You are on page 1of 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asesmen Alternatif
Secara sederhana asesmen alternatif diartikan sebagai pemanfaatan
pendekatan non tradisional untuk memberi penilaian kinerja siswa (Zainul, 2001:
3). Istilah non tradisional yang dimaksudkan adalah tes kertas pensil (pencil and
paper test) atau lebih khusus adalah tes baku yang menggunakan tes objektif.
Istilah asesmen alternatif diidentikan dengan asesmen otentik atau asesmen
kinerja. Asesmen otentik diartikan sebagai proses penilaian kinerja perilaku
mahasiswa secara multidimensional dapa situasi nyata, sedangkan asemen kinerja
didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan pengetahuan
dan keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan
mahasiswa dalam proses maupun produk. Disebut sebagai penilaian otentik
karena penilaian alternatif sengaja dirancang untuk menjamin keaslian dan
kejujuran penilaian serta hasilnya terpecaya. Disebut penilaian kinerja, karena
siswa diminta menunjukkan penguasaannya tentang bidang ilmu tertentu,
menjelaskan dengan kata-kata dan caranya sendiri tentang peristiwa tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan, asesmen alternatif diartikan:
(1) pemanfaatan pendekatan non tradisional (non tes baku; objektif tes) untuk
memberi penilaian kinerja/proses dan hasil belajar peserta didik (siswa/
mahasiswa) secara menyeluruh (kognitif, afektif, dan psikomotor). (2) Berbagai
prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kinerja dan
prestasi peserta didik, meliputi: tes, penilaian kegiatan, dan pengerjaan tugas-
tugas. (3) Prosedur yang dilakukan oleh dosen sepanjang proses pembelajaran
untuk memperoleh berbagai data atau informasi tentang aktivitas belajar peserta
didik sehingga informasi tersebut dapat memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang perkembangan dan kemajuan belajarnya. (4) Proses pengambilan
keputusan berdasarkan informasi kinerja dan aktivitas (proses dan hasil) belajar
peserta didik selama proses pembelajaran. (5) Alternatif yang dimaksudkan
adalah: alternatif dari Tes Baku; asesmen kinerja; asesmen portofolio.

3
4

Karakteristik utama asesmen alternatif tidak hanya mengukur hasil belajar tetapi
memberi informasi secara lengkap dan jelas tentang proses pembelajaran. Hasil
asesmen harus mampu memberikan gambaran otentik dan dapat digunakan untuk
menilai semua kemampuan baik intelektual maupun kinerja peserta didik yang
sebenarnya.
Asesmen alternatif mengintegrasikan kegiatan pengukuran hasil belajar
dengan keseluruhan proses pembelajaran, bahkan asesmen itu sendiri merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran. Dengan
asesmen alternatif ini, diharapkan proses pengukuran hasil belajar tidak lagi
dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik dan bukan merupakan bagian yang
terpisah dari proses pembelajaran. Menurut Hatfield, et al. (2003: 77),
karakteristik asesmen alternatif :
a. Students perform, create, and produce.
b. Tasks require problem solving or higher-order thinking.
c. Problems are contextualized.
d. Tasks are often time-consuming and need days to complete.
e. Scoring rubrics or scoring guides are required.
Selanjutnya, menurut Herman, Aschbacher & Winters (1992: 6) secara
umum karakteristik asesmen alternatif:
a. Ask students to perform, create, produce, or do something.
b. Tap higher-level thinking and problem-solving skills.
c. Use tasks that represent meaningful instructional activities.
d. Invoke real-world applications.
e. People, not machines, do the scoring, using human judgment.
f. Require new instructional and assessment roles for teacher.
Dengan demikian, karakteristik utama asesmen alternatif tidak hanya
mengukur hasil belajar siswa akan tetapi juga memberikan secara lengkap
informasi yang lebih jelas tentang proses pembelajaran. Dengan demikian,
asesmen alternatif pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan
data secara terus menerus tentang kinerja siswa yang sesungguhya dalam rangka
(1) meningkatkan pengalaman belajar; (2) memastikan kompetensi siswa; dan (3)
menjadi sumber informasi untuk meningkatkan pembelajaran. Adapun komponen-
5

komponen asesmen alternatif meliputi: (1) Asesmen Perilaku/Aktivitas Siswa, 2)


