You are on page 1of 164

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN SELF CARE DEFICIT NURSING THEORY


(SCDNT) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIK YANG
MENGALAMI MASALAH PADA AKTIVITAS DAN
ISTIRAHAT DI RUANG NON INFEKSI
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

ARIES CHANDRA ANANDITHA


1106042656

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2014

i
UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN SELF CARE DEFICIT NURSING THEORY


(SCDNT) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIK YANG
MENGALAMI MASALAH PADA AKTIVITAS DAN
ISTIRAHAT DI RUANG NON INFEKSI
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Karya ilmiah akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak

OLEH
ARIES CHANDRA ANANDITHA
1106042656

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2014

ii
HALAMAN PERNYATAAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber

baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Aries Chandra Ananditha

NPM : 1106042656

Tanda Tangan :

Tanggal : 23 Juni 2014

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang atas rahmat
dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul “Penerapan Self Care Deficit
Nursing Theory (SCDNT) pada Anak dengan Penyakit Kronik yang
Mengalami Masalah pada Aktivitas dan Istirahat di Ruang Non Infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta” ini tepat pada waktunya. Berbagai
kesulitan timbul dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini, untuk itu
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., MN selaku Supervisor Utama, terima kasih atas
setiap ilmu, bimbingan, saran, waktu, dan kesabaran yang diberikan kepada
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
2. Ibu Happy Hayati, Ns., Sp. Kep. An., selaku Supervisor, terima kasih atas
setiap ilmu, bimbingan, saran, waktu, dan kesabarannya selama membimbing
penulis.
3. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Seluruh dosen dan staf non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
5. Direktur RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta beserta Kepala Ruang
Perinalotogi dan Ruang Non Infeksi RSCM yang telah memberikan ijin untuk
praktik dan pengambilan kasus
6. Kepala Puskesmas Beji Depok beserta staf yang telah memberikan ijin untuk
praktik dan pengambilan kasus
7. Teman-teman perawat di Ruang Perinatologi dan Non Infeksi atas bantuan
dan bimbingan yang diberikan selama penulis praktik.
8. Kedua orang tua dan adik tersayang, terima kasih atas semua cinta, doa,
motivasi, dan dukungan yang tiada henti-hentinya.
9. Teman-teman seperjuangan di Residensi Keperawatan Anak angkatan 2013,
terimakasih atas segala dukungan, bantuan, dan motivasi yang kalian berikan
dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.
Atas segala bantuan dan kebaikan mereka, semoga Allah SWT.
membalasnya. Walaupun karya ilmiah akhir ini masih jauh dari sempurna,
semoga ada guna dan manfaatnya bagi pembaca dan perkembangan ilmu
keperawatan.

Depok, Juni 2014

Penulis

vi

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Aries Chandra Ananditha


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul : Penerapan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada
Anak dengan Penyakit Kronik yang Mengalami Masalah pada
Aktivitas dan Istirahat di Ruang Non Infeksi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta

Penyakit kronik adalah masalah kesehatan yang terjadi selama lebih dari tiga
bulan, yang mempengaruhi aktivitas anak, dan membutuhkan hospitalisasi yang
lebih sering, dan perawatan kesehatan dirumah, Contoh dari penyakit kronik
adalah penyakit jantung, kanker, penyakit respirasi kronik, gagal ginjal, dan
diabetes. Kondisi keterbatasan aktivitas yang terjadi pada anak dengan penyakit
kronik adalah seperti sesak saat beraktivitas atau kelemahan otot. Jika anak
mengalami gangguan aktivitas maka istirahatnya juga akan terganggu. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan aplikasi Self Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
penyakit kronik yang mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat. Penelitian
ini menggunakan metode studi kasus pada lima anak dengan penyakit kronik yang
mengalami masalah pada aktivitas dan istirahatnya. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa masalah keperawatan aktivitas dan istirahat seperti hambatan
mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, dan gangguan pola tidur, sudah teratasi.
Namun ada beberapa yang belum teratasi tetapi sudah menunjukkan adanya
perbaikan dari tingkat aktivitas dan kemandirian klien.

Kata Kunci :
Aktivitas dan Istirahat, Penyakit Kronik, SCDNT

viii

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Aries Chandra Ananditha


Study Program : Pediatric Nurse Specialist
Title : The Application of Self-Care Deficit Nursing Theory
(SCDNT) on Children with Chronic Illness with Problems on
Activity and Rest in Non-Infectious Ward RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta

Chronic illness is a health problem that occurs for more than three months,
affecting the child’s activities, and require more frequent hospitalization, and
home health care. The chronic illness is such as heart disease, cancer, chronic
respiratory disease, renal failure, and diabetes. The conditions of limitation
activity are activity limitations tightness on exertion or muscle weakness. If the
activity of the child has impaired, the rest also be disrupted. The purpose of this
studi is to describe the application of Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
to care the children with chronic illness who have problems in activity and rest.
This study is used case study method on five pediatric chronic illness that have
problems in activity and rest. The result of this study show that the nursing
problem of activity and rest, such as physical mobility impaired, activity
intolerance, and sleep pattern disruption, has been resolved. However there are
some unresolved but has shown that an improvement of the activity and
independence level of clients.

Keywords :
Activity and Rest, Chronic Illness, SCDNT

ix

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………........ i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………..... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………….......... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………….... vii
ABSTRAK …………………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

1. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar belakang …………………………………….………................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ………………………………….………................... 8
1.3 Sistematika Penulisan ............................................................................. 8

2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN


KEPERAWATAN...................................................................................... 10
2.1 Gambaran Kasus ................................................................................... 10
2.2 Tinjauan Teoritis ................................................................................... 17
2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan.. 20
2.4 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih................................. 26

3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ........................................................................... 42


3.1 Pencapaian Kompetensi di Area Peminatan Keperawatan Anak............ 43
3.2 Pencapaian Kompetensi dalam Menjalankan Peran Ners Spesialis
Keperawatan Anak ................................................................................. 46

4. PEMBAHASAN ......................................................................................... 51
4.1 Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan ................ 51
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian
Kompetensi............................................................................................ 60

5. SIMPULAN DAN SARAN………............................................................. 63


5.1 Simpulan ................................................................................................. 63
5.2 Saran ....................................................................................................... 64

DAFTAR REFERENSI ………………………………………..………....... 66

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 1 ...... 70

Lampiran 2. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 2 ...... 83

Lampiran 3. Laporan Kegiatan Proyek Inovasi ............................................... 100

xi

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit non infeksi, atau yang dikenal dengan penyakit kronik, adalah
penyakit yang durasinya lama dan biasanya mengalami perkembangan yang
lambat (World Health Organization (WHO), 2013). Penyakit non infeksi
meliputi beberapa keadaan yang tidak disebabkan oleh infeksi yang akut,
menyebabkan bahaya jangka panjang, dan membutuhkan pengobatan dalam
jangka panjang (atau bahkan seumur hidup) (US Departement of Health and
Human Services, 2013). Penyakit non infeksi pada anak disebabkan oleh
empat hal yang utama yaitu diet yang tidak sehat (nutrisi berlebih atau
kurang), aktivitas fisik yang tidak baik, rokok, serta penyalahgunaan alkohol
(The NCD Alliance, 2011). Sedangkan menurut Theofanidis (2010),
penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi fisik atau mental yang
mempengaruhi fungsi sehari-hari individu untuk interval yang lebih lama
dari tiga bulan dalam setahun, dan atau jangka waktu rawat inap lebih
dari satu bulan.

Contoh penyakit kronik adalah cerebral palsy, diabetes, penyakit ginjal


kronik, epilepsi, sindrom down, anomali kromosom, fibrosis, kelainan
jantung, kanker, artritis juvenile, asma, leukemia, dan berbagai jenis anemia
(Theofanidis, 2010). Sedangkan menurut WHO (2013) empat jenis dari
penyakit non infeksi adalah penyakit kardiovaskuler (seperti Rheumatic
Heart Disease (RHD)), penyakit kanker, penyakit respirasi kronik
(contohnya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan asma), serta
diabetes.

Theofanidis (2010) memperkirakan satu dari sepuluh anak di bawah usia 15


tahun menderita penyakit kronik. Sepertiga dari anak-anak di bawah 18
tahun menderita satu atau lebih penyakit kronik. Pada tahun 2002, lebih dari
1,2 juta anak di bawah usia 20 tahun meninggal karena penyakit non infeksi.
Ada lebih dari 25% anak yang memiliki tanda mengidap diabetes pada usia

1 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
2

15 tahun. Sekitar 90% dari 1 juta anak lahir setiap tahunnya dengan
penyakit jantung kongenital (Proimos & Klein, 2012). Sedangkan menurut
Perrin (2002), anak-anak di Amerika yang hidup dengan penyakit kronik
dan disabilitas serta membutuhkan penanganan pelayanan kesehatan
spesialis sebanyak 15-18%. Peningkatan dalam jumlah anak yang
mengalami penyakit kronik ini tentu berdampak pada peningkatan tuntutan
pelayanan kesehatan dan sosial (Hockenberry, 2009).

Penyakit kronik pada anak tentu berdampak luas terhadap kehidupan anak.
Kondisi kronik dari anak membuat keluarga mempunyai tanggung jawab
dan tugas ekstra (Ray dalam Hockenberry, 2009). Orang tua akan terganggu
dalam hal aktivitas serta pekerjaannya. Ini akan menyebabkan berkurangnya
penghasilan dalam keluarga dan berpotensi mengganggu fisik dan emosi
dari orang tua. Selain itu respon dari saudara kandung anak (sibling) tentu
juga akan terpengaruh. Saudara anak dengan penyakit kronik akan merasa
bersalah, marah, atau cemburu dengan perlakuan yang berbeda pada saudara
mereka yang sakit (Hockenberry, 2009). Sedangkan pada anak dapat terjadi
gangguan fisik, emosi, dan sosial. Dampak fisik yang terlihat adalah anak-
anak dengan penyakit kronik adalah keterbatasan dalam aktivitasnya (Suris,
Michaud, & Viner, 2004).

