You are on page 1of 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelayanan di

rumah sakit yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan

pertama masuknya pasien dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat

darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan

pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan

kecacatan lebih lanjut. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan

meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sesuai dengan standar. (Kemenkes

RI, 2018)

Intalasi Gawat Darurat (IGD) mempunyai tujuan agar tercapai

pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan tepat

serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga

mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb)

dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam. (Maulana

dkk, 2017)

Intalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan instalasi yang

memberikan pelayanan pertama yang bersifat emergency pada pasien

dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan

melibatkan multi disiplin ilmu. Pelayanan di IGD merupakan layanan

yang bersifat integratif dengan melibatkan sejumlah tenaga kesehatan

secara bersama-sama untuk memberikan pelayanan kepada pasien.


Apabila kematian di IGD tinggi, hal ini berarti mutu rumah sakit tersebut

kurang baik, kepercayaan masyarakat menurun, pencitraan rumah sakit

menurun, sehingga bisa menurunkan kunjungan ulang pasien. (Limantara,

2015).

Triage merupakan proses penilaian awal pasien yang akan

diklasikasikan berdasarkan tingkat kegawat daruratannya sebagai dasar

dalam menentukan prioritas penanganan atau tindakan. Triage merupakan

proses yang sangat penting dalam manajemen pasien dengan kondisi

kegawat daruratan di IGD terutama karena terjadi peningkatan drastis

jumlah kunjungan pasien, maupun ketika terjadi korban masal yang

masuk keruangan IGD secara bersamaan. Berbagai laporan dari IGD

menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada

metode menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal

kedatangan. (Habib dkk, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Khairina, dkk (2018) tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam

ketepatan triage adalah pengetahuan, keterampilan, lama bekerja, tingkat

pendidikan, dan informasi. Didapatkan bahwa variabel yang memiliki

hubungan paling kuat dengan ketepatan pengisian skala triage adalah

variabel tingkat pengetahuan dengan p-value 0,012. Pengambilan

keputusan mengenai triage yang dilakukan sangat ditentukan oleh tingkat

pengetahuan triage.
Berdasarkan hasil penelitian Sari, D. dkk. (2016) didapatkan

bahwa peran pembimbing klinik memiliki hubungan dengan pelaksanaan

program keselamatan pasien oleh mahasiswa profesi ners dengan korelasi

positif, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat kemampuan peran

pembimbing klinik maka semakin tinggi tingkat pelaksanaan program

keselamatan pasien oleh mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian Hinson, et al (2018) akurasi triage

gawat darurat menggunakan Indeks keparahan darurat dan prediktor

independen dari under-triage dan over-triage di Brasil. Didapatkan

kesalahan penerapan triage dalam pemberian kode triage yang lebih

rendah dari tingkat urgensinya (under-triage) untuk 16.426 dari 96.071

pertemuan pasien. Under-triage dikaitkan dengan tingkat penerimaan

yang lebih tinggi dan hasil kritis. Hal ini sangat beresiko dengan

keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil penelitian Roza.A, & Wulandini.P (2018) yang

berjudul kontribusi pengetahuan dan sikap Mahasiswa D III Keperawatan

di Pekanbaru tentang respon time triage sebelum masuk praktek klinik

Gawat Darurat. Di dapatkan bahwa pengetahuan yang baik sebanyak 120

siswa (70,2%) dan pengetahuan buruk sebanyak 51 siswa (29,8%), sikap

baik sebanyak 97 siswa (56,7%) dan sikap buruk sebanyak 74 siswa

(43,3%), Dan hasil uji statistic untuk kedua variable ini adalah 0.00 (p-

value <0.05), ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna

terhadap kedua variable tersebut.


Berdasarkan penelitian Gurning dkk (2014) yang berjudul

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap petugas kesehatan IGD terhadap

tindakan triage berdasarkan prioritas didapatkan hasil dari 17 orang

responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi terdapat 13 orang

responden (76,5%) yang telah sesuai prosedur melaksanakan tindakan

triage berdasarkan prioritas dan 4 orang responden (23,5%) yang tidak

sesuai prosedur melaksanakan tindakan triage berdasarkan prioritas, dari

penelitian tersebut menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan

dan sikap petugas kesehatan terhadap tindakan triage.

