Professional Documents
Culture Documents
OLEH
SUPERVISOR:
2015
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. NKK
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Narmada, Lombok Barat
Suku : Sasak
Agama : Hindu
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
No. RM : 013140
MRS : 06/11/2015
Tanggal pemeriksaan : 06/11/2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak biasanya muncul apabila pasien beraktivitas lebih berat dan memberat
pada malam hari sampai pagi, sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Selain itu sesak juga
bisa uncul apabila pasien menghirup debu atau asap. Pasien mengaku saat muncul sesak
disertai bunyi ”ngik” setiap kali bernafas. Pasien mengaku apabila serangan lebih nyaman
dengan posisi duduk atau berbaring dengan 2 bantal. Saat serangan muncul, pasien sampai
kesulitan berbicara dan kadang hanya dapat mengeluarkan kata-kata. Pasien mengaku,
selama 3 hari tidak mengkonsumsi obat yang biasanya diminum rutin karena obat pasien
habis dan terlambat kontrol ke poli.
Selain itu juga pasien mengeluh batuk berdahak berwarna putih agak kekuningan,
bercampur buih, darah (-), yang sulit dikeluarkan. Batuk dirasakan sangat berat sampai
pasien merasa perutnya sakit dan tertarik ketika batuk. Selain itu juga pasien sempat demam
dan pilek 3 hari yang lalu.
2
Pasien mengaku didiagnosis asma sejak ± 10 tahun yang lalu dan sejak 3 tahun
terakhir pasien rutin kontrol ke poli dan mendapatkan pengobatan yang rutin di minum setiap
hari. Menurut pasien serangan sesak muncul 4 kali dalam 1 bulan, dan ketika sesak pasien
sulit melakukan aktivitas seperti biasa. Apabila pasien sesak biasanya pasien langsung ke
puskesmas atau ke IGD untuk mendapatkan nebulisasi. Pasien juga mengaku terbangun saat
malam hari karena batuk dan sesak, sebanyak 2 kali dalam 1 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku sudah didiagnosis menderita asma sejak ± 10 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal riwayat mengkonsumsi obat selama 6 bulan. Riwayat hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-).
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi
o Berat Badan : 38 kg
o Tinggi Badan : 153 cm
o BMI : 16,23 (underweight)
Vital Sign
o Tekanan Darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 124 x/menit, reguler dan kuat angkat
o Frekuensi Nafas : 35 x/menit, regular, tipe torako-abdominal
o Suhu aksiler : 37,0ºC
Status Lokalis
Kepala
Ekspresi wajah : depresi
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Malar rash : (-)
Parese N. VII : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
Massa : (-)
Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Nistagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
4
Ptosis : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-/-)
Pupil : isokor, refleks pupil (+/+)
Kornea : normal
Lensa : normal, katarak (-/-)
Pergerakan bola mata : ke segala arah normal
Nyeri tekan periorbita : (-)
Telinga
Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan
Lubang telinga : normal, secret (-/-)
Nyeri tekan : (-/-)
Peradangan pada telinga : (-)
Pendengaran : kesan normal
Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Perdarahan : (-/-)
Secret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir
(-), tremor (-), lidah kotor (-)
Gigi : karang gigi (-)
Mukosa : normal
5
Leher
Deviasi trakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Scrofuloderma : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran kel. thyroid : (-)
Otot SCM : aktif (+), hipertrofi (+)
JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)
Thoraks
1. Inspeksi
Bentuk dada normal, ukuran dada simetris kiri dan kanan
Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
Permukaan dada : skar (-), petechiae (-), purpura (-), spider naevi (-), vena kolateral
(-), massa (-), ginekomasti (-), iktus kordis tidak tampak
Penggunaan otot bantu nafas : otot SCM aktif (+), hipertrofi SCM (+), otot bantu
abdomen aktif (-)
Fossa jugularis: tidak tampak adanya deviasi trakea
Fossa supraclavicularis dan infraclavicularis simetris antara kiri dan kanan
Tulang iga dan sela iga : simetris kiri dan kanan, pelebaran sela iga (-)
Tipe pernapasan : torako-abdominal
2. Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), iktus kordis teraba di ICS V linea
midklavikula sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-)
Fremitus vocal
Kanan Kiri
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
6
3. Perkusi
Densitas
Kanan Kiri
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Batas paru-hepar
o Inspirasi : ICS VI
Ekskursi 2 ICS
o Ekspirasi : ICS IV
Batas paru-jantung
o Kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
o Kiri : ICS V linea mid clavicula sinistra
4. Auskultasi
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
o Suara napas
Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Lapang Paru Belakang
Kanan Kiri
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
o Suara napas tambahan rhonki
Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
+ -
+ -
+ +
7
Lapang Paru Belakang
Kanan Kiri
+ -
+ -
+ +
o Suara napas tambahan wheezing
Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
+ +
+ +
+ +
Abdomen
1. Inspeksi:
Distensi (-), darm countuor (-), darm steifung (-), membesar (-)
Umbilicus: masuk merata
Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-),
massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-).
