabetes Melitus Medikal Book. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Tipe II di Indonesia.
Jakarta : Gramedia.
Priscilla, M.Burke & Bauldoff. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Purwanti. 2013. Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetik. Jakarta
: EGC.
Rekam Medis. 2018. Index Penyakit Diabetes Melitus Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang.
Rendy & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI.
Rohman, Nikmatur & Walid Saiful. 2010. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Ar-ruzz Media.
Rudy Bilous & Richard Donelly. 2015. Buku Pegangan Diabetes. Bumi Medika :
Jakarta.
Saferi, Andra. 2013. KMB II Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Semiardji G. 2011. Panatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : FKUI.
Subekti. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : FKUI
Sudarta, I. W. 2012. Pengkajian Fisik Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Susilowati, Martina. 2014. Patofisiologi Buku Ajar Ilustrasi. Binarupa Aksara :
Tangerang Selatan.
Sutedjo, A. Y. 2010. Lima Strategi Penderita Diabetes Mellitus Berusia Panjang.
Jogjakarta: Kanisius.
Suyono S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam.
Suyono S. 2011. Patofisiologi Diabetes Mellitus. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, pp
16-18.
45

Soegondo S. 2010. Penatalaksanaan Terpadu bagi dokter maupun educator


Diabetes Melitus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soegondo, Soewondo, Subekti. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus
Terkini. Jakarta : Penerbit FKUI
Srihartini. 2013. Panduan Lengkap Untuk Diabetes Melitus. Bandung : Quanita
pp.52
Tambunan, M., Gultom. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Thomas, J.,& Monaghan, T. 2012. Pemeriksaan Fisik dan Keterampilan Praktis
Buku Saku. Jakarta : EGC.
Udjianti. 2013. Keperawatan Endokrin. Jakarta : Salemba Medika.
Wartonah, Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Waspadji. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya Diagnosis
dan Strategi Pengelolaan. Jakarta : Interna Publishing.
Widharto. 2012. Kencing Manis. Jakarta : PT Sunda Kelapa Pustaka
Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta : PT indeks.
Wijaya, Saferi & Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :
Nuha Medika
World Health Organization (WHO), Diabetes Melitus. Diperoleh tanggal 29 Januari
2019.
(http://www.who.int/news-room/fact-sheet/detai/diabetesmelitu)
46
47
48

You might also like