Mahasiswa keperawatan merupakan seorang calon perawat yang

turut serta dalam pemberian asuhan keperawatan, sehingga perlu dibekali

pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan

sedini mungkin untuk mencegah kesalahan yang dapat menyebabkan

insiden keselamatan pasien. Proses pembekalan selalu dilaksanakan

sebelum mahasiswa masuk pada stase tertentu. (Sari, 2015)

Berdasarkan pengambilan data mahasiswa yang praktik di ruang

IGD RSUD Raden Mattaher Jambi untuk 4 bulan terakhir sebanyak 124

orang dan dalam 1 bulan sebanyak 30 orang. Hasil wawancara tanggal 22

Desember 2018 yang dilakukan terhadap 10 mahasiswa keperawatan di

ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan bahwa 6 mahasiswa

kurang mengetahui tentang manajemen triage dan 4 mahasiswa cukup

mengetahui tentang manajemen triage. 3 mahasiswa mengatakan peran

Precetor masih kurang dalam memberi arahan kepada mahasiswa, dan 7

mahasiswa mengatakan peran Preceptor baik dalam memberi arahan


kepada mahasiswa. Berdasarkan observasi di ruang IGD tentang tindakan

yang dilakukan mahasiswa praktik dari 10 mahasiswa, 7 mahasiswa

belum bertindak semestinya pada saat pasien datang ke ruangan IGD.

Berdasarkan data dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan

Mahasiswa Praktik Klinik Dan Peran Preceptor Dengan Penerapan

Manajemen Triage Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun

2019”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan masalah

penelitian adalah bagaimana hubungan pengetahuan mahasiswa praktik

klinik dan peran preceptor dengan penerapan manajemen triage di ruang

IGD RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran dan Hubungan Pengetahuan Mahasiswa

Praktik Klinik Dan Peran Preceptor Dengan Penerapan Manajemen

Triage Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2019

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa praktik klinik dengan

penerapan manajemen triage di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi

2019.
1.3.2.2 Mengetahui gambaran peran preceptor dengan penerapan manajemen

triage di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2019.

1.3.2.3 Mengetahui gambaran penerapan manajemen triage oleh mahasiswa

praktik klinik di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2019.

1.3.2.4 Mengetahui hubungan pengetahuan mahasiswa praktik klinik dengan

penerapan manajemen triage di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi

2019.

1.3.2.4 Mengetahui hubungan peran preceptor dengan penerapan manajemen

triage di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi RSUD Raden Mattaher Jambi

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan

kualitas pelayanan yang dilaksanakan mahasiswa pratik sehingga dapat

terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu

menyelamatkan pasien gawat darurat di RSUD Raden Mattaher Jambi.

1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi

petugas kesehatan khususnya mahasiswa dalam menjalankan praktik

klinik keperawatan terutama di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi.

1.4.3 Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam melakúkan

penelitian-penelitian lebih lanjut dengan variabel penelitian berbeda.

1.5 Ruang lingkup penelitian


Penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Mahasiswa

Praktik Klinik Dan Peran Preceptor Dengan Penerapan Manajemen

Triage Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2019

termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional

bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan mahasiswa

Keperawatan praktik klinik dan peran preceptor dengan penerapan

manajemen triage di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun

2019. Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei Tahun 2019. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Keperawatan yang praktik

di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi. Besar sampel dalam

penelitian ini diambil dengan accidental sampling. Penelitian ini

dilakukan di ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2019

dengan pengisian kuesioner oleh mahasiswa dan lembar observasi oleh

peneliti. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat

dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan derajat kepercayaan

95%.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Praktik Klinik

2.1.1 Defenisi Praktik Klinik

Praktik klinik adalah salah satu tujuan dalam pendidikan

keperawatan untuk menghasilkan tenaga ahli keperawatan yang memiliki

kemampuan intelektual, ketrampilan profesional, kesadaran sosial yang

tinggi, serta berwawasan nasional dan global. Perawat dengan pendidikan

diploma 3 dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan dengan

prosentase dasar 40% (teori) berbanding 60% (praktik), sehingga

diperlukan pembelajaran yang cukup dalam praktik nyata di lapangan.

