You are on page 1of 35

Fraktur

Anak mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk sembuh dari fraktur jika patahan
tulangnya terhubung dengan baik.

Diagnosis

 Nyeri, bengkak, perubahan bentuk, krepitasi, gerakan yang tidak biasa dan gangguan
fungsi.
 Fraktur dapat tertutup (jika kulit tidak robek) atau terbuka (jika ada luka di kulit).
Fraktur terbuka dapat mengakibatkan infeksi tulang yang serius. Curigai terjadi
fraktur-terbuka jika ada luka di dekatnya. Tulang anak berbeda dengan tulang orang
dewasa; tulang anak cenderung lentur.

Tatalaksana

 Ajukan dua pertanyaan:


o Apakah terjadi fraktur?
o Tulang mana yang patah? (melalui pemeriksaan klinis atau foto sinar X)
 Perlu pemeriksaan oleh dokter bedah yang berpengalaman untuk fraktur yang sulit
seperti dislokasi sendi, fraktur di daerah epifisis, atau frakturterbuka.
 Fraktur-terbuka membutuhkan antibiotik: kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4
kali sehari), dan gentamisin (7.5 mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan harus
dibersihkan dengan seksama untuk mencegah osteomielitis (lihat prinsip penanganan
luka).
 Gambar di bawah menunjukkan cara sederhana untuk mengobati beberapa fraktur
yang umum terjadi pada anak. Untuk informasi lebih lengkap bagaimana menangani
fraktur ini, buku panduan WHO: Surgical care in the district hospitals atau buku
standar bedah.

Bidai posterior dapat digunakan pada cedera anggota badan. Anggota badan dibungkus
terlebih dahulu dengan bahan lembut (misalnya kapas), lalu balutkan gips untuk menjaga
anggota badan pada posisi netral. Bidai posterior ditopang dengan ban elastis. Awasi jari-
jemari (pengisian kapiler dan suhu badan pasien) untuk memastikan bidai tidak terlalu ketat.
Penanganan fraktur suprakondilar ditunjukkan di bawah ini. Komplikasi utama fraktur ini
adalah penyempitan arteri pada siku (dapat tersumbat). Cek aliran darah pada tangan pasien;
jika arteri tersumbat, tangan pasien dingin, pengisian kapiler lambat dan denyut nadi radius
tidak teraba dan ini memerlukan tindakan segera.
Penanganan fraktur femur mid-shaft pada pasien di bawah umur 3 tahun adalah dengan
menggunakan traksi gantung seperti yang ditunjukkan di gambar di bawah. Penting sekali
untuk memeriksa setiap jam kelancaran aliran darah di kaki (jari jempol teraba hangat).

Penanganan fraktur mid-shaft femoral pada pasien yang lebih tua adalah dengan melakukan
traksi kulit yang digambarkan pada gambar di bawah. Cara ini sederhana dan efektif untuk
menangani fraktur femur pada pasien berumur 3–15 tahun. Jika pasien dapat mengangkat
kakinya dari tempat tidur, berarti fraktur telah tersambung dan pasien dapat bergerak
menggunakan penopang/tongkat ketiak (biasanya 3 minggu).
Askep Kegawadaruratan Fraktur
ASKEP GAWAT DARURAT SISTEM MUSKULOSKELETAL: FRAKTUR

MAKALAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas KGD


dari dosen pengampu : Ns. Emma Setyo Wulan, S.Kep

Oleh:

KELOMPOK III PSIK 6 C

1. DWI KURNIA SARI

2. DWI RIZKI AMALIA

3. EVI NOPITASARI

4. MUHAMMAD ASRUL CITO MAY

5. MUHAMMAD EKO NUGROHO

6. NAFSIN FITROH

7. SOFIYAH

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Tujuan 2

BAB II KONSEP TEORI

A. Anatomi Fisiologi Tulang 3

B. Definisi 4
C. Etiologi 4

D. Manifestasi Klinis 4

E. Klasifikasi 5

F. Patofisiologi 7

G. Komplikasi 8

H. Proses Penyembuhan 10

I. Penatalaksanaan 11

J. Pemeriksaan Penunjang 15

BAB III ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR

A. Pengkajian 16

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi 17

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan 23

B. Saran 23

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat selaras dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern manusia tidak akan lepas dari fungsi normal
system musculoskeletal. Salah satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia,
namun dari kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang) fraktur adalah
hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat
total maupun partial . fraktur biasanya terjadi pada cruris, karena cruris sangat kurang di lindungi
oleh jaringan lunak, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad, 1998).

Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko terjadinya
patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga oleh faktor-faktor
lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko untuk jatuh.
(Sudoyo: 2010)
Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya disebabkan oleh komplikasi
akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya. Beberapa diantara komplikasi tersebut
adalah timbulnya dikubitus akibat tirah baring berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam
dan emboli paru; infeksi pneumonia atau infeksi saluran kemih akibat tirah baring lama; gangguan
nutrisi dan sebagainya. (Sudoyo: 2010)

Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara tepat atau
cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga
perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menangani pasien
dengan kasus kegawat daruratan fraktur.

B. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan :

Umum : Mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
pasien dengan fraktur

Khusus:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep fraktur

2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep metodologi asuhan keperawatan kegawat daruratan


pada pasien fraktur

BAB II

KONSEP TEORI

A. Anatomi Fisiologi Tulang

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-
otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoietik, yang membentuk sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk meyimpan
dan mengatur kalsium dan pospat.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik
(kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat membenuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu
osteoid. Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi
pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.

Hampir semua tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan
struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari
susunan kolagen danmineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau
lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu
perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh
tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lameral. Pada orang dewasa tulang anyaman ditemukan
pada insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari tulang anyaman .
tulang lameral terdapat seluruh tubuh orang dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-
lempengan yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal. Pola susunan semacam ini
melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar.

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel: osteoblas, osteosid dan
osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorbsi.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila
tidak ada vitamin D hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatlan absorbsi kalsium
dan fosfat oleh usus halus.

(Price dan Wilson: 1995)

B. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth: 2002). Fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang (Doenges, 1999).

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma (Tambayong: 2000). Fraktur
adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik ( Price, 1995)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan
trauma atau tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi.
C. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor,
kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan teradi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat
aktifitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai
latihan lari.

D. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.

2. Hilangnya fungsi dan deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak
alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.

3. Pemendekan ekstremitas

Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang melengket di atas dan
bawah tempat fraktur.

4. Krepitus

Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.

5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna

Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera.
E. Klasifikasi Fraktur

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2
antara lain:

a) Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.

ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.

iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement.

b) Fraktur terbuka (opened)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial
untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah. Derajat patah tulang terbuka :

i. Derajat I

Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal. ii. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio
otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.

iii. Derajat III

Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

2. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur
melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.

b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya
hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2006) kekuatan dan
sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
3. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:

a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah
permukaan lain.

e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.

4. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

(Mansjoer: 2000)

F. Patofisiologi

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2002).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi
dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang
harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit
karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh
di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen,
sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi
(Price dan Wilson: 1995).

G. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,
kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun
yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.

b) Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada
aliran darah.

c) Sindroma Kompartement

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial
yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan
pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan
kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu
mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya
terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan.resiko terjadinya
sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena
pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu
dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya
fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009)

d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

e) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

f) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare,
2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non
union.

a) Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang
dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan
rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung
ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak dapat
mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat dicegah
dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi
itu sebaik mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.

Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen tulang yang patah dn
bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau
mungkin juga dengan tindakan operasi.

b) Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat
dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah
ke tulang.

c) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,
kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang merupakan
faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan
cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua
fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran
darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen
tulang.

H. Penyembuhan Fraktur

Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari
tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut,
bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik)
berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya
dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi
lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-medolling di mana osteoblas akan
membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga
akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya. (Price: 1995)

Penyembuhan tulang

I. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan kedaruratan

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah
terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat
dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan
proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan
berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami
cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus
disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan
fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah
dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat
bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen
tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,
pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus
dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.

2. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk
mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas,
penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah
ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

• Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih
dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

• Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin
logam

• Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.

• Amputasi : penghilangan bagian tubuh


• Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli
bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi
terbuka

• Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

• Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis

• Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam atau
sintetis

• Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

• Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi
kontraktur fasia.

(Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis

Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi

(Ramadhan: 2008)

4. Prinsip 4 R pada Fraktur

Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan
bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa
nyeri sekali dan bengkak.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi
tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan (Mansjoer, 2002).

3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin,
dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang
brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga
pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan
pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama
atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang
femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).

4. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur.
Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).