2. Auskultasi:
Bising usus (+) normal, frekuensi 16 x/menit
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
3. Perkusi:
Orientasi
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
8
Nyeri ketok CVA: (-/-)
Shifting dullness : (-)
4. Palpasi:
Nyeri tekan epigastrium (-)
Hepar, lien, dan ren dextra/sinistra tidak teraba
Tes undulasi (-)
Ekstremitas
Akral hangat : + + Sianosis : - -
+ + - -
Deformitas : - - Tremor : - -
- - - -
Pergerakan sendi : normal
Capillary Refill Time < 2 detik
Genitourinaria
Tidak dievaluasi.
IV. RESUME
Pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat sejak 3 hari yang biasanya
muncul saat beraktivitas lebih berat, malam hari sampai pagi, serta menghirup debu atau
asap. Saat muncul serangan sesak disertai bunyi ”ngik”, hanya dapat mengeluarkan kata-kata,
dan lebih nyaman dengan posisi duduk atau berbaring dengan 2 bantal. Selain itu pasien
mengeluh batuk berdahak berwarna putih agak kekuningan, bercampur buih, darah (-),
perutnya terasa sakit dan tertarik ketika batuk. Demam dan pilek 3 hari yang lalu.
Didiagnosis asma sejak ± 10 tahun dan sejak 3 tahun terakhir rutin kontrol ke poli dan
9
mendapatkan pengobatan yang rutin di minum setiap hari. Serangan sesak biasanya muncul
4x/bulan, mengganggu aktivitas. Gejala malam hari sebanyak 2x/bulan.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang kesadaran compos mentis, tanda
vital: TD 120/80 mmHg, nadi 124 x/menit, RR 35x/menit, suhu 37,0 ºC. Status gizi pasien
underweight. Didapatkan pemeriksaan kepala dalam batas normal, pemeriksaan leher
didapatkan deviasi trakea (-), fossa supra dan infra klavikula semetris, otot bantu nafas SCM
hipertofi (+) aktif (+). Pemeriksaan thoraks didapatkan pergerakan dinding dada simetris,
sonor diseluruh lapang paru, suara nafas vesikular diseluruh lapang paru, suara napas
tambahan rhonki di seluh lapang paru dekstra dan basal paru sinistra, suara nafas tambahan
wheezing diseluruh lapang paru dekstra dan sinistra. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas
dalam batas normal.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Parameter Hasil (07/11/2015) Nilai Rujukan
HGB 13,0 11,5 – 16,5 g/dL
RBC 5,26 4,0 – 5,0 x 106 /µL
HCT 37,2 37,0 – 45,0 %
MCV 71,7 82,0 – 92,0 fl
MCH 24,7 27,0 – 31,0 pg
MCHC 34,5 32,0 – 37,0 g/dL
WBC 3,16 4,0 – 11,0 x 103 /µL
EO 0,0 0-1 %
BASO 0,0 0-1 %
NEU 68,7 50-70 %
LYMPH 19,6 25-33 %
MONO 11,7 3-8%
PLT 254 150 – 400 x 103 /µL
10
Kimia Darah
Parameter Hasil (07/11/2015) Nilai Rujukan
GDS 119 < 160 mg %
Ureum 60 10-50 mg %
Kreatinin 0,6 0,6-1,1 mg %
SGOT 85 < 40 U/L
SGPT 39 <41 U/L
Albumin 4,4 3,5 – 5,0 mg %
VI. ASSESSMENT
Asma bronchial persisten ringan + eksaserbasi akut berat + terkontrol sebagian
VII. PLANNING
Diagnostik
- Cek darah lengkap
- Pemeriksaan rontgen thoraks PA
- Pemeriksaan Spirometri
- Pemeriksaan BTA SPS
- Pemeriksaan kultur sputum
Terapi
- O2 3-4 nasal canul liter/menit
- Infus NaCl 0,9 % + 2 ampul aminofilin ½ flash habiskan dalam 20 menit
selanjutnya 10 tpm
- Nebulisasi combivent/ 8 jam
- Inj. Metil prednisolon 125 mg/ 8 jam IV
- Ceftriakson 2gr/ 24 jam IV
- Inj. Omeprazol 1 ampul/ 12 jam
- Codein 10 mg/ 8 jam
Monitoring
– Keluhan harian
– Tanda vital harian
11
KIE
– Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya, bahwa penyakit asma yang diderita
tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol seperti orang sehat
– Menyarankan untuk menghindari faktor yang dapat mencetuska serangan asma
misalnya menghindari debu, asap, jadi suami pasien harus berhenti merokok
– Menjelaskan bahwa pengobatan asma terdiri dari 2 jenis, obat untuk control dan
pereda serangan asma, karena pada pasien terjadi asma yang bersifat terkontrol
sebagian, maka pasien memerlukan untuk mengontrol asma (controller)
– Menjelaskan pada pasien apabila tidak rutin melakukan control dan tidak
menghindari factor pencetus, maka pasien akan terus mengalami serangan bahkan
sampai mengancam nyawa. Namun sebaliknya apabila pasien rutin control dan
menghindari factor pencetus maka asma dapat terkontrol dan seperti orang sehat
VIII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : dubia ad malam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : dubia ad malam
12
FOLLOW UP PASIEN
13
9/11/2015 Sesak ↓, batuk Keadaan Umum : sedang Asma bronchial Diagnosis
(+) bedahak Kesadaran : compos mentis Pemeriksaan rontgen thoraks PA
persisten ringan
putih GCS : E4V5M6
kekuningan, Tekanan Darah : 120/80 mmHg + eksaserbasi Pemeriksaan Spirometri
nyeri perut Nadi : 96 x/menit, Frekuensi Nafas
akut berat + Pemeriksaan BTA SPS
