You are on page 1of 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya


appendisitis dan divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi
pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease
merupakan penyakit inflamasi pada saluran cerna terutama kolon. Keduanya
merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda. Appendisitis
disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang
terlalu keras dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk
tonjolan-tonjolan divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai
terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada
sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika
Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa
pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.

Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila


kita mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat
memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa
memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus
mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan
tingkat kejadian penyakit ini.

1
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit
apendisitis dan diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih
mudah memahami tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada pasien dengan apendisitis dan
diverticulitis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari apendisitis?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis?

3. Bagaimana etiologi dari apendisitis?

4. Bagaimana klasifikasi dari apendisitis?

5. Bagaimana patofisiologi dari apendisitis?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari apendisitis?

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang?

8. Bagaimana penatalaksanaan dari apendisitis?

9. Bagaimana asuhan keperawatan dari apendisitis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi apendisitis

2. Mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis

3. Mengetahui etiologi dari apendisitis

4. Mengetahui klasifikasi dari apendisitis

5. Mengetahui patofisiologi dari apendisitis

6. Mengetahui manifestasi klinis dari apendisitis

2
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang apendisitis

8. Mengetahui penatalaksanaan dari apendisitis

9. Mengetahui asuhan keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat

1. Memahami definisi apendisitis

2. Memahami anatomi dan fisiologi apendisitis

3. Memahami etiologi dari apendisitis

4. Memahami klasifikasi dari apendisitis

5. Memahami patofisiologi dari apendisitis

6. Memahami manifestasi klinis dari apendisitis

7. Memahami pemeriksaan penunjang apendisitis

8. Memahami penatalaksanaan dari apendisitis

9. Menyimpulkan asuhan keperawatan dari apendisitis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis
merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

4
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis.


Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga
taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak
pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias
kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral
kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis,
apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari
nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari
sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu
imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna
yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun
tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

5
Gambar 1.1 Apendisitis

2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada
lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping
hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras
(fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji
jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan
kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh
tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah
yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa
dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.

1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

6
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk
dll.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa).

Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk appendiks.

5. Appendik yang terlalu panjang.

6. Appendiks yang pendek.

7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.

8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

2.4 Klasifikas apendisitis

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut


pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.

7
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.

Gambar 1.2 Apendisitis akut

2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

8
3. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua


syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.

4. Apendisitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis
rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.

5. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat

9
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.

6. Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)


Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang


didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak
napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

2.5 Patofisiologi

Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.


b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk
dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

10
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus
f. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i. Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.

Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari
feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses
inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran
kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan
bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah
(perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga
perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding
rongga perut (Peritonitis).

2.6 Maninfestasi klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese


ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
3 anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.

2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.

11
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam
bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat
berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-
muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam
yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara
umbilicus dan Krista iliaka kanan).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu
itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran
kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan
mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa
nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus
buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan


mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:

Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana


dinding perut tampak mengencang (distensi).

12
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.

c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)

d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan


dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.

e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.

f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah


kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun


pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis,
terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling
tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat
terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen
foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

2.8 Penatalaksanaan

13
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan.
Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan
appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya
laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ
dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit
dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

WOC

14
2.9 Asuhan keperawatan pada apendisitis

15
A. Pengkajian:
1. Anamnesa:
a. Identitas pasien:
o Nama
o Jenis kelamin
o Umur
o Pekerjaan
o Suku/bangsa
o Pendidikan
o Tgl MRS

b. Riwayat kesehatan:
o Keluhan utama.
o Riwayat penyakit sekarang.
o Riwayat penyakit dahulu
o Riwayat penyakit keluarga.
o Riwayat psikososial
o Pola kebutuhan hidup sehari-hari

2. Pemeriksaan Fisik
a. keadaan umum.
b. Pemeriksaan dari:
o B1(breathing)
o B2(blood)
o B3(bren)
o B4(bladder)
o B5(bowel)
o B6(bone)