Aktivitas itu dapat digambarkan dengan aksi yang memerlukan energi atau
menjadi bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas
merupakan tanda dimana seseorang dalam rentang yang sehat ditinjau dari
kemampuan melakukan aktivitasnya. Aktivitas merupakan kesatuan kerja
dari sistem muskuloskeletal dan persarafan (Potter, Perry, Ross-Kerr, Wood,
Astle, & Duggleby, 2014).

Anak dengan kondisi penyakit yang kronik membutuhkan hospitalisasi yang


terus-menerus. Ini akan menyebabkan terjadi keterbatasan pada
aktivitasnya. National Health Interview Survey (2012) menyebutkan bahwa
anak-anak dengan penyakit kronik umumnya mengalami peningkatan
keterbatasan aktivitas pada usia kurang dari 12 tahun. Keterbatasan aktivitas
ini dapat berarti penurunan dalam jangka waktu yang lama pada

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
3

kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kesehariannya seperti


mandi, berpakaian, makan, bangun tidur, berjalan. Selain itu keterbatasan
aktivitas juga terjadi pada aktivitas yang bersifat instrumental seperti
menggunakan telepon, melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat
belanja, serta menyiapkan makanan (Adams, Kirzinger, & Martinez, 2013).

Keterbatasan aktivitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan


pengobatan dapat disebabkan oleh gangguan pada pertumbuhan fisiknya.
Pengobatan jangka panjang seperti kortikosteroid dan kemoterapi akan
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang dan kerusakan tulang.
Selain itu, pengobatan glukokortikoid yang biasaanya digunakan pada
pasien dengan gangguan imunitas seperti Sistemic Lupus Erithematosus
(SLE), penyakit inflamasi, penyakit neoplastik, dan gagal ginjal, dapat
menurunkan sekresi hormon pertumbuhan dan mengganggu pencapaian
masa puncak pertumbuhan tulang sebagai akibat dari terganggunya
gonadotropin dan hormon seks steroid (Turkel & Pao, 2007). Peningkatan
kebutuhan kalori untuk tumbuh dan proses penyembuhan penyakit tidak
sebanding dengan banyaknya nutrisi yang masuk. Kondisi ini menyebabkan
anak menjadi kekurangan gizi. Jika ini terjadi secara terus-menerus maka
pertumbuhan anak akan terganggu (Suris, Michaud, & Viner, 2002). Jika
terjadi gangguan dalam pertumbuhan maka akan berakibat pada
terganggunya aktivitas anak.

Kondisi keterbatasan aktivitas seperti sesak saat beraktivitas atau kelemahan


otot akan menyebabkan anak jatuh pada keadaan fatigue (kelelahan).
Fatigue pada penyakit kronik dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya
adalah pengobatan kanker (seperti kemoterapi, radiasi, imunoterapi) yang
berkepanjangan, anemia, nutrisi yang kurang, gangguan aktivitas fisik
seperti sesak nafas ketika beraktivitas, nyeri, gangguan tidur serta distres
emosional (Kangas, Bovbjerg, & Montgomery, 2008). Salah satu gejala dari
fatigue adalah gangguan tidur. Gangguan tidur pada anak dapat terjadi
karena masalah kesehatan seperti nyeri, stres, depresi, penggunaan obat-
obatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada anak dan remaja

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
4

dengan kanker yang menjalani kemoterapi memiliki kualitas tidur yang


lebih buruk secara signifikan dibandingkan dengan teman-temannya yang
sehat. Pada anak-anak dengan Acute Limphoid Leukemia (ALL), gangguan
tidur terjadi pada 87% anak pada fase maintenance kemoterapi. Banyaknya
angka gangguan tidur secara positif berhubungan dengan angka kejadian
fatigue dan berhubungan dengan efek samping dari pengobatan misalnya
dexamethasone (Owens, 2011).

Pada pasien-pasien anak dengan kondisi nyeri yang kronik juga berisiko
tinggi untuk mengalami gangguan tidur yang tinggi karena hubungan antara
tidur dan rasa sakit adalah kompleks. Bruni dan Lovelli (2010) meneliti
bahwa pada remaja yang mengalami nyeri, terjadi peningkatan durasi
terbangun dari tidur pada malam hari. Pada remaja dengan nyeri akibat
apendiksitis, orang tua mengatakan anaknya mempunyai kesulitan tidur dan
kelelahan (fatigue) pada siang hari. Tidur adalah kebutuhan seorang bayi
dan anak untuk mengistirahatkan sebagian sel dan jaringan tubuh dan
mengaktifkan sebagian yang lainnya untuk membentuk, memperbanyak dan
memperbaiki sel/jaringan yang rusak. Kebutuhan rata-rata tidur pada anak
usia satu tahun adalah sekitar 10-12 jam per harinya (Bruni & Novelli,
2010).

Aktivitas dan istirahat tidur merupakan kebutuhan yang tidak dapat


dipisahkan. Keduanya saling mempengaruhi dan berefek satu sama lain.
Jika aktivitas terganggu maka kebutuhan tidur tidak akan terpenuhi.
Sebaliknya jika anak mengalami gangguan tidur maka anak akan jatuh pada
keadaan fatigue dimana aktivitas anak pasti akan mengalami keterbatasan.
Allison (2007) mengatakan bahwa pada individu yang mempunyai kesulitan
untuk menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat maka akan mengalami
kehilangan kemampuan untuk meningkatkan kesehatan fisik, intelektual,
dan emosional. Pada kondisi-kondisi penyakit kronik seperti pasien kanker
dengan kemoterapi akan mengalami gangguan pada aktivitas dan istirahat
akan terjadi kelelahan yang mengganggu pemulihan energi untuk proses
penyembuhan.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
5

Pada anak dengan penyakit kronik masalah aktivitas dan istirahat harus
menjadi perhatian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan yang benar dan profesional adalah yang mengacu pada teori
keperawatan. Teori keperawatan Self Care Deficit Nursing Theory
(SCDNT) dari Dorothea E. Orem adalah salah satu teori yang
menggabungkan aktivitas dan istirahat menjadi satu kebutuhan yang penting
untuk dipenuhi terutama pada anak dengan penyakit kronik.

Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) menjelaskan tentang hubungan


antara perawat dengan klien yang bersifat profesional. Hubungan perawat
dan klien dirancang sebagai sebuah sistem yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien dengan melatih atau meningkatkan kemampuan seseorang
yang mengalami keterbatasan dalam aktivitas perawatan dirinya. Aktivitas
perawatan diri merupakan kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan
untuk merawat dirinya. Aktivitas perawatan diri ini akan terganggu atau
terhambat ketika seseorang mengalami kondisi sakit atau fisik yang lelah
karena stres fisik maupun psikologis. Defisit perawatan diri dapat terjadi
ketika seseorang atau agen perawatan diri tidak mampu memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya sendiri sehingga membutuhkan perawat untuk
membantu dalam pemenuhan aktivitas perawatan dirinya. Seorang perawat
dituntut untuk memiliki pengetahuan serta sikap yang profesional dalam
mengambil keputusan yang tepat untuk pasien (Tomey & Alligood, 2010).

Orem (1991) menyatakan bahwa Self Care Deficit Nursing Theory


(SCDNT) mengacu pada kemampuan seseorang untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya melalui aktivitas sehari-hari. Jika kebutuhan
akan aktivitas ini terganggu seperti pada keadaan imobilisasi, intoleransi
aktivitas, maupun kelemahan maka kemampuan seseorang untuk
meningkatkan kesehatannya menjadi terhambat. Keterbatasan dalam
aktivitas dapat terjadi karena adanya gangguan atau masalah dalam sistem
tubuh seseorang yang bersifat sementara atau menetap sehingga
mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri.
Untuk itulah diperlukan peran perawat dalam membantu memenuhinya.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
6

Orem menjelaskan bahwa perawatan diri pada manusia tidak harus


dilakukan secara mandiri. Sistem perawatan diri juga dapat menjadi
bergantung pada orang lain. Sistem perawatan diri yang bergantung pada
orang lain adalah aktivitas dimana biasanya dapat dilakukan oleh seorang
individu namun dikarenakan adanya keterbatasan dalam dirinya sehingga
dalam melakukan aktivitas tersebut dibantu orang lain. Orem
mengklasifikasikan sistem perawatan diri dalam tiga kategori yaitu sistem
perawatan diri dengan bantuan penuh, sistem perawatan diri dengan bantuan
sebagian, serta sistem dukungan pendidikan. Self Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) dari Orem mengklasifikasikan self-care requisite menjadi
tiga macam yaitu kebutuhan perawatan diri universal (universal self-care
requisite), kebutuhan perawatan diri perkembangan (developmental self-
care requisite), dan kebutuhan perawatan diri pada kondisi penyimpangan
kesehatan (health deviation self-care requisite).

Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari Orem banyak digunakan
dalam berbagai praktik keperawatan terutama pada anak dengan penyakit
kronik. Mosher dan Moore (1998) meneliti tentang penggunaan Self Care
Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada perawatan anak dengan kanker.
Laferriere (1995) menggunakan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
dari Orem sebagai kerangka kerja dalam asuhan keperawatan pada
perawatan paliatif (hospice care). Teori Orem ini juga digunakan sebagai
panduan dalam perawatan anak usia delapan tahun dengan leukemia (Foote,
Holcombe, Piazza, & Wright, 1993). Haas (1990) mengaplikasikan Self
Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari Orem pada populasi anak
dengan penyakit kronik. Moore dan Beckwitt (2006) meneliti tentang
aplikasi Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dan intervensi
keperawatan pada anak dengan kanker dan orang tuanya dilihat dari faktor
perawatan diri dan tingkat ketergantungannya. Fan (2008) meneliti tentang
aktivitas perawatan diri berbasis Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
pada anak usia sekolah dengan penyakit jantung. Self Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) juga terbukti berpengaruh dalam mengontrol gejala pada
anak dengan penyakit asma (Rantz, 2001).