Pelaksanaan praktik nyata dilapangan diwujudkan dalam praktik klinik

keperawatan yang diperoleh mahasiswa pada setiap semester. Praktik

klinik keperawatan mahasiswa diploma 3 dominan dilaksanakan di rumah

sakit untuk mendapatkan pengalaman nyata baik dari sisi keilmuan, skill

keperawatan, praktik komunikasi keperawatan, dan pendokumentasian

keperawatan. Praktik klinik ini dibimbing oleh pembimbing dari

akademik (dosen) dan pembimbing dari klinik (rumah sakit). (Solikhah,

2012)
2.1.2 Peran Preceptor

Preceptor memiliki kesempatan untuk sangat mempengaruhi

pembelajaran mahasiswa yang akhirnya lulus dan terbentuk praktik

keperawatan. Perilaku preceptor memainkan peran penting dalam

pengembangan keperawatan profesional yang berpengetahuan dan

terampil dalam sistem perawatan kesehatan, memberikan layanan

keperawatan berkualitas aman untuk semua kategori sebagai pasien,

keluarga dan masyarakat untuk mencapai, mempertahankan dan

memulihkan karakteristik kesehatan yang optimal seperti pengetahuan

profesional, role model dan kompetensi klinis. (Mohamed,L & Ismail, 2016)

Preceptor membimbing mahasiswa melalui interaksi,

penanganan pasien, dan sering berpendapat banyak peran termasuk

fasilitator, pelatih, pembimbing, panutan, dan evaluator. (Sari, 2016)

2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan sikap seseorang

terhadap suatu objek tertentu, semakin banyak aspek positif dari suatu
objek diketahui maka menimbulkan sikap makin positif terhadap suatu

objek tersebut (Notoatmodjo, 2013).

Pengetahuan dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori

memungkinkan seseorang untuk dapat merasakan masalah yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman

langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010)

2.2.2 Cara Mendapatkan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada cara seseorang mendapatkan

pengetahuan, yaitu:

2.2.2.1 Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan Cara-cara penemuan

pengetahuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

2.2.2.1.1 Cara coba salah (Trial and error)

Cara coba ini dilakukan dengan kemungkinan tersebut tidak

berhasil dicoba

2.2.2.1.2 Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau

kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin, agama

maupun ilmu pengetahuan.

2.2.2.1.3 Berdasarkan pengalaman pribadi

Dilakukan dengan cara mengulag kembali pengalaman yang

diperoleh dalam mematahkan permasalahan yang dipahami pada masa

yang lalu
2.2.2.1.4 Melalui jalan pikiran

Yaitu manusia telah menggunakan penalarannya dalam

menggunakan pengetahuan.

2.2.2.2 Cara modern memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer

disebut metodologi penelitian.

2.2.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang

mencakupdomain kognitif menurut Bloom dijelaskan dalam Notoatmodjo

(2013) mempunyai 6 tingkatan yaitu:

2.2.3.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya

2.2.3.2 Memahami (Comprehention)


Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar. Orang telah paham terhadap obyek

atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

2.2.3.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

2.2.3.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

2.2.3.5 Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

2.2.3.6 Evaluasi (Evaluation)


Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria- criteria yang telah ada.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2016), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu:

2.2.4.1 Faktor Internal

2.2.4.1.1 Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup.

2.2.4.1.2 Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu serta dapat

memberikan pengalaman maupun pengetahuan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu

pengetahuan karena adanya saling menukar informasi antara teman-

teman di lingkungan kerja.

2.2.4.1.3 Umur
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

2.2.4.1.4 Informasi

Menurut Wawan dan Dewi (2016) suatu informasi dapat

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan

baru dan semakin banyak mendapatkan informasi maka pengetahuan

akan semakin luas.

2.2.4.2 Faktor Eksternal

2.2.4.2.1 Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan

dan perilaku orang atau kelompok.

2.2.4.2.2 Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

2.2.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut. Akhirnya dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud

dengan pengetahuan ialah apa yang telah diketahui dan mampu diingat
setiap orang setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan

sejak ia lahir sampai dewasa khususnya setelah ia melalui

pendidikanformal dan non formal (Notoatmodjo, 2013).