Patah Tulang Anak

Pada anak sering ditemukan patah tulang dahan hijau. Reposisi umumnya tidak sukar dan biasanya
cepat sembuh serta cepat kuat. Jarang dibutuhkan reposisi atau imobilisasi dengan fiksasi bedah.
Untuk reposisi dapat digunakan traksi kulit dan jarang ditemukan kekakuan sendi. Pada penanganan
harus diperhatikan bahwa fragmen harus searah sumbu, tetapi dislokasi ad latitudinem tidak penting
sehingga reposisi ujung ke ujung tidak diharuskan. Penyembuhan dan pemugaran akan memperbaiki
dislokasi ini tanpa meninggalkan bekas. Akan tetapi, rotasi, yaitu dislokasi ad periperam harus
dihindari. Angulasi atau dislokasi ad aksim dapat dibiarkan bila fraktur terjadi di dekat epifisis pada
anak muda. Dislokasi dengan kontraksi patah tulang diafisis menguntungkan karena akan terjadi
swapugar karena hiperemia sehingga anggota yang bersangkutan tumbuh lebih cepat daripada
anggota gerak sisi lain. Pertautan sisi kena sisi berlangsung cepat dan pemugaran akan terjadi lebih
cepat.

Fraktur terbuka baik karena cedera dari luar maupun karena tembusnya ujung patah tulang dari
dalam, terancam bahaya infeksi dan osteomilitis. Seperti biasanya penanganan terdiri atas
pembilasan luka, pengeluaran benda asing, fragmen tulang yang terlepas, dan nekrosis. Luka
kemudian dirawat secara terbuka dengan anggota yang bersangkutan diletakkan tinggi. Kontusio
kulit diperhatikan betul karena mengakibatkan nekrosis. Bila ujung patahan tulang terletak
berjauhan akibat kehilangan pecahan tulang, kedua ujung ini harus dipertemukan agar tetap
bersentuhan. Yang paling sering ditemukan pada anak ialah patah tulang klavikula, humerus,
suprakondiler, dan antebrakius.

(Sjamsuhidajat: 2004)

J. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .

b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan


bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah
respon stress normal setelah trauma.

d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel, atau cedera
hati.

(Dongoes: 1999)

BAB III

ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR

A. Pengkajian

1. Pengkajian primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat

i. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

ii. Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

3) Tachikardi

4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

5) Cailary refil melambat

6) Pucat pada bagian yang terkena

7) Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

1) Kesemutan

2) Deformitas, krepitasi, pemendekan

3) kelemahan

d. Kenyamanan

1) nyeri tiba-tiba saat cidera

2) spasme/ kram otot

e. Keamanan

1) laserasi kulit

2) perdarahan

3) perubahan warna

4) pembengkakan local

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
Diagnosa Keperawatan

(NANDA) Tujuan Keperawatan

( NOC ) Rencana Tindakan

(NIC )

Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan ... jam :

- Melaporkan gejala nyeri terkontrol

- Melaporkan kenyamanan fisik dan psikologis

- Mengenali factor yang menyebabkan nyeri

- Melaporkan nyeri terkontrol (skala nyeri: <4 data-blogger-escaped-br=""> - Tidak menunjukkan


respon non verbal adanya nyeri
- Menggunakan terapi analgetik dan non analgetik
- Tanda vital dalam rentang yang diharapkan
Manajemen nyeri
- Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, intensitas, factor
pencetus, sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan.
- Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
- Kelola nyeri pasca operasi dengan pemberian analgesik tiap 4 jam, dan monitor keefektifan
tindakan mengontrol nyeri
- Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan :
suhu ruangan, cahaya, kegaduhan.
- Ajarkan tehnik non farmakologis kepada klien dan keluarga : relaksasi, distraksi, terapi musik, terapi
bermain,terapi aktivitas, akupresur, kompres panas/ dingin, masase. imajinasi terbimbing (guided
imagery),hipnosis ( hipnoterapy ) dan pengaturan posisi.
- Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri : misal klien cemas,
kurang tidur, posisi tidak rileks.
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik, fisioterapis/ akupungturis.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Gangguan mobiltas fisik berhubungn dengan neuromuskuler.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam klien menunjukkan dapat bergerak secara
normal dengan KH:
- Mampu mandiri total
- Membutuhkan alat bantu
- Membutuhkan bantuan orang lain
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
- Tergantung total

