You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIK

A. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik
berada di saluran telur (tuba fallopi) (Sarwono, 2014).
Kehamilan ektopik (ectopic pregnancy, ectopic gestation dan eccecyesis) adalah
kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium rahim. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus
atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut (Rustam Mochtar, 2013).

B. Etiologi
Menurut Sarwono (2014) faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik diantaranya :
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu.
Kerusakan tersebut menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk masuk ke rahim sehingga
akhirnya menempel pada tuba fallopi.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat
dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila
terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor Risiko
- Pilihan alat kontrasepsi yaitu penggunaan kontrasepsi jenis spiral(intrauterine
device IUD) bertujuan untuk mencegah kehamilan. Namun, apabila kehamilan tetap terjadi,
kemungkinan besar kehamilan bersifat ektopik.
- Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang mengalami kondisi ini
memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali mengalaminya.
- Mengidap infeksi atau inflamasi. Wanita yang pernah mengalami inflamasi tuba fallopi
atau penyakit radang panggul akibat penyakit seksual menular, memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami kehamilan ektopik.
- Proses sterilisasi pada saat pengikatan tuba atau pembukaan ikatan tuba yang kurang
sempurna juga beresiko memicu kehamilan ektopik.
- Faktor merokok.
C. Gejala
Menurut Catrina M. Bain (2013) gejala pada kehamilan ektopik terganggu diantaranya :
1. Nyeri
Gejalanya bergantung apakah kehamilan ektopik telah ruptur (robekan) atau belum. Gejala
yang paling sering dirasakan adalah nyeri abdomen dan pelvis. Gejala gastrointestinal dan
pusing, mual dan muntah atau kepala terasa ringan juga sering dijumpai, terutama setelah
terjadi ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragma yang disebabkan
perdarahan.

2. Perdarahan
Mayoritas wanita melaporkan amenore dengan berbagai tingkatan bercak atau perdarahan
pervagina. Perdarahan uterus yang terjadi dengan kehamilan pada tuba sering kali disangka
menstruasi biasa. Perdarahan pada kehamilan ini biasanya berbau, berwarna cokelat gelap,
dan dapat timbul secara intermitten (terus-menerus).
3. Amenore
Pasien mengeluhkan adanya spotting (bercak) pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang
dugaan kehamilan hampir tidak ada.
4. Sinkope
Pusing, pandangan berkunang-kunang.
5. Pingsan (kolaps)
Kehamilan ini akan menyebabkan nyeri dan pingsan akibat anemia. Bila terjadi perdarahan
hebat, maka gejala yang biasanya akan didapatkan adalah kolaps dan syok.
6. Tekanan darah dan nadi
Sebelum ruptur, biasanya tanda-tanda vital normal. Tekanan darah akan turun dan nadi
meningkat apabila perdarahan berlanjut dan terbentuk kondisi hipovolemia.

D. Tanda
Menurut Catrina M. Bain (2013) gejala kehamilan ektopik terganggu diantaranya :
1. Nyeri Tekan Abdomen
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks digerakkan,
dapat dilakukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan kehamilan tuba yang ruptur.
Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum ruptur.
2. Nyeri Tekan Panggul
Lakukan pemeriksaan dengan hati-hati ketika memeriksa pasien untuk memastikan bahwa
kehamilan ektopik tidak mengalami ruptur proses pemeriksaan.
3. Massa Adneksa
Massa adneksa adalah benjolan di jaringan dekat rahim, biasanya di indung telur atau tuba
fallopi. Lakukan palpasi bimanual dengan lembut untuk mendapatkan adanya massa adneksa
di panggul.
4. Perubahan Uterus
Karena hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan pertama pada kehamilan
tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan normal. Uterus dapat terdorong ke
satu sisi oleh massa ektopik dan apabila ligamentum latum uteri terisi darah, uterus dapat
tergeser dan menyebabkan keluarnya serpihan. Serpihan tersebut dapat disertai kram dan
menimbulkan abortus spontan.