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
7

Orem (2001) menyatakan bahwa perawatan diri adalah strategi koping,


merupakan pembelajaran dari fungsi regulator akan stresor atau bentuk
respon nyata dari seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam upaya
mempertahankan status kesehatan dan fungsi perawatan dirinya (Chen &
Wang, 2007). Aktivitas perawatan diri akan berhasil jika individu (agen
perawatan diri) ikut berperan aktif dalam upaya pemeliharaan kesehatan
dirinya. Namun jika terjadi penyimpangan dalam struktur dan fungsi
kesehatan, seperti pada individu yang sakit atau mengalami kondisi
patologis dimana terjadi gangguan pada aktivitas dan istirahatnya,
perawatan dirinya juga akan terganggu. Ini akan menimbulkan perilaku
perawatan diri seseorang menjadi tidak efektif sehingga individu tersebut
tidak mampu menunjukkan keterampilan dan sikap yang dapat
meningkatkan status kesehatannya (Lenoci, Telfair, Cecil, & Edward, 2002).
Jika kondisi ini berlangsung secara terus-menerus (seperti pada anak dengan
penyakit kronik) maka komplikasi akan perjalanan penyakit dapat
meningkat, kualitas hidup akan menurun, kemudian akan meningkatkan
biaya perawatan. Ini menunjukkan bahwa aktivitas perawatan diri dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dan secara langsung akan terjadi
peningkatan pada status kesehatannya (Lee, Lin, & Tsai, 2008). Perilaku
perawatan diri berdasarkan SCDNT dari Orem juga terbukti dapat
menurunkan komplikasi penyakit, mengurangi biaya perawatan,
meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian pasien serta akan
meningkatkan kualitas hidupnya (Indanah, 2010).

Dengan adanya aplikasi dari Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
dari Orem maka diharapkan jika anak sebagai agen perawatan diri
mengalami gangguan atau masalah pada aktivitas dan istirahatnya yang
dapat menyebabkan terjadinya defisit perawatan diri, perawat dapat
membantu dalam pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya. Tiga kebutuhan
perawatan diri menurut Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari
Orem dapat dijadikan acuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perumusan masalah, perencanaan tindakan,
implementasi, serta evaluasi pada anak dengan penyakit kronik yang

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
8

mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat. Selain itu, aspek


perkembangan dari anak juga diperhatikan dalam Self Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) ini. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk
mengaplikasikan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dalam asuhan
keperawatan anak dengan penyakit kronik yang mengalami masalah pada
aktivitas dan istirahat.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran aplikasi Self Care Deficit Nursing Theory
(SCDNT) dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
penyakit kronik yang mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat di
Ruang Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran tentang praktik residensi Ners Spesialis
Keperawatan Anak
b. Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit kronik yang mengalami masalah pada aktivitas dan
istirahat.
c. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi perawat dalam praktik
residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak.
d. Menganalisis penerapan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT)
dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit
kronik yang mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat.

1.3 Sistematika Penulisan


Karya Ilmiah Akhir ini terdiri atas lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut: bab 1 berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,
tujuan penulisan, dan sistematika penulisan; bab 2 berisi aplikasi teori
keperawatan pada asuhan keperawatan yang meliputi gambaran kasus yang
dikelola residen selama praktik secara singkat, tinjauan teoritis, integrasi
teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, serta aplikasi Self

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
9

Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada kasus yang terpilih; bab 3
berisi tentang pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak
selama praktik residensi; bab 4 berisi tentang pembahasan yang meliputi
pembahasan tentang pembahasan penerapan teori keperawatan dalam asuhan
keperawatan serta pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dalam
pencapaian kompetensi; yang terakhir adalah bab 5 yang berisi tentang
kesimpulan dan saran tentang pelaksanaan residensi secara keseluruhan.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
10

BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Gambaran Kasus


Gambaran kasus dalam karya ilmiah ini adalah sebanyak lima kasus yang
dikelola oleh mahasiswa residen. Lima kasus pada pasien anak yang
mempunyai masalah dengan aktivitas dan istirahat dan dirawat di ruang non
infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kelima kasus tersebut
adalah sebagai berikut:

2.1.1 Kasus 1
Anak I, laki-laki, usia 17 tahun, dirawat di Ruang Non Infeksi sejak tanggal
10 Maret 2014 dengan diagnosa Thalassemia β mayor. Klien menderita
Thalassemia β mayor sejak usia 4 bulan. Pada bulan November 2013, klien
mendadak lumpuh setinggi pubis, tidak dapat menahan Buang Air Besar
(BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Lalu dilakukan laminektomi pada
bulan Desember 2013, namun tidak ada perbaikan. Saat ini pasien dirawat
karena Hemoglobin (Hb) 2,6 gr/dl. Selama di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) dirawat tiga hari dan sudah diberikan transfusi darah Packed Red
Cell (PRC) 4 kantong. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data
kesadaran compos mentis, terdapat kelumpuhan di ekstremitas bawah,
kekuatan otot 5│5 untuk ekstremitas atas, 0│0 untuk ekstremitas bawah.
Berat Badan (BB): 45 kg, Tinggi Badan (TB): 155 cm. Tekanan Darah
(TD):108/77 mmHg, Nadi (N): 120x/menit, Suhu (S): 38,5C, Respiratory
Rate (RR): 28x/menit. Akral teraba hangat, Capillary Refill Time (CRT) >
2 detik, SaO2: 87%, telapak tangan terlihat pucat, terdapat luka di mata
kaki. Dari hasil anamnesa didapatkan data bahwa klien sudah seminggu
belum mandi dan cuci rambut. Klien tampak kotor, kuku tangan dan kaki
panjang, mulut dan gigi tampak kotor. Klien terpasang Dower Catheter
(DC), produksi sampai dengan jam 12: 210 cc, terpasang Intra Venous
Fluid Drug (IVFD) KaEN 1B 85 cc/jam. Klien mendapat terapi
Cefotaxime (antibiotik golongan sefalosporin) 3x1 gr/hari.

10 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
11

Masalah keperawatan yang muncul pada An. I adalah: 1) Hipertermia, 2)


Perubahan perfusi jaringan perifer, 3) Hambatan mobilitas fisik, 4)
Inkontinensia, 5) Defisit perawatan diri, 6) Risiko intoleransi aktivitas

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan adalah menganjurkan orang


tua untuk mengompres dengan teknik Water Tepid Spounge (WTS),
menganjurkan untuk memakai baju yang tipis, mengobservasi tanda-tanda
vital, melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah PRC 3 seri,
mengobservasi CRT dan SaO2, membantu pemenuhan kebutuhan personal
hygiene BAB dan BAK, membantu dan mengajarkan secara bertahap cara
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti oral hygiene,
cuci muka, dan memotong kuku, melakukan tindakan kolaborasi dengan
rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah kontraktur,
serta menganjurkan pada pasien untuk mengurangi aktivitas jika terdapat
tanda-tanda seperti sianosis, pucat, dan sesak.

Setelah dilakukan intervensi, suhu tubuh kembali normal menjadi 37,2C,


Hb menjadi 6,8 gr/dl setelah pemberian transfusi seri ke III, CRT <2 detik
dan SaO2 92%, terpasang DC silikon, anak mampu makan dengan mandiri
dengan posisi fowler, anak tampak lebih bersih, kuku pendek dan bersih,
mulut dan gigi lebih bersih, tidak ada tanda-tanda hipoksia dan sianosis.
Setelah tiga hari perawatan di Ruang Non Infeksi, klien pulang atas
permintaan sendiri dengan alasan orang tua (ayah) harus bekerja dan tidak
ada yang merawat di rumah sakit sehingga akan berobat jalan untuk
menjalani transfusi darah.

2.1.2 Kasus 2
Anak S, 9 tahun, dirawat di ruang Non Infeksi sejak tanggal 19 Maret 2014
dengan diagnosa medis Neuroblastoma post kemoterapi+malfungsi
nefrostomi. Klien menjalani operasi nefrostomi sinistra sejak setahun yang
lalu. Dua minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS), klien dirawat
untuk kemoterapi ke II. Sekarang klien mengalami gangguan BAK
(produksi DC negatif) dan dari selang nefrostomi pada kasa penutup luka

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
12

ditemukan bahwa urine merembes ke kasa. Klien mengeluh nyeri pada


daerah nefrostomi hingga tidak bisa tidur karena akan merintih kesakitan
jika area nefrostomi tersentuh. Skala nyeri 4. Selain itu, klien juga batuk
sejak beberapa hari yang lalu. Dari hasil auskultasi terdapat suara ronki di
paru kanan. Ini semakin membuat anak tidak dapat tidur karena jika batuk.
akan semakin nyeri. Klien tidak dapat bergerak bebas karena ada luka
nefrostomi. BB: 20 kg, TB: 125 cm, status gizi anak berdasarkan IMT
adalah underweight, anak tampak pucat. TD: 96/68 mmHg, N: 108x/menit,
RR: 28x/menit, S: 36,8C. Klien terpasang infus KaEN 1B 20 cc/jam,
dower catheter dengan produksi (-), nefrostomi produksi (+) merembes di
kasa. Klien mendapat terapi fosfomycin (antibiotik spektrum luas untuk
bakteri gram positif) 2x900 mg/hari, fluconazole (antifungi golongan
triazole) 1x50 mg, omeprazole (antisekresi, turunan benzimidazole, pompa
proton inhibitor) 1x2 mg/hari, ondansetron (antagonis reseptor 5HT3) 3x4
mg/hari, ambroxol (mukokinetik dan sekretolitik)+salbutamol (agonis beta-
2) 3x/hari. Pada perawatan hari ke 4, klien menjalani kemoterapi
cyclophospamide (sitotoksik).