Dalam hal :
- Penampilan posisi tubuh yang benar
- Pergerakan sendi dan otot
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Latihan Kekuatan
- Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
- Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
- Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
- Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur atau sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latih.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jm
Klien mampu merawat diri dengan baik dengan KH :
- Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting,
makan-minum, ambulasi
- Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
- Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
- Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
- Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
- Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku, berdandan
- Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
- Mengosongkan kandung kemih dan bowel
Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit
- Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
- Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut,
perineal dan anus, sesuai kondisi
- Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
- Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan gangguan
integritas kulit.
Bantuan perawatan diri : berpakaian
Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/ terbatas
terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas berpakaian sesuai indikasi
Bantuan perawatan diri : Makan-minum
- Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
- Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
- Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


- Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
- Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi selama
toileting
- Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
- Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur

d. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam integritas kulit dapat teratasi dengan KH:
- Pertahanan perfusi jaringan dan mukosa baik (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi)
- Tidak ada lesi, iritasi kulit / dekubitus
- Klien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
- Proses penyembuhan luka baik
Perawatan Klien dengan tirah baring total
- Pasang kasur dekubitus bila diperlukan
- Hindari kerutan / lipatan alat tenun
- Mobilisasi / ubah posisi tidur klien tiap 2 jam sesuai jadwal
Pencegahan Luka Karena Tekanan
- Kaji factor resiko kerusakan integritas kulit
- Jaga kebersihan kulit klien agar tetap bersih dan kering
- Berikan / oleskan lotion pada daerah yang tertekan
- Lakukan massage sesuai indikasi
- Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat sesuai kondisi
Pengawasan kulit
- Monitor aktivitas, mobilisasi klien dan adanya kemerahan pada kulit
- Libatkan keluarga dalam mobilisasi klien dan personal higiene
- Ajarkan perubahan posisi kpd klien & keluarga

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

Selah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam infeksi dapat tertangani dengan KH:

- Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


- Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
- Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000) Pengetahuan : pengendalian infeksi
- Ajarkan pada klien & keluarga cara menjaga personal hygiene untuk melindungi tubuh dari infeksi :
cara mencuci tangan yang benar.
- Anjurkan kepada keluarga/ pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang klien
- Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan metode aman cara penyediaan, pengelolaan dan
penyimpanan makanan / susu kpd klien & keluarga.
Pengendalian resiko infeksi
- Pantau tanda dan gejala infeksi : peningkatan suhu tubuh, nadi, perubahan kondisi luka, sekresi,
penampilan urine, penurunan BB, keletihan dan malaise.
- Pertahankan tehnik aseptik pada klien yang beresiko
- Bersihkan alat / lingkungan dengan benar setelah dipergunakan klien
- Anjurkan kepada klien minum obat antibiotika sesuai
- Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang cara program
- Dorong klien untuk mengkonsumsi nutrisi dan cairan yg adekuat.penularan penyakit infeksi:
transmisi secara seksual, oral, fekal, sekresi tubuh, kontak langsung, dan trankutaneus
- Kolaborasi dengan Tim Medis untuk pemberian therapi sesuai indikasi, dan pemeriksaan
laboratorium yang sesuai
(Wikinson: 2007)
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga fisik dan
menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur patologi, dan
fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan tertutup. Manifestasi
klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan deformitas, pemendekan ekstremitas,
krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Sementara
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

B. Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara tepat atau
cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga
perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menangani pasien
dengan kasus kegawat daruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan pertolongan sesegera mungkin.
Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam menangani pasien gawat darurat, terutama
dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.

http://inirizamala.blogspot.com/2013/05/askep-kegawadaruratan-fraktur.html

Asuhan Keperawatan Sistem


Muskuloskeletal: Fraktur
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Meskipun
tulang dapat patah secara spontan seperti terjadi pada osteomalacia dan
osteomylitis, tetapi kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-
laki daripada orang perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahrega, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya
insidensi osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopuse.
Oleh karena itu penulis ingin belajar banyak mengenai fraktur melalui pembuatan
laporan yang membahas dan menguraikan tentang fraktur.

B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah :
Tujuan Umum :
Agar penulis dapat menuangkan dan mempraktekan langsung teori dan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah fraktur.
Tujuan Khusus :
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan masalah fraktur
b. Dapat menganalisa data dan menegakkan diagnosa
c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan pada masalah fraktur
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah disusun
e. Dapat melaksanakan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan respon
klien setelah menerima asuhan keperawatan.