Penilaian Diri (Self- assessment), dan (3) Asesmen Kemampuan Pemecahan
Masalah melalui Tugas Pekerjaan Rumah (take-home task), Penilaian
perilaku/aktivitas selain menggunakan kuesioner, juga dapat dilakukan melalui
Observasi perilaku/aktivitas. Observasi perilaku/aktivitas siswa selama
pembelajaran, memungkinan seorang guru memiliki informasi yang memadai
tentang kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para siswanya. Guru
akan memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah-masalah yang dihadapi
oleh siswa berkaitan dengan proses pembelajaran, jika pengamatan dilaksanakan
seiring dengan proses pembelajaran. Dengan demikian, hasil observasi aktivitas
dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk meningkatkan proses pembelajaran.

1. Landasan Psikologis Pelaksanaan Asesmen Alternatif


a. Teori Belajar Fleksibilitas Kognitif (R.Spiro)
Teori belajar fleksibilitas kognitif menjelaskan bahwa belajar menghasilkan
kemampuan secara spontan dalam melakukan restrukturisasi pengetahuan
yang telah dimiliki, guna merespon perubahan atau kenyataan yang dihadapi
atau tuntutan situasi seketika. Teori menekankan pada proses belajar yang
tidak pernah berakhir karena selalu harus menyesuaikan dengan situasi yang
berubah-ubah. Berdasarkan pada teori ini, maka asesmen selalu dilakukan
pada konteks belajar dan tidak terpisah dari situasi yang sedang dihadapi,
sehingga asesmen alternatif merupakan proses yang menyertai seluruh
kegiatan pembelajaran.
b. Teori Belajar J Brunner
Menurut Brunner, belajar adalah proses aktif yang dilakukan mahasiswa
dengan jelas mengkontruksi sendiri gagasan baru atas dasar konsep,
pengetahuan, kemampuan 10 yang telah dimiliki. Mahasiswa memilih dan
mentransformasi informasi yg diperolehnya, menyusun hipotesis, dan
membuat keputusan atas dasar struktur kognitif yg dimiliki. Dengan struktur
kognitifnya, mahasiswa dapat bergerak lebih jauh melampoi informasi yang
diperoleh. Dalam kontek dengan asesmen: belajar merupakan proses aktif
mahasiswa secara mandiri dalam mengkontruksi pengetahuan atas dasar
pengetahuan dan kemampuan yg telah dimiliki.
6

c. Teori Experiential Learning (Carl Rogers)


Teori ini membedakan dua jenis belajar, yaitu cognitive learning
(pengetahuan akademik) dan experiential Learning (pengetahuan terapan).
Experiential Learning ditandai adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri,
evaluasi diri, dan dampak langsung yang terjadi pada diri mahasiswa dalam
proses belajar. Experiential Learning merupakan landasan yang kuat bagi
pertumbuhan dan perubahan pribadi. Teori ini menyimpulkan bahwa belajar
harus dilakukan mahasiswa, sedangkan dosen sebagai fasilitator; menciptakan
lingkungan belajar yang baik, membantu mahasiswa merumuskan tujuan
belajar, menyeimbangkan pertumbuhan intelektual dengan pertumbuhan
emosional, menyediakan sumber belajar, berbagi rasa serta pemikiran dengan
mahasiswa dalam belajar, serta tidak mendominasi.
d. Teori Multiple-Intelegent (Howard Gardner)
Menurut Gardner terdapat tujuh kemampuan dasar manusia: (1) Visual-
Spatial, (2) Bodily-kinesthetic, (3) Musical-rhythmical, (4) Interpersonal, (5)
Intrapersonal, (6) Logical-mathematical, dan (7) Verbal-linguistic. Asesmen
hasil maupun proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa
aspek kemampuan mahasiswa, tetapi harus mengukur seluruh aspek
kemampuan mahasiswa sehingga tertutup kemungkinan bahwa asesmen
hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses asesmen (terutama asesmen
kinerja) menjadi fokus utama asesmen.