Masalah keperawatan yang muncul pada An. S adalah: 1) Bersihan jalan


nafas tidak efektif, 2) Nyeri akut, 3) Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, 4) Kerusakan integritas kulit, 5) Risiko hambatan
mobilitas fisik, dan 6) Gangguan pola tidur

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengajarkan teknik


batuk efektif pada anak, melakukan tindakan kolaborasi pemberian
mukolitik dan inhalasi dengan ventolin (salbutamol sulfat,
bronkodilator)+NaCl 0,9%, mengobservasi tanda-tanda vital, melakukan
perawatan luka nefrostomi setiap hari, mengajarkan cara membuat F135,
melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian susu formula
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), melakukan kolaborasi dengan bedah
urologi untuk rekonstruksi nefrostomi, melakukan sleep hygiene, serta
mencatat pola tidur anak pada sleep diary.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
13

Setelah dilakukan intervensi, klien masih batuk, suara nafas ronki masih
ada di paru-paru kanan, RR: 28x/menit, skala nyeri 1, anak sudah bisa tidur
dengan nyenyak di malam hari, anak tidak mual muntah post pemberian
kemoterapi, BB meningkat 300 gram dalam 5 hari perawatan, produksi
nefrostomi (+), tidak ada rembesan, klien sudah dapat duduk dan tiduran
dengan nyaman. Pada hari ke 7 perawatan klien dipulangkan karena kondisi
sudah membaik dan tidak ada efek samping dari pemberian kemoterapi dan
luka nefrostomi sudah membaik, produksi (+) dan tidak merembes lagi.

2.1.3 Kasus 3
Anak Y, laki-laki, usia 18 tahun, dirawat di Ruang Non Infeksi sejak
tanggal 19 Januari 2014 dengan diagnosa medis ALL relaps+Diabetes
Melitus+Otitis Media Kronik. Klien menderita ALL sejak dua tahun yang
lalu dengan pengobatan kemorapi hingga selesei. Namun 1 minggu SMRS,
anak mengalami batuk dan nyeri dada, demam dan keringat dingin di
malam hari, dan nafsu makan berkurang. Klien lalu dibawa ke RSCM. Dari
hasil pemeriksaan fisik tanggal 20 Februari 2014, didapatkan data
kesadaran compos mentis, terdapat petekie diseluruh tubuh, terdapat nyeri
di perut, nyeri hilang timbul dan semakin meningkat jika ditekan. Skala
nyeri Visual Analog Scale (VAS) 6. Klien sering terbangun di malam hari
karena nyeri. Pada kaki dan sacrum terdapat luka dekubitus, terdapat
kelemahan di ekstremitas bawah, kekuatan otot ekstremitas atas: 4│4,
ekstremitas bawah: 3│3.

Sejak masuk RS, gula darah tinggi, BB turun drastis 9,5 kg, Hasil
pemeriksaan gula darah tanggal 20 Februari 2014, Gula Darah Puasa
(GDP): 121 mg/dl, Gula Darah 2 Jam Post Puasa (GD2JPP): 100 mg/dl
(dengan terapi insulin 4 iu sebelum makan). BB: 30,5 kg, TB: 148 cm,
status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah underweight.
TD: 128/82 mmHg, N: 124x/menit, Suhu: 36,3C, RR: 26x/menit. Intake
cairan per oral sampai jam 12 adalah 240 cc (1 hari=720 cc). Jumlah urine
sampai dengan pukul 12 adalah 280 cc. Dari hasil pemeriksaan Darah Panel
Lengkap (DPL) tanggal 19 Januari 2014 didapatkan nilai trombosit

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
14

6.950/L. Pada pemeriksaan audiometri ditemukan telinga kanan


mengalami tuli konduktif derajat berat 56,25 dB, telinga kiri tuli
sensorineural derajat sangat berat 112,5 dB. Pada tanggal 27 Februari 2014,
klien mengalami sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, RR: 42x/menit, dari
hasil pemeriksaan Echocardiography didapatkan adanya hipertensi
pulmonal. Klien mendapat terapi dexamethasone (golongan kortikosteroid,
anti inflamasi dan anti alergi) 0,5 mg/hari melalui Intra Vena (IV),
tramadol (analgesik golongan opiat), 25 mg IV k/p, morfin (alkaloid
analgesik golongan opium) 2 cc/jam melalui IV.

Masalah keperawatan yang muncul pada An. Y pada tanggal 20 Februari


2014 adalah: 1) Nyeri akut, 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, 3) Kekurangan volume cairan, 4) Risiko perdarahan, 5) Gangguan
integritas kulit, 6) Hambatan mobilitas fisik, 7) Gangguan pola tidur, 8)
Hambatan komunikasi verbal.

Sedangkan pada tanggal 27 Februari 2014 ditemukan masalah keperawatan


pada An. Y yaitu: 1) Pola nafas tidak efektif, 2) Nyeri akut, 3) Kekurangan
volume cairan, 4) Risiko perdarahan, 5) Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, 6) Gangguan integritas kulit, 7) Hambatan mobilitas fisik,
8) Gangguan pola tidur, 9) Keletihan, 10) Hambatan komunikasi verbal.

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengajarkan teknik


distraksi relaksasi nafas dalam, melalukan masase di area yang nyeri,
melakukan kolaborasi pemberian analgesik morfin 2 cc/jam, melakukan
oral hygiene, menganjurkan orang tua memberikan makanan yang disukai
anak, menganjurkan anak untuk banyak minum, mengobservasi balans
cairan setiap hari, melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi TC,
mengevaluasi hasil DPL post pemberian transfusi dan tanda-tanda
perdarahan, melatih anak Range Of Motion (ROM) secara bertahap,
membantu Activity Daily Living (ADL) anak seperti mandi, duduk, makan,
melakukan sleep hygiene pada anak selama di RS, membantu anak
berkomunikasi dengan alat bantu kertas, merawat luka dekubitus setiap dua

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
15

hari sekali. Pada tanggal 27 Februari 2014 dilakukan intervensi


keperawatan memberikan O2 nasal 2 lpm dan mengganti dengan O 2
sungkup 7 lpm karena sesak memberat.

Setelah dilakukan intervensi, nafas masih sesak, RR: 38 x/menit, nafas


cepat dan dangkal, nyeri berkurang, skala nyeri VAS 2, tidak terjadi
penurunan BB, porsi makan habis, Hasil pemeriksaan tanggal 27 Februari
2014 adalah GDP: 86 gr/dL, GD2JPP: 158 gr/dL, Hasil DPL tanggal 23
Februari 2014, trombosit 54.000/L, pola tidur membaik, serta klien
tampak lemah dengan kekuatan otot ekstimitas atas: 4│4, ekstremitas
bawah: 3│3. Pada tanggal 1 Maret 2014, klien mengalami penurunan
kondisi sampai akhirnya meninggal dunia dikarenakan apneu dan nyeri
hebat. Sebelumnya klien sempat dilakukan resusitasi jantung paru, namun
tidak ada perbaikan. Ketika akan dilakukan intubasi, orang tua
menghendaki tindakan penyelamatan dihentikan.

2.1.4 Kasus 4
Anak N, 17 tahun, dirawat di ruang Non Infeksi sejak tanggal 8 April 2014
dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V. Klien
didiagnosa CKD Stage V sejak dua tahun yang lalu dan menjalani HD
setiap 3x/minggu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data nafas cepat
dan dangkal, tidak ada retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu
nafas, SaO2 89,5%, hasil Blood Gas Analyze (BGA) tanggal 8 April 2014
didapatkan data pH 7,327; pCO2 70,30; pO2 65,10; HCO3 37,2. BB: 35 kg,
TB: 115 cm, status gizi anak berdasarkan IMT adalah normal. TD: 128/80
mmHg, N: 102x/menit, RR: 42x/menit, S: 36,3C. Klien mengatakan pada
malam hari tidak dapat tidur karena sesak nafas, klien tampak mengantuk
di siang hari.

Masalah keperawatan yang muncul pada An. S adalah: 1) Pola nafas tidak
efektif, 2) Kerusakan pertukaran gas, 3) Intoleransi aktivitas, 4) Gangguan
pola tidur

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
16

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan adalah memberikan posisi


semi fowler, memberikan terapi O2 sungkup 8 lpm, menurunkan secara
bertahap pemberian O2, menganjurkan anak membatasi aktivitasnya,
melakukan tindakan kolaborasi hemodialisa, membatasi intake cairan yang
masuk, melakukan tindakan sleep hygiene, mencatat pola tidur anak dengan
sleep diary.

Setelah dilakukan intervensi, sesak sudah berkurang, penggunaan O 2 nasal


2 lpm, tidak ada penggunaan otot bantu nafas dan retraksi dinding dada,
RR: 35 x/menit, klien dapat tidur nyenyak dari jam 21 hingga 4 pagi. Klien
dipulangkan tanggal 10 April 2014 karena kondisi sudah membaik dengan
tetap mengikuti jadwal rutin HD 3x/minggu.

2.1.5 Kasus 5
Anak T, 7 tahun, dirawat di ruang Non Infeksi sejak tanggal 26 Maret 2014
dengan diagnosa medis ALL pro konsolidasi+Hiperleukositosis. Klien
didiagnosa ALL sejak enam bulan yang lalu dan menjalani kemoterapi fase
konsolidasi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data nyeri hilang
timbul pada kaki, skala nyeri VAS 5, terdapat hematom di lengan kanan,
kadar trombosit tanggal 23 Maret 2014 adalah 7.103/L. Terdapat
mukositis di bibir atas, klien post koreksi Natrium Bicarbonat 25 mEq
dalam KaEN 1B 500cc 90cc/jam, kadar leukosit tanggal 23 Maret 2014
adalah 20,06.103/L. Balans cairan per 24 jam adalah (+) 45 cc. Klien
tampak pucat, Hb tanggal 23 maret 2014 adalah 5,9 gr/dL, CRT < 2 detik,
SaO2 95%. BB: 19,5 kg, TB: 120 cm, status gizi anak berdasarkan IMT
adalah underweight. TD: 121/87 mmHg, N: 102x/menit, RR: 28x/menit, S:
36,3C. Klien mengatakan pada malam hari tidak dapat tidur karena nyeri
di kakinya, klien tampak mengantuk dan tertidur di siang hari. Klien
mendapatkan terapi cairan KaEN 1B 22 cc/jam dan Amoxiclav (antibiotik
kombinasi amoksisilin dan klavulanat) 1x75 mg/hari, Dexamethasone
(golongan kortikosteroid, anti inflamasi dan anti alergi) 3x4 mg/hari,
Omeprazol (antisekresi, turunan benzimidazole, pompa proton inhibitor)
1x20 mg/hari, allopurinol (xantin oxidase inhibitor) 3x100 mg/hari.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
17

Masalah keperawatan yang muncul pada An. T adalah: 1) Nyeri akut, 2)


Risiko perdarahan, 3) Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
4) Perubahan perfusi jaringan perifer, 5) Perubahan mukosa oral, 6)
Hambatan mobilitas fisik, 7) Gangguan pola tidur

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengajarkan orang


tua cara mengompres bagian yang nyeri, melakukan tindakan kolaborasi
pemberian analgesik Ultracet 900 mg, melakukan tindakan kolaborasi
pemberian transfusi darah Trombocyte Concentrate (TC) dan PRC,
menganjurkan orang tua untuk memberikan anak banyak minum,
melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi cairan hidrasi 24-48 jam
sebelum, serta 48-72 jam sesudah kemoterapi, melakukan oral hygiene
dengan NaCl, mengajarkan orang tua untuk memberikan obat kumur pada
anak, melakukan ROM setiap hari, melakukan sleep hygiene, mencatat pola
tidur pada anak dengan sleep diary.

