Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi servik, lahirnya bayi
dan plasenta dari rahim ibu. Pada proses bersalin akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah kekuatan otot-otot rahim saat ibu mengejan, anatomi atau
kondisi jalan lahir, dan kondisi janin yang dilahirkan. Selain itu kondisi dari ibu
selama proses kehamilan juga berpengaruh besar dalam mendukung proses
persalinan.
Pada beberapa ibu sering dij umpai mengalami gangguan seperti penurunan
berat badan, hipertensi, nyeri, anemia, proteinuria, edema dan lain-lain yang berisiko
menyebabkan komplikasi persalinan pada ibu. Salah satu komplikasi pada proses
persalinan adalah Pre-Eklampsia yang dapat menjadi Eklampsia.
Pre-Eklampsia dan Eklampsia di Indonesia masih menjadi sebab utama
kematian pada ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi selain faktor infeksi dan
perdarahan. Oleh sebab itu diagnosis dini Pre-Eklampsia yang merupakan tingkat
pendahuluan Eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia masih merupakan
sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu
diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan
anak.
Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi dengan proteinuria dan edema
atau keduanya, setelah 20 minggu masa kehamilan. Kenaikan tekanan darah yang
tidak normal adalah tanda-tanda untuk mendiagnosa preeklampsia. Ini adalah
komplikasi hipertensi yang paling serius dan merupakan ancaman bagi fetus dan ibu
jika hal ini tetap tidak terdeteksi atau jika terdapat peningkatan eklampsia. Potensi
bagi efek yang mematikan pada ibu dan fetus memerlukan diagnosa yang lebih teliti,
pada dasarnya untuk mencegah eklampsia.
Timbulnya preeklampsia hampir mencapai 7% dari semua kehamilan.
Kemungkinan besar para wanita cenderung mengalami komplikasi yang mematikan,
seperti pecahnya plasenta, DIC, perdarahan otak, kerusakan fungsi hati, dan
1
kerusakan ginjal yang kronis. Kematian ibu secara dominan disebabkan oleh
komplikasi, pecahnya plasenta dan yang paling sering adalah eklampsia.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah ditentukan
dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5, meningkatkan kesehatan
ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾
resiko jumlah kematian ibu. Terdapat dua kategori kematian ibu yaitu disebabkan oleh
penyebab langsung obstetri yaitu kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan
dan persalinannya, dan kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu
kematian yang terjadi pada ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh
kehamilan atau persalinannya.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sekitar
359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007
yaitu sekitar 228/100.000 kelahiran hidup. Trias utama kematian ibu adalah
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010
disebabkan oleh HDK. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
masa nifas.
Data Laporan Kematian Ibu di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
kasus kematian ibu di Sumatera Barat pada tahun 2012 adalah 99 kasus, tahun 2013
adalah 90 kasus, sedangkan pada tahun 2014 adalah 116 kasus. Meningkat dari tahun
sebelumnya. Kota Padang merupakan daerah yang memiliki kematian ibu tertinggi
yaitu 16 kasus pada tahun 2013 dan 2014. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota
Padang penyebab kematian maternal pada tahun 2012 dan 2013 adalah preeklampsia-
eklampsia, perdarahan, infeksi. Pada tahun 2014 penyebab kematian ibu adalah
preeklamsia-eklampsia 31,25%, perdarahan 18,75%, dan infeksi 12,5% dapat
diketahui bahwa setiap tahunnya penyebab utama kematian ibu secara langsung di
kota Padang masih sama. Preeklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah
minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul
2
pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes
mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi
uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat.
Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio
plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR).
Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan
hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat,
kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Pre-Eklampsia dan Eklampsia?
2. Apa penyebab dan gejala yang muncul pada Pre-Eklampsia dan Eklampsia?
3. Bagaimana pencegahan serta penanganan pada Pre-Eklampsia dan Eklampsia?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pre-Eklampsia dan Eklampsia
2. Untuk mengetahui apa penyebab dan gangguan yang muncul pada Pre-Eklampsia
dan Eklampsia
3. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan serta penanganan pada Pre-Eklampsia-
Eklampsia
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pre-Eklampsia
A. Pengertian
Pre-Eklampsia adalah suatu sindrom khas-kehamilan yang ditandai dengan
hipertensi, edema, proteinuria yang timbul pada masa kehamilan. Penyakit ini biasa
timbul pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, maka kenaikan tekanan sistolik setidaknya
mencapai 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai
140 mmHg. Tekanan diastole juga bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis bila
tekanan naik 15 mmHg atau lebih dari biasanya atau mencapai 90 mmHg.
Edema atau penimbunan cairan yang berlebihan dalam tubuh dapat diketahui
dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaiakan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan tetap dianggap normal, namun jika kenaikan 1 kg dalam
seminggu dan terjadi dalam beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan
terhadap timbulnya pr-eklampsia.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi
penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan
masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Pre-eklampsia dalam kehamilan
adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
(akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan
edema yang ditimbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan
ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa
(prawirohardjo, 2005).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang
kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (muchtar, 1998)
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-
eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu
4
hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut
selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan
masing-masing penyakit di atas tidak sama.
