Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PETROFISIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
1
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
I. TUJUAN
1. Menentukan saturasi fluida (minyak dan air) yang terkandung dalam suatu sampel
core dengan metode solvent extraction.
2. Menentukan porositas suatu sampel core secara tidak langsung.
3. Memahami prinsip dan cara kerja alat solvent extraction.
4. Mengetahui hubungan saturasi dengan sifat batuan lainnya.
Dalam menentukan kuantitas fluida dalam batuan reservoir, kita dapat melihat
dari sifat petrofisika batuan. Salah satunya adalah saturasi. Saturasi didefinisikan
sebagai perbandingan antara volume fluida yang mengisi pori-pori batuan dengan
volume total pori-pori batuan. Secara matematis saturasi dapat dinyatakan dalam
persamaan :
𝑉𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
𝑆=
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
Pori-pori batuan pada suatu reservoir selalu terisi oleh fluida berupa air,
minyak, dan gas. Saturasi dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu saturasi air (𝑆𝑤 ),
saturasi minyak (𝑆𝑜 ), dan saturasi gas (𝑆𝑔 ). Jumlah saturasi ketiga fluida tersebut
harus bernilai 1.
𝑆𝑤 + 𝑆𝑜 + 𝑆𝑔 = 1
Nilai saturasi fluida dalam suatu batuan reservoir dapat ditentukan dengan
dua cara pendekatan.
a. Penentuan dengan pendekatan langsung.
Pendekatan dilakukan dengan melakukan pengukuran saturasi fluida dari
suatu sampel core yang diambil langsung dari suatu reservoir.
b. Penentuan dengan pendekatan tidak langsung.
Pendekatan dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu beberapa sifat
fisik suatu batuan reservoir yang nantinya akan diubah menjadi nilai saturasi.
Salah satu metode pengukuran saturasi fluida di laboratorium adalah dengan
metode solvent extraction. Pada percobaan ini jenis solvent yang digunakan adalah
toluena. Solvent dipanaskan, kemudian menguap, naik, dan mendorong fluida
yang ada di dalam sampel core menuju condenser untuk selanjutnya dikondensasi.
5
Air, minyak, dan solvent yang telah terkondensasi akan turun ke bagian graduated
tube. Karena air memiliki densitas yang lebih besar dibanding minyak dan toluena
maka air akan menempati bagian terbawah. Solvent dan minyak terlarut yang
masih berbentuk uap akan kembali ke tabung pemanasan. Dengan demikian,
jumlah air yang terdapat di dalam sampel core dapat diketahui dari volume air
yang terkumpul di dalam graduated tube.
Selain untuk mengetahui jumlah air yang terdapat di dalam sampel core, secara
tidak langsung percobaan ini juga dapat menentukan nilai porositas batuan dengan
mengetahui data berat core saat kering dan berat core saat jenuh.