Menurut Wawan dan Dewi (2016), pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu:

a. Baik, hasil persentase 76%-100%

b. Cukup, hasil persentase 56%-75%

c. Kurang, hasil persentase < 56%

2.3 Konsep Triage

2.3.1 Defenisi Triage

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisi klien atau kegawatanya yang

memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter

mempunyai batasan waktu (response time) untuk mengkaji keadaan dan

memberikan intervensi secepatnya yaitu < 10 menit. Penggunaan awal

kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kata

ini berasal dari bahasa Perancis yang berarti bermacam-macam dalam

memilah gangguan. Dominique larrey, ahli bedah Napolleon Bonaparte

yang pertama kali melakukan Triage. Kini istilah tersebut lazim

digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat

dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber

daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap


hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di Instalasi Gawat

Darurat (IGD) setiap tahunnya (Pusponegoro, 2011)

Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan

terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan

ABC (Airway, dengan cervical spine control, Breathing dan Circulation

dengan control pendarahan). Triage berlaku untuk pemilahan penderita

baik di lapangan maupun di rumah sakit (Musliha, 2010).

Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti yang penting

karena triage merupakan suatu proses mengomunikasikan kondisi

kegawatdaruratan pasien di IGD. Jika data hasil pengkajian triage

dikumpulkan secara akurat dan konsisten, maka suatu IGD Dapat

menggunakan keterangan tersebut untuk menilai dan menganalisis, serta

menentukan suatu kebijakan, seperti berapa lama pasien dirawat di IGD,

berapa hari pasien harus dirawat di rumah sakit jika pasien diharuskan

untuk rawat inap, dan sebagainya (Kartikawati, 2014)

Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan

pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang

diprioritaskan ada tidaknya gangguan Airway (A), Breathing (B), dan

Circulation (C) dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya

manusia, dan probabilitas hidup penderita (Kartikawati, 2014). Triage di

IGD Rumah Sakit harus selesai dilakukan dalam 15/20 detik oleh staf

medis atau paramedis (melalui training) sesegera mungkin setelah

pasien datang begitu tanda kegawatdaruratan teridentifikasi,

penatalaksanaan dapat segera diberikan untuk menstabilkan kondisi


pasien. Dimana triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya

cedera, jumlah pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersedia

serta kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro, 2011)

2.3.2 Tujuan Triage

2.3.2.1 Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa

2.3.2.2 Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakuratannya

2.3.2.3 Menempatkan pasien sesuai dengan keakuratannya berdasarkan pada

pengkajian yang tepat dan akurat.

2.3.2.4 Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.

2.3.3 Prinsip Triage

2.3.3.1 Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat

2.3.3.2 Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan

yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang

mengancam nyawa dalam departemen gawat darurat.

2.3.3.3 Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.

2.3.3.4 Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses

pengkajian.

2.3.3.5 Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.

2.3.3.6 Keselamatan dan kefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika

terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.


2.3.3.7 Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.

2.3.3.8 Tanggung jawab yang paling utama dari proses tiage yang dilakukan

perawat adalah keakutan dalam mengkaji pasien dan memberikan

perawatan sesuai dengan prioritas pasien (Kartikawati, 2014)

2.3.4 Prosedur Triage

Menurut Kemenkes RI (2018) prosedur triage:

2.3.4.1 Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD Rumah Sakit

2.3.4.2 Di ruang triage dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk

menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan

cara:

2.3.4.2.1 Menilai tanda vital dan kondisi umum pasien

2.3.4.2.2 Menilai kebutuhan medis

2.3.4.2.3 Menilai kemungkinan bertahan hidup

2.3.4.2.4 Menilai bantuan yang memungkinkan

2.3.4.2.5 Memprioritaskan penanganan definitif

2.3.4.3 Namun bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triage dapat

dilakukan di luar ruang triage (di depan gedung IGD Rumah Sakit).
2.3.4.4 Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode

warna:

2.3.4.4.1 Kategori merah: prioritas pertama (area resusitasi) pasien cedera berat

mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong

segera.

2.3.4.4.2 Kategori kuning: prioritas kedua (area tindakan) Pasien memerlukan

tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera.

2.3.4.4.3 Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi) pasien dengan cedera

minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari

pertolongan.

2.3.4.4.4 Kategori hitam: prioritas nol pasien meninggal atau cedera fatal yang

jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

2.3.4.5 Pasien kategori merah dapat langsung diberikan tindakan di ruang

resusitasi, tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, Pasien

dapat dipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk ke Rumah Sakit lain.

2.3.4.6 Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih

lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran

setelah pasien dengan kategori merah selesai ditangani.

