You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Definisi Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi . Selain itu menurut Kemenkes RI no. 364 tahun 2006
tentang pengendalian demam tifoid, demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh
kumam berbentuk basil yaitu Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan atau
minuman yang tercemar feses manusia.
Di Indonesia insidensi kasus demam typhoid masih termasuk tinggi di Asia, yakni 81
kasus per 100.000 populasi per tahun. Prevalensi tifoid banyak ditemukan pada kelompok
usia Sekolah (5 – 14 tahun) yaitu 1.9% dan terendah pada bayi (0.8%). Kelompok yang
berisiko terkena demam typhoid adalah anak – anak yang berusia dibawah usia 15 tahun. 2
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan angka kejadian yang
masih tinggi serta merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk. Demam tifoid juga merupakan salah satu
penyakit menular penyebab kematian di Indonesia (6% dengan n = 1.080), khusus pada
kelompok usia 5 – 14 tahun tifoid merupakan 13% penyebab kematian pada kelompok
tersebut. Penegakan diagnosis pada anak dengan demam juga menjadi tantangan bagi para
dokter. Demam Tifoid merupakan penyebab demam yang umum pada anak dengan tanda dan
gejala yang sangat bervariasi dibandingkan dengan penderita Demam Tifoid yang dewasa.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


- Nama : Ny. IWJ
- Tanggal lahir : 1 – 7 - 1942
- Usia : 76 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Status Perkawinan : Menikah
- Agama : Hindu
- Tanggal MRS : 25-02-2019
- Alamat : Br. Taman Bali
2.2 Anamnesa (Autoanamnesis)
a. Keluhan utama : Demam
Keluhan penyakit sekarang : pasien datang ke IGD dengan status rujukan
dari Rumah sakit BMC dengan keluhan demam sejak 1 bulan yg lalu, demam
dirasakan meningkat setiap hari dan terjadi naik turun , demam sering dirasakan
meningkat pada sore hingga malam hari dan pagi bisa beraktifitas dengan biasa,
pasien juga mengaluh nyeri kepala mual dan nyeri persendian pasien juga pernah
mengalami diare , pasien pernah dtang berobat ke RS BMC dengan status rawat
jalan akan tetapi tidak ada perubahan kemudian pasien balik lagi ke RS BMC
untuk berobat dan di RS BMC pasien didiagnosa demam tifoid kemudian di rujuk
ke RS bangli untuk dilakukan rawat inap , saat di IGD RSUD Bangli pasien juga
mengeluh ada nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk sejak 3 hari yg lalu, nyeri
dada hilang timbul, tidak menjalar dan tidak ada sesak.
- Riwayat penyakit dahulu : Riwayat jantung 1 th yg lalu
- Riwayat keluhan yang sama : pernah dirawat dengan demam tifoid 2 bulan
yg lalu
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
b. Riwayat peyakit keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
disangkal
c. Riwayat sosial: merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi
obat-obat terlarang.
2
2.3 Pemeriksaan Fisik
- Kesadaraan : compos mentis
- GCS :E4V5M6
A. Tanda vital : TD 100/ 70 mmHg, Nadi 72x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,30C
(axilla)
B. Status Generalis
 Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor cukup,
tidak tampak jejas trauma, tidak tampak bekas operasi.
 Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan kongenital, tidak tampak
bekas operasi
 Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada
kelainan kongenital
 Mata : Pupil bulat isokor , Konjungtiva tidak ada anemis , sklera ikterik
tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
 Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, deviasi
septum tidak ada, deformitas tidak ada
 Mulut/Gigi : Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor ada, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1
 Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan kongenital
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada.
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak terlihat
- Perkusi :
Batas kanan : ICS V Parasternal dextra
Batas kiri : ICS V midclavicula sinistra
Batas pinggang : ICS 3 Midclavicula sinistra

3
Batas atas : ICS 2 Parasternal sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang tertinggal,
tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda – tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki basah halus (-) ,
wheezing (-)
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites ada, tidak tampak adanya massa, tidak
tampak adanya tanda – tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut costovertebra
tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak terdapat
nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis , edema [-]
2.4 Pemeriksaan Penunjang
EKG, Rontgen Thorax, DL, CKMB, dan Elektrolit.

