You are on page 1of 19

HIPERTENSI

18:37 Kesehatan Masyarakat No comments

I. PENDAHULUAN
Hipertensi sudah merupakan masalah kronis yang tergolong penting di seluruh dunia hal ini
disebabkan prevalensinya cukup tinggi dan sebagai penyebab dari banyak penyakit
kardiovaskuler seperti stroke, penyakit jantung koroner dan gangguan fungsi ginjal. Risiko
komplikasi ini juga sudah meningkat walau pada hipertensi ringan. Bahkan pada hipertensi di
Asia diperkirakan mencapai 8-18%. Angka prevalensi hipertensi di Amerika Serikat
menunjukkan kisaran antara 15-22% sedangkan di Indonesia berkisar antara 0,65-28,6%
(Kariani, 2014).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan, di seluruh dunia,
sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan
26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2030. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (WHO, 2012).
Beberapa penelitian di Indonesia menjelaskan bahwa prevalensi hipertensi berkisar antara 17-
22%. Prevalensi hipertensi yang ditentukan berdasarkan kriteria ambang hipertensi (Bordeline
Hypertension) yaitu tekanan darah dengan rentang 141/91-159/94 mmHg, diperkirakan 4,8-
18,8%. Angka ini lebih tinggi dari angka prevalensi yang dilaporkan oleh Cheng di Taipeh,
yaitu sekitar 62% dan dilaporkan oleh Freis di Amerika Serikat, yaitu 10-15%. Menurut
pengamatan WHO, selama 10 tahun terakhir jumlah penderita hipertensi yang dirawat di
berbagai RS di Semarang meningkat lebih dari 10 kali lipat. Peningkatan ini tentu saja sangat
mencemaskan siapapun yang perduli karena penemuan kasus hanya dilakukan secara pasif
pada masyarakat (Kodim, 2013).
Pada tahun 2013 penyakit hipertensi termasuk dalam 10 besar penyakit yaitu berada pada
urutan 4 dengan 726 kasus dari jumlah penduduk 21.221 jiwa. Tahun 2014 penyakit hipertensi
juga masuk dalam 10 besar penyakit yaitu pada urutan 4 dengan 706 kasus dari jumlah
penduduk 21.724 jiwa. Data laporan pada tahun 2015 periode bulan Januari sampai
dengan November penyakit hipertensi berada sebanyak. Prevalensi hipertensi pada wilayah
kerja Puskesmas Poasia juga menunjukkan prevalensi yang tetap tinggi dari tahun ke tahun.
Walaupun terjadi penurunan dalam 3 tahun terkhir, namun penurunannya tidak begitu
signifikan (Laporan Puskesmas Poasia, 2015).
Banyak faktor yang merupakan pemicu terjadinya hipertensi. Faktor pemicu dibedakan atas
yang tidak dapat dikontrol yaitu faktor genetik, jenis kelamin, dan umur, dan yang dapat
dikontrol yaitu konsumsi alkohol, komsumsi garam dan komsumsi MSG. Tingkat tekanan
darah terkait erat dengan faktor genetik. Seorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi
memiliki 50-57% kemungkinan untuk terkena hipertensi, sedangkan apabila salah satunya
menderita hipertensi maka hanya 4-20% kemungkinan menderita hipertensi. Kemungkinan
menderita hipertensi kurang lebih 1 : 3. Jika salah satu orang tua menderita hipertensi atau
pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun, resiko ini meningkat menjadi 3:5, jika kedua
orang tuanya menderita hipertensi (Sapril 2012).
Orang dengan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena hipertensi, dimana risiko sesuai
dengan beratnya kebiasaan merokok, merokok memiliki risiko dua sampai tiga kali lebih besar
menderita hipertensi dibanding dengan yang tidak merokok. Semakin besar risiko yang timbul
maka semakin besar kemungkinan terjadinya hipertensi (Junaidi, 2014).
Alkohol dilarang dikonsumsi oleh mereka yang menderita hipertensi karena alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah. Walaupun demikian, ada beberapa dokter yang menyarankan
mengkonsumsi sedikit anggur merah setelah makan untuk diperoleh manfaat antioksidannya.
Mengkonsumsi dalam jumlah banyak sangat tidak dianjurkan (Andriani, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang faktor
risiko kejadian hipertensi dan peneliti dengan membatasi dengan melihat apakah riwayat
keluarga, konsumsi alkohol, konsumsi garam, dan konsusmsi MSG merupakan faktor risiko
terhadap kejadian hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Poasia.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang tingginya
tergantung umur individu penderita. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu,
tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami (Tambayong,
2010).
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, ≥ 140/90
mmHg. Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh seperti otak, jantung, ginjal,
aorta, pembuluh darah perifer, dan retina. Akibatnya dapat menyebabkan peningkatan
morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada gangguan kardiovaskuler dan stroke
(Martin, 2013).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui dengan pasti/idiopatik. Selain
itu hipertensi ini belum dapat dijelaskan mekanismenya dengan tepat.
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Seperti
penyakit ginjal, endokrin, dan akibat pemakaian obat lainnya. (Bangun, 2002).
Menurut HL Blum (2006), faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu sebagai
