You are on page 1of 10

Selasa, 31 Maret 2009

MEMUDARNYA KESADARAN BELA NEGARA DI ERA REFORMASI

TUGAS KEWARGANEGARAAN

MEMUDARNYA KESADARAN BELA NEGARA


DI ERA REFORMASI

Disusun oleh:

Nama : Aditia Arif Rachman


NIM : C1C008036
Kelas : Akuntansi A

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
PURWOKERTO
2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas bimbingan dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul
MEMUDARNYA KESADARAN BELA NEGARA DI ERA REFORMASI disusun dalam
rangka melengkapi nilai tugas mata kuliah Kawarganegaraan pada semester gasal.
Penulis sadar bahwa selama kami menyusun makalah ini banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis mengucapkan tarima kasih yang setulus-tulusnya
kepada:
1. Bapak Sukirman, Dosen Kewarganegaraa Universitas Jenderal Soedirman yang telah
banyak memberi bimbingan dalam menyusun makalah ini.
2. Teman-teman yang telah banyak memberi masukan serta saran-saran yang membangun.
3. Keluarga tercinta yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan baik moril maupun
material.
4. Staf perpusatakaan Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberi kesempatan
kepada kami untuk memanfaatkan fasilitas yang ada.
5. Warung Internet Caber Net yang telah menyedikan fasilitas kepada penulis dalam
browsing di Internet.
6. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya dalam menyusun makalah ini
masih banyak kekurangannya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini berguna bagi semua pihak dalam memberi
informasi tentang betapa pentingnya kesadaran bela negara bagi kita sebagai warga negara
Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga keutuhan bangsa dari segala
ancaman, gangguan dan hambatan baik dari dalam maupun dari luar negeri, khususnya bagi
generasi muda para penerus bangsa.

Purwokerto, 22 Oktober 2008

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. PERMUSAN MASALAH 2
C. TUJUAN 2
D. METODE 3
BAB II ISI 4
A. Pengertia Bela Negara 4
B. Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan 5
Republik Indonesia Ancaman Dari Luar
C. Ancaman Dari Dalam 6
D. Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan Pada 8
Bangsa dan Tanah Air
E. Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga 10
Negara Konsep Bela Negara
1. Bela Negara Secara Fisik 11
2. Bela Negara Secara Non-Fisik 12
BAB III PENUTUP 14
DAFTAR PUSTAKA 16

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tumbangnya kekuasaan Soeharto di era orde lama menandakan masa otoriter telah berakhir.
Munculah era reformasi yang membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di
Republik Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi
tampaknya ada juga yang negatif dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah
dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca
pemerintahan Orde Baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak
terbendung. Berbagai ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik
perhatian bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan
dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu
oleh sistem pemerintahan yang otoriter.
Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan
kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan
kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang
demokratis. Namun berbagai tindakan anarkis, konflik SARA dan separatisme yang sering
terjadi dengan mengatas namakan demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi
semangat kebersamaan sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan
pribadi, telah menjadi tujuan utama. Semangat untuk membela negara seolah telah memudar.
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban
dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia.
Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap
warga negara Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata cara penyelenggaraan
pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh
seluruh komponen bangsa. Upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam
penyelenggaraan pertahanan negara itu antara lain dilakukan melalui Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara. Di dalam masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan
reformasi, tentu timbul pertanyaan apakah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara masih
relevan dan masih dibutuhkan. Makalah ini akan mencoba membahas tentang memudarnya
kesadaran Bela Negara di era reformasi dan dalam rangka menghadapi era globalisasi abad
ke 21.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut
1. Apa yang terjadi terhadap masyarakat Indonesia di era reformasi ini setelah era orde lama
runtuh dan otoriterisme berakhir?
2. Apa masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dalam proses menuju negara yang
madani?
3. Mengapa peranan masyarakat dalam bela negara di era reformasi ini cenderung semakin
berkurang?
4. Apa yang seharusnya dilakukan agar kesadaran masyarakat akan bela negara dapat
meningkat?

C. TUJUAN
Dalam penyusunan makalah ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang :
1. Mengetahui kondisi masyarakat Indonesia di era reformasi setelah runtuhnya orde lama
khusunya dalam peran masyarakat dalam bela negara.
2. Mengenali masalah-masalah yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat Indonesia dalam
proses menuju negara yang madani.
3. Penyebab-penyebab yang mengakibatkan semakin memudaranya peran masyarakat akan
bela negara.
4. Cara-cara menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bela negara bagi masyarakat
Indonesia.