Setelah dilakukan intervensi, nyeri sudah berkurang, skala nyeri VAS 1,


kadar trombosit tanggal 28 Maret 2014 adalah 17.103/L, hematom
berkurang, balans cairan per 24 jam tanggal 28 Maret adalah (+) 280 cc, Hb
tanggal 28 Maret 2014 adalah 11,4 gr/dL, SaO2 95%, CRT < 2 detik, klien
sudah mampu berjalan ke kamar mandi sendiri, serta klien dapat tidur
nyenyak. Pada tanggal 6 April 2014 klien dipulangkan karena kondisi
sudah membaik dengan kadar Trombosit 41.103/L, Hemoglobin 9,8 gr/dL,
dan tidak ada efek samping dari kemoterapi.

2.2 Tinjauan Teoritis


Pada tinjauan teoritis akan dibahas tentang kebutuhan aktivitas dan istirahat,
masalah gangguan aktivitas dan istirahat pada anak dengan penyakit kronis,
serta peran perawat dalam memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat.
2.2.1 Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat
Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat merupakan bagian
diri perawatan diri universal yang saling mempengaruhi serta berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi perawatan kesehatan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
18

sebagai faktor kondisi dasar berdasarkan SCDNT. Tujuan dari


keseimbangan antara dua kebutuhan ini adalah untuk mempertahankan
tingkat aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan dan standar untuk
kesehatan dan kesejahteraan serta mendapatkan kuantitas dan kualitas
istirahat dan relaksasi yang cukup untuk melakukan aktivitas (Allison,
2007).

Aktivitas digambarkan dengan aksi yang memerlukan energi atau menjadi


bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas merupakan
tanda dimana seseorang dalam rentang yang sehat ditinjau dari kemampuan
melakukan aktivitasnya. Aktivitas merupakan kesatuan kerja dari sistem
muskuloskeletal dan persarafan (Potter, Perry, Ross-Kerr, Wood, Astle, &
Duggleby, 2014).

Aktivitas fisik adalah pergerakan badan dalam melakukan kegiatan sehari-


hari baik yang disengaja maupun tidak, yang dilakukan oleh sistem
muskuloskeletal dan menghasilkan pengeluaran energi. Pelaksanaan
aktivitas fisik yang adekuat dapat menstabilkan BB, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan massa tulang, menurunkan angka kematian karena
penyakit jantung dan penyakit kronis, peningkatan status kesehatan
(Allison, 2007).

Anak dengan keterbatasan aktivitas menurut Medical Expenditure Panel


Survey (MEPS) (1990-2000) dikategorikan berdasarkan usianya, yaitu pada
anak usia 0-4 tahun mengalami keterbatasan pada aktivitas terkait aktivitas
bermain, karena mengalami masalah dengan kecacatan fisik atau masalah
kesehatan mental. Sedangkan anak usia 5-17 tahun karena kecacatan fisik
atau kondisi status kesehatan fisik atau mental, serta karena cedera fisik
(Witt, Gottlieb, Hampton, & Litzelman, 2009).

Penyakit kronis akan membatasi aktivitas anak baik sedikit atau banyak dan
keterbatasan itu bersifat hilang timbul. Compas, Jaser, Dunn, dan Rodriguez
(2012) mengatakan bahwa penyakit kronis adalah masalah kesehatan yang
terjadi selama lebih dari tiga bulan, yang mempengaruhi aktivitas normal

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
19

anak, dan membutuhkan hospitalisasi yang lebih sering, perawatan


kesehatan dirumah, dengan atau tanpa perawatan kesehatan tambahan.
Beberapa faktor mungkin penting untuk anak dengan penyakit kronis
daripada anak lainnya karena penyakit dapat mengganggu kebutuhan
perkembangan mereka. Sebagai contoh, pada anak usia prasekolah dengan
penyakit kronis, mereka harus lebih diperhatikan kebutuhannya. Contohnya
adalah dengan memperhatikan diet khusus pada anak dengan sindrom
Celiac, selalu ingat untuk pemberian insulin pada anak dengan diabetes,
postural drainase yang sering pada anak dengan cystic fibrosis, dan sesak
ketika beraktivitas pada anak dengan kondisi penyakit jantung kongenital
(Feehan et al, 2012). Pasien anak dengan thalassemia mengalami perubahan
fisik yaitu anemia kronis yang mengakibatkan pasien menjadi hipoksia,
nyeri kepala, irritable, anoreksia, nyeri dada dan tulang, serta intoleransi
aktivitas (Hockenberry, 2009).

Istirahat adalah salah satu bentuk dari konservasi dan penyimpanan energi
baik secara fisik, mental, maupun emosional. Jadi istirahat adalah proses
penurunan aktivitas fisik yang bertujuan untuk menurunkan stres dan
kelelahan (relaksasi). Istirahat adalah aktivitas dimana terjadi pergerakan
yang minimal, yang tidak akan menghabiskan cadangan energi namun dapat
bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan. Tidur adalah salah satu bentuk
dari istirahat yang reguler dimana dilakukan dalam 6-8 jam per hari. Ini
adalah waktu untuk memperbaiki dan mengistirahatkan sistem tubuh.
Gangguan tidur adalah gangguan dimana tubuh tidak dapat mempertahankan
fisik tetap tenang dan terkontrol, bebas dari kekhawatiran, relaks dari stres
emosional. Seseorang dengan imobilisasi atau intoleransi aktivitas bukan
beristirahat secara emosional, namun lebih pada respon metabolik dimana
terjadi keterbatasan pada aktivitas karena gangguan pernafasan, kelemahan,
dan respon dari penyakit kronis. Beberapa indikator yang menunjukkan
bahwa durasi tidur cukup yang dapat dilihat pada seorang bayi/anak adalah
setelah bangun tidur ia tidak rewel, aktivitas seperti biasa,
menunjukkan mood yang baik dan sebagainya (Bruni & Novelli,
2010). Dengan kata lain, aktivitas fisik adalah bentuk dari proses

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
20

menghasilkan energi namun dapat juga menurunkan ketidaknyamanan,


tekanan, emosi, dan nyeri. Sedangkan istirahat adalah kegiatan
merelaksasikan mental dan fisik dari stres (Allison, 2007).

2.2.2 Peran Perawat dalam Memenuhi Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat


Allison (2007) mengidentifikasi ada beberapa peran perawat dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat sesuai dengan NCDNT adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui dan mempertahankan standar untuk aktivitas dan istirahat
pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif
b. Mengetahui dan menyadari akan kebutuhan, isyarat tubuh, serta tingkat
ketergantungan saat ini yang direkomendasikan untuk aktivitas dan
istirahat
c. Mengetahui dan menyadari jenis dan langkah-langkah yang dapat
membantu pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat terkait dengan
usia, jenis kelamin, tingkat perkembangan, status kesehatan,
kemampuan, dan keterbatasan.
d. Membuat penilaian tentang rencana yang harus dilakukan terkait
aktivitas sehari-hari dan meningkatkan level aktivitas dan istirahat.
e. Menentukan dan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi, atau
yang dapat mengganggu keseimbangan aktivitas dan istirahat.
f. Memiliki pengetahuan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
untuk meningkatkan dan menjaga keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat
g. Melakukan tindakan yang tepat dan konsisten dimana mampu memenuhi
tujuan untuk membantu keterbatasan kemampuan pada klien secara
efektif dan efisien.
h. Memantau dampak dan hasil dari proses aktivitas dan istirahat serta
menjaga keseimbangan diantara keduanya sehingga dapat meningkatkan
kesehatan fisik, mental, dan emosional.
i. Mengkaji data pasien terkait status fisik, gejala, atau pengobatan yang
berhubungan dengan kebutuhan aktivitas dan istirahat

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
21

j. Menentukan tindakan perawatan diri yang adekuat dan tidak adekuat


dengan cara:
1) Mengevaluasi aktivitas setiap hari/minggu/jadwal istirahat untuk
memperkirakan jumlah energi yang dikeluarkan dan keeefektifan
pola istirahat
2) Mengidentifikasi aktivitas yang terkait status kesehatan, gejala yang
merugikan, serta pengalaman sakit sebelumnya
3) Mengevaluasi tingkat pengetahuan pasien terkait kondisi kesehatan
4) Mengevaluasi kemampuan pasien menentukan tindakan yang
dibutuhkan
5) Merencanakan upaya untuk mengatur aktivitas dan istirahat

2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan


Orem menyatakan bahwa ada tiga konsep dari Self-Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) yang menganggap bahwa manusia sebagai pusat teori.
SCDNT memberikan kerangka kerja untuk mengatur orang tua dan anak
dalam melakukan praktek perawatan diri. Teori ini memberikan gambaran
pengetahuan pada individu untuk melakukan aktivitas perawatan diri secara
mandiri dan tergantung. Ketika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan
perawatan dirinya (keadaan yang disebut defisit) maka intervensi
keperawatan dibutuhkan.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak mampu melakukan


perawatan diri secara mandiri. Ini berhubungan dengan fungsi kognitif,
psikomotor, dan kematangan emosi. Teori Orem (2001) mencakup tentang
bermacam-macam sektor yang membawa seseorang pada hubungan dengan
perawat yang dapat merancang, membuat, dan mengatur asuhan
keperawatan menurut kebutuhan individu dan munculnya kebutuhan
tersebut (Green, 2012). Teori Orem (2001) berpendapat bahwa perawatan
kesehatan untuk anak dengan defisit perawatan diri terkait dengan disabilitas
atau berkebutuhan khusus meliputi perawatan yang bersifat terus-menerus
terkait proses penyakitnya, pengobatan untuk menstabilkan dan melindungi
fungsi tubuh, evaluasi untuk memantau kemajuan penyakit dan proses

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
22

pemulihan, pencegahan komplikasi, pengobatan yang tepat dari komplikasi,


usaha pemeliharaan dan promosi kesehatan, bantuan untuk mengatasi gejala,
rehabilitasi, bantuan untuk membantu klien dan keluarga yang
membutuhkan aktivitas perawatan diri (Green, 2012).