B. Asesmen Otentik
Dalam Wikipedia penilain otentik diartikan sebagai pengukuran
pencapaian intelektual yang bermakna signifikan dan berharga. Sedangkan
menurut Mueller dalam Abidin (2012: 168) asesmen otentik adalah suatu
penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang
memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang
memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu
macam pemecahan. Penjelasan tersebut sejalan dengan pernyataan Kunandar
(2013: 35) yang menjelaskan bahwa pengertian asesmen otentik adalah kegiatan
menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik
7

proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian yang disesuaikan


dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau
Kompetensi Dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI).Berdasarkan definisi diatas
dapat dikatakan bahwa penilaian otentik adalah jenis penilaian yang mengarahkan
peserta didik untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi yang
dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan dan situasi yang dijumpai dalam dunia
nyata.
Penilaian otentik ini mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan ide
dengan mengintegrasikan pengetahuan yang dipelajarinya dalam dunia nyata
sesuai kompetensi yang diberikan. Kompetensi tersebut dapat berupa
keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia nyata seperti memasak, berenang,
merangkai peralatan, memperbaiki mesin mobil, dsb. Nurhadi dalam (Sunarti &
Rahmawati, 2014:27) mengemukakan karakteristik penilaian otentik sebagai
berikut.
1. Melibatkan pengalaman nyata,
2. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
3. Mencakup penilaian pribadi;
4. Lebih menekankan pada keterampilan dan performa, bukan mengingat
fakta/teori;
5. Berkesnimabungan;
6. Terintegrasi;
7. Dapat digunakan sebagai umpan balik;
8. Kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui peserta didik dengan jelas.
Penilaian otentik digunakan pada proses dan hasil yang mencakup 3 aspek
penilaian yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik.
1. Penilaian Kognitif
Penilaian kognitif dapat dilakukan dengan tes tertulis, tes lisan dan
penugasan/proyek.
a. Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan seperangkat pertanyaan atau tugas dalam bentuk
tulisan yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan
peserta tes. Tes tertulis menuntut adanya jawaban peserta tes sebagai representasi
8

dari kemampuan yang dimilikinya. Tes tertulis adalah tes yang menuntut peserta
tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan ganda dan uraian.
1) Tes Bentuk Uraian
Soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan siswa untuk mengorganisasi
jawaban dan merumuskan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Keuntungan dari soal bentuk uraian ini antara lain siswa merumuskan jawabannya
sendiri, mudah menyusunnya dan jawabannya sukar ditebak. Sedangkan
kelemahannya adalah sukar dalam pemberian skor dan tidak dapat mencakup
bahan yang luas. Soal bentuk uraian terdiri atas tiga ragam yaitu bentuk uraian
bebas, bentuk uraian terbatas dan bentuk uraian tersruktur.
a) Soal Uraian Bebas
Soal ini digunakan untuk mengungkapkan pendapat atau tanggapan peserta
didik terhadap suatu objek. Jawaban soal pada bentuk ini akan beragam
tergantung pada pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki siswa maka jawaban siswa akan semakin
berkembang. Skor yang dapat digunakan adalah skala 1-10 atau skala 10-100.
b) Soal Uraian Terbatas
Soal ini berupa pertanyaan terbuka tetapi jawabnnya sudah ditentukan atau
dibatasi. Pembatasan tersebut dapat berupa jumlah, acuan, ataupun aspek
materi.
c) Soal Uraian Terstruktur
Soal uraian terstruktur menuntut siswa untuk menjawab berdasarkan data yang
tersedia. Menurut Sunarti & Rahmawati (2014, 32-33) dalam merumuskan
soal dalam bentuk tes uraian terdapat 3 aspek kaidah penulisan butir soal yaitu
aspek materi, konstruksi dan bahasa.
b. Tes Bentuk Objektif
Tes bentuk objektif disebut juga tes jawab singkat. Sesuai dengan
namanya tes jawab singkat menuntut siswa hanya memberikan jawaban singkat
bahkan hanya memilih kode-kode tertentu yang mewakili alternatif jawaban.
Kelebihan tes ini adalah mudah, cepat dan objekrtif dalam skoring, serta
mencakup bahan yang lebih luas. Kelemahannya, adalah tidak dapat mengukur
kemampuan mengorganisasi jawaban peserta didik, sukar dalam menyusunnya,
9