berikut:
1) Faktor genetik
Peneliti mengidentifikasi selusin gen yang mempunyai kontribusi terhadap tekanan darah
tinggi. Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun hubungannya
tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak
ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang berisiko untuk terjadi hipertensi secara
konsisten.
Riwayat penyakit yang diderita, bagi keturunan penderita hipertensi jika ada anggota
keluarga yang menderita penyakit hipertensi, walaupun belum ada tes genetik secara konsisten
terhadap penyakit hipertensi tetaplah berhati-hati. Karena dalam garis keluarga mempunyai
struktur genetik yang sama.
2) Faktor perilaku
Faktor perilaku misalnya gaya hidup yang kurang baik seperti pengkonsumsian makan
cepat saji yang kaya daging dan minuman bersoda, memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi.
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), gaya hidup stres, stres
cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah
berlalu maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein dan beralkohol atau garam dalam makanan,
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturinkan.
Serta kebiasaan merokok karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi.
3) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan
dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya), seperti indra perasa kita yang
sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa
asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit
dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengkonsmsi makanan diluar rumah (warung, restoran,
hotel, dan lain-lain).
4) Faktor pelayanan
Faktor pelayanan kesehatan adalah kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam usaha
pencegahan penyakit hipertensi dengan pemeriksaan tekanan darah secara teratur, kurangnya
perencanaan program mengenai pencegahan penyakit hipertensi dari provider (pelayanan
kesehatan) di Rumah Sakit mengenai pencegahan penyakit hipertensi dengan pengaturan pola
makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup, kurangnya kerja sama dengan berbagai sektor
terkait guna pencegahan terjadinya penyakit hipertensi, serta kurangnya penilaian, pengawasan
dan pengendalian mengenai program pencegahan penyakit hipertensi di Rumah Sakit.
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah yang banyak digunakan adalah klasifikasi
menurut WHO (1978) dalam Wahyudi (2013).
a.. Normotension, tekanan darah sistolik ≤ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg.
b. Borderline hypertension, tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik
91-94 mmHg.
c. Hypertension, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 95 mmHg.
Pada umumnya orang yang berusia diatas 55 tahun akan menderita isolated systolic
hypertension (hipertensi sistolik terisolasi). Namun, jika hal ini terjadi pada orang yang lebih
muda dapat diramalkan bahwa di kemudian hari orang itu akan menderita diastolik. Hipertensi
yang hebat atau tidak terkontrol bisa menyebabkan sakit kepala, bingung, mengantuk,
gangguan penglihatan, mual dan muntah.
Berdasarkan berat dan ringannya hipertensi WHO memakai batasan sebagai berikut :
a. Hipertensi ringan, bila tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
b. Hipertensi sedang, bila tekanan darah diastolik > 110-130 mmHg.
c. Hipertensi berat, bila tekanan darah diastolik > 130 mmHg
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and treatment of high blood pressure
Kategori Sistolik Diastolik
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
- Tingkat I 140-159 90-99
- Tingkat II 160-179 100-109
- Tingkat III > 180 110
Sumber : (www.masdanang.com, 2012).
3. Etiologi Hipertensi
a. Usia
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Penderita hipertensi
yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner.
b. Jenis Kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65
tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
c. Ras/Suku
Hipertensi pada ras berkulit hitam paling sedikit dua kali lipat dibanding dengan ras
lainnya.. Mortalitas pasien pria berkulit hitam dengan diastolik 115 atau lebih, 3,3 kali lebih
tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita berkulit putih (Tambayong, 2010).
4. Gejala Hipertensi
Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap sebagai
gangguan biasa.
Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan
gejala penyakit lainnya. Gejala-gejala yang dapat timbul seperti sakit kepala, jantung berdebar-
debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah,
penglihatan kabur, hidung berdarah, sering buang kecil terutama pada malam hari, telinga
berdenging, dan bumi terasa berputar (Parsudi, 2015).
Gejala lain akibat dari komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gagal saraf, gagal
jantung, gejala serebral (otak) yang dapat mengakibatkan kejang oleh pendarahan pada
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma
(Budiarto, 2003).

