You are on page 1of 28

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu


Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
1. Garam Empedu. Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati
ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam


makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.

2. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin
yang segera berubah menjadi bilirubin bebas.Zat ini di dalam plasma terikat erat
oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 %
oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya
pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
Sherlock. S, Dooley J.
(1993).

PATOFISIOLOGI

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah :
 Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
 Statis empedu
 Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama
kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan
deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur
seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

ETIOLOGI
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
 Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
 Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
 Batu pigmen empedu , ada dua macam;
 Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
 Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
 Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan
bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

TANDA DAN GEJALA

Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA : TANDA:

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba abdomen
pada kwadran kanan atas
2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri

4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:

1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
abdomen bagian atas (mid epigastrium),
menetap
Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke
arah skapula kanan
2. Mual dan muntah

2. Nausea dan muntah


3. Febris (38,5°°C)

3. Intoleransi dengan makanan berlemak

4. Flatulensi

5. Eruktasi (bersendawa)

DIAGNOSTIK

Tes laboratorium :
1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : <>
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur
diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk
melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk
menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim
billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada
saluran atau pembesaran pada gallblader.

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila
terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar
bilirubin darah dan fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga
terlihat pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan
kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral
dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar
bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat
kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.
4. Ultra Sonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya


sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan
khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit
berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.
Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar
pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang
akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran
CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.
5. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek


gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

PENGELOLAAN KOLELITIASIS

A. TINDAKAN OPERATIF

1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan


operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih
diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli
lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu
kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai
berikut :

1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau


berat.

2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi


misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada
foto kontras dan sebagainya.
2. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi


cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat
diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah :

1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan

3. Tersangka adanya pankreatitis.

4. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar


dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak
diikuti dengan kolesistektomi.

TINDAKAN NON OPERATIF

1. Terapi Disolusi

2. Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang


mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973
di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan
terjadinya kekambuhan.

3. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15
mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan
CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

4. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

 Wanita hamil

 Penyakit hati yang kronik

 Kolik empedu berat atau berulang-ulang

 Kandung empedu yang tidak berfungsi.

5. Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan


jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam
Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal.
Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-
masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada
sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya
pada malam hari.

6. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil.

7. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL). ESWL merupakan litotripsi


untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan
gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi
meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi
kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian
dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol.
Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria
mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.
8. Kriteria Munich :

 Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

 Penderita tidak sedang hamil.

 Batu radiolusen

 Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

 Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah
batu.

9. Kriteria Dublin :

 Riwayat keluhan batu empedu

 Batu radiolusen

 Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau
bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal

 Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.

Lesmana, L.A, (1995)

B. DIETETIK

1. Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah


memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga
untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping
itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan
keseimbangan cairan tubuh.

2. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang
dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,
maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit
kandung empedu yaitu :

 Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

 Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah
kalori dikurangi.

 Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

 Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
(Mansjoer A. etal, 1999)

PEMERIKSAAN PENUNJANG KOLELITIASIS

1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral


sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila
hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan
ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum
pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam
duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,
2002)
5. Pemeriksaan darah
 Kenaikan serum kolesterol
 Kenaikan fosfolipid
 Penurunan ester kolesterol
 Kenaikan protrombin serum time
 Kenaikan bilirubin total, transaminase
 Penurunan urobilirubin
 Peningkatan sel darah putih
 Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama
(Lee Sp, Selijima J, Gallstone.1993).

DAFTAR PUSTAKA
Lee Sp, Selijima J, Gallstone.(1993). In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C,
Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology.
New York
. Lesmana, L.A, (1995), Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I edisi 3. Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
Mansjoer A. etal, (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Sherlock. S, Dooley J. (1993).Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed.
London : Blackwell Scientific Publication,

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu


Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
3. Garam Empedu. Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati
ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :

 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam


makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.

4. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin
yang segera berubah menjadi bilirubin bebas.Zat ini di dalam plasma terikat erat
oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 %
oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya
pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
Sherlock. S, Dooley J.
(1993).

PATOFISIOLOGI

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah :
 Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
 Statis empedu
 Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama
kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan
deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur
seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

ETIOLOGI

Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
 Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
 Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
 Batu pigmen empedu , ada dua macam;
 Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
 Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
 Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan
bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

TANDA DAN GEJALA

Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA : TANDA:

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen

2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
pada kwadran kanan atas

3. Kandung empedu membesar dan nyeri

4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:

1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
abdomen bagian atas (mid epigastrium),
menetap
Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke
arah skapula kanan
2. Mual dan muntah
3. Febris (38,5°°C)
2. Nausea dan muntah

3. Intoleransi dengan makanan berlemak

4. Flatulensi

5. Eruktasi (bersendawa)

DIAGNOSTIK

Tes laboratorium :
11. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
12. Bilirubin : meningkat ringan, (N : <>
13. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
14. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
15. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur
diagnostik)
16. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk
melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
17. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk
menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
18. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim
billiar.
19. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
20. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada
saluran atau pembesaran pada gallblader.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila
terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar
bilirubin darah dan fosfatase alkali.
7. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga
terlihat pada foto polos abdomen.
8. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan
kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral
dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar
bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat
kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

9. Ultra Sonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya


sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan
khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit
berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.
Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar
pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang
akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran
CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

10. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek


gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

PENGELOLAAN KOLELITIASIS

C. TINDAKAN OPERATIF

3. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih
diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli
lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu
kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai
berikut :

4. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau


berat.

5. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

6. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi


misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada
foto kontras dan sebagainya.

4. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi


cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat
diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah :

5. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

6. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan

7. Tersangka adanya pankreatitis.

8. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar


dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak
diikuti dengan kolesistektomi.

TINDAKAN NON OPERATIF

10. Terapi Disolusi

11. Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang


mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973
di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan
terjadinya kekambuhan.

12. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15
mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan
CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

13. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

 Wanita hamil

 Penyakit hati yang kronik

 Kolik empedu berat atau berulang-ulang

 Kandung empedu yang tidak berfungsi.


14. Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan
jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam
Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal.
Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-
masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada
sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya
pada malam hari.

15. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil.

16. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL). ESWL merupakan litotripsi


untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan
gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi
meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi
kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian
dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol.
Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria
mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

17. Kriteria Munich :

 Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

 Penderita tidak sedang hamil.

 Batu radiolusen

 Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

 Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah
batu.
18. Kriteria Dublin :

 Riwayat keluhan batu empedu

 Batu radiolusen

 Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau
bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal

 Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.

Lesmana, L.A, (1995)

D. DIETETIK

3. Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah


memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga
untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping
itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan
keseimbangan cairan tubuh.

4. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang
dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,
maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit
kandung empedu yaitu :

 Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

 Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah
kalori dikurangi.

 Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

 Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.


FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
9. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
10. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
11. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
12. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
13. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
14. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
15. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
16. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
(Mansjoer A. etal, 1999)

PEMERIKSAAN PENUNJANG KOLELITIASIS

1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral


sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila
hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan
ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum
pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam
duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,
2002)
5. Pemeriksaan darah
 Kenaikan serum kolesterol
 Kenaikan fosfolipid
 Penurunan ester kolesterol
 Kenaikan protrombin serum time
 Kenaikan bilirubin total, transaminase
 Penurunan urobilirubin
 Peningkatan sel darah putih
 Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama
(Lee Sp, Selijima J, Gallstone.1993).

DAFTAR PUSTAKA
Lee Sp, Selijima J, Gallstone.(1993). In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C,
Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology.
New York
. Lesmana, L.A, (1995), Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I edisi 3. Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
Mansjoer A. etal, (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Sherlock. S, Dooley J. (1993).Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed.
London : Blackwell Scientific Publication,

You might also like