2.3.4.7 Pasien dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila

sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien diperbolehkan

untuk dipulangkan.

2.3.4.8 Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.


2.3.4 Pembagian Triage

Berbagai sistem Triage mulai dikembangkan pada akhir tahun

1950-an seiring jumlah kunjungan IGD yang telah melampaui

kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera.

Tujuan Triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang

datang ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan.

Triage terbagi atas Single Patient Triage dan Routine Multiple

Casualty Triage.

2.3.4.1 Single Patient Triage

Menurut Pusponegoro (2011), Triage tipe ini dilakukan terhadap

satu pasien pada fase pra-rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di

Instalasi Gawat Darurat dalam day to day emergency dimana pasien

dikategorikan ke dalam pasien gawat darurat (true emergency) dan pasien

bukan gawat darurat (false emergency). Dasar dari cara Triage ini adalah

menanggulangi pasien yang dapat meninggal bila tidak dilakukan

resusitasi segera. Single patient triage dapat juga dibagi dalam kategori

berikut:

2.3.4.1.1 Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan

mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.

2.3.4.1.2 Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat

karena dapat mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien

harus ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.


2.3.4.1.3 Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat

yang harus ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.

2.3.4.1.4 Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak

darurat dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai

kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius yang harus mendapat

penanganan dalam waktu 60 menit.

2.3.4.1.5 False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat

tidak darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan

menderita penyakit atau mempunyai riwayat penyakit yang serius.

2.3.4.2 Routine Multiple Casualty Triage

2.3.4.2.1 Simple triage and rapid treatment (START)

Sistem ini ideal untuk Incident korban massal tetapi tidak terjadi

functional collapse rumah sakit. Ini memungkinkan paramedik untuk

memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke rumah sakit.

Untuk menemukan mana yang perlu perawatan segera dengan kondisi

yang mengancam nyawa, minta semua korban yang dapat berdiri dan

berjalan untuk pindah ke arah tertentu. Korban-korban ini sebut

“walking wounded” korban ini jarang mengalami cedera yang

mengancam nyawa mengatasi ancaman nyawa. Periksa korban yang

tidak dapat bergerak lebih dulu dengan membuka jalan nafas yang

tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan
akurat tidak boleh lebih dari 60 detik per korban dan mengklasifikasi

korban ke dalam kelompok terapi: (Thygerson, 2011)

2.3.4.2.1.1 Perawatan segera (immediate): Korban perlu perawatan segera dan

bawa ke perawatan medis sesegera mungkin. Seperti: kesulitan

bernafas, perdarahan hebat, luka bakar berat, tanda-tanda syok, tidak

memberi respon

2.3.4.2.1.2 Perawatan tertunda (delayed care): perawatan dan transportasi dapat

ditunda sampai 1 jam. Seperti: luka bakar tanpa masalah jalan napas,

cedera tulang, cedera punggung

2.3.4.2.1.3 Terluka (walking wounded): Perawatan dan transportasi dapat di

tunda sampai 3 jam.

2.3.4.2.1.4 Meninggal (dead): korban secara jelas meninggal atau kemungkinan

tidak dapat bertahan hidup karena jenis dan luas cedera yang

dialaminya.

2.3.4.2.2 Triage untuk korban bencana

Triage dilakukan simultan oleh beberapa tim. Untuk menampung

korban sesuai dengan prioritasnya triage dapat dibedakan sesuai

dengan warna: (Pusponegoro, 2016)

2.3.4.2.2.1 Merah: dapat meninggal atau cacat. Airway, breathing, circulation,

disability dan hypothermy/Malignant Hyperthermy.

2.3.4.2.2.2 Kuning: cedera, tetapi tidak akan meninggal atau cacat.


2.3.4.2.2.3 Hijau: cedera ringan atau histerik

2.3.4.2.2.4 Hitam: meninggal

2.3.5 Sistem Triage Di Rumah Sakit

Sistem Triage IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang

sesuai dengan kondisi masing-masing rumah sakit. Beberapa sistem

Triage yang digunakan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

2.3.5.1 Skala Triage Australia

Skala triage Australia ini banyak digunakan di IGD rumah sakit di

Australia. Penghitungan waktu dimulai sejak pasien pertama kali tiba di

IGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika perawat akan

mengambil keputusan tingkat kedaruratan triage. Selain itu, proses triage

meliputi pemeriksaan kondisi kegawat daruratan pasien secara

menyeluruh.