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam
Muctar, 1998).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul
selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (Helen Varney, 2007).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yaitu hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul pada wanita hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu, pada ibu
bersalin dan nifas.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
gr/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 +
atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria biasa terjadi paling
lambat atau setelah timbulnya hipertensi dan edema, sehingga dianggap menajdi
gejala cukup serius pada pre-eklampsia.
Pre-Eklampsia diolongkan menjadi ringan dan berat. Penyakit ini digolongkan
berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini ditemukan:
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolic 110 mmHg
atau lebih
2. Proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam, 3 atau 4 + pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri pada epigastrium
5. Edema paru atau sianosis
B. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya pre-eklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
5
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem
imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a. Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai
komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan
bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia,
tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
6. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
7. Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus, kegemukan
6
8. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun ( Ida Bagus. 1998).
9. Pre-eklampsia ringan jarang menyebabkan kematian ibu, namun dapat berisiko
menjadi pre-eklampsia berat bahkan timbul eklampsia. Pada primigravida
frekuensi pre-eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda. Diabetes militus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya pre-eklampsia.
C. Manifestasi Klinis Pre-Eklampsia
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul pertambahan berat badan yang
berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-eklampsia
ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-eklampsia berat didapatkan
sakit kepala didaerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-
eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan
proteinuria bertambah banyak.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias
tanda utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk
kepentingan statstik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda merupakan
bahaya kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan
kewaspadaan, apalagi karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat
dipastikan, dan bila eklampsia terjadi maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi
jauh lebih buruk.
D. Patofisiologi Pre-Eklampsia
7
hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan
peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat terjadi penurunan volume darah,
edema berat dan berat badan naik dengan cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang hebat dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat.
Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom
visual seperti skotoma (blind spot) dan pandangan kabur.
9
lama.karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang,
dengan akibat hipoksia.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre-
eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
menahun. penderita pre-eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air
dan garam yang diberikan.hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
10
11
E. Penatalaksanaan Keperawatan
4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin
atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Diet biasa
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-
tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan
observasi kesehatan janin.
13
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off
yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110
mmHg.
f) Pemberian glukokortikoid
1. Data subyektif:
a) Umur: biasanya sering terjadi pada primi gravida, < 20 tahun atau > 35
tahun · Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
14
c) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya.
d) Pola nutrisi: Jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan ·
2. Data Obyektif:
b) Palpasi: untuk mengetahui Tinggi Fundus Uteri, letak janin, lokasi edema
e) Pemeriksaan penunjang:
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam o Laboratorium : protein uri dengan kateter atau
midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2
pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat,
serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
f) Pemeriksaan Umum:
15
1) Keadaan umum: baik, cukup, lemah
3) TTV:
N : 80 – 90 x/mnt
S : 36 – 37 ºC
Rr : 16 – 20 x/mnt
g) Pemeriksaan Khusus:
a. Inspeksi
Muka: oedema.
b. Palpasi
c. Auskultasi
Diagnosa 1:
Tujuan:
Intervensi:
17
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan
indikasi dari PIH
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang
Diagnosa 2:
Tujuan:
Intervensi:
18
R/: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
Diagnosa 3:
Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah
jantung.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung
dapat adekuat.
Intervensi:
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon
terhadap berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan
elektrolit.
2. Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot,
hiperlefleksia.
19
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia
pada fase diuretik atau perbaikan.
Diagnosa 4:
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan dengan kriteria hasil:
Intervensi:
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urin, pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau
perubahan fase oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan
resiko kelebihan cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
3. Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada skala
+1 sampai +4).
20
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh
tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan
sebelum
edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan
cairan ini karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan
walaupun minimal.
Diagnosa 5:
Tujuan:
Intervensi:
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi
pasif /aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena
keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
Diagnosa 6:
Nyeri (Akut) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang.
Intervensi:
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan
tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
Diagnosa 7:
22
Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cidera
tidak terjadi.
Intervensi:
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang
4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
Diagnosa 8:
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan:
23
Kesadaran: compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
Tanda-tanda vital:
Suhu 36-37 C
Intervensi:
R/ Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH
4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
Diagnosa 9:
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
24
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil:
DJJ ( + ): 12-12-12
Intervensi:
R/ Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia
bagi janin
5. R/ Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktifitas janin
H. Pencegahan Pre-Eklampsia
25
dikurangi dengan pemberian penyluhan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan
yang baik pada wanita hamil.
2. Eklampsia
A. Pengertian
Istilah eklamsia berasal dari bahasa yunani dan berarti “halilintar”. Kata
tersebut di pakai karena seolah-olahgejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa di dahului oleh tanda-tanda lain.