ada kemungkinan peserta didik menebak jawaban. Ragam soal bentuk objektif
ada benar salah, tes melengkapi pilihan ganda, menjodohkan,dan jawaban
singkat.
1) Tes Benar-Salah
Bentuk tes terdiri dari sebuah pernyataan yang mempunyai dua kemungkinan
jawaban yaitu benar salah. Adapun kaidah dari penulisan soal benar dan salah
menurut Sunarti & Rahmawati (2014, 33-34) dapat dilihat dari 3 aspek yakni:
a) aspek materi, b) aspek konstruksi, dan c) aspek bahasa.
2) Tes Melengkapi
Tes ini dapat berupa isian dan adapula jawaban singkat. Pada tes ini siswa
diminta untuk membrikan jawaban bukan memilih jawaban. Adapun kaidah
dari penulisan soal melengkapi menurut Sunarti & Rahmawati (2014, 35)
dapat dilihat dari 3 aspek yakni: a) aspek materi, b) aspek konstruksi, dan c)
aspek bahasa.
3) Tes Pilihan Ganda
Tes ini terdiri dari pokok soal dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri
atas kunci jawaban dan pengecoh. Tes tertulis bentuk pilihan ganda
merupakan tes yang jawabannya harus dipilih dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Menurut Kusaeri (2014, 70-82) terdapat
beberapa kaidah yang harus diikuti agar soal yang tersusun baik. Kaidah-
kaidah tersebut mencakup aspek materi, konstruksi, dan bahasa.
a) Soal harus sesuai dengan indikator
b) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
c) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling
benar
d) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
e) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus berupa pernyataan yang
diperlukan saja
f) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar
g) Pokok soal yang menggunakan pernyataan yang bersifat negatif ganda,
seperti bukan, tidak, tanpa, kecuali dan sejenisnya dapat membingungkan
peserta didik memahamai pokok permasalaah a yang ditanyakan.
10

h) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama


i) Pilihan jawaban jangan mengandung semua pilihan jawaban di atas salah
atau semua pilihan jawaban di atas benar
j) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya
waktu
k) Gambar grafik, tabel, diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soal
harus jelas dan berfungsi
l) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya
m) Rumusan soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia
n) Pilihan jawaban jangan mengulah kata atau frase yang bukan merupakan
satu kesatuan pengertian. Letakan kata atau frase tersebut pada pokok soal.
4) Bentuk Soal Menjodohkan
Soal bentuk menjodohkan menuntut siswa untuk memasangkan, mencocokkan
atau menghubungkan antara dua pernyataan yang disediakan. Pernyataan
biasanya diletakkan dalam dua lajur, lajur kiri berupa pernyataan pokok dan
lajur kanan merupakan jawaban dari pertanyaan. Kusaeri (2014, 85)
menjelaskan beberapa kaidah yang perlu diikuti dalam menulis soal bentuk
menjodohkan, antara lain:
a) Tulislah seluruh pernyataan dalam lajur sebelah kiri sejenis, dan
pernyataan dalam lajur sebelah kanan juga sejenis.
b) Tulislah pernyataan jawaban lebih banyak dari pernyataan soal
c) Susunlah jawaban yang berbentuk angka secara berurutan dari besar ke
kecil atau sebaliknya
d) Tulislah petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami oleh
peserta tes.
c. Tes Lisan
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dalam bentuk
kemampuan mengemukakan ide-ide dan pendapat secara lisan. Dalam
pelaksanaan tes lisan diperlukan instrumen yang berupa soal-soal tes lisan dan
11