Tingkat Waktu Perawatan

Sangat mengancam hidup Langsung

Sedikit mengancam hidup 10 menit

Beresiko mengancam hidup 30 menit

Darurat 60 menit

Biasa 120 menit

Tabel.2.3.5.1 Skala Triage Australia (Kartikawati, 2014)


2.3.5.2 Skala Triage Kanada

Sekelompok dokter dan perawat di kanada mengembangkan skala

akuitas dan triage lima tingkat. Setiap tingkat triage mewakili beberapa

keluhan dari pasien. Pada triage tingkat 1, contoh kasusnya: serangan

jantung, trauma berat, gagal napas akut. Sementara itu, triage tingkat 5,

contohnya pasien terkilir, luka ringan.

Triage yang dilakukan oleh perawat harus berdasarkan ilmu dan

pengalaman tentang proses pemilihan pasien berdasarkan tingkat

kedaruratannya. Dalam melakukan proses triage, perawat mengambil

keputusan tentang: seberapa lama pasien dapat menunggu tindakan

sebelum perawat melakukan pengkajian secara komprehensif dan

seberapa lama pasien dapat menunggu untuk selanjutnya diperiksa dokter

yang akan merawatnya. Jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan tersebut

membantu menentukan tingkat kedaruratan pasien di mana respons

pasien pada setiap levelnya dapat berbeda-beda.

Tingkat Waktu Perawatan

Resusitasi Langsung

Gawat Darurat Langsung

Darurat <30 menit

Biasa <60 menit

Tidak Gawat <120 menit

Tabel 2.3.5.2 Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2014)


2.3.5.3 Skala triage Manschester

Skala triage Manchester dikembangkan di Inggris oleh kelompok

perawat dan dokter gawat darurat. Setiap tingkat pada triage ini di beri nama,

nomor, dan warna sebagai pedoman perawat dalam memberikan perawatan

kepada pasien.

No Tingkat Warna waktu

1 Langsung Merah 0 menit

2 Gawat darurat Orange 10 menit

3 Darurat Kuning 60 menit

4 Standard Hijau 120 menit

5 Biasa Biru 240 menit

Tabel 2.3.5.3 Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2014)


2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori diatas, maka kerangka teori dalam penelitian

ini dapat dilihat pada bagian 2.1

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Peran Preceptor:
- Role model

- Pengetahuan profesional Penerapan Manajemen Triage


- Evaluator

Tingkat Pengetahuan
− Tahu (Know)
− Memahami
(Comprehention)
− Aplikasi
(Application)
− Analisis
(Analysis)
− Sintesis (Syntesis)
− Evaluasi
(Evaluation)

Sumber: Notoatmodjo (2013), Sari (2016) & Mohamed,L & Ismail, (2016)
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu kepada kerangka

teori yang mana variabel yang akan diambil untuk variabel independen

(pengetahuan, peran pembimbing lapangan) dan variabel dependen

(penerapan manajemen triage) untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan

dibawah ini.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel dependen
Pengetahuan

Penerapan
manajemen triage

peran preceptor

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

desain penelitian cross sectional, Penelitian ini bertujuan untuk melihat

hubungan antara variabel independent (Pengetahuan mahasiswa praktik


klinik dan peran preceptor) dengan dependen (Penerapan manajemen

triage) pada waktu bersamaan.

3.3 Variabel dan Defenisi Operasional

3.3.1 Variabel penelitian

3.3.1.1 Variabel Independen

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya mempengaruhi

variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah pengetahuan mahasiswa praktik klinik dan peran preceptor.

2.3.1.2 Variabel Dependen

Variabel yang di pengaruhi nilainya di tentukan oleh variabel lain

(Nursalam, 2013). Variabel dependennya adalah penerapan manajemen

triage.