Agen perawatan diri adalah kekuatan individu yang berhubungan dengan


kemampuan melakukan perawatan diri, Keterbatasan dalam melakukan
perawatan diri (self-care limitation) dapat terjadi karena adanya masalah
atau gangguan dalam sistem tubuh yang bersifat sementara atau menetap,
seperti pada anak dengan penyakit kronis. Contoh penyakit kronis pada anak
adalah cerebral palsy, diabetes, penyakit ginjal kronis, epilepsi, sindrom
down, anomali kromosom, fibrosis, kelainan jantung, kanker, artritis
juvenile, asma, leukemia, dan berbagai jenis anemia (Theofanidis, 2010).
Sedangkan menurut WHO (2013) empat jenis dari penyakit non infeksi
adalah penyakit kardiovaskuler (seperti Rheumatic Heart Disease (RHD)),
penyakit kanker, penyakit respirasi kronis (contohnya Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) dan asma), serta diabetes.

Penerapan SCDNT pada anak dengan penyakit kronis sudah sering diteliti
sebelumnya, diantaranya pada anak usia sekolah dengan diabetes. Spezia
(2001) menyatakan bahwa anak dengan penyakit diabetes terbukti dapat
melaksanakan tanggung jawabnya dalam perawatan diri. Ini terkait dengan
dengan tingkat perkembangan dan kemandirian dari anak yang
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam perawatan diri anak.
Penelitian lain juga dilakukan pada pasien anak dengan asma dengan
menggunakan SCDNT pendekatan sistem keperawatan dimana kesatuan
sistem dari perawat, anak, dan keluarga menjadi kekuatan penting dalam
mengontrol gejala kekambuhan asma. Ini efektif dalam menurunkan risiko
kekambuhan gejala pada anak (Cox, 2001). Pada anak usia sekolah
mempunyai tahap pertumbuhan dan perkembangan sendiri sehingga
kapasitas perawatan diri dan perilaku dari anak usia sekolah memiliki
karakteristiknya sendiri. Pada anak dengan penyakit kronis akan mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri dan mampu mengasumsikan perawatan diri

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
23

yang sesuai dengan tanggung jawabnya (Broome, Knafl, Pridham, &


Feetham, 1998).

Jaarsma, Abu-Saad, Dracup, dan Halfens (2000) juga meneliti tentang


penerapan SCDNT pada anak dengan gagal jantung. Anak usia sekolah
dengan kelainan jantung, dalam melakukan perawatan diri dipengaruhi oleh
keterbatasan pada fungsi jantungnya. Dampak dari penyakit jantung ini
adalah gangguan aktivitas. Oleh karena itu, anak dan keluarga harus
mendapatkan promosi kesehatan yang positif untuk menghindari terjadinya
hospitalisasi yang terlalu sering (Artinian, Magnan, Sloan, & Lange, 2002).
Perawatan diri pada pasien anak dengan gagal jantung adalah dengan
mengoptimalkan kemampuan melakukan aktivitas. Sebagian besar anak
dengan penyakit jantung memiliki tingkat perawatan diri yang total. Dan
sebagian besar memiliki tingkat perawatan diri moderat dalam perawatan
diri universal, perkembangan, dan dimensi penyimpangan kesehatan. Ini
dikarenakan adanya kemampuan pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan usia pertumbuhan dan perkembangan (Craft & Denehy, 1990). Anak
dengan usia sekolah yang menengah dan akhir menjadi lebih matang
sehingga mampu bertanggungjawab mengambil keputusan tentang
perawatan dirinya (Castiglia, 2006). Anak-anak pada usia sekolah
diharapkan mampu secara kognitif mengambil tanggung jawab membuat
keputusan perawatan diri yang tepat (Chang &Klitzner, 2003). Dukungan
keluarga berkontribusi dalam perilaku perawatan diri anak usia sekolah
dengan penyakit jantung. Orem (1995) mengatakan bahwa dukungan
keluarga adalah salah satu faktor kondisi dasar dari perilaku perawatan diri
anak usia sekolah dengan penyakit kronis. Dukungan keluarga dapat berupa
dukungan fisik dan emosional untuk meningkatkan motivasi anak dalam
melakukan perawatan diri (Fan, 2008).

Orem (2001) menggambarkan tiga jenis sistem keperawatan yang


tergantung pada tingkat perawatan yaitu tingkat ketergantungan penuh,
tingkat ketergantungan sebagian, dan bantuan suportif edukatif. Contohnya
adalah pada anak dengan cerebral palsy dianggap memiliki tingkat

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
24

ketergantungan penuh karena membutuhkan bantuan untuk aktivitas makan


melalui NGT, pada anak dengan pengobatan albuterol maka membutuhkan
bantuan sebagian untuk nebulizer, atau bantuan suportif edukatif untuk anak
kelas tujuh dengan diabetes yang mengelola pemakaian insulin secara
mandiri (Green, 2012).

Pada anak dengan asma akan membutuhkan kebutuhan perawatan diri


universal dalam hal pemenuhan asupan oksigen karena terdapat gangguan
pada proses ventilasi paru. Anak dengan asma akan mengalami
ketergantungan pada orang dewasa terkait dengan mengendalikan gejala
asma dan menghindari pemicu asma sehingga mengalami kesulitan dalam
perawatan diri dan keterbatasan dalam agen perawatan diri. Intervensi
perawatan diri dirancang agar memenuhi kebutuhan perawatan diri dan agen
perawatan diri dengan memberikan asuhan keperawatan dan mendukung
perawatan dependen pada keluarga (Green, 2012).

Perawatan anak dengan kanker menjadi tantangan tersendiri bagi perawat,


sehingga perawat harus mengembangkan kemampuan untuk bekerjasama
dengan orang tua dan anak dalam perawatan ini. Pemberdayaan menjadi
agen perawatan diri bagi anak dan keluarga menjadi penting karena anak
akan menghabiskan waktu lebih banyak dirumah dengan keluarga (Dodd &
Miaskowski, 2000). Walaupun penelitian pada anak dengan kanker jarang
dilakukan namun beberapa penelitian menunjukkan efektivitas praktik
perawatan diri berhubungan dengan kontrol gejala pada anak dengan kanker.
Kontrol gejala yang dimaksud terkait dengan gejala mukositis, nyeri tulang,
fatigue. Moore dan Mosher (Moore & Mosher, 1997; 1998) membuktikan
bahwa ada hubungan antara perawatan diri, tingkat ketergantungan pada
perawatan diri, faktor kondisi dasar dan tingkat kecemasan pada anak
dengan kanker dan ibunya. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan
yang positif antara anak dan praktek perawatan diri dari ibu, individu yang
berpengalaman dalam perawatan diri lebih mengurangi kecemasan, ada
penurunan tingkat ketergantungan anak pada orang tuanya ketika anak
tumbuh dewasa.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
25

Perawatan diri pada pasien kanker yang menjalani terapi radiasi di rawat
jalan mencakup pengendalian efek samping dari pengobatan. Perawat
membantu pasien mengontrol efek samping seperti kelelahan dengan
membimbing pasien untuk memilih tindakan perawatan yang relevaan dan
dapat mengendalikan kelelahan. Teori psycho-biologic-entropy dari
Winningham dan teori fatigue neurophysical dari Grandjean menyatakan
bahwa ada hubungan antara fatigue dan kapasitas energi. Penggunakan
energi dari aktivitas yang dilakukan akan menyebabkan hilangnya energi
dan kemudian jatuh pada keadaan fatigue. Ini berarti bahwa fatigue,
aktivitas, energi, status fungsional dan istirahat merupakan satu kesatuan
yang dialami pasien kanker (Magnan, 2001).

Konservasi energi sering kali disarankan pada pasien kanker. Rhodes,


Watson, & Hatson menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada tiga strategi
untuk mengatasi kelelahan dan kelemahan pada pasien dengan kemoterapi
yaitu perencanaan kegiatan dan penjadwalan pekerjaan, pengurangan
kegiatan yang tidak penting, meningkatkan ketergantungan pada orang lain
untuk activity daily living (ADL). Richardson dan Ream menyatakan bahwa
tetap aktif dengan menjaga aktivitas seseorang diidentifikasi merupakan
strategi untuk mengatasi fatigue. Dengan kata lain olahraga justru
dipromosikan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi
fatigue pada pasien kanker. Namun intervensi ini tidak disarankan pada
pasien yang terpapar agen kemoterapi kardiotoksik seperti doxorubicin
(Magnan, 2001).