rubrik penilian sebagai berikut. Instrumen tes lisan adalah daftar pertanyaan dan
rubrik.
d. Penugasan/Proyek
Penilaian proyek atau tes penugasan merupakan kegiatan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu
2. Penilaian Afektif
Bentuk penilaian afektif dapat digunakan untuk mengukur domain afektif.
Ranah afektif ini mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
atau nilai.
a. Penilaian Sikap
Penilaian sikap pada siswa dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
sikap. Instrumen tersebut dapat mendeskripsikan sikap siswa terhadap suatu
objek. Instrumen sikap dapat berupa kuesioner. Guru dapat membuat
pertanyaan yag menyatakan arah perasaan, sehingga responden dapat
menunjukan perasaan mereka terhadap suatu objek.
b. Penilaian Minat
Instrumen minat digunakan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa
terhadap suatu mata pelajaran, sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut
untuk meningkatkan minat siswa. Instrumen minat dapat menggunakan
kuesioner yang mengukur keingintahuan seseorang terhadap suatu objek.
c. Penilaian Nilai
Nilai merupakan suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu yang
menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Sekolah merupakan tempat
siswa belajar harus mampu menemukan dan menguatkan nilai-nilai yang
bermakna dan memberikan konstribusi positif terhadap masyarakat. Penilaian
terhadap nilai dapat dilakukan dengan membuat instrumen berupa kuesioner
berikut.
d. Penilaian Konsep Diri
Konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri yang
menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Penilaian konsep diri tentang
kemampuan siswa dalam mata pelajaran, dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen konsep diri berupa kuesioner.
12

e. Observasi
Selain menggunakan kuesioner ranah afektif dapat dinilai melalui observasi
atau pengamatan. Prosedurnya dimulai dengan penentuan definisi konseptual
dan definisi operasinal. Aspek yang akan dinilai kemudian diturunkan menjadi
sejumlah indikator, yang selanjutnya indikator tersebut menjadi isi pedoman
observasi.
f. Jurnal
Penilaian dengan jurnal dapat didokumentasikan dengan catatan harian terkait
kekuatan, kelemahan, sikap dan perilaku. Teknik penilaian ini dapat
digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap. Instrumen
yang digunakan dapat berupa angket atau kuesioner.
g. Wawancara
Instrumen wawancara merupakan panduanyang terkait dengan sikap yang
ingin diketahui dari peserta didik.
3. Penilaian Psikomotor
Penilaian psikomotor dapat dilakukan dengan tes kinerja, proyek,
portofolio dan penilaian produk.
a. Tes Kinerja
Tes kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan
peserta didik dalam melakukan sesuatu. Aspek psikomotor yang dinilai terdiri
dari, meniru, menyusun, melakukan dengan prosedur, melakukan dengan baik
dan tepat, melakukan tindakan secara alami. Instrumen penilaian kinerja ini
dapat menggunakan checklist atau rating scale.
b. Proyek
Penilaian proyek dilaksanakan terhadap persiapan. Pelaksanaan dan hasil.
Penilaian proyek dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian
proyek berupa checklist dan rating scale.
c. Portofolio
13

Penilaian portofolio dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa


tabel yang memaparkan hasil karya peserta didik dan tanggal pembuatannya,
serta komentar dari guru.

d. Penilaian Produk
Penilaian produk dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian
produk berupa checklist atau rating scale.

C. Asesmen Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa
mendemonstrasikan tugas tertentu guna mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya (Kusaeri, 2014:142).