Alat
1. Peralatan solvent extractor
2. Picnometer
3. Electric heater
4. Gelas ukur
5. Jangka sorong
6. Timbangan
7. Oven
Bahan
1. Air
2. Solvent
3. Paraffin
4. Vaseline
5. Sampel core
I 2,37 2,85
6
Core Massa core kering(gr) Massa Core Jenuh + Parafin(gr)
I 32.17 33,19
Massa Picnometer Kosong (gr) Massa Picnometer + Air (gr) Massa Picnometer + Parafin (gr)
13,28 18,8 18,06
Data Pembanding
Kondisi Kering
Massa : 34.1 gram
Tinggi : 3.505 cm
Diameter : 2.41 cm
Kondisi Setelah Pendesakan
Massa : 37 gram
Volume Graduated Tube
Volume : 0.65 ml
V. PENGOLAHAN DATA
Data Hasil Percobaan
1. Pengolahan Data Core
𝜋
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 𝐷 2 ℎ
4
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 = 𝑊𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝑊𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Berat
Nama Diameter Tinggi Volume Berat Berat Total
Kering
Core (cm) (cm) Bulk (cc) Basah (gr) Fluida (gr)
(gr)
7
I 2,37 2,85 12,5727 32.17 33,19 1,02
Tabel 5.1 Tabel Volume Bulk dan Berat Total Fluida
8
Tabel 5.4 Tabel Saturasi Air dan Saturasi Paraffin
Data Pembanding
9
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛
Volume Berat
Berat
Nama Air Berat Total Volume Volume Pori
Paraffin
Core Terdesak Air (gr) Fluida Paraffin (mL) (mL)
(gr)
(mL) (gr)
Banding 0.65 0.7176 2.92.1824 2.2828 2.9328
Tabel 5.8 Tabel Berat Air, Berat paraffin, Volume Parrafin, dan Volume Pori
10
VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan data yang diambil pada hari
senin tanggal 2 april 2018 dengan beberapa data yang diberikan asisten yakni core
kering dan massa picnometer + parafin. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan
hasil untuk core sample yang diuji adalah hasil saturasi air dalam core I adalah
0.19306 atau 19.3 % . Sedangkan saturasi parafin didapatkan sebesar 0.80694 atau
80.7%. Didapatkan pula harga porositas dari core I adalah 8.239%. Pada data
pembanding didapatkan hasil dari percobaan adalah saturasi air sebesar 0.22164
dan saturasi parafin sebesar 0.77836. Sedangkan porositas dari core sample
pembanding didapatkan sebesar 18.343%. Menurut teori, saturasi air akan
cenderung meningkat dengan berkurangnya porositas dari batuan. Namun pada
kedua data di atas menunjukkan hal yang berbeda. Hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal antara lain adalah ukuran pori, distribusi pori dari core sample
yang diuji, dan tekanan kapiler dari core sample.
Gambar 1. Sw vs Porositas
Metode solvent extraction bekerja dengan kombinasi dua metode lainnya
yaitu liquid saturation dan Hassler Core Holder. Metode Solvent Extraction
menggunakan solvent untuk mendorong seluruh fluida di dalam core menguap.
Solvent yang digunakan adalah nonpolar dan memiliki titik didih di antara air dan
paraffin. Ketika fluida di dalam core menguap, seluruh fluida akan ditampung
dalam graduated tube. Saat di graduated tube, terjadi settling dimana air akan
berada di bawah. Ketika air tidak dapat menguap lagi, kita akan memperoleh
11
saturasi air dengan membagi jumlah volume air dalam graduated tube dengan
volume pori hasil pengukuran sebelumnya. Karena sistem adalah dua fasa, maka
saturasi paraffin diperoleh dengan membagi volume paraffin di dalam core
dengan volume pori. Inti dari metode ini adalah menemukan jumlah saturasi
masing – masing fluida di dalam core.
Saturasi memiliki hubungan dengan :
a. Tekanan kapiler
Semakin besar saturasi maka tekanan kapiler akan semakin kecil.
Bisa dibuktikan dengan grafik Pc vs Sw.
b. Wettabilitas
Wettabilitas mempengaruhi jumlah saturasi dari fluida, jika air
adalah wetting maka saturasi air akan lebih kecil, dan sebaliknya.
c. Permeabilitas:
Semakin besar saturasi, nilai permeabilitas relatifnya juga akan
semakin besar. Bisa dibuktikan dengan grafik Kr vs Sw.
d. Resistivitas:
Semakin besar nilai Resistivitas batuan yang mengandung
hidrokarbon, maka nilai saturasi airnya akan semakin kecil. Bisa
dibuktikan dengan persamaan Archie.
e. Porositas
Jika porositas batuan semakin besar, maka fluida yang terkandung
di dalam reservoir/core akan semakin banyak pula, maka saturasi nya
akan Semakin besar. Batuan yang tidak memiliki porositas atau
porositasnya kecil sekali maka tidak akan bisa/sulit menampung fluida,
saturasinya pun menjadi tidak ada/kecil sekali.