Moore dan Beckwitt (2004) melakukan penelitian kualitatif tentang


penerapan SCDNT pada anak dengan kanker. Hasilnya adalah pada
beberapa orang tua mengungkapkan kesulitan yang lebih sering timbul pada
kebutuhan perawatan diri universal adalah kebutuhan akan nutrisi
dibandingkan udara dan air. Orang tua mengatakan bahwa mereka lebih
frustasi untuk membantu anaknya makan daripada dua kebutuhan lainnya
(udara dan air). Anak-anak dengan penyakit kronis lebih susah untuk makan.
Para orang tua berharap agar mereka dapat membawakan makanan dari

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
26

rumah untuk anaknya yang dirawat di rumah sakit. Orang tua menggunakan
makanan sebagai bentuk dari dukungan dan dorongan motivasi pada anak
untuk cepat sembuh.

Pada kebutuhan perawatan diri universal terkait aktivitas dan istirahat,


beberapa anak mengatakan menggunakan tidur sebagai mekanisme koping
untuk menghadapi penyakit kankernya. Sedangkan beberapa lainnya aktif
berpartisipasi dalam aktivitas seni, kerajinan, permainan, atau pergi ke
taman bermain sebagai metode distraksi selama di rumah sakit. Orang tua
membantu anak dengan memfasilitasi anak mendapatkan pemenuhan
kebutuhan aktivitas dan istirahat yang adekuat. Beberapa orang tua
mengatakan bahwa anaknya sedikit demi sedikit mengalami masalah
interaksi sosial dengan beberapa temannya. Namun anak mengatakan ketika
dia didiagnosis mengalami kanker maka banyak orang-orang yang
mendukungnya seperti orang tua, keluarga besar, sahabat (Moore &
Beckwitt, 2004)

Moore dan Mosher (1998) meneliti bahwa tingkat ketergantungan pada


orang tua anak dengan kanker berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan perawatan diri. Anak dengan status penyakit kanker yang lebih
lama akan lebih mampu mandiri dalam merawat dirinya sehingga tingkat
ketergantungan akan lebih rendah. Ini juga ditunjang dengan tingkat usia.
Pada anak dengan usia yang lebih tua menunjukkan hasil yang positif
terhadap tingkat kemandirian melakukan perawatan diri. Intervensi suportif
edukatif lebih dibutuhkan orang tua terkait masalah yang berhubungan
dengan kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan yaitu tentang
bagaimana mengelola IV line, proses penyakit, pantangan untuk
menghindari efek samping kemoterapi seperti mual, metode untuk
mengontrol nyeri, mengatasi mukositis, serta support system dari sumber
daya manusia yang tepat.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
27

2.4 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih


2.4.1 Pengkajian
Anak T, 7 tahun, dirawat di ruang Non Infeksi sejak tanggal 26 Maret 2014
dengan diagnosa medis ALL pro konsolidasi+Hiperleukositosis. Klien
didiagnosa ALL sejak enam bulan yang lalu dan menjalani kemoterapi fase
konsolidasi. Sebelumnya klien mengalami nyeri hebat di kaki sejak enam
bulan SMRS sehingga tidak mampu berjalan. Kemudian klien dirawat di
RSUD Bekasi selama 1 minggu dan didiagnosa kanker darah. Klien lalu
dirujuk ke RSCM. Satu minggu SMRS sekarang klien menjalani kemoterapi
vincristin. Sejak saat itu nyeri di kaki bertambah parah dan klien demam
tinggi. Klien lalu dibawa ke RSCM. Berdasarkan hasil pemeriksaan DPL,
kadar leukosit klien tinggi yaitu 20,06.103/L.

Pengkajian kebutuhan perawatan diri universal menggambarkan klien


mengalami mukositis di bibir atas, balans cairan per 24 jam adalah (+) 24 cc
dengan kebutuhan cairan 1475 cc/24 jam, tidak ada perubahan pada pola
makan, BB naik sejak terakhir MRS, didapatkan data ada nyeri hilang
timbul pada kaki, skala nyeri VAS 5, terdapat hematom di lengan kanan,
kadar trombosit tanggal 23 Maret 2014 adalah 7.103/L. Kekuatan otot
ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas bawah: 3│3, terdapat kelemahan di
ekstremitas bawah. Klien mengalami kesulitan tidur. Klien mulai tidur pukul
22, bangun pukul 5. Sepanjang malam klien sering terbangun karena nyeri
di kakinya dan menangis. Klien tampak mengantuk di siang hari dan ketika
pukul 11 klien tidur hingga pukul 13.

Pengkajian kebutuhan perkembangan menggambarkan terdapat gangguan


pada status gizi klien. Dengan BB; 19, 5 kg, TB: 120 cm, maka status gizi
berdasarkan IMT adalah underweight. Selain itu terdapat beberapa faktor
yang mengancam perkembangan anak yaitu faktor penyakit, faktor status
gizi, serta faktor lingkungan tempat tinggal yang dekat dengan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Ini membuat pertumbuhan dan
perkembangan anak berisiko untuk mengalami masalah.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
28

Pengkajian kebutuhan perawatan terhadap penyimpangan kesehatan


didapatnya data TD: 121/87 mmHg, N: 102x/menit, RR: 28 x/menit, S:
36,3C. Klien terpasang IVFD KaEN 1b 22 cc/jam. Klien mendapatkan
terapi Amoxiclav (antibiotik kombinasi amoksisilin dan klavulanat) 1x75
mg/hari, Dexamethasone (golongan kortikosteroid, anti inflamasi dan anti
alergi) 3x4 mg/hari, Omeprazol (antisekresi, turunan benzimidazole, pompa
proton inhibitor) 1x20 mg/hari, allopurinol (xantin oxidase inhibitor)
3x100 mg/hari, minosep gurgle (chlorhexidine gluconate) 5 ml,
paracetamol 150 mg, Ultracet (analgesik, kombinasi tramadol dan
acetaminophen) 900 mg k/p.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan data hasil pengkajian yang dikumpulkan pada pasien, maka
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada AN. T adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap
kanker.
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia.
c. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya hiperleukositosis.
d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya anemia.
e. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping kemoterapi.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas.

2.4.3 Intervensi Keperawatan


Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka selanjutnya adalah
menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada pasien.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
29

a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap


kanker.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan nyeri
berkurang dalam 3x24 jam perawatan
Kriteria Hasil:
1) Skala nyeri berkurang
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal (sesuai usia)
3) Klien menunjukkan tanda-tanda sudah tidak mengalami nyeri seperti
merintih atau menangis jika area kaki disentuh
Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Berikan posisi yang nyaman untuk anak
b) Pantau tanda-tanda vital
c) Observasi skala nyeri dan respon non verbal klien
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
analgesik
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Anjurkan orang tua untuk mengompres pada area yang nyeri
3) Sistem dukungan edukasi:
a) Ajarkan anak untuk melalukan teknik distraksi relaksasi seperti
nafas dalam, terapi bermain, atau teknik guided imaginery

b. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan tidak
terjadi perdarahan selama perawatan.
Kriteria Hasil:
1) Kadar trombosit dalam batas normal (150-400. 103/L)
2) Tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan seperti epitaksis, petekie,
hematemesis, melena
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal (sesuai usia)

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
30

Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Hindarkan anak dari tindakan atau prosedur invasif yang terlalu
sering
b) Cek DPL secara berkala
c) Pantau tanda-tanda vital
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
transfusi darah TC
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
vitamin K
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Anjurkan anak untuk banyak minum
b) Libatkan orang tua untuk segera melaporkan jika ada tanda-
tanda perdarahan
3) Sistem dukungan edukasi:
a) Ajarkan orang tua untuk mengenali tanda-tanda perdarahan

c. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan adanya hiperleukositosis.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan tidak
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam 1x24 jam
perawatan.

Kriteria Hasil:
1) Balans cairan adekuat
2) Kadar elektrolit dalam batas normal
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal (sesuai usia)
Intervensi keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Pantau intake, output, dan balans cairan
b) Lakukan hidrasi 24-48 jam sebelum dan 48-72 jam sesudah
pemberian kemoterapi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
31

c) Waspadai terjadi ekstravasasi setelah pemberian Natrium


Bicarbonat
d) Pantau tanda-tanda vital
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
terapi cairan IV
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
Natrium Bicarbonat untuk alkalinisasi.
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Anjurkan orang tua untuk memberikan anak banyak minum
3) Sistem dukungan edukasi:
a) Ajarkan pada orang tua cara mengenali tanda-tanda dehidrasi

d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya anemia.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer adekuat
dalam 1x24 jam perawatan.
Kriteria Hasil:
1) CRT<2 detik
2) SaO2 dalam batas normal
3) Hb dalam batas normal (11,5-14,5 gr/dL)
4) Tidak ada tanda-tanda sianosis perifer
5) Tanda-tanda vital dalam batas normal (sesuai usia)
Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Berikan terapi O2 jika diperlukan
b) Pantau SaO2 dan CRT
c) Pantau tanda-tanda vital
d) Cek DPL secara berkala
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
transfusi darah PRC
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
-

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
32

3) Sistem dukungan edukasi:


a) Ajarkan orang tua untuk mengenali tanda-tanda sianosis perifer

e. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping kemoterapi.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, mukosa oral kembali normal
dalam 3x24 jam perawatan
Kriteria Hasil:
1) Tidak ada lesi
2) membran mukosa oral lembab
Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Pantau luka mukositis
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
obat kumur.
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Anjurkan orang tua untuk mengoleskan madu pada bibir anak
b) Anjurkan anak untuk banyak minum
3) Sistem dukungan edukasi:
a) Ajarkan orang tua tentang oral hygiene dengan menggunakan
cairan NaCl

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada


ekstremitas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, mobilitas fisik kembali adekuat
dalam 3x24 jam perawatan
Kriteria Hasil:
1) Kekuatan otot kembali normal (ekstremitas atas 5│5, ekstremitas
bawah 5│5)
2) ADL terpenuhi
Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
33

a) Pantau kekuatan otot


b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (rehabilitasi medik) untuk
melatih ROM
c) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter) untuk pemberian
analgesik
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Bantu anak melakukan ADL (mandi, Buang Air Besar (BAB),
Buang Air Kecil (BAK), makan, berpakaian)
b) Latih Range of Motion (ROM) secara bertahap
3) Sistem dukungan edukasi:
a) Ajarkan orang tua untuk melatih ROM anak

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada


ekstremitas.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur kembali adekuat
dalam 3x24 jam perawatan
Kriteria Hasil:
1) Klien tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usianya (9-10 jam/hari)
2) Klien menunjukkan wajah segar, tidak lelah ketika bangun
Intervensi Keperawatan:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Lakukan sleep hygiene selama anak dirawat di rumah sakit
dengan cara: kolaborasikan pemberian analgesik sebelum anak
tidur. Pantau pola tidur anak menggunakan sleep diary. Pantau
tanda-tanda kelelahan pada anak
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Lakukan sleep hygiene selama anak dirawat di rumah sakit
dengan cara hindarkan anak dari stimulasi suara yang bising.
Jika tidak memungkinkan, anjurkan anak untuk menggunakan
ear muff. Selain itu juga hindarkan anak dari penerangan lampu
yang terlalu terang. Jika masih melakukan tindakan perawatan,
anjurkan anak untuk menggunakan penutup mata

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
34

3) Sistem dukungan edukasi:


a) Lakukan sleep hygiene selama anak dirawat di rumah sakit
dengan cara rencanakan dengan orang tua dan anak tentang
pemberian tindakan perawatan pada anak sebelum dan sesudah
jam tidur anak.