5. Faktor Risiko Hipertensi


Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari banyak kalangan
masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan
terpadu. Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan angka mortalitas
(kematian) yang tinggi. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
dari berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang (Parsudi, 2015).
Riwayat Keluarga
Tingkat tekanan darah terkait erat dengan faktor genetik. Seseorang yang kedua
orangtuanya menderita hipertensi memiliki 50-57% kemungkinan untuk menjadi hipertensi,
sedangkan apabila salah satunya menderita hipertensi maka hanya 4-20% menderita menjadi
hipertensi. Kemungkinan menderita hipertensi kurang lebih 1:3, jika salah satu orangtua
menderita hipertensi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini meningkat
menjadi 3:5 jika kedua orangtua mengalami hipertensi (Sidabutar, 1989 dalam Sapril 2006).
Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan salah satu faktor risiko tinggi yang memicu timbulnya hipertensi,
bahkan memicu timbulnya trombosis. Orang yang sudah kecanduan alkohol akan lebih sering
mengalami gangguan metabolisme karena berkurangnya cairan dalam tubuh.
Berbagai penelitian telah dilakukan, misalnya oleh Hull (1996) yang menyatakan bahwa
orang yang minum minuman beralkohol 1,4 liter/hari sangat tinggi risikonya menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol sama sekali.
Peminum alkohol juga dapat meningkatkan risiko menderita penyakit stroke.
Konsumsi MSG
Para pakar juga menemukan faktor makanan modern sebagai salah satu penyebab terjadinya
hipertensi. Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah
tinggi, misalnya Monosodium glutamat (MSG), dapat menaikkan tekanan darah karena
mengandung natrium dalam jumlah yang berlebih.
Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA) menetapkan angka ADI
(Acceptable Daily Intake), yaitu jumlah maksimal yang boleh dikonsumsi seseorang setiap
hari, yaitu 120 mg/kg berat badan atas dasar asam glutamate atau 153 mg/kg berat badan atas
dasar monosodium glutamate. Seseorang yang mempunyai berat badan 60 kg boleh
menggunakan MSG sebanyak 65 x 153 mg = 9.180 mg = 9,1 gram setiap hari (P2MI, 2005).
Natrium bersama klorida dalam MSG sebenarnya dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang
berlebih dapat menahan air, sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompa sehingga tekanan darah menjadi naik. Selain itu,
natrium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya
sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah (Vita health, 2006).
Konsumsi Garam
Penelitian ilmiah selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa asupan garam dalam makanan
kita terlalu banyak. Pembatasan asupan garam, ternyata dapat menurunkan tekanan darah
secara signifikan. Anjuran pengurangan asupan garam yang terbaru adalah sampai 6 gram/hari
(sekitar 1 sendok teh) (Anna, 2007). World Health Organization (WHO) tahun 1999
merekomendasikan pola komsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi,
kadar natrium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 500 mg per hari (Almatsier,
2003).
Garam (natrium) sangat berpengaruh dalam meningkatkan tekanan darah. Natrium merupakan
mineral yang sangat berperan dalam membantu keseimbangan cairan tubuh dan mengantarkan
impuls (rangsangan) saraf yang mengatur kontraksidan relaksasi otot. Kadar natrium dalam
tubuhdiatur ginjal. Jika kadar natrium dalam darah berkurang, ginjal akan menahan natrium.
Sebaliknya, kalau kadarnya tinggi ginjal akan mengeluarkannya melalui urine. Apabila ginjal
rusak natrium berlebih tersebut tidak dapat dikeluarkan dan terjadilah penumpukan natrium
dalam darah. Natrium akan menahan air sehingga terjadi penambahan volume darah, jantung
dan pembuluh darah pun bekerja lebih keras untuk mengalirkan volume yang meningkat. Hal
inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Marliani, 2007).
Secara umum, sebagian besar orang sudah mengetahui perlunya pembatasan asupan garam
bagi penderita hipertensi. Garam harus dibatasi karena kandungan mineral natrium (sodium)
didalamnya. Pada hipertensi bukan hanya garam dapur yang perlu dibatasi, tetapi juga semua
bahan makanan sumber natrium. Natrium bersifat mengikat air. Pada saat garam dikomsumsi,
maka garam tersebut akan mengikat air sehingga air akan masuk ke dalam intavaskular yang
menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat maka tekanan
darah juga akan meningkat (Myra, 2009).
Garam (natrium) merupakan faktor yang sangat penting dalam pathogenesis hipertensi. Asupan
garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram perhari menyebabkan prevalensi meningkat menjadi 15-
20 %. Pengaruh asupan garam (natrium) melalui peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam
sehingga tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal (Kristanti, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Andriani, 2012. Dampak Kafein Untuk Kesehatan. http://www.tempo.co.id.