Asumsi-asumsi yang kami pakai pada percobaan kali ini antara lain:
12
4. Air dapat mewakili posisi air formasi yang sebenarnya yang ada di reservoir.
5. Core berupa silinder pejal, sehingga perhitungan V bulk dengan
menggunakan jangka sorong merepresentasikan volume sampel core yang
sesungguhnya.
6. Saat pendesakan disaunsikan core akhirnya hanya terisi oleh 2 jenis fluida
yaitu paraffin sebagai minyak dan air sebagai air formasi.
7. Tidak ada celah antara core dengan core holder.
8. Proses penginjeksian dan pendesakan oleh paraffin hanya pada bidang
vertikal core.
9. Saat pengekstraksian diasumsikan air terekstrak 100% sehingga tidak ada air
tersisa di dalam pori-pori core.
10. Tidak ada uap air yang keluar dari sistem alat.
11. Tidak ada kotoran / debu yang menempel di dalam picnometer .
12. Tidak ada kebocoran alat.
VII. KESIMPULAN
1. Saturasi air dalam core I adalah 0.193 atau 19,3% dan memiliki saturasi parafin
sebesar 80.7%
2. Hasil porositas dari sample core dari perhitungan tidak langsung:
∅105𝐴 = 8,239%
Alat solvent extraction bekerja dengan prinsip menguapkan seluruh fluida di
dalam core dengan solvent nonpolar, dan menampung air yang condense di
graduated tube untuk dihitung saturasinya.
3. Saturasi memiliki hubungan dengan ukuran pori, permeabilitas, wettabilitas,
capillary pressure, dan resistivity.
Amyx, James W., Bass,Jr., Daniel M., dan Whiting, Robert L.. 1960. Petroleum
Reservoir Engineering : Phisical Properties. New York: McGraw-Hill.
Craft, Hawkins. 1959. Applied Petroleum Reservoir Engineering. New York:
Prentice Hall Inc.
Monicard, R. P..1980. Properties of Reservoir Rock : Core Analysis.
GulfPublishing Co., Edition Technic.
13
IX. JAWAB PERTANYAAN
Jawab :
1. Imbibisi : adalah proses pendesakan fluida non wetting phase oleh fluida wetting
phase dalam suatu formasi batuan
Drainage : adalah proses pendesakan fluida wetting phase oleh fluida non
wetting phase dalam suatu formasi batuan
Grafik Kr vs Sw
Gambar 2. Grafik Pc vs Sw
14
Gambar 3. Pc vs SW
15
Kehadiran gas dan minyak pada batuan sangat berpengaruh terhadap kecepatan
gelombang P (Gambar 5 dan 6). Bentuk kurva kecepatan gelombang P pada kasus
gas dan minyak terhadap bertambahnya saturasi air berbeda. Perhitungan
kecepatan gelombang P dan S dilakukan pada kedalaman 1323m dengan
Porositas: 31.99%, Kmatrix: 40Gpa, Kw= 2.38 Gpa , Kgas: 0.0185 Gpa, Koil:
0.0356 Gpa. Bentuk kurva gelombang P pada kasus gas cenderung menurun
seiring bertambahnya saturasi air pada 0%- 60% kemudian pada saturasi air 60-
80% mulai naik dan naik secara drastis pada saturasi 80%-100%. Bentuk kurva
gelombang P pada kasus minyak cenderung naik perlahan saat saturasi air 0%-
60% kemudian naik drastis pada saturasi air 80%-100%. Sehingga bentuk kuva
yang dihasilkan berbeda
Ringkasan Paper :
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Perubahan properti batuan akibat fluida pengisi pori berpengaruh terhadap
kecepatan gelombang P dan densitas (impedans batuan)
2. Kecepatan gelombang S (Vs) ketika terisi gas akan lebih besar dibandingkan
air dan minyak.
3. Kecepatan gelombang P (Vp) naik ketika terisi fluida air dan gas dan turun
ketika terisi minyak.
4. Vp batuan terisi gas lebih besar dibandingkan dengan minyak.Hal ini terjadi
pada kasus reservoir gas sand.
16