A. Pemeriksaan Kimia Darah (11-04-2019)


Tes Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Creatinine 0.56 mg/dL 0,6 – 1,1 Normal
Urea UV 20 mg/dL 10 – 50 Normal
CKMB 25 U/L 0-25 Normal

B. Pemeriksaan serologi (04-04-2019 di RS BMC)

4
Tes Nilai Normal
S. parathypi H Positif (1/80) Negatif
S. parathypi AH - -
S. parathypi BH - -
S. parathypi CH - -
S thypi O Positif (1/80) Negatif
S thypi AO - Negatif -
S thypi BO - Negatif -
S thypi CO - Negatif -

C. Pemeriksaan Darah Lengkap (11-04-2019)


Hematologi Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
WBC 4.8 109/l 3500-10000 Normal
LYM% 28.50 % 15,0-50,0 Normal
LYM 1,3 109/l 0,5-5,0 Normal
MID 0,2 109/l 0,1-1,5 Normal
MID% 4.4 % 2,0-15,0 Normal
GRA 3.2 109/l 1,2-8,0 Normal
GRA% 67,0 % 35,0-80,0 Normal
RBC 5,34 1012/l 3.500.000-5.500.000 Normal
HGB 15,9 g/dl 11,5-16,5 Normal
HCT 48,4 % 35,0-55,0 Normal
MCV 90.5 Fl 75,0-100,0 Normal
MCH 29,7 Pg 25,0-35,0 Normal
MCHC 32,9 g/dl 31,0-38,0 Normal
RDW% 13,2 %↓ 11,0-16,0 Normal
RDWa 67,7 Fl 30,0-150,0 Normal
PLT 202 109/l 150.000-400.000 Normal
MPV 7.6 fl ↓ 8,0-11,0 Menurun
PDW 11,6 Fl 0,1-99,9 Normal
PCT 0,15 % 0,01-9,99 Normal

D. Pemeriksaan profil lipid (13-04-2019)

5
Tes Nilai Satuan Refrensi rentang nilai Keterangan
Chol HDL Direct 33.9 mg/ dl 40-60 Menurun
Chol LDL Direct 117 mg/ dl 0-150 Normal
Cholesterol 192 mg/ dl 0-200 Normal
Trigliserides 154 mg/ dl 0-150 Meningkat

2.5 Diagnosis Kerja


 Demam Tifoid
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD
- IVFD RL/DEX 9% 20 tpm
- Omeprazole 2x 40 mg
- Ondansentron 3x4 mg
- Paracetamol 3x1 gr
- Ceftriaxone 3x1 gr

2.7 Follow Up Bangsal


12 April 2019
Keluhan utama : Demam Berkurang
Keluhan sekarang: nyeri dada (+) , mual (+)
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 100/70 mmHg, N : 60x/menit, RR : 18x/mnt, T : 36°C (axilla)
Status Generalis

6
 Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
cukup, tidak tampak jejas trauma, tidak tampak bekas operasi.
 Kepala : Simetris, normal, rambut beruban, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan
kongenital, tidak tampak bekas operasi
 Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak
ada kelainan kongenital
 Mata : Pupil bulat isokor , Konjungtiva tidak ada anemis ,
sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
 Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
 Mulut/Gigi : Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor ada, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1
 Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan
kongenital
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada.
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak terlihat
- Perkusi :
Batas kanan : ICS V Parasternal dextra
Batas kiri : ICS V midclavicula sinistra
Batas pinggang : ICS 3 Midclavicula sinistra
Batas atas : ICS 2 Parasternal sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, mur-mur (-).
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan napas yang
tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada tampak adanya tanda –
tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri

7
sama.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki basah
halus (-) , wheezing(-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites ada, tidak tampak adanya massa,
tidak tampak adanya tanda – tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.
Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis , edema
[-]
Diagnosis : Demam tifoid
Terapi :
- IVFD RL/DEX 9% 20 tpm
- Omeprazole 2x 40 mg iv
- Ondansentron 3x4 mgiv
- Paracetamol 3x1 gr iv
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
Rencana : Konsultasi Spesialis jantung
Jawaban konsultasi Spesialis jantung dan pembuluh darah
S : pasien mengeluh nyeri dada kiri seperti ditusuk dan tidak menjalar , sesak (-),
nyeri dada timbul bila kedinginan, berdebar (-), sesak saat aktivitas (-), riwayat
bengkak kaki (-), batuk (+) , riwayat penyakit dahulu Susp. CAD dan minum obat
jantung (clopidogrel, bisoprolol , ISDN, simvastatin) terakhir diminum awal maret
2019