B. Diagnosa keperawatan.
C. Intervensi
ANALISA KASUS
KASUS APENDISITIS
Seorang bernama Sdr. Dian datang ke RSUD Dr. Koesma Tuban pada hari
sabtu tanggal 1 Desember 2012, dibawa ke IGD RSUD Dr. Koesma Tuban dan
mendapat No. Register 112. Dan dirujuk ke Ruang Bougenfil. Sdr Dian berusia 19
tahun, dengan pendidikan terahir SLTA. Beralamat di Desa Cepoko Rejo
Kecamatan Palang, seorang Mahasiswa. Suku Jawa. Mengeluhan nyeri perut
bawah kanan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara
terus menerus dan dirasa semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
nyeri semakin bertambah jika dibuat berjalan. Pasien tidak BAB selama 2 hari

16
dengan BAK normal. Pola makan pasien tidak teratur dan jarang mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat, nafsu makan menurun disertai mual. Keadaan
umum pasien benar-benar terlihat sakit, demam. Diagnostik medis pasien
apendiksitis.

Pemeriksaan fisiknya TD 130/80 mmHg, pernafasan 20x/menit, nadi 90x/menit,


dan suhu 38,10⁰C.

HASIL
PARAMETER NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN

Hemoglobin Rutin
HB 13,7 L 13,4-17,1 g/dl
Laju Endap Darah 0 L 0-15mm/jam
PCV 40,3 L 40-54%
Eritrosit 5.190.000 L 4-6jt/cmm
Hitung Jumlah Sel -/-/-/90/9/1 0-3/0-1/50-70/20-40/4-10
Leokisit 18.000 4.000-11.000/cmm
Immunologi
Hbs Ag Negatif Negatif
Hati
SGOT 22 L 37 u/L
SGPT 11 L 42u/L
Ginjal
BUN 12,4 6-20 mg/dl
Kreatinin 1,17 L 0,6-0,1 mg/dl
Glukosa
Glukosa Darah 92 140mg/dl
Sewa
Faal Hemostasis
APTT 28,5 27,4-39,3

17
PPT 14,1 11,3-14,7 detik

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPEPERAWATAN PADA PASIEN Sdr. “D”

1. PENGKAJIAN

Tanggal Pengkajian : 1 Desember 2012

Pukul : 11.00 WIB

1. Biodata

Nama : Sdr. “D”

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 20 tahun

Alamat : Desa Cepoko Rejo Kec. Palang Kab. Tuban

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum Menikah

Tanggal MRS : 1 Desember 2012

No. Register : 112

Diagnosa Madis : Apendiksitis

18
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Pasien mmengalami nyeri pada perut bawah kanan atau pada area epigastrik sejak
dua hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara terus menerus dan
dirasa semakin berat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin
bertambah jika dibuat berjalan.

b. Riwayat kesehatan Sekarang

Pasien mengatakan nyeri perut bagian bawah kanan sejak dua hari sebelum masuk
RS, nyeri dirasakan secara terus menerus dan dirasa semakin berat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan semakin bertambah jika dibuat jalan.
Tidak bisa BAB selama 2 hari tapi BAK seperti biasa. Merasa mual dan nafsu
makan menurun. Kualitas nyeri degan skala 6-7 (nyeri berat).

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan tidak pernah masuk Rumah Sakit sebelumnya, hanya sakit
ringan seperti sakit kepala, pilek, dan batuk jika cuacanya tidak mendukung.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan tidak mempunyai penyakit apendiksitis atau usus buntu.

e. Riwayat Pembedahan

Pasien mengatakan tidak pernah menjalani operasi pembedahan.

3. POLA FUNGSI KESEHATAN

a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit

Klien mengatakan mengetahui tentang keadaan kesehatannya dan ingin sembuh


dari penyakit yang dideritanya.