C. METODE PENULISAN
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada klien
2. Metode Pemeriksaan
Penulisan melakukan pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi untuk melengkapi data
3. Observasi
Melakukan pengamatan langsung pada klien yang sedang dirawat di RS.RK Charitas
Palembang, selama 3 hari
4. Studi Dokumentasi
Melengkapi data melalui status kesehatan klien, catatan keperawatan data medik
dan data penunjang.
D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari : Latar Belakang, Metode Penulisan, Sistematika penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Medik :
Pengertian, Anatomi Fisiologi, Patofisiologi, Etiologi, Manifestasi Klinik,
Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi, Penatalaksanaan, Patoflow Diagram.
B. Konsep Keperawatan
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana Keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Daftar Obat yang diberikan
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
E. Rencana Keperawatan
F. Pelaksanaan
G. Evaluasi

BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. PENGERTIAN
· Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh
(Reeves C.J et al, 2001)
· Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (harnowa Sapto, dr et al, 2001)
· Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price, A. Sylvia, 1990)
· Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya
(Smeltzer C. Suzaanne, et al, 1990)
· Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh roda paksa (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 2)

2. ANATOMI FISIOLOGI

Humerus (Tulang Pangkal Lengan)


Mempunyai tulang panjang seperti tongkak, bagian yang mempunyai hubungan
dengan bahu, bentuknya bandar membentuk kepala sendi yang disebut kaput
humeri. Pada kaput humeri ini terdapat tonjolan yang disebut tuberkel mayor dan
minor di sebelah bawah. Kaput humeri terdapat lekukan yang disebut kolumna
humeri. Pada bagian yang berhubungan dengan bawah terdapat taju diantaranya
kapitulam, epikondilus lateralis dan kondilus medialis.

3. PATOFISIOLOGI
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan tipe
dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stress lebih besar dari
kemampuannya untuk menahan. Fraktur dapat terjadi karena pukulan langsung,
kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi
otot yang berlebihan. Meskipun hanya tulang yang patah, struktur sekitarnya juga
dipengaruhi yang mengakibatkan edema jaringan lunak, hemoragi ke dalam tulang
dengan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh saraf.

4. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur adalah :
1. Pukulan langsung
2. Gerakan puntir mendadak
3. Kecelakaan kendaraan bermotor
4. Olah raga

5. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap riqid seperti
normalnya
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
koepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa fraktur adalah:
v Pemeriksaan Rontgen Sinar-X
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan perangkat diagnostik definitif
yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian beberapa
fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada awalnya
sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografik pada hari berikutnya untuk
mendeteksi bentuk callus, jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan
pemeriksaan complete blood count (CBC) untuk menilai banyaknya darah yang
hilang
7. KOMPLIKASI
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, perlvis dan vertebra.
2. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan konsisi fatal
3. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan
hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
akut.

4. Nekrosis Avaskular (Nekrosin Aseptik)


Dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik
5. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum atau korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
6. Gangguan Coas
Berasal dari infeksi yang berhubungan oleh bakterium saprophysik gram positif
anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau Clostridium pertrigens.

8. PENATALAKSANAAN
1. Pembidaian
Bagian yang sakit harus diimobilisasi dengan menggunakan bidai ada tempat yang
luka sebelum memindahkan pasien. Pembidaian mencegah luka dan nyeri yang
lebih jauh dan mengurangi kemungkinan adanya komplikasi sindrom emboli lemak
2. Gips
Pemberian gips merupakan perawatan utama setelah reduksi tertutup dalam
perbaikan fraktur dan dapat dilakukan bersamaan degnan perawatan lainnya.
3. Traksi (Penarik)
Adalah upaya yang menggunakan kekuatan tarikan untuk melemaskan dan
immobilisasi fragmen tulang, mengendorkan spasmus otot dan memperbaiki
kontraktur fleksi, kelainan bentuk dan dislokasi.
4. Reduksi Tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan fraksi manual.
5. Reduksi Terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi-alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang terjadi.

6. Immobilisasi Fraktur
Setelah fraktur dereduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN PRE DAN POST OPERASI
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang - kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardia (respon stress,
hipovolemia).
Penurunan / tak ada nadi pada bgain distal yang cedera, pengkajian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang berbeda.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurologis
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
Kebas/ kesemutan (parestesin)
Tanda : Determitas lokal ; angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme oto, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokasi pada
area jaringan/ kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laservasi kulit, anulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pre operasi :
1. Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap fraktur
2. Ancietas yang berhubungan dengan trauma yang dialami, operasi yang akan
dijalani dan kurang pengetahuan tentang rutinitas preoperatif, rutinitas post
operatif dan sensasi post operatif.