3.3.2 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional pada penelitian ini merupakan

batasan yang harus dibuat oleh peneliti dalam istilah yang operasional

yang bertujuan memberikan arah dan batasan bagi peneliti

Tabel 3.1. Defenisi Operasional

Variabael Defenisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Dependen: Tindakan yang Lembar Checklist 1. Kurang baik Ordinal
Penerapan yang harus obeservasi jika ≤
Manajemen diketahui mean/median
Triage mahasiswa
praktik klinik 2. Baik jika ≥
dalam mean/median
menempatkan
klien sesuai
dengan kriteria
triage.
Independent: Pengetahuan Kuesioner Pengisian 1. Kurang jika Ordinal
Pengetahuan mahasiswa kuesioner <56%
mahasiswa tentang 2. Cukup: jika
praktik klinik penerapan 56% - 75%
manajemen 3. Baik: jika
triage pada klien 76%-100%
di Ruangan (arikunto,
Instalasi Gawat 2012)
Darurat (IGD)
Independent: Peran yang Lembar Checklist 1. Kurang baik Ordinal
Peran diberikan oleh checklist jika ≤
pembimbing preseptor mean/median
lahan kepada 2. Baik jika ≥
(preceptor) mahasiswa mean/median
terhadap
penerapan
manajemen
triage

3.4 Hipotesis

3.4.1 Terdapat hubungan pengetahuan mahasiswa praktik klinik terhadap

penerapan manajemen triage di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD

Raden Mattaher Jambi 2019.

3.4.2 Terdapat hubungan peran pembimbing lahan (preceptor) terhadap

penerapan manajemen triage di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD

Raden Mattaher Jambi 2019.


3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.5.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Instalasi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Raden Mattaher Jambi.

3.5.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada 05 Maret – 05 April

Tahun 2019

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah seluruh mahasiswa yang praktik klinik di Ruang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Raden Mattaher Jambi. Populasi

pada bulan Maret 2019 berjumlah 40 orang mahasiswa.

3.6.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah populasi yang mewakili penelitian.

Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang praktik klinik

di Ruangan Instalasi Gawat Darurat.

3.6.2.1 Kriteria insklusi

3.6.2.1.1 Mahasiswa Keperawatan yang praktik klinik di Ruang Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

3.6.2.1.2 Mahasiswa yang bersedia menjadi responden

3.6.2.2 Kriteria ekslusi


3.6.2.2.1 Mahasiswa transfer.

3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah accidental

sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan saat peneliti ketemu

dengan responden secara kebetulan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan

lembar checklist adapun data primer yang akan dikumpulkan adalah:

3.7.1.1 Karekteristik responden terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin,

peruguruan tinggi, semester dan jurusan.

3.7.1.2 Data variabel independen (pengetahuan dan peran pembimbing lahan

(preceptor)

3.7.1.3 Data variabel dependen (penerapan manajemen triage).

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil adalah data jumlah

pembimbing lahan dan mahasiswa yang praktik 1 tahun terakhir.

3.8 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner dan lembar checklist.

3.8.1 Kuesioner digunakan untuk menggali pengetahuan mahasiswa praktik

klinik tentang triage di Instalasi Gawat Darurat. kuesioner pengetahuan

mahasiswa tentang triage berjumlah 20 pertanyaan berjenis multiple

choise (pilihan ganda). Jawaban responden yang benar akan diberi skor 1
dan yang salah diberi skor 0, kuesioner peran pembimbing berjumlah ......

pertanyaan. Jika jawaban peran baik maka diberi nilai 1 dan jika peran

pembimbing kurang baik maka diberi nilai 0.

3.8.2 lembar checklist yang digunakan adalah penerapan manajemen triage.

dengan 15 pernyataan dilakukan dengan cara observasi, diberi skor 1 bila

“iya” dan skor 0 bila “tidak”.

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.9.1 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), proses pengolahan data ini

melalui tahap-tahap sebagai berikut:

3.9.1.1 Editing data (Pengeditan Data)

Langkah pertama yang akan dilakukan adalah mengecek

kelengkapan data dan kecocokan pada setiap data yang telah terkumpul

sehingga tidak ada kesalahan dalam pengumpulan data.

3.9.1.2 Coding data (Memberi Kode)

Coding data untuk kuesioner pengetahuan adalah sebagai

berikut : 1= “baik”, 2= “cukup” 3= “kurang” dan untuk lembar

checklist 1= “ya”, 2= “tidak” untuk kategori jenis kelamin 1= “laki-

laki”, 2= “perempuan”. Untuk kategori umur 1= “17 -25 tahun”, 2=

“26-35 tahun”.