19
b. Pola Nutrisi – Metabolisme

Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Makan tidak teratur, nafsu makan kurang baik. Dan beberapa hari sebelum masuk
rumah sakit pasien merasa mual.Selama dirawat di Rumah Sakit pasien puasa
sebelum dilakukan tindakan pembedahan.

c. Pola Eliminasi

Pasien tidak BAB selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan BAK secara
normal.Setelah masuk Rumah Sakit pasien belum BAB, dengan BAK 3 kali
sehari.

d. Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum masuk Rumah sakit pasien tidur 7-8 jam per hari. Pasien hampir tidak
pernah tidur siang.Tapi setelah masuk Rumah Sakit pasien hanya tidur 4-5 jam per
hari, dan sering terbangun dimalam hari karena nyeri yang dialami sangat
menggangu.

e. Pola Kognitif dan Perseptual

Pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang disekitarnya.


Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dari perawat maupun dari orang-
orang sekitarnya dengan baik.

f. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Pasien selalu mengeluh nyeri perut pada bagian kanan bawah (Right Lower
Quadrant).

g. Pola Hubungan dan Peran

Pasien berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dan berbicara dengan normal.


Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.

Hubungan dengan keluarga baik, terlihat dengan adanya keluarga yang


menemaninya di Rumah Sakit. Hubungan pasien dengan tim medis maupun

20
perawat baik dan kooperatif. Namun terdapat keterbatasan gerak yang
mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan perannya dalam keluarga dan
masyarakat.

h. Pola Aktivitas

Sebelum masuk Rumah Sakit klien mengatakan selalu berolah raga sepak bola
disetiap sorenya dan sering bersepeda.Setelah masuk Rumah Sakit pasien terlihat
lemas (Malaise) dan hanya berbaring di tempat tidur karena nyeri pada perut
kanan bawah (Right Lower Quadrant).

i. Kebersihan Diri

Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien mandi 2 kali sehari, keramas tiga kali
seminggu, dengan gosok gigi 2 kali sehari. Dan ganti pakaian selama 2 kali sehari,
semua dilakukan secara mandiri.

Selama dirawat di Rumah Sakit pasien belum pernah mandi, gosok gigi, ataupun
keramas.

j. Pola Koping dan Toleransi Strees

Adanya kecemasan atau ansietas karena nyeri yang dirasakan dan ansietas
terhadap respon pembedahan.

k. Pola Keyakinan dan Nilai

Sebelum masuk Rumah Sakit pasien rajin beribadah bersama keluarga.

Setelah dirawat di Rumah Sakit paasien tidak sholat karena nyeri pada perut jika
dipakai untuk bergerak.

4. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Composmentis (sadar), pasien terlihat pucat,


lemah

(malaise). Pasien terpasang infus RL dengan 20


tetes/menit.

21
GCS : E = 4, V = 5 & M = 6.

A. Tanda-tanda vital

TD : 130/80mmHg

N : 90x/menit

RR : 20x/menit

S : 38,10⁰ C

B. Body System

1) Pernafasan (B1: Breating)

a. Hidung : bentuk simetris, tidak terdapat cuping hidung.

b. Trachea : Tachipnea, pernapasan dangkal.

c. Leher : tidak terdapat benjolan, lesi atau bengkak

d. Dada : bentuk normal dengan gerak simetris

2) Cardiovaskuler (B1: Bleeding)

Takikardi, pucat, edema

3) Persyarafan (B3 Brain)

Kesadaran pasien Composmentis, dengan hasil GCS, yaitu E = 4, V = 5,

M = 6. Pada kelapa tidak terdapat benjolan. Pupil mata isokor. Tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid.

4) Muskuloskeletal (B4 : Bone)

Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, Akral hangat, turgor cukup, warna
kulit pucat, demam. Tidak ada kelainan pada extremitas atas maupun bawah.
Tidak terdapat parase, parelise ataupun hemoparase.