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada post operasi :


1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi dan
tekanan sekunder terhadap adanya gips
2. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan Regmen Terapeutik yang
berhubungan dengan kondisi, tanda dan gejala komplikasi dan pembatasan
aktivitas.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap fraktur
a. Imobilisasi bagian cedera sebanyak mungkin, gunakan belat bila diindikasikan
R/ Imobilisasi mengurangi nyeri dan perpindahan posisi
b. Ajarkan klien untuk mengganti posisi dengan perlahan
R/ Gerakan lambat menurunkan spasme otot
c. Tinggikan ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
R/ Peninggian mengurangi edema dan mengakibatkan nyeri karena kompresi
d. Selidiki nyeri yang tak hilang dengan obat nyeri dan tindakan penghilangan
lainnya.
R/ Nyeri yang terus-menerus dapat menunjukkan kompresi neurovaskuler akibat
embolisme, edema atau perdarahan.

2. Ancietas yang berhubungan dengan trauma yang dialami, operasi yang akan
dijalani dan kurang pengetahuan tentang rutinitas preoperatif, rutinitas post
operatif dan sensasi post operatif.
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan rileks yang merangsang untuk berbagi
perasaan dan kekhawatiran
R/ Mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran meningkatkan kewaspadaan klien
dan membantu perawat untuk mengidentifikasikan sumber ancietas.
b. Validasi perasaan klien dan membantu perawat untuk mengidentifikasi sumber
ancietas.
R/ Validasi dan memberikan keyakinan meningkatkan harga diri dan membantu
mengurangi ancietas.
c. Tunjukkan kesalahpahaman yang diekspresikan klien dan memberi informasi yang
akurat
R/ Kesalahpahaman dapat menunjang ancietas dan ketakutan.
d. Izinkan dan dorong anggota keluarga dan orang terdekat untuk saling berbagi rasa
takut dan kehawatiran
R/ Penelitian telah menunjukkan bahwa anggota keluarga yang terlibat dalam
perawatan mengakibatkan peningkatan kerja sama klien

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi dan
tekanan sekunder terhadap adanya gips.
a. Bila membantu pemasangan gips, pastikan bahwa bantalan yang adekuat
diberikan pada ekstremitas yang sakit sebelum gips dipasang.
b. Sementara gips mengerang (laning) pegang hanya dengan telapak tangan untuk
menghindari titik tekanan yang disebabkan oleh lekukan jari.
c. Tutupi plester atau moleskin untuk mencegah serpihan gips jatuh ke dalam gips
dan menyebabkan nekrosis tekanan
d. Instruksikan pasien tidak memasukkan apapun diantara gips dan kulit, jika pasien
mengalami gatal-gatal, anjurkan pasien untuk memberitahu dokter, yang akan
memberi resep obat penghilang gatal
e. Beritahu pasien indikator nekrosis tekanan dalam gips: neyri, sensasi terbakar,
bau tidak sedap dari gips yang terbuka, drainase dari gips.
4. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan Regmen Terapeutik yang
berhubungan dengan kondisi, tanda dan gejala komplikasi dan pembatasan
aktivitas.
a. Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan ambulasi dan melakukan aktivitas
sehari-hari
R/ Perawat harus mengevaluasi kemampuan merawat diri klien sebelum pulang,
untuk menentukan perlunya rujukan.
b. Berikan masukan yang tepat, misal: lembaga perawatan di rumah, pelyanan sosial,
jika perlu
R/ Sumber-sumber komunitas dan agen-agen lain dapat memberikan terapi
tambahan atau bantuan lain.
c. Berikan instruksi tentang latihan setelah operasi sesuai dengan instruksi dokter
R/ Latihan mempermudah penggunaan alat bantu dengan mempertahankan atau
meningkatkan tingkat fungsi otot saat ini pada anggota gerak yang tidak sakit.
d. Ajarkan klien bagaimana melakukan ambulasi tanpa menahan beban dengan
menggunakan KMK atau tongkat
R/ Klien trauma lansia mungkin mengalami kerusakan keseimbangan atau
penurunan penggunaan alat bantu jalan untuk mempertahankan mobilitas.

4. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun.

5. EVALUASI
a. Menunjukkan berkurang ansietas
b. Melaporkan nyeri berkurang
c. Melaporkan keterbatasan aktivitas teratasi
d. Menunjukkan perawatan diri baik.
http://novidaeli.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-sistem.html

You might also like