Anna P. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Bangun, 2002. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional Untuk Hipertensi. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Budiarto, 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC. Jakarta.

Feigin, V, 2006. Stroke. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Hull, A. 1996. penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi. Jakarta.


Junaidi, I, 2004. Panduan Praktis Stroke. Cetakan 2. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Kariani, 2014. Waspadai Hipertensi dan DM. Cahaya Remadja. Bandung

Kodim, 2005. Hipertensi Yang Besar Diabaikan. http://www,tempo.co.id.

Marliani, 2007. Hipertensi Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Myra Puspitorini, 2009. Hipertensi, Cara Mudah Mengatasi Tekanan darah Tinggi. Image
Press. Jakarta.

Puskesmas Poasia. 2015. Laporan Penyakit Puskesmas Poasia. Kendari.

Parsudi, 2015. Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Sapril, 2006. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Penderita
Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Haluoleo. Kendari.

Tambayong, 2010. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.

WHO. 2012. Hypertension Control. Penerbit ITB Bandung.

www.masdanang.com. Diakses tanggal 1 Januari 2016


PROPOSAL HIPERTENSI PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit
yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi
korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa, sehingga
korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit (Sustrani, 2006).
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendali
akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena
sering timbul komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit jantung koroner, dan
gagal ginjal (Gunawan, 2001).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST),
meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke
dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated
systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling
sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang
yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik
dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner,
dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda
(Kuswardhani, 2007)
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis
dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan
mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya
penyesuaian diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar
dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus
dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Wolff , 2008).
Prevalensi HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-
69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada
laki-laki. Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk berusia diatas
55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi
pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%). Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan
menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas tahun dengan kriteria hipertensi
berdasarkan The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
treatment of High Bloodpressure (JNC VI),ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4%
(laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah
31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah
29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga
dengan hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi
(Kuswardhani, 2007).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai hasil
pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan hidup, sehingga
jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut sering diikiuti dengan
meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada kelompok ini. Hipertensi
sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok lansia
(Abdullah.2005).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang
berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007).
Umur Harapan Hidup (UHH, proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun
1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan
diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat
menjadi 65-70 tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia
bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan
UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola
penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit
menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami
peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama
dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk faktor) seperti kardiovaskuler, stroke,
diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker tertentu. Faktor risiko tersebut
antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat, kurang olah raga,
alkohol, hipertensi, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi
Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, di kalangan penduduk
umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita
hipertensi, 0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke, 1,2% diabetes, 1,3% laki-
laki dan 4,6% wanita mengalami kelebihan berat badan (obesitas), dan yang melakukan olah
raga 3 kali atau lebih per minggu hanya 14,3%. Laki-laki umur 25-65 tahun yang
mengkonsumsi rokok sangat tinggi yaitu sebesar 54,5%, dan wanita sebesar 1,2%.
Berdasarkan hasil survei kesehatan pada tahun 2011, di Pedukuhan Krajan, Kecamatan
Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta terdapat 54 lanjut usia dan 23 (46%) diantaranya
menderita hipertensi.
B. TUJUAN PENYULUHAN
a. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan masyarakat di Pedukuhan Krajan, Kecamatan
Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta tentang hipertensi.
b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya lansia tentang hipertensi, khususnya
:
a. Hipertensi
Ø Pengertian hipertensi
Ø Etiologi hipertensi
Ø Jenis hipertensi
Ø Patofisiologi
Ø Klasifikasi hipertensi