22
5) Pencernaan (B5: Bowel)

Bibir : pucat

Mulut : mukosa mulut kering

Abdomen : terdapat nyeri tekan dan bising usus

BAB : belum BAB

BAK : Normal

6) Integumen

a. Warna kulit pasien pucat

b. Akral hangat, turgor cukup.

c. Produksi urin 100ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

HASIL
PARAMETER NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN

Hemoglobin
Rutin
HB 13,7 L 13,4-17,1 g/dl
Laju Endap Darah 0 L 0-15mm/jam
PCV 40,3 L 40-54%
Eritrosit 5.190.000 L 4-6jt/cmm
Hitung Jumlah Sel -/-/-/90/9/1 0-3/0-1/50-70/20-40/4-10

23
Leokisit 18.000 4.000-11.000/cmm
Immunologi
Hbs Ag Negatif Negatif
Hati
SGOT 22 L 37 u/L
SGPT 11 L 42u/L
Ginjal
BUN 12,4 6-20 mg/dl
Kreatinin 1,17 L 0,6-0,1 mg/dl
Glukosa
Glukosa Darah 92 140mg/dl
Sewa
Faal Hemostasis
APTT 28,5 27,4-39,3
PPT 14,1 11,3-14,7 detik

B. Pemeriksaan Radiologi

Terjadi peritonitis, dan terdapat:

a. Adanya fluid yang disebabkan karena adanya udara dan cairan.

b. Terdapat fecolit atau sumbatan.

c. Ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

6. PENATALAKSANAAN

Sebelum tindakan operasi (pre operasi)

a. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin

24
b. Antibiotik dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena

c. Analgestik

d. Bila demam, harus diturunkan sebelum anastesi.

e. IV cairan Infus RL 500ml dengan 20 tetes/menit.

7. ANALISIS DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data Subjektif: Distensi jaringan usus Gangguan rasa nyaman


oleh inflamasi (nyeri)
Pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian
bawah kanan (Right
Lower Quadrant),
Nyeri dirasakan
semakin bertambah
jika dibuat jalan.
Kualitas nyeri degan
skala 6-7 (nyeri berat).

Data Objektif:

Pasien nampak
memegangi perutnya
untuk menahan nyeri,
pasien nampak
lemah.nyeri tekan titik
MC Burney Nyeri.

25
TTV:

TD : 130/80mmHg

S : 38,10⁰C

N : 90x/menit

RR: 20x/menit

Data Subjektif: Intake cairan yang Resiko tinggi


tidak adekuat kekurangan volume
Pasien mengeluh mual
cairan
dan muntah.

Data Objektif:

Pasien demam, pasien


terpasang infus,

Hasil TTV

TD : 130/80mmHg

S : 38,10⁰C

N : 90x/menit

RR: 20x/menit

8. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

a. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.

9. INTERVENSI

26
1) Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam tingkat kenyamanan klien
meningkat dan nyeri terkontrol.

Kriteria hasil:

a. Klien melaporkan nyeri berkurang sampai hilang

b. Klien terlihat tenang dan mampu beristirahat

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana tindakan:

Tindakan/Intervensi Rasional

Observasi tanda – tanda vital, mengetahui keadaan umum


suhu, nadi, pernafasan dan tekanan pasien
darah.

Kaji nyeri, catat lokasi, Berguna dalam pengawasan


karakteristik, beratnya (0 – 10), keefektifan obat, kemajuan
selidiki dan laporkan perubahan penyembuhan. Perubahan pada
nyeri dengan cepat karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi

Pertahankan istirahat dengan Gravitasi melokalisasi eksudat


posisi semi-fowler inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi
telentang.

27
Berikan lingkungan yang tenang Meningkatkan istirahat
dan kurangi rangsangan stres

Ajarkan teknik nafas dalam bila Teknik nafas dalam menurunkan


rasa nyeri datang konsumsi abdomen akan O2,
menurunkan frekuensi
pernafasan, frekuensi jantung
dan ketegangan otot yang
menghentikan siklus nyeri.