Coding data untuk kuesioner pembimbing lapangan adalah

sebagai berikut :
Coding data untuk lembar checklist penerapan manajemen

triage adalah : 1= “ya”, 2= “tidak”.

3.9.1.3 Scoring

Scoring untuk responden yang menjawab pengetahuan baik

diberikan nilai 3 jika scor 76%-100%, nilai 2 jika scor 56% - 75% dan

nilai 1 jika <56%.

untuk lembar checklist 1= “ya”, 0= “tidak” untuk kategori jenis

kelamin 1= “laki-laki”, 2= “perempuan”. Untuk kategori umur 1= “17

-25 tahun”, 2= “26-35 tahun”.

3.9.1.4 Entry data

Memasukan data ke dalam computer dengan menggunakan

aplikasi SPSS.

3.9.1.5 Cleaning

Semua data yang sudah di peroleh dari responden yang sesui

dimasukan, dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukanpembetulan atau koreksi.

3.9.1.6 Tabulating data

Data yang telah lengkap dan memenuhi kriteria di hitung sesuai

dengan variabel yang di butuhkan lalu dimasukan kedalam table-tabel

distribusi frekuensi.

3.9.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengelola data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan serta untuk menguji secara
statistik kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan. Analisis data

dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

3.9.2.1 Analisis Univariat

Analisa univariat adalah Analisa yang dilakukan untuk

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian.

3.9.2.2 Analisis Bivariat

Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu:

variabel independen (pengetahuan mahasiswa praktik klinik dan peran

preceptor) dengan variabel dependen (penerapan triage) di IGD RSUD

Raden Mattaher Jambi. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-

square. Dengan derajat kemaknaan 0.05. Apabila p-value ≤ 0,05, artinya

terdapat hubungan yang bermakna (Ho ditolak). Sedangkan apabila p-

value > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan (Ho gagal ditolak).
Prosedur Pengumpulan Data

3.7.3.1 Mengadakan permohonan ijin penelitian kepada pihak RSUD Raden

Mattaher Jambi. Setelah mendapatkan ijin maka selanjutnya peneliti

menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian kepada kepala

ruangan.

3.7.3.2 Memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian

yang akan dilaksanakan kepada responden. Setelah responden memahami

penjelasan yang diberikan, responden diminta persetujuannya sebagai

responden penelitian, dengan menandatangani informed consent sebagai

buktinya.

3.7.3.3 Membagikan kuesioner kepada responden dan penjelasan cara

mengisinya. Mempersilahkan responden untuk mengisi kuesioner, selama

responden mengisi instrument peneliti mendampingi responden, bila ada

pernyataan yang kurang jelas. Responden diberikan waktu untuk mengisi

kuesioner selama 10 menit didampingi peneliti, responden diperkenankan

untuk mengklarifikasi pernyataan yang kurang jelas.

3.7.3.4 Setelah kuesioner diisi lengkap, responden mengembalikan kuesioner

kepada peneliti. Kuesioner yang telah dikumpulkan diperiksa kembali

kelengkapannya oleh peneliti dengan melihat jawaban dari setiap item

pertanyaan.
3.10 Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010) Etika dalam penelitian merupakan

hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, mengingat penelitian

dalam keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Oleh karena

itu etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak

azazi dalam kegiatan penelitian. Masalah etika penelitian meliputi:

3.10.1 Lembar persetujuan (imformed Consent)

Lembar pesetujuan diberikan sebelum dilakukan penelitian

disertai dengan penjelasan yang cukup, setelah itu responden diminta

mengisi data-data dan menanda tanganinya.

3.10.2 Privacy

Dalam hal ini berarti sebuah penelitian harus menghargai dalam

hal menentukan pilihan dan mendapatkan penjelasan secara lengkap

tentang penelitian dan responden mempunyai hak untuk meminta bahwa

data yang diperoleh peneliti untuk dirahasiakan

3.10.3 Kerahasiaan (Confidentially)

Menjaga kerahasiaan semua informasi yang telah dikumpulkan

dari responden oleh peneliti, peneliti merahasiakan identitas responden

dengan tidak mencantumkan nama tetapi hanya menggunakan inisial.

3.10.4 Jaminan Keamanan

Hak memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan akibat dari

informasi yang diberikan.

You might also like