Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Guru serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun material, sehingga makalah
ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada guru serta teman-teman
sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika
ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain
waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa
yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( proses
terbentuknya batubara ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Genesa Batubara ………………………………………………… 4
2. Materi Penyusun Batubara ………………………………………. 4
3. Jenis-Jenis Batu Bara ……………………………………………… 7
4. Skema “Rank Of Coal” …………………………………………….. 9
BAB III
PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
1. Teori Pembentukan Batu Bara ………………………………………… 10
1) Teori Insitu ………………………………………………. 10
2) Teori Drift ……………………………………………………. 11
BAB IV
PENUTUP
1) Kesimpulan ……………………………………………………….. 18
2) Saran ………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumber daya alam yang
melimpah, baik itu sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non-hayati. Sumber
daya mineral merupakan salah satu jenis sumber daya non-hayati. Sumber daya mineral yang
dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Endapan
bahan galian pada umumnya tersebar secara tidak merata di dalam kulit bumi. Sumber daya
mineral tersebut antara lain: minyak bumi, emas, batu bara, perak, timah, dan lain-lain.
Sumber daya itu diambil dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena
kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah
kegiatan penambangan bahan galian, tetapi kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak
positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama
perusahaannya ,bentang alam, berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi
rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah,
timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan galian
memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting
assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak
dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri pertambangan merupakan industry dasar
tanpa daur, oleh karena itu di dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu
berhadapan dengan sesuatu yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlah maupun mutu
materialnya. Keterbatasan tersebut ditambah lagi dengan usaha meningkatkan keselamatan kerja
serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam mengelola
sumberdaya mineral diperlukan penerapan system penambangan yang sesuai dan tepat, baik
ditinjau dari segi teknik maupun ekonomis,agar perolehannya dapat optimal (Prodjosoemanto,
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Potensi
batubara Indonesia masih memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan
prioritas yang lebih besar pada pengembangan dan pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan
batubara.
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar
Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Di Indonesia
produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44 juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport
dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60
% atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan
2. Tujuan
Tujuan menyusun makalah ini ialah :
3. Perumusan Masalah
1. Genesa Batubara
Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara
360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh
suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.
Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara
coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu
bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk
‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur
Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
3. Jenis-jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas antara lain antrasit, bituminus, sub-
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan metalik, mengandung
antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75%
dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.Pada
umumnya endapan batu bara ekonomis dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen
atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier
Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batu bara ini terbentuk dari
endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa
diantaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata - rata pada iklim
basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana
mineral - mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat
umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih
tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada
demikian ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana proses terjadinya batubara tersebut.
Untuk memahami bagaimana proses terbentuknya batubara dari tumbuh tumbuhan perlu
diketahui dimana batubara tersebut terbentuk dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
1. Teori Insitu
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut
mati, belum mengalami proses transportasi, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil, Dapat
2. Teori Drift
ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian
setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, segera
tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang
terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat,
kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama
selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Dapat dijumpai
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan mengalami dua tahap, yaitu : tahap
Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, maka dapat terjadi proses biokimia yang secara
vertikal dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu zona permukaan yang umumnya perubahan
berlangsung dengan bantuan oksigen dan zona tengah sampai kedalaman 0,5m yang disebut
dengan peatigenic layer (Teichmuller, 1982). Pada zona peatigenic terdapat bakteri aerob, lumut,
dan actinomyces yang aktif. Bakteri aerob akan menyebabkan oksidasi biologi pada komponen-
(cellulose) (glukose)
Jika suplai oksigen berlangsung terus, maka proses ini akan menuju pada penguraian
umumnya disebut dengan asam humus (humic acid). Lemak dan material resin umumnya hanya
Apabila kandungan oksigen air rawa sangat rendah dan dengan bertambahnya
kedalaman, sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri aerob hidup, maka sisa tumbuhan
tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna, dengan kata
lain tidak terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri
anaerob saja yang berfungsi melakukan proses pembusukan yang kemudian membentuk gambut
(peat).
Prosesnya adalah dengan bertambahnya kedalaman, maka bakteri aerob akan mati dan
diganti dengan bakteri anaerob sampai kedalaman 10 m, dimana kehidupan bakteri makin
berkurang dan hanya terjadi perubahan kimia, terutama kondensasi primer, polymerisasi, dan
reaksi reduksi. Pada bakteri anaerob akan mengkonsumsi oksigen dari substansi organik dan
mengubahnya menjadi produk bituminous yang kaya hidrogen, selanjutnya dengan tidak
tersedianya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO, dan CO2.
Apabila ditinjau secara vertikal, maka lapisan gambut paling atas mempunyai
pertambahan kandungan karbon relatif cepat sesuai kedalamannya sampai peatigenic layer, yakni
45-50% sampai 55-60%. Lebih dalam lagi, pertambahan kandungan karbon mencapai 64%.
Kandungan karbon yang tinggi pada peatigenic layer disebabkan karena pada lapisan tersebut
kaya substansi yang mengandung oksigen, terutama cellulose dan humicellulose yang diubah
secara mikrobiologi.