Kolaborasi dengan pemberian Menghilangkan nyeri,


analgetik sesuai indikasi mempermudah kerjasama
dengan intervensi lain, contoh
ambulasi, batuk.

2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan kelembaban


membran mukosa,

b. Turgor kulit baik,

c. Tanda vital stabil,

d. Secara individual haluaran urine adekuat.

Tindakan/Intervensi Rasional

Awasi Tekanan Darah (TD) dan Tanda yang membantu


nadi mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler

28
Lihat membran mukosa, kaji Indikator keadekuatan sirkulasi
turgor kulit dan pengisian kapiler perifer dan hidrasi seluler

Awasi masukan dan haluan, catat Penurunan haluan urine pekat


warna urine/konsentrasi, berat dengan peningkatan berat jenis
jenis diduga dehidrasi/kebutuhan
peningkatan cairan.

Auskultasi bising usus. Catat Indikator kembalinya peristatik,


kelancaran flaktus, gerakan usus. kesiapan untuk pemasukan oral

Berikan sejumlah kecil minuman Menurunkan iritasi


jernih bila pemasukan oral gaster/muntah untuk
dimulai, dan dilanjutkan dengan menimimalkan kehilangan cairan
diet sesuai toleransi

Berikan perawatan mulut sering Menghindari adanya dehidrasi


dengan perhatian khusus pada yang dapat mengakibatkan bibir
perlindungan bibir dan mulut kering dan pecah-
pecah

Berikan cairan IV dan elektrolit Peritonium bereaksi terhadap


iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit.

10. IMPLEMENTASI

Sabtu, 01 Desember 2012

29
WAKTU IMPLEMENTASI RESPON PARAF

12.15 WIB 1. Observasi 1. TD: 130/80mmHg Tegar GP


TTV (Tekanan
S : 38,10⁰C
Darah, Nadi, Suhu,
Pernafasan) N : 90x/menit

2. Kaji tentang RR: 20x/menit


kualitas, intensitas
dan penyebaran
nyeri. 2. Skala nyeri pasien
(6-7), pasien meringis,
memegangi perut.

12.20 WIB Beri penjelasan Pasien dan keluarga Tegar GP


tentang sebab dan menerti tentang
akibat nyeri dan penyebaran nyeri yang
tindakan dialami. Dan
keperawatan yang mengetahui penyebab
akan dilakukan nyerinya.

12.30 WIB Berikan posisi Pasien melakukan Tegar GP


nyaman untuk intruksi yang dianjurkan
pasien dan perawat dengan
pertahan mempertahankan posisi
kenyamanan untuk semi Fowler.
meningkatkan
kualitas tidur
pasien

14.00 WIB Ajarkan teknik Pasien mengikuti Tegar GP


nafas dalam bila intruksi yang diajarkan
rasa nyeri datang perawat.

16.00 WIB Kolaborasi dengan Pasien mematuhi terapi Tegar GP


tim medis dalam obat yang diresepkan

30
pemberian dokter.

Infus RL
20tetes/menit

Cefotaxin 2x1gr

11. EVALUASI

Minggu, 02 Desember 2012

S : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang (4-5) nyeri sedang. Pasien dapat
tidur, meskipun terbangun lagi karena adanya nyeri.

O : Pasien tampak gelisah dan takut dengan tindakan pembedahan, tangan


pasien terpasang infus RL dengan 20tetes/menit. Posisi pasien Semi-Fowler.

A : Masalah belum teratasi, tindak

P : Intervensi dilanjutkan, pasien dibawa ke Ruang Operasi untuk


dilakukanoperasi Appendiktomy.

BAB III
PENUTUP

31
Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)

Saran

Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit


apendisitis dan diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah
sakit.

DAFTAR PUSTAKA

32
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2.
Jakarta : EGC.

Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.


Jakarta : EGC.

Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.

Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

33

You might also like