Eklamsia adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam
nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R. Sulaeman
Sastrowinata, 1981) Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan
peningkatan TD (S > 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau
penurunan kesadaran.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui pasti, banyak teori diungkapkan oleh
para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Teori yang sekarang dipakai oleh
para ahli sebagai penyebab eklampsi adalah teori ischemia plasenta namun teori ini
belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.
1. Eklamsi gravidarum
26
Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil.
2. Eklamsi parturientum
Kejadian sekitar 30-35% terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi
gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.
3. Eklamsi puerperium
Kejadian jarang sekitar 10 % terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan
berakhir.
C. Manifestasi Klinis
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan
kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah
dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot,
muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang
klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
27
Terdapat tanda-tanda pre eklamsi:
Hipertensi
Edema
Proteinuri
Penglihatan kabur
Lidah tergigit
Gangguan pernafasan
Perdarahan otak
D. Patofisiologi Eklampsia
28
Kejang juga manifestasi tekanan pada pusat motorik di lobus frontalis. Beberapa
mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai berikut:
a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral
c) Infark serebral
d) Vasospasme serebral
f) Koagulopati intravaskuler
g) Ensefalopati hipertensi
Sedangkan koma yang terjadi pada eklampsia dapat disebabkan oleh kerusakan
dua organ vital:
E. Penatalaksanaan Eklampsia
29
Dirumah sakit, berikan MgSO4 2 g IV kemudian 2 gr/jam dalam drip infuse
dekstrosa 5 % untuk pemeliharaan sampai kondisi atau tekanan darah stabil (1400-
150 mmHg). Bila kondisi belum stabil obat tetap diberikan.
Lanjutkan MgSO4 sampai 2 jam pasca persalinan atau sampai tekanan darah
belum dapat dikendalikan. Berikan asupan kalori sebesar 1500 kal Iv atau dengan
selang NGT dalam 24 jam perawatan selama pasien belum dapat makan akibat
kesadaran menurun.
Kala I
Diagnosa 1:
30
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi
organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Tanda-tanda vital:
Suhu: 36-37 C
RR : 16-20 x/mnt
Intervensi:
R/ Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH
Diagnosa 2:
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil:
DJJ ( + ) : 12-12-12
Intervensi:
R/ Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat bagi
janin
32
R/ USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin
Diagnosa 3:
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat
mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria Hasil:
Intervensi:
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
Diagnosa 4:
33
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi:
Kala II
Diagnosa 1:
Resiko terjadi injury pada ibu dan bayi berhubungan dengan dampak dari tindakan
ekstraksi dengan forceps
34
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi injury pada ibu dan janin
Kriteria Hasil:
Intervensi:
R/ Jika pembukaan belum lengkap bibir serviks bisa terjepit antara kepala
anak dan sendok sehingga terjadi robekan pada serviks
R/ Bila ketuban belum pecah maka selaput janin akan ikut tertarik oleh forceps
R/ Tindakan forceps yang dilakukan dengan benar/ sesuai standart serta skill
yang memadai tanpa adanya penyulit akan terhindar dari terjadinya
komplikasi pada ibu maupun janin
Kala III
Diagnosa 1:
35
Resiko deficit cairan berhubungan dengan perdarahan post
partum
Tujuan:
Tanda vital:
RR : 16-20 x/mnt
Suhu : 36-37 C
Intervensi :
36
4. Beri minum peroral
Kala IV
Diagnosa 1:
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
37
R/ Perawatan luka secara aseptic dan anti septic dapat mempercepat proses
penyembuhan luka sehingga nyeri bisa berkurang/hilang
Diagnosa 2:
Kriteria Hasil :
Intervensi :
R/ Kebersihan yang kurang terjaga bisa menimbulkan infeksi pada luka karena
masuknya kuman
R/ Perawatan luka secara aseptic dan anti septic dapat mempercepat proses
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
R/ ibu dapat mengerti cara merawat luka yang benar sehingga bisa mencegah
timbulnya infeksi
38
G. Pencegahan
39
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Preeklamsi berat di tandai dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg,
diastolik > 110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati atau ikterus, trombosit <
100.000/ mm3, oliguria < 400 ml/24 jam, protein urine > 3 gr/liter, nyeri
episgtastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat,
perdarahan retina, odem pulmonum.
Jika preeklamsi ringan dan berat tidak dapat ditangani dengan baik pada ibu
hamil, maka akan dapat mengakibatkan terjadinya eklamsi pada ibu hamil. Eklamsi
adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena kelainan neorologik) atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi
40
2. Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Astuti, Sri Lestari Dwi, Sunaryo , Tri. Haryati, Susi Dwi. 2013. Analisis FaktorResiko Yang
Terjadinya Pre Eklampsi Berat Pada Ibu Hamil Trimester Ketiga. Jurnal Nasional.
Leveno, Kenneth J. 2009. Williams Manual of Obstetrics. Ed, 21. Jakarta: EGC
Yeyeh, Ai Rukiah. Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan. Jakarta2011
Gusta, Dien Anggraini Nursal. Dkk. Faktor Resiko Kejadian Preeklamsi Pada Ibu Hamil di
42