b. Gejala hipertensi
c. Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi
d. Komplikasi hipertensi
e. Pencegahan hipertensi
f. Makanan yang diperbolehkan
g. Makanan yang tidak diperbolehkan
C. MANFAAT PENELITIAN
a. Bagi Masyarakat
1) Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan imformasi kesehatan dan
penyakit hipertensi
2) Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauanhipertensi pada lanjut usia
sehingga dapat dikontrol apabila terjadi masalah dengan penyakit hipertensi khususnya
b. Bagi Institusi
1) Memberikan masukan dalam hal pemantauan hipertensi pada lanjut usia. Di Pedukuhan
Krajan
2) Dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kebijakan programpenyakit hipertensi untuk
golongan lanjut usia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan
batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas
160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan
jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
b. Etiologi
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Yang kedua hipertensi sekunder,
disebabkan kelainan ginjal dan kelainan kelenjar tiroid. Yang banyak terjadi adalah hipertensi
primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi. Dengan kata lain, sebagian besar hipertensi tidak
dapat dipastikan penyebabnya (Marliani, 2007).
c. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih sering dijumpai
terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan
penyebabnya, hipertpensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-95 persen
kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar
menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi,
dan para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi
(genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor- faktor lain yang dapat
dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,dan faktor yang
meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, dan merokok.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10 persen kasus
sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit jantung,
diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur
akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor penyebab.
d. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Rohaendi, 2008).
e. Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health Organization) dalam Rohaendi
(2008):
1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik 140-159 mmHg dan
tekanan diastoliknya 90-94 mmHg
3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
b. Menurut Salma Elsanti (2009), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Tekanan sistolik:
1) < 119 mmHg : Normal
2) 120-139 mmHg : Pra hipertensi
3) 140-159 mmHg : Hipertensi derajat 1
4) > 160 mmHg : hipertensi derajat 2
Tekanan diastolik
1) < 79 mmHg : Normal
2) 80-89 mmHg : pra hipertensi
3) 90-99 mmHg : hipertensi derajat 1
4) >100mmHg : hipertensi derajat 2
Stadium 1: Hipertensi ringan (140-159 mmHg 90-99 mmHg)
Stadium 2: Hipertensi sedang (160-179 mmHg 100-109 mmHg)
Stadium 3: Hipertensi berat (180-209 mmHg 110-119 mmHg)
B. GEJALA HIPERTENSI
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.
Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak napas
i. Rasa berat ditengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan ( keluar darah dari hidung).
C. FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak
dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari
penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah
dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita
hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih
banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah
wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani,
2007).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua
cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.
Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut
ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.
Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita,
hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah
produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat
dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku,
arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas
umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur
lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko
hipertensi
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009).
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan
dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah
tinggi, maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup
anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena
penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi
penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapatdilakukan dengan mengukur
berat badan dengan tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki
berat badan lebih.
Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut
obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk
orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran tentang resiko kesehatan yang
berhubungan dengan berat badan. Marliani juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi
sebagian besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang
yang berat badanya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung dan
sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan
berat badannya normal. (Marliani,2007).
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah
(untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus
melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko
untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras
dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Latihan
fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga
jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau masalah pada
peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health
Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang
beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang
perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian
ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih
dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar yodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Wolff, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah
satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg
kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.
7) Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan
saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan
di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009)
menagatakan Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal
D. KOMPLIKASI HIPERTENSI
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung bekerja lebih keras dan
membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat.
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke
delapan kalindibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan
kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak,
sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah
efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak.
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras,
terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang
mengeras ini.
b. Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi
memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau
system listrik jantung.
c. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini
terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat
kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di
pembuluh yang sudah menyempit.
d. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal
menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi
dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga
mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.
E. PENCEGAHAN HIPERTENSI
Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik
(stop High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan, 2001),dengan cara
sebagai berikut:
a. Mengurangi konsumsi garam.
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur untuk diet setiap
hari.
b. Menghindari kegemukan (obesitas).
Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b) normal atau tidak
berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal.
c. Membatasi konsumsi lemak.
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar
kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding
pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat
pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja
jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.
d. Olahraga teratur.
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan endapan
kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua
sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda.
Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi,
karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.
e. Makan banyak buah dan sayuran segar.
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak
mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
f. Tidak merokok dan minum alkohol.
g. Latihan relaksasi atau meditasi.
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. Relaksasi
dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan
sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan dengan
mendengarkan musik, atau bernyanyi.
h. Berusaha membina hidup yang positif.
Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan atau tantangan yang
menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan
stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan sakit
kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek
negative tersebut, orang harus berusaha membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk
membina hidup yang positif adalah sebagai berikut:
1) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah
2) Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu untuk kegiatan santai.
3) Menyelesaikan satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain menyelesaikan bagiannya.
4) Sekali-sekali mengalah, belajar berdamai.
5) Cobalah menolong orang lain.
6) Menghilangkan perasaan iri dan dengki.
F. MAKANAN YANG DI PERBOLEHKAN
1. Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya melindungi dari
penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat
dalam bayam dapat melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat
menyebabkan serangan jantung dan stroke.
2. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah mengandung magnesium dan
potasium. Potasium dikenal cukup efektif menurunkan tekanan darah tinggi.
3. Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan darah lebih sehat.
Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang bermanfaat mencegah penyakit jantung.
Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang sehari cukup untuk membantu mencegah
tekanan darah tinggi.
4. Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan Anda. Salah satunya
dalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah tinggi. Kandungan isoflavonnya memang
sangat bermanfaat bagi kesehatan.
5. Kentang
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak sehat. Padahal
kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi yang sangat baik untuk
menstabilkan tekanan darah.
6. Coklat pekat
Pecinta cokelat pasti akan senang, karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat
membantu menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat oksida. Nitrat
oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk lebih relaks, dan menyebabkan
aliran darah meningkat.
G. MAKANAN YANG TIDAK DI PERBOLEHKAN
1. Roti, kue yang dimasak dengan garam dapur atau soda.
2. Ginjal, hati, lidah, sardin, keju, otak, semua makanan yang diawetkan dengan
menggunakan garam dapur; seperti daging asap, ham, ikan kaleng, kornet, dan ebi.
3. Sayuran dan buah yang diawetkan dengan garam dapur; seperti sawi asin, asinan, acar.
4. Garam dapur, soda kue, baking powder , MSG (penyedap rasa).
5. Margarin dan mentega biasa.
6. Bumbu yang mengandung garam dapur yaitu terasi, kecap, saus tomat, petis, tauco.
Keterangan:
Makanan nomor 1, 3, 4, 6 adalah pangan yang mengandung garam (terutama mengandung ion
natrium atau Na+). Ion natrium yang tinggi dalam darah dapat meningkatkan kandungan air
sehingga kerja jantung meningkat dan dapat meningkatkan tekanan darah.
Sedangkan makanan nomor 2, 5, adalah pangan yang mengandung lemak/minyak dan
kolesterol tinggi. Konsumsi lemak dan minyak yang tinggi akan meningkatkan kandungan
kolesterol dalam darah (terutama pangan dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi).
Kolesterol yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan timbulnya penyumbatan pembuluh
darah sehingga tekanan darah menjadi tinggi (hipertensi).