Makalah ini diharapkan memberikan informasi tentang betapa pentingnya kesadaran akan
bela negara bagi setiap insan masyarakat Indonesia dalam hal mempertahankan kesatuan dan
persatuan bangsa.
D. METODE
Metode penulisan yang digunakan dalam dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi pustaka yaitu pengambilan data dari buku panduan, literatur atau brosur-brosur yang
menunjang kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
2. Browsing Internet yaitu pengambilan data dari internet.

Demikian metoda yang digunakan dalam makalah ini, yang kesemuanya membantu kami
dalam menyelesikan makalah ini.

BAB II
ISI

A. Pengertia Bela Negara


Berdasarkan pasala 1 ayat (2) UU No. 1 tahun 1998, bela negara adalah tekad, sikap, dan
tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh
kecintaan pada tanaha air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan
kesaktian Pancasiola sebagai ideologi negara, dan kerelaan untuk berkorban guna
meniadakan setiap ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang
membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa,
keutuhan wilayah, yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan Uud 1945.
Upaya bela negara adlah kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai
penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahan keamanan negara.
Upaya bela negara merupakan kehormatan yang dilakukan oleh setiap warga negara secara
adil dan merata.
Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam uoaya bela
negara antara lain diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN).
Pendidikan pendahuluan bela negara adalah pendidikan dasar bela negara guna
menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia.
Keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, kerelaan berkorban untuk
negara, serta memberikankemampuan awal bela negara.
Rumusan tersebut sangatlah jelas tujuan dan sasarannya, yaitu setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan negara, persatuan dan
kesatuan bangsa, serta keutuhan wilayah NKRI. Namun demikian, mengingat kemajemukan
masyarakat dan keragaman budaya yang melatar belakanginya, maka pengertian bela negara
mempunyai implikasisosial budaya yang tidak boleh diabaikan dalam menanamkan
kesadaran dan kepedulian segenapwarga negara.
B. Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia Ancaman Dari Luar
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan regional di
dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan berkurang.
Meskipun masih terdapat potensi konflik khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya
sengketa Kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan ini, masalah Timor
Timur yang menyebabkan ketegangan antara Indonesia dan Australia, dan sengketa Pulau
Sipadan/Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, namun diperkirakan semua pihak yang
terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa dalam jangka waktu pendek ancaman dalam bentuk agresi
dari luar relatif kecil. Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya
menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran
narkotika dan obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing
yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang pada gilirannya dapat
merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar lainnya
adalah dalam bentuk "penjarahan" sumber daya alam Indonesia melalui eksploitasi sumber
daya alam yang tidak terkontrol yang pada gilirannya dapat merusak lingkungan atau
pembagian hasil yang tidak seimbang baik yang dilakukan secara "legal" maupun yang
dilakukan melalui kolusi dengan pejabat pemerintah terkait sehingga meyebabkan kerugian
bagi negara.
Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan Ketahanan Nasional
melalui berbagai cara, antara lain:
a. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia.
b. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan
penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
c. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional serta terciptanya
suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas KKN, dan consisten
melaksanakan peraturan/undang-undang).
d. Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan
semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan Pancasila
sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
e. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya relatif
sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja dapat menggunakan unsur
Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta. Dengan doktrin
Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia mampu mengidentifikasi berbagai
masalah nasional termasuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap keamanan
negara guna menentukan langkah atau tindakan untuk menghadapinya.

C. Ancaman Dari Dalam


Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu yang mengada-
ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi negara Republik Indonesia
tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam bentuk:
a. Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan
atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
b. Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Azasi
Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa.
c. Upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim atau yang tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
d. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalah
politik, maupun akibat masalah SARA.
e. Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.

Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi saat ini, potensi
konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat
yang justru adalah esensi dari demokrasi malah merupakan potensi konflik yang serius
apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang
lain berkeras memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk
mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang
sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap
kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi ini. Masalahnya, cara pengambilan suara
terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan
perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang "kalah",
sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk
memaksakan kehendaknya.
Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta ketidak pastian hukum
akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan juga merupakan potensi ancaman
bagi keamanan dalam negeri. Apalagi di masa transisi saat ini ada kelompok/golongan yang
secara terbuka menyatakan tidak mengakui Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah transisi yang berkuasa saat ini. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini
jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang serius. Contoh
yang paling nyata adalah insiden Semanggi di mana para pengunjuk rasa yang jelas-jelas
tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum akhirnya bentrok dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum.
Terlepas dari berbagai faktor psikologis dan politis yang memicu terjadinya insiden tersebut,
kenyataannya adalah seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap
hukum, tentunya insiden itu tidak akan terjadi. Keragu-raguan aparat penegak hukum
(kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan) dalam menangani berbagai tindak pidana korupsi
yang melibatkan pejabat tinggi negara juga potensial untuk menyulut huru-hara akibat
kekecewaan masyarakat. Tidak adanya kesadaran hukum, di samping aspek sosial-psikologis
yang perlu diteliti lebih lanjut dan dicarikan penyelesaiannya, juga menyebabkan sering
timbulnya tawuran antar warga atau tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan
keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan. Maka, sosialisasi
berbagai peraturan dan perundang-undangan serta penegakan hukum yang tegas, adil dan
tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi
ancaman dari dalam negeri ini perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas
internal seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun
tidak langsung, untuk kepentingan mereka.

D. Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan Pada Bangsa dan Tanah Air


Sebagai produk dari faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual pada suatu tahapan
sejarah, nasionalisme adalah "suatu kondisi pikiran, perasaan atau keyakinan sekelompok
manusia pada suatu wilayah geografis tertentu, yang berbicara dalam bahasa yang sama,
memiliki kesusasteraan yang mencerminkan aspirasi bangsanya, terlekat pada adat dan tradisi
bersama, memuja pahlawan mereka sendiri dan dalam kasus-kasus tertentu menganut agama
yang sama".
Nasionalisme adalah produk langsung dari konsep bangsa. Ia merujuk kepada perasaan
"kasih sayang" pada satu sama lain yang dimiliki oleh anggota bangsa itu dan rasa
kebanggaan yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri. Dia adalah semangat kebersamaan yang
bertujuan memelihara kesamaan pandangan, kesamaan masyarakat dan kesamaan bangsa
dalam suatu kelompok orang-orang tertentu. Dia adalah suatu idelogi abstrak yang mengakui
kebutuhan akan suatu pengalaman bersama, kebudayaan bersama, dasar sejarah, bahasa
bersama dan lingkungan politik yang homogen. Nasionalisme dapat diungkapkan dengan
berbagai cara, misalnya keinginan untuk mencapai taraf kehidupan yang tinggi, keinginan
untuk memenangkan medali emas lebih banyak dari negara lain dalam Olympiade, atau
bahkan menundukkan wilayah lain yang berbatasan.
Akhir-akhir ini ditengarai bahwa semangat nasionalisme dan patriotisme, khususnya di
kalangan generasi muda Indonesia telah memudar. Beberapa indikasi antara lain adalah
munculnya semangat kedaerahan seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah;
ketidakpedulian terhadap bendera dan lagu kebangsaan; kurangnya apresiasi terhadap
kebudayaan dan kesenian daerah; konflik antar etnis yang mengakibatkan pertumpahan
darah.
Ketidak mampuan pemerintah pasca Orde Baru untuk mengatasi krisis multidimensional
sering dijadikan "kambing hitam" penyebab memudarnya nasionalisme. Banyak orang yang
tidak merasa bangga menjadi orang Indonesia akibat citra buruk di dunia internasional
sebagai "sarang koruptor" dan "sarang teroris". Banyak orang yang enggan membela negara
dengan alasan "saya dapat dari negara?" Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat
pernah mengatakan, "don't ask what your country can do for you, ask what can you do for
your country!" (jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi
tanyakan apa yang dapat kamu lakukan untuk negaramu!) Semangat seperti itu seharusnya
juga berlaku bagi semua warga Negara Indonesia. Ada semacam kekeliruan pandangan
bahwa negara identik dengan pemerintah. Setiap warga negara boleh saja tidak setuju dengan
kebijakan pemerintah, tapi dia tetap berhak dan wajib membela negaranya.
Memudarnya nasionalisme dan patriotisme mungkin juga disebabkan oleh tiadanya
penghayatan atas arti perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Perayaan hari Kemerdekaan
setiap tanggal 17 Agustus selama berpuluh tahun terkesan hanya sebagai ritual upacara
bendera yang membosankan. Tradisi "hura-hura" lomba makan krupuk dan panjat pinang,
panggung hiburan yang dari tahun ke tahun hanya diisi oleh vocal group remaja setempat di
setiap RT di seluruh tanah air dan gapura yang mencantumkan slogan-slogan kosong di setiap
ujung gang. Yang lebih memprihatinkan, di tengah krisis ekonomi yang berlarut-larut ini,
hari Kemerdekaan dirayakan dengan kembang api. Betapa tidak nasionalis dan tidak
patriotisnya, membakar uang puluhan juta rupiah sementara sebagian besar rakyat tengah
menderita. Sedikit sekali kelompok masyarakat yang merayakan hari Kemerdekaan dengan
acara syukuran dan do'a bersama mengingat jasa para pahlawan yang telah mengorbankan
nyawa mereka untuk mencapai kemerdekaan ini.
Demikian pula Sumpah Pemuda, yang sebenarnya adalah modal awal persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan, kini seolah hanya merupakan pelajaran sejarah
yang tidak pernah dihayati dan diamalkan. Munculnya gerakan separatisme dan konflik antar
etnis membuktikantidak adanya kesadaran bahwa kita adalah satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa. Harus diakui bahwa ada faktor-faktor politis, ekonomi dan psikologis yang
menyebabkan gerakan-gerakan separatis maupun konflik antaretnis itu, misalnya masalah
ketidak adilan sosial dan ekonomi, persaingan antar kelompok dan sebagainya. Kurang
tanggapnya pemerintah baik di pusat maupun daerah untuk mengantisipasi atau segera
menangani berbagai permasalahan itu menyebabkan tereskalasinya suatu masalah kecil
menjadi konflik yang berkepanjangan.

E. Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik
maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul bedil" menghadapi serangan
atau agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Sedangkan Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran
berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif
dalam memajukan bangsa dan negara".

1. Bela Negara Secara Fisik


Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakanhak dan kewajiban
konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia. Tapi, seperti diatur dalam UU no 3
tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya
dilakukan oleh Rakyat Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen
Mahasiswa, Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang telah mengikuti
Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi yaitu
Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat.
Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat
terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu
pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara
fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih
merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan
perang.
Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka
dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga
negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka
yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional
Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk
mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang, mereka
dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas
teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan
tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam
kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas
Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya.
Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi
memperkenalkan "dwi-fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi "konsep bela
negara" di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab
TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara Republik Indonesia.

2. Bela Negara Secara Non-Fisik


Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru
kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luar maupun dari dalam seperti yang telah
diuraikan di atas. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus
berarti "memanggul bedil menghadapi musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela
negara secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam
segala situasi, misalnya dengan cara:
a. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi
dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak.
b. Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada
masyarakat.
c. Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan
retorika).
d. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung
tinggi Hak Azasi Manusia (HAM).
e. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia
dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-
masing.

Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan bela negara secara
non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada gilirannya merupakan ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanan negara dan bangsa kiranya akan dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai
upaya peningkatan Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh
budaya asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau disinformasi) dan
propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi.

BAB III
PENUTUP

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah potensi ancaman terhadap keamanan
negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri. Namun potensi ancaman yang lebih besar
adalah yang dari dalam negeri, terutama di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai
dengan tuntutan reformasi. Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas
dalam negeri seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan masyarakat kita, terutama
di kalangan elite (politik dan ekonomi) serta kaum intelektual/akademisi, dapat dikatakan
bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk menanamkam kesadaran bela negara
masih sangat relevan dan masih sangat dibutuhkan di era reformasi saat ini dan di masa
mendatang. Namun perlu dicarikan format yang lebih efektif, lebih sesuai dengan kondisi
masyarakat dan lebih bersifat konkrit dan realistis agar tidak terkesan sebagai suatu kegiatan
indoktrinasi teori yang bersifat abstrak dan membosankan. Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara untuk masyarakat umum akan sangat bermanfaat, khususnya dalam upaya
menanamkan kesadaran akan hak dan kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat
ditingkatkan kualitasnya, namun mengingat latar belakang pendidikan formal peserta yang
cukup beragam mungkin perlu dilakukan penyesuaian atau modifikasi.
Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari kalangan elite
(politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang memiliki kesadaran bela negara akibat terlalu
sibuk membela kepentingan pribadi/golongannya. Pendidikan kewiraan di tingkat perguruan
tinggi, yang juga merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Pendahuluan Bela Negara,
kiranya juga masih relevan dan diperlukan meskipun materinya tentu saja perlu disesuaikan
seiring dengan perubahan situasi politik yang sedang terjadi dewasa ini.

DAFTAR PUSTAKA
www.google.com/bela negara
Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Jendral oedirman

You might also like