8
O : TD: 100/70 mmHg, N : 60x/menit, RR : 18x/mnt, T : 36°C (axilla)
A : UAP dd Nstemi
P:
Asetosal 1x 80 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
Diazepam 3x5 mg
Laxadin 3x 10 Cc
Simvastatin 1x 20 mg (malam)
Anxtra 1x 2,5 mg sc

13 April 2019

 Interna dan Cardio


S = Demam menurun, sesak (-), berdebar(-)
O = TD: 110/80 mmHg, N : 50x/menit, RR : 20x/mnt, T : 37°C (axilla)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera kterik (-), reflex pupil (+/+) isokor
- Jantung S1-S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop(-)
- Paru : Vesikuler (+/+), Rhongki (-), whezing (-)
- Ekstremitas : hangat (+/+), edema (-/-)
Diagnosis :
Demam tifoid
UAP
- P : IVFD RL 12 tpm
- Omeprazole 2x 40 mg iv
- Ondansentron 3x4 mg iv K/p
- Paracetamol 3x1 gr iv K/p
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
Cardio
- Asetosal 1x 80 mg
- Clopidogrel 1x 75 mg
- Diazepam 3x5 mg
- Laxadin 3x 10 Cc

9
- Simvastatin 1x 20 mg (malam)
- Anxtra 1x 2,5 mg
- ISDN 3x5 mg

14 Aprill 2019
 Interna dan Cardio
S = Demam menurun, sesak (-), berdebar(-)
O = TD: 110/70 mmHg, N : 72x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36,7°C (axilla)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera kterik (-), reflex pupil (+/+) isokor
- Jantung S1-S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop(-)
- Paru : Vesikuler (+/+), Rhongki (-), whezing (-)
- Ekstremitas : hangat (+/+), edema (-/-)
Diagnosis :
Demam tifoid
UAP
- P : IVFD RL 12 tpm
- Omeprazole 2x 40 mg iv
- Ondansentron 3x4 mg iv K/p
- Paracetamol 3x1 gr iv K/p
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
Cardio
- Asetosal 1x 80 mg
- Clopidogrel 1x 75 mg
- Diazepam 3x5 mg
- Laxadin 3x 10 Cc
- Simvastatin 1x 20 mg (malam)
- Anxtra 1x 2,5 mg
- ISDN 3x5 mg

15 April 2019

10
 Interna dan Cardio
S = Demam menurun, sesak (-), berdebar(-)
O = TD: 100/60 mmHg, N : 86x/menit, RR : 22x/mnt, T : 36°C (axilla)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera kterik (-), reflex pupil (+/+) isokor
- Jantung S1-S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop(-)
- Paru : Vesikuler (+/+), Rhongki (-), whezing (-)
- Ekstremitas : hangat (+/+), edema (-/-)
Diagnosis :
Demam tifoid
UAP
- P : IVFD RL 12 tpm
- Omeprazole 2x 40 mg iv
- Ondansentron 3x4 mg iv K/p
- Paracetamol 3x1 gr iv K/p
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
Cardio
- Asetosal 1x 80 mg
- Clopidogrel 1x 75 mg
- Simvastatin 1x 20 mg (malam)
- ISDN 3x5 mg
- Lanjut poliklinis

16 April 2019
 Interna dan Cardio
S = Demam menurun, sesak (-), berdebar(-)
O = TD: 120/80 mmHg, N : 84x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36°C (axilla)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera kterik (-), reflex pupil (+/+) isokor
- Jantung S1-S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop(-)
- Paru : Vesikuler (+/+), Rhongki (-), whezing (-)
- Ekstremitas : hangat (+/+), edema (-/-)
Diagnosis :
Demam tifoid

11
UAP
P:
- Omeprazole 2x 40 mg iv
- Ondansentron 3x4 mg iv K/p
- Paracetamol 3x1 gr iv K/p
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
BPL

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Demam Tifoid
A. Definisi
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
B. Etiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak
berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C,
bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung
empedu.Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi
indol, fenilalanin deaminase, urease dan DNase.
Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain
antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik
grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella
dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan
berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat
proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas
vaksin.Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar
dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan
lipid A.Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam
tubuh.Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi
merupakan bagian terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain
besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan antigen
yang penting dalam mekanisme respon imun host.OMP berfungsi sebagai barier
mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma selain itu
berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin.