saat batuk (-), : 20 x/menit, Suhu : 36,7ºC
demam (-), terkontrol Pemeriksaan kultur sputum
pilek (-) K/L : Anemis -/-, otot SCM
sebagian
hipertrofi (+) aktif (+), deviasi Terapi
trakea (-)
Puyer: (3x1)
Thorax: Suara jantung S1S2
tunggal, murmur (-), gallop (-) - Codein 10 mg
Pulmo: simetris (+), sonor (+/+)
- Metil prednisolon 4 mg
seluruh lapang paru, vesikuler
(+/+), rhonki (+/+) seluruh lapang - Teofilin ½ tab
paru dekstra dan basal sinistra,
- Salbutamol ½ tab
wheezing (-/-)
Abdomen: dbn Cefixim tablet 200 mg (2x1)
Ekstremitas : akral hangat +/+,
edema +/+ Omeprazol tablet 10 mg (3x1)
Keterangan: BPL
14
PEMBAHASAN
Definisi
The Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai penyakit yang
bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran napas. Hal ini ditentukan
oleh riwayat gejala pernapasan seperti wheezing, sesak napas, dada terasa penuh dan batuk yang
bervariasi dari waktu dan intensitasnya, bersamaan dengan variabel hambatan aliran udara
ekspirasi.1
Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI), asma adalah penyakit
inflamasi kronik saluran napas dimana banyak sel berperan terutama sel mas, eosinofil, limfosit
T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut
menyebabkan wheezing berulang, sesak napas, dada terasa penuh dan batuk terutama malam
atau menjelang pagi. Gejala tersebut terkait dengan hambatan aliran udara yang luas tetapi
variable yang sering reversible spontan atau dengan pengobatan.2
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang
dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis
adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.3
Factor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan
faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis
kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status
sosioekonomi dan besarnya keluarga.
15
Factor risiko yang dapat mencetuskan eksaserbasi asma, anatara lain:4
Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE
abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi
IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil
dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga
menyebabkan inflamasi saluran nafas.3
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci
dalam patogenesis asma.3
16
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk
ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan
tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan
Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel
inflamasi.3
Diagnosis
17
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi
bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa sepert gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Klasifikasi
18
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi
asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan
yang peka bagi penderita.
2. Asma bronkial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji
provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
Pada pasien ini dapat disimpulkan dari anamnesis pasien termasuk asma bronchial tipe
campuran, karena serangan asma muncul pertama kali setelah dewasa, terdapat anggota keluarga
yang menderita asma, pada pasien sering muncul serangan apabila mengalami penyakit infeksi
saluran nafas, terdapat hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik yang berat, stimuli psikis
perubahan cuaca serta debu dan asap.
19
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:7
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
intermitten Gejala <1x/minggu, ≤2 kali/bulan APE ≥80%
gejala selain eksaserbasi VEP1≥80% nilai prediksi APE
tidak ada ≥80% nilai terbaik
Eksaserbasi ringan Variabilitas APE <20%
Persisten ringan Gejala 1x/bulan hingga >2 kali/bulan APE >80%
1x/minggu VEP1≥80% nilai prediksi APE
eksaserbasi menggangu ≥80% nilai terbaik
aktivitas Variabilitas APE 20-30%
Persisten Gejala setiap hari >1 kali/minggu APE 60-80%
sedang Eksaserbasi menggangu -VEP1 60-80% nilai prediksi
aktivitas APE 60-80% nilai terbaik
Butuh reliever setiap -Variabilitas APE >30%
hari
Persisten berat Gejala setiap hari Sering APE ≤60%
Eksaserbasi sering dan VEP1 ≤60% nilai prediksi APE
mengganggu aktivitas ≤60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabilitas APE >30%
Derajat asma pada pasien ini adalah asma persisten ringan, berdasarkan pengakuan pasien
serangan sesak biasanya muncul 4 kali dalam 1 bulan, dan ketika sesak pasien sulit melakukan
aktivitas seperti biasa. Pasien juga mengaku terbangun saat malam hari karena batuk dan sesak,
sebanyak 2 kali dalam 1 bulan.