Dari keseluruhan proses, maka pembentukan substansi humus merupakan proses penting
yang tidak tergantung pada fasies dan tidak semata-mata pada kedalaman. Oleh karena itu, faktor
yang mempengaruhi proses humifikasi dimana bakteri dapat beraktivitas dengan baik adalah
b) Kedalaman, yaitu pada kedalaman sekitar 0,5 m untuk bakteri aerob, sedangkan untuk bakteri
d) Temperatur lingkungan, pada suhu yang hangat akan mendukung kehidupan bakteri.
Potonie (1920 dalam Teichmuller, 1982 dan Diessel, 1984), menyebutkan bahwa pada
rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan kondisi lingkungan yang sama, maka potensial redox
(Eh) memegang peranan penting untuk aktifitas bakteri dan penggambutan. Ketersediaan
oksigen menentukan apakah proses penggambutan berjalan atau tidak. Berikut ini transformasi
organik dalam kaitannya dengan ketersediaan oksigen, dimana salah satu dari empat proses
biokimia di bawah ini akan terjadi pada tumbuhan yang telah mati, yaitu:
1. Bahan tumbuhan bereaksi dengan oksigen dan merapuh (desintegration), menghasilkan zat
terbang, terutama CO2, metan, dan air. Umumnya menghasilkan sisa yang tidak padat. Beberapa
unsur utama tumbuhan akan lebih tahan pada tipe ubahan ini, misal resin (getah) dan lilin.
2. Proses humifikasi atau pembusukan, yaitu bahan tumbuhan akan berubah menjadi humus akibat
oleh terbatasnya oksigen dari atmosfir dan tingginya kandungan air lembab. Batubara yang
terakumulasi dapat mencegah terjadinya oksidasi, akibatnya pada lingkungan yang reduksi dan
adanya bakteri anaerob, jaringan-jaringan tumbuhan menjadi hancur, kemudian terakumulasi dan
4. Putrefaction (permentasi) yaitu penguraian hancuran tanaman akuatik (terutama algae), bahan
hanyutan, dan plankton dalam lingkungan reduksi pada kondisi air diam (stagnant), hasilnya
c. Kandungan karbon umumnya < 60% (pada brown coal > 60%).
d. Masih memperlihatkan struktur tumbuhan asal, terdapat cellulose (pada brown coal cellulose
tidak hadir).
e. Dapat dipotong dengan pisau (pada brown coal tidak dapat dipotong).
Berdasarkan ciri di atas adalah tidak mudah secara pasti membedakan antara peat dan
Menurut Stach (1982) tahap geokimia atau tahap pembatubaraan disebut sebagai tahap
fisika-kimia (physicochemical stage), yaitu tahap perubahan dari gambut menjadi batubara
secara bertingkat (brown coal, sub-bituminous coal, bituminous coal, semi anthracite, anthracite,
Prosesnya, jika lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen,
maka akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut, tekanan akan meningkat dengan
peningkatan temperatur. Disamping itu, temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya
kedalaman yang disebut gradien geotermal. Kenaikan temperatur dan tekanan juga disebabkan
oleh aktivitas magma dan aktivitas tektonik lainnya. Peningkatan tekanan dan temperatur pada
lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan
kandungan air, pelepasan gas-gas (H2O, CH4, CO, dan CO2), peningkatan kepadatan dan
kekerasan, serta peningkatan kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta waktu merupakan
faktor-faktor yang menentukan “kualitas” batubara. Pada tahap ini terjadi perubahan rombakan
tumbuhan dari kondisi reduksi ke suatu seri menerus dengan prosentase karbon makin meningkat
dan prosentase oksigen serta hidrogen makin berkurang. Juga sifat fisik maseral mulai terbentuk,
seperti kenaikan reflektansi maseral batubara seiring dengan naiknya derajat proses kimia-fisika.
1) Tahap pertama adalah pembentukan peat, proses berlangsung terus sampai membentuk endapan,
di bawah kondisi asam menguapnya H2O, CH4, dan sedikit CO2 membentuk C65H4O30 yang
dalam kondisi dry basis besarnya analisa pada ultimate adalah karbon 61,7%, hidrogen 0,3%,
susunan C79H55O141 yang pada kondisi dry basis adalah karbon 80,4%, hidrogen 0,3%, dan
oksigen 19,1%.
3) Tahap ketiga adalah peningkatan dari batubara bituminous tingkat rendah sampai tingkat
medium dan kemudian sampai batubara bituminous tingkat tinggi. Pada tahap ini kandungan
hidrogen tetap dan oksigen berkurang sampai satu atom oksigen tertinggal di molekul.
4) Tahap keempat, kandungan hidrogen berkurang, sedangkan kandungan oksigen menurun lebih
lambat dari tahapan sebelumnya. Hasil sampingan tahap tiga dan empat adalah CH4, CO2, dan
sedikit H2O.
5) Tahap kelima adalah proses pembentukan antrasit dimana kandungan oksigen tetap dan
1. Kesimpulan
1. Ganesa Batubara
Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara
360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh
suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.
Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara
coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu
bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi
dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan
membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik
2. Saran
Sebaiknya sumber daya alam seperti Batubara yang ada di Indonesia dipergunakan sebaik
mungkin sehingga kemanfaatan bahan bakar fosil dapat berjalan secara maksimal,karena bahan
bakar fosil tidak dapat diperbarui dan juga dalam proses pembentukannya membutuhan waktu