1. Karakteristik Penilaian Kinerja


Menurut Kusaeri (2014:143) karakteristik penilaian kinerja antara lain:
a. Authenticity artinya tugas yang diberikan kepada siswa sesuai dengan apa
yang sering dihadapinya dalam praktik kehidupan sehari-hari.
b. Multiple foci yaitu tugas yang diberikan kepada siswa sudah mengukur lebih
dari satu kemampuan yang diinginkan.
c. Fairness maknanya tugas yang diberikan harus adil (fair) untuk semua
siswa. Tidak “bias” jenis kelamin, suku bangsa, agama, atau status sosial
ekonomi sekelompok siswa.
d. Feasibility artinya tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian kinerja
memungkinkan untuk dilaksanakan dengan memerhatikan berbagai faktor
seperti biaya, ruangan (tempat), waktu, atau peralatan.
e. Scorability artinya tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat dan
reliabel. Sebab, hal yang sulit dari penilaian kinerja adalah penskorannya.
f. Teachability yaitu tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya
semakin baik akibat adanya proses pembelajaran yang dilakukan guru di
kelas, bukan karena faktor lain. Sebab, tugas yang diberikan dalam penilaian
kinerja adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang diajarkan guru di
kelas.
14

g. Generability artinya kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan tugas


yang diberikan guru dapatkah digeneralisasikan dengan tugas-tugas lain.
Semakin dapat dibandingkan dengan tugas lainnya, semakin baik tugas
tersebut.

2. Merencanakan Penilaian Kinerja


Menurut Kusaeri (2014:144) merencanakan penilaian kinerja sebagai
berikut Melaksanakan penilaian kinerja diperlukan perencanaan yang baik.
Sejumlah tugas untuk siswa harus dirancang terlebih dahulu. Selanjutnya, tugas
mana yang akan dinilai guna melihat tingkat kompetensi siswa. Apakah semua
tugas, beberapa tugas, ataukah hanya satu tugas yang perlu dilakukan. Kriteria
dalam menentukan tugas diuraikan sebagai berikut ini:
a. Tugas yang relevan dan mewakili kompetensi yang diukur. Penilaian harus
didasarkan pada sejumlah tugas yang relevan dengan kompetensi yang
diukur. Misalnya, hanya menekankan pada keterampilan saja tanpa mengukur
pemahaman siswa. Hal yang demikian akan memberi dampak negatif
terhadap proses belajar mengajar. Strategi yang dapat dilakukan untuk
memastikan relevansi dan lingkup kinerja adalah menetapkan terlebih dahulu
kompetensi yang akan diukur setiap memberikan tugas kepada siswa.
b. Jumlah dan objektivitas kinerja. Semakin banyak kinerja yang dinilai pada
masing-masing kompetensi, semakin andal kesimpulan yang dihasilkan.
Penilaian kinerja yang andal dapat terjadi apabila guru memanfaatkan pula
portofolio karya siswa.
Menurut Kusaeri (2014:145) tugas yang diberikan kepada siswa harus
bersifat spesifik. Tugas yang sifatnya umum atau tidak rinci, akan memberi
keleluasaan bagi siswa untuk berkreasi. Hal ini akan mempersulit siswa
memenuhi tugas yang dimaksud. Spesifikasi tugas sebaiknya berisi hal-hal
berikut:
a. Ada batasan pada tahap perencanaan. Batasan pada tahap ini diperlukan
untuk membantu siswa agar dapat memfokuskan diri pada proses kinerja.
Selain itu, batasan diperlukan untuk mempermudah guru menilai
keterampilan atau kompetensi yang diukur dalam tugas tersebut.
15

b. Memerinci langkah-langkah yang harus dilakukan siswa dalam melakukan


kinerja tertentu. Hal ini akan membantu siswa untuk memfokuskan diri pada
langkah-langkah yang akan dinilai.
c. Menyusun kriteria penilaian secara jelas. Rincian tentang aspek,
kompetensi, langkah, dan kualitas yang akan dinilai perlu ditulis secara
eksplisit disertai nilainya.