13
C. Patogenesis Demam Tifoid
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret
saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi.Patogenesis
demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus,
bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah
dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke
lumen intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk
ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus,
melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus
tepatnya di ileum dan yeyunum.Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch
merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa
usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.Kemudian
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan
limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui
duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses.Endotoksin
merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika
untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal
ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada
bayinya.
D. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung usia, makin tua umur anak makin berat mendekati
gejala demam tifoid dewasa. Gejala klasik penyakit ini adalah demam tinggi pada
minggu kedua dan ketiga sakit, biasanya dalam 4 minggu simptom telah hilang,

14
meskipun kadang-kadang bertambah lebih lama. Gejala lain yang sering ditemukan
adalaah anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk dan konstipasi. Pada usia
sekolah dan remaja awitan perlahan-lahan (insidious), mulamula demam remiten
diserai malaise, mialgia, nyeri kepala, dan nyeri abdomen yang lokalisasinya tidak
dapat ditentukan, buang air besar mula-mula dapat diare, namun selanjutnya
konstipasi. Suhu meningkat secara bertahap setiap hari dan akan mencapai titik
tertinggi pada akhir minggu pertama (step ladder temperature chart), selanjutnya
demam akan bertahan tinggi. Pada saat demam tinggi, seringkali disertai delirium.
Apabila sakit melanjut pasien dapat mengalami disorientasi, letargi, bahkan stupor.
Hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan bradikardi relatif, hepatosplenomegali,
abdomen kembung disertai nyeri difus, rose spot (50% kasus) yang dijumpai pada
hari ke 7-10. Bila tidak ada penyulit, penyembuhan dapat terjadi setelah 2-4 minggu
secara bertahap. Pada balita, penyakit ini lebih jarang terjadi, biasanya lebih ringan
daripada anak besar dan sulit dibedakan dengan infeksi virus. Seringkali disertai
diare sehingga didiagnosis sebagai gastroenteritis.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal, delirium, isolasi kuman dari darah dan deteksi antigen. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan ditemukan kuman pada biakan darah. Saat ini sudah
tersedia beberapa rapid diagnostic test untuk S. typhi yang memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan
laboratorium.Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa biakan
kuman.
1. Darah tepi Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi
normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum
tulang.Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa juga normal atau
meningkat.Kadang-kadang didapatkan trombositopeni dan pada hitung jenis
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif.Leukopeni polimorfonuklear
dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, menunjukkan arah
diagnosis demam tifoid menjadi jelas.
2. Uji serologis widal Uji ini merupakan suatu metode serologik yang
memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).Pemeriksaan yang

15
positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat diagnosis yang
dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai > 1/200 dan
atau menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid dapat
ditegakkan.Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan
penderita.Uji serologis ini mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun
spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi yang sulit dilakukan.Namun, hasil uji
widal yang positif akan memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid.
3. Isolasi kuman Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi
Salmonella Typhi.Isolasi kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari
berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi kuman dari
darah.Pada dua minggu pertama sakit , kemungkinan mengisolasi kuman dari darah
pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin
dan feses kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi
septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum
tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga
tidak dipakai dalam praktek seharihari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan
spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup
baik.
G. Komplikasi Demam Tifoid
Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5 – 3%, sedangkan perdarahan
usus terjadi pada sekitar 1 – 10% kasus demam tifoid pada anak. Biasanya didahului
dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Serta nyeri
abdomen lokal pada kuadran kanan bawah, nyeri yang menyelubung, muntah, nyeri
pada perabaan abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda
peritonitis lain yang terjadi pada perforasi usus halus. Selain itu dapat terjadi
komplikasi seperti neuropsikiatri, miokarditis, hepatitis tifosa, dan lainnya. Relaps
dilaporkan jarang terjadi.
H Pengobatan Demam Tifoid
Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian
antibiotik yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen
cairan, serta pengenalan dini dan tata laksana terhadap komplikasi (perdarahan usus,
perforasi, dan gangguan hemodinamik). Pengobatan akan berhasil baik bila
penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat.

16
17
18

You might also like