BAB III
PELAKSANAAN PENYULUHAN
A. WAKTU
Hari/tgl : senin, 9 juli 2012
Pukul : 16.00 WIB
B. TEMPAT
Pedukuhan Krajan, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta
C. SASARAN
Para lansia di Pedukuhan Krajan, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta
D. MATERI
1. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
b. Etiologi
c. Jenis Hipertensi
d. Patofisiologi
e. Klasifikasi Hipertensi
2. Gejala Hipertensi
3. Factor Resiko Yang Mempengaruhi
a. Factor Resiko Yang Tidak Dapat Di Control
b. Factor Resiko Yang Dapat Di Control
4. Komplikasi Hipertensi
5. Pencegahan Hipertensi
E. METODE YANG DI GUNAKAN
Diskusi Dan Tanya Jawab
F. ALAT PERAGA
Leaflet Dan Poster
G. EVALUASI
1. Bentuk Evaluasi
2. Jumlah
a. Pre-Test :...............................................(54 Orang)
b. Post-Test :...............................................(54 Orang)

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/38398817/Hipertensi-Proposal-2010
http://www.scribd.com/doc/84708121/BAB-I-Proposal-Hipertensi
http://obatherbal-jellygamat.com/category/pantangan-makanan-penderita-darah-tinggi/
http://www.masjavas.com/konsumsi-makanan-untuk-penderita-hipertensi-kolesterol-jantung-
dan-asam-urat/
http://blog-penyakit.blogspot.com/2011/12/makanan-sehat-untuk-penderita-darah.html

You might also like