3. Pencatatan Kinerja Siswa


Menurut Kusaeri (2014:146) pencatatan kinerja siswa mempunyai beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menilai dan mencatat kinerja siswa antara
lain:
a. Anekdotal adalah catatan yang dibuat guru selama melakukan pengamatan
terhadap siswa pada waktu kegiatan belajar mengajar. Anekdotal digunakan
untuk mencatat proses kinerja siswa, seperti kemampuan siswa bekerja sama,
kemampuan siswa menggunakan peralatan secara aman, atau kemampuan
siswa memilih bahan yang tepat.
b. Checklists adalah penilaian dengan menggunakan checklists merupakan cara
yang paling sederhana. Melalui cara ini, kriteria kemampuan tertentu siswa
atau produk yang dihasilkan dapat diamati. Siswa akan mendapat nilai jika ia
mengerjakan tahapan tertentu dari tugas yang diberikan.

4. Masalah dalam Penilaian Kinerja


Menurut Kusaeri (2014:149) masalah utama dalam penilaian kinerja adalah
penskorannya. Hal ini disebabkan banyak faktor yang memengaruhi hasil
penskoran penilaian kinerja. Ada tiga sumber kesalahan dalam penskoran
penilaian kinerja antara lain:

a. Masalah dalam instrumen


Instrumen untuk pedoman penskoran sering tidak baku sehingga kadang
sukar digunakan. Selain itu, komponen-komponen yang harus dinilai juga sukar
untuk diskor. Umumnya karena komponen-komponen tersebut sukar diamati
(unobservable). Hal ini yang demikian tentunya akan mengakibatkan hasil
penskoran tidak valid dan tidak reliabel.
16

b. Masalah prosedural
Masalah yang biasanya terjadi adalah guru harus menskor komponen-
komponen yang terlalu banyak. Bagi guru, semakin sedikit komponen yang harus
dinilai semakin baik. Namun, pembuat pedoman penskoran harus membuat
pedoman penskoran yang dapat mewakili semua komponen penting yang
memengaruhi kualitas hasil akhir. Masalah lain dari prosedur ini, umumnya guru
hanya satu orang sehingga sukar untuk dapat memperbandingkan hasil
pertimbangan penskoran dengan orang lain.

c. Masalah penskoran yang bias


Proses penskoran cenderung sukar menghilangkan masalah personal bias.
Sewaktu menskor hasil pekerjan siswa, ada kemungkinan pensekor mempunyai
masalah generosity error. Artinya guru cenderung memberi nilai yang tinggi,
walaupun kenyataan sebenarnya hasil pekerjaan siswa tidak baik. Kemungkinan
juga guru mempunyai masalah severity error. Artinya guru cenderung memberi
nilai rendah, walaupun kenyataannya hasil pekerjaan siswa tersebut baik.
Kemungkinan lain, guru juga cenderung dapat memberi nilai sedang-sedang saja,
walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan siswa ada yang baik dan ada
yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya kemungkinan guru tertarik atau
simpati kepada siswa sehingga sukar baginya untuk memberi nilai objektif (halo
effect).Menurut Uno dan Koni (2012:19) Penilaian kinerja merupakan penilaian
yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan
sesuatu. Penilaian kinerja dapat menggunakan 2 teknik penilaian (Uno dan Koni,
2012:20-21) antara lain:

a. Daftar Cek
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya-
tidak). Pada penilaian kinerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik
mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati
oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai.
Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat-diamati. Dengan demikian tidak
terdapat nilai tengah.
17

b. Skala Rentang
Penilaian kinerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai
memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian
nilai secara kontinum, di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala rentang
tersebut, misalnya, sangat kompeten-kompeten-agak kompeten-tidak kompeten.
Penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu penilai agar factor
subyektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.

You might also like