E. Klasifikasi
Menurut Sarwono (2014) berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi
menjadi 5, yaitu :
1. Kehamilan tuba meliputi 95% yang terdiri atas :
- Ampularis (55%).
- Isthmus (25%).
- Fimbrial (17%).
- Interstisial (2%).
2. Kehamilan ovarial (0,5%)
3. Kehamilan abdominal (0,1%)
4. Kehamilan intraligamenter yaitu pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum
latum dan jumlahnya sangat sedikit.
5. Kehamilan servikal adalah kehamilan servikal jarang terjadi. Pada implantasi di serviks,
dapat terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri, dan kemungkinan terjadinya abortus spontan
sangat besar. Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan atau rupture yang terjadi
sangat berat, sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Nanda NIC NOC (2015) terdapat beberapa diagnosis dan gejala-gejala klinik
pada Ibu dengan gangguan kehamilan ektopik diantaranya :
1. Anamnesis dan gejala klinis yaitu adanya riwayat terlambat haid (amenorea), dijumpai
keluhan hamil muda.
2. Jika terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) :
- Bila terjadi rupture tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan jiwa si
ibu.
- Pada abortus tuba, keluhan dan gejala hanya rasa sakit di perut dan perdarahan pervagina.
3. Tanda-tanda akut abdomen seperti nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah,
gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).
4. Pemeriksaan dalam yaitu serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus.
5. Pervagina keluar decidual cast.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Hb, hematokrit.
Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak 1 jam
selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin maka dapat mendukung
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
2. Pemeriksaan leukosit
Penghitungan leukosit secara berturut-turut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit
meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan
jumlah leukosit yang melebihi 20.000.

3. Kadar HCG (human chorionic gonadotropin ‘β-hCG’) menurun


Peningkatan kadar β-hCG yang berlangsung terus menerus menandakan masih adanya
jaringan ektopik yang belum terangkat. Normal kadar β-hCG
4. Tes kehamilan
- Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan kadar β-hCG positif.
- Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat setiap dua
hari.
5. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
douglasi ada darah. Jika ditemukan butiran darah warna kecoklatan berarti positif dibrinasi
yang menunjukkan adanya hematoma retrouterina. Cara ini sangat berguna dalam membantu
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosintesis dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antispetik.
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks dengan traksi
kedepan sehingga forniks posterior tampak.
- Suntikan jarum spinal no 18 ke cavum douglasi dan lakukan penghisapan.
- Bila pada penghisapan keluar darah berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku
atau berupa bekuan kecil merupakan tanda hematokel retrouterina.
6. Pemeriksaan Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di
luar uterus.
7. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan dan pemeriksaan
laparoskopi lebih hemat biaya dan masa penyembuhan nya lebih pendek.
8. Pemeriksaan USG :
- Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa kompleks di rongga panggul
H. Penatalaksanaan
Menurut Catrina M. Bain (2013) ada 3 pengobatan kehamilan ektopik terganggu,
diantaranya :
1. Methotrexate
Sebagian besar perjalanan klinis kehamilan ektopik bersifat kronik dan dapat di diagnosis
dengan pasti menggunakan ultrasonografi dan pemeriksaan kadar β-hCG. Untuk menghindari
intervensi bedah, pasien dapat ditawarkan pengobatan ini bila kadar β-hCG < 3000 dan tidak
ada gejala ruptur. Bila kadar β-hCG tidak turun, maka membutuhkan suntikan tambahan
berupa methotrexate dengan dosis 50mg/m2 di area permukaan tubuh melalui intravena. Efek
samping obat ini meliputi mual dan muntah. Sakit perut juga muncul pada 3 hari atau 1
minggu setelahnya.
Pemberian actinomycin melalui I.V berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien
dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
2. Salpingektomi
Tindakan pembedahan ini dapat dilakukan setelah penegakan diagnosis. Sebelum
pengangkatan tuba fallopi, perlu diperiksa keadaan tuba lain nya karena apabila mengalami
abnormal, maka pendekatan bedah yang lebih konservatif perlu
dilakukan. 1. Salpingostomi
Merupakan pendekatan konservatif dari penanganan bedah untuk kehamilan ektopik. Sebuah
insisi dibuat di tepi antimesentrik tuba, ektopik diangkat dan tuba dibiarkan menyembuh
setelah hemostatis diatasi.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu (Rustam Mochtar, 2013) :
1. Pada pengobatan konservatif, bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang.
2. Infeksi
3. Sterilitas

A. Pengkajian
1. Anamnesis dan gejala klinis
- Riwayat terlambat haid.
- Gejala dan tanda kehamilan muda.
- Ada atau tidak ada perdarahan pervaginam.
- Terdapat aminore.
- Ada nyeri mendadak disertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama abdomen
bagian kanan atau kiri bawah.
- Beratatau ringan nya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.

2. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
a. Mulut :
b. Payudara :
c. Abdomen :
d. Genetalia :
e. Ekstremitas :
- Palpasi
- Auskultasi
- perkusi
3. Pemeriksaan fisik umum

B. Diagnosa
Menurut Nanda NIC NOC (2015: 157) ada 5 diagnosa yang ditemukan mengenai gangguan Ibu
dengan kehamilan ektopik terganggu yaitu :
1. Gangguan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
perdarahan. (hal. 281)
2. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia. (hal. 341)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi. (hal. 316)
4. Nyeri akut berhubungan dengan rupture tuba. (hal.241)
5. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.(hal.241)

C. Intervensi
1. Gangguan volume cairan berhubungan dengan dengan kehilangan cairan aktif.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan klien terpenuhi selama
3x24 jam.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal : tekanan darah (120/80mmHg), suhu 36,5°C – 37,5°C), nadi
(60x/menit – 100x/menit), pernafasan (18x/menit – 20x/menit).
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
- Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
NIC
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
d. Dorong pasien untuk banyak minum.
e. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan

2. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia


Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perdarahan klien berhenti selama 3x24 jam.

Kriteria Hasil : - Hb klien normal (11-13) gr %


- TTV dalam batas normal : tekanan darah (120/80mmHg), suhu 36,5°C – 37,5°C), nadi
(60x/menit – 100x/menit),pernafasan (18x/menit – 20x/menit).
- Irama jantung normal (lup dup)
- Frekuensi pernafasan normal (eupnea)
- Mata cekung tidak di temukan
- Hematokrit dalam batas normal (37% - 43%) (WHO,2013)
NIC
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Kaji perdarahan (jumlah,warna,gumpalan)
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Pasang infuse
5. Lakukan pemeriksaan rhesus golongan darah
6. Berikan transfuse
7. Observasi tanda-tanda syok

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi


NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan infeksi klien tidak terjadi selama 3x24 jam.
Kriteria hasil :

- Dolor (-)

- Rubor (-)

- Tumor (-)

- Kalor (-)

- Fungsiolaesa (-)

NIC
1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Observasi tanda-tanda infeksi
4. Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptic
5. Observasi luka insisi
6. Kolaborasi: Berikan antibiotik sesuai indikasi
4. Nyeri akut berhubungan dengan ruptur tuba
NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu mengontrol nyeri selama 3x24
jam.
Kriteria hasil :
- Nyeri klien hilang atau berkurang
- Klien tampak tidak meringis
- skala nyeri normal 0-3
NIC
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Kaji durasi, lokasi, frekuensi nyeri
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien
4. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
5. Berikan kompres dingin
6. Lakukan massage pada klien
7. Atur posisi nyaman pada klien
8. Kolaborasi : berikan analgetik pada klien

5. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan


NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu mengontrol cemas selama 3x24
jam.

Kriteria hasil
- Ekspresi klien tampak tenang
- Pasien tidak gelisah

- Postur tubuh klien tampak rileks


NIC
1. kaji tingkat kecemasan
2. anjurkan keluarga untuk memberikan support system
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang di rasakan selama prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5. Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disusun.

D. Evaluasi Keperawatan
Kriteria keberhasilan/evaluasi, meliputi:
- Keseimbangan cairan stabil.
- Perfusi jaringan kembali normal.
- Nyeri berkurang.
- Klien dan keluarga memahami dan mengenal sumber-sumber informasi mengenai
kehamilan ektopik.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. (2010). Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: EGC.
McCloskey dan Bulecheck. (2016). Nursing intervention classification (NIC). Mosby: United
State of America.
Hamilton, P. M. (2016). Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Johnson, M. dan Moorhead. (2009). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby: United
State of America.
Wilkinson, M, W. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Sarwono P. (2015). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

You might also like