Berdasarkan derajat control pada pasien ini termasuk asma terkontrol sebagian karena
dari keempat poin tersebut, terpenuhi 2 poin, yaitu terdapat gejala malam / terbangun saat malam
karena batuk atau sesak nafas dan terdapat keterbatasan aktivitas. Sedangkan untuk gejala harian
20
asma lebih dari 2 kali/minggu dan kebutuhan reliever lebih dari 2 kali/minggu tidak terpenuhi
karena pasien biasanya mengalami gejala dan kebutuhan reliever sebanyak 1 kali/minggu.
Berdasarkan derajat eksaserbasi asma, saat ini pasien mengalami eksaserbasi akut berat,
karena pada saat beristirahat pasien juga merasakan sesak nafas. Saat mengalami serangan asma
pasien lebih memilih posisi duduk, pasien hanya dapat mengeluarkan kata-kata, keadaan pasien
juga gelisah, laju pernafasan >30x/menit, denyut nadi >120x/menit, terdapat penggunaan
ototbantu nafas yaitu otot SCM aktif. Saat serangan pasien dapat mendengar suara mengi ketika
pasien bernafas.
21
Tatalaksana
Level asma control saat sekarang dan pengobatan yang digunakan sekarang menentukan
pemilihan obat farmakologi. Apabila pasien tak terkontrol dengan regimen yang digunakan
sekarang, maka pengobatan harus ditingkatkan sampai tercapai kondisi terkontrol (stepping up).
Jika kondisi terkontrol telah tercapai minimal 3 bulan, pengobatan diturunkan untuk menentukan
step dan dosis terendah dari pengobatan untuk mempertahankan keadaan terkontrol (stepping
down).1
22
Level asma control pada pasien ini adalah asma terkontrol sebagian, sehingga pada
pasien perlu dilakukan stepping up untuk mendapatkan step dan dosis terendah dari pengobatan
untuk mempertahankan keadaan terkontrol.
23
24
Tatalaksana Eksaserbasi
Asma eksaserbasi adalah episode yang ditandai dengan peningkatan progresif gejala
sesak napas, batuk, mengi atau dada terasa penuh dan penurunan progresif fungsi paru-paru,
yaitu perubahan dari status pasien yang biasa menjadi membutuhkan perubahan pengobatan.
Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien dengan diagnosis asma yang sudah ada sebelumnya atau,
kadang-kadang, sebagai asma yang pertama kali muncul. Eksaserbasi biasanya terjadi karena
paparan agen eksternal (misalnya infeksi virus saluran pernapasan atas, serbuk sari atau polusi)
dan / atau ketidakpatuhan dalam pengobatan controller.1
Pada pasien ini bisa terjadi eksaserbasi karena terdapat riwayat terputus pengobatan
kontrol untuk beberapa hari dan kemungkinan pada pasien ini terjadi infeksi virus pada saluran
pernafasan. Terdapat gejala tanda yang mengarah ke infeksi saluran pernafasan, selain sesak dan
batuk, pasien juga mengeluh pilek dan demam, selain itu pada pemeriksaan fisik, didapatkan
suara nafas tambahan rhonki yang bias menandakan terjadi proses inflamasi di paru-paru.
Eksaserbasi yang terjadi pada pasien yaitu eksaserbasi berat, sehingga penatalaksanaan
farmakologis yang dapat diberikan yaitu pemberian oksigen, inhalasi SABA dan ipratropium
bromide, serta kortikosteroid sistemik.
Penggunaan antibiotik pada eksaserbasi asma belum terbukti kecuali ada bukti kuat dari
infeksi paru-paru (misalnya demam dan sputum purulen atau bukti radiografi dari pneumonia).
Pengobatan agresif dengan kortikosteroid harus dilaksanakan sebelum pertimbangan antibiotik.1
Pada pasien ini dicurigai terjadi infeksi paru-paru dan tidak dapat disingkirkan, sehingga pasien
mendapatkan antibiotik.
25
26
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
2015.
2. Wibisono J.M, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
Unair RSUD Dr. soetomo. Surabaya. 2010.
3. Rengganis, I. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11. 2008.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman diagnosis dan tatalaksana di
Indonesia. 2003.
5. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 2010.
6. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
165-73.
7. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
2012.
28