2.4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Setelah intervensi keperawatan disusun, maka diimplementasikan dan
dievaluasi setiap harinya. Berikut adalah implementasi dan evaluasi
keperawatan pada Anak T.
Tanggal 26 Maret 2014
Implementasi Keperawatan:
Jam 08.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi pola tidur anak dengan sleep diary
3. Mengobservasi SaO2 dan CRT
4. Melakukan tindakan kolaborasi memberikan transfusi darah
PRC 282 cc dalam waktu 4 jam
5. Mengobservasi reaksi post transfusi
Jam 12.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Mengevaluasi balans cairan
3. Menganjurkan anak banyak minum
4. Mengajarkan orang tua tanda-tanda perdarahan
5. Mengajarkan orang tua tanda-tanda sianosis
6. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik PCT
150 mg dan ultracet 900 mg.
Evaluasi Keperawatan:
S: Klien mengatakan kakinya masih nyeri, jika digerakkan sakit sekali,
semalam tidak dapat tidur.
O: Skala nyeri VAS 4, nyeri hilang timbul, anak merintih jika kakinya
dipegang, terdapat hematom di lengan kanan, tidak ada petekie,
epitaksis, kadar trombosit darah tanggal 23 Maret 2014 adalah 7.10 3/L.,
Hb tanggal 23 Maret 2014 adalah 5,9 gr/dL, anak tampak pucat, SaO2
98%, CRT<2 detik, TD: 100/80 mmHg, N: 98x/menit, RR: 32x/menit,

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
35

S: 36,8C, kekuatan otot ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas bawah: 3│3,


tidak reaksi post pemberian BicNat (25 mEq) dalam KaEN 1B (500 cc)
dengan jumlah tetesan 90 cc/jam, kadar leukosit tanggal 23 Maret 2014
adalah 20,06.103/L, balans cairan (+) 108 cc/24 jam, lesi mukositis di
bibir atas mulai mengering, anak tidur malam pukul 22-03, serta anak
tampak mengantuk dan tidur di siang hari selama 2 jam.
A: 1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap
kanker (masalah belum teratasi)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
3. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya hiperleukositosis (masalah tidak terjadi)
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya
anemia (masalah belum teratasi)
5. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (masalah belum teratasi)
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah belum teratasi)
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah belum teratasi)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan

Tanggal 27 Maret 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 08.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi pola tidur anak dengan sleep diary
3. Mengobservasi SaO2 dan CRT
4. Melakukan sleep hygiene pada anak
a. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik
ultracet oral sebelum anak tidur atau ketika anak sedang
merasakan nyeri.
b. Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
36

c. Menganjurkan orang tua untuk mengompres dengan NaCl


pada bagian kaki yang nyeri.
d. Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.
5. Melatih ROM pada anak secara bertahap.
6. Menganjurkan orang tua untuk melakukan ROM setiap hari
pada anak
7. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah
PRC 250 cc dalam 4 jam
8. Memantau reaksi post pemberian transfusi darah
Jam 12.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Mengevaluasi balans cairan
3. Mengajarkan orang tua cara melakukan oral hygiene pada
anak dengan NaCl
4. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik PCT
150 mg dan ultracet 900 mg.
Evaluasi Keperawatan:
S: Orang tua anak mengatakan semalam anak masih tidak bisa tidur karena
kakinya masih nyeri, anak langsung terbangun dan menjerit ketika
kakinya tersentuh
O: Skala nyeri VAS 3, nyeri hilang timbul, anak merintih jika kakinya
dipegang, terdapat hematom di lengan kanan, tidak ada petekie,
epitaksis, kadar trombosit darah tanggal 23 Maret 2014 adalah 7.10 3/L.,
Hb tanggal 23 Maret 2014 adalah 5,9 gr/dL, anak tampak pucat, SaO2
95%, CRT<2 detik, TD: 118/82 mmHg, N: 92x/menit, RR: 28x/menit,
S: 37C, kekuatan otot ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas bawah: 3│3,
kadar leukosit tanggal 23 Maret 2014 adalah 20,06.103/L, balans cairan
(+) 230 cc/24 jam, lesi mukositis di bibir atas mulai mengering, anak
tidur malam pukul 22-05, serta anak tampak mengantuk dan tidur di
siang hari
A: 1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap
kanker (masalah belum teratasi)

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
37

2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia


(masalah tidak terjadi)
3. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya hiperleukositosis (masalah tidak terjadi)
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya
anemia (masalah belum teratasi)
5. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (masalah belum teratasi)
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah belum teratasi)
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah belum teratasi)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan, tambahkan intervensi
sebagai berikut:
1. Anjurkan ibu untuk mengganti NaCl dengan Enkasari jika anak tidak
menyukai.

Tanggal 28 Maret 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 08.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi pola tidur anak dengan sleep diary
3. Mengobservasi SaO2 dan CRT
4. Melakukan pemeriksaan DPL pada anak 24 jam post
pemberian transfusi PRC
5. Melakukan kompres NaCl pada kaki anak
Jam 12.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Mengevaluasi balans cairan
3. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik PCT
150 mg dan ultracet 900 mg.
4. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah TC
250 dalam 2 jam
5. Memantau reaksi alergi post pemberian transfusi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
38

Evaluasi Keperawatan:
S: Anak mengatakan nyeri berkurang kalau sudah minum obat, orang tua
mengatakan semalam anak dapat tidur nyenyak setelah minum obat
O: Skala nyeri VAS 2, nyeri hilang timbul, hematom di lengan kanan sudah
mengecil, tidak ada petekie, epitaksis, kadar trombosit darah tanggal 28
Maret 2014 adalah 17.103/L, Hb tanggal 28 Maret 2014 adalah 11,4
gr/dL, SaO2 95%, CRT<2 detik, TD: 110/92 mmHg, N: 112x/menit, RR:
28x/menit, S: 36,8C, kekuatan otot ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas
bawah: 4│4, kadar leukosit tanggal 23 Maret 2014 adalah 1,31.103/L,
balans cairan (+) 280 cc/24 jam, lesi mukositis di bibir atas mulai
mengering, anak tidur malam pukul 20-05, serta anak tampak segar
ketika pagi hari
A: 1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap
kanker (masalah teratasi sebagian)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
3. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya hiperleukositosis (masalah tidak terjadi)
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya
anemia (masalah teratasi)
5. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (masalah teratasi sebagian)
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah teratasi sebagian)
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah teratasi)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan, kecuali untuk diagnosa
keperawatan nomor 3, 4, dan 7 intervensi dihentikan karena masalah
sudah teratasi.

Tanggal 31 Maret 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 15.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
39

2. Mengajarkan oral hygiene menggunakan enkasari.


3. Melakukan kompres NaCl pada lengan dan kaki anak
4. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah TC
250 dalam 2 jam
5. Memantau reaksi post pemberian transfusi
Jam 18.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Menganjurkan anak banyak minum
3. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik ultracet
900 mg.
Evaluasi Keperawatan:
S: Anak mengatakan nyeri sudah berkurang
O: Skala nyeri VAS 1, nyeri hilang timbul, nyeri di malam hari sudah
berkurang, hematom di lengan kanan sudah mengecil, tidak ada petekie,
epitaksis, kadar trombosit darah tanggal 30 Maret 2014 adalah
24.103/L, TD: 120/88 mmHg, N: 104x/menit, RR: 28x/menit, S:
37,2C, kekuatan otot ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas bawah: 4│4,
lesi mukositis di bibir atas mulai mengering
A: 1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis sekunder terhadap
kanker (masalah teratasi)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
3. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (masalah teratasi sebagian)
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah teratasi sebagian)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan, kecuali untuk diagnosa
keperawatan nomor 1 intervensi dihentikan karena masalah sudah teratasi

Tanggal 1 April 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 15.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi tanda-tanda perdarahan pada anak

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
40

3. Mempersiapkan anak untuk dilakukan tindakan pemberian


obat kemoterapi MTX+dexamethasone secara intra tekal
4. Membantu memposisikan anak untuk tindakan pemberian
kemoterapi intratekal
5. Memberikan O2 1 lpm nasal selama tindakan pemberian obat
kemoterapi intratekal
6. Memposisikan klien dengan posisi supine post pemberian
kemoterapi IT
7. Memantau reaksi dan efek samping post IT
Jam 18.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik ultracet
900 mg.
Evaluasi Keperawatan:
S: Anak mengatakan nyeri di kaki sudah berkurang, orang tua mengatakan
anak sudah dapat berjalan, anak mengeluh mual dan pusing setelah IT
O: Hematom di lengan kanan sudah mengecil, tidak ada petekie, epitaksis,
kadar trombosit darah tanggal 30 Maret 2014 adalah 24.10 3/L, TD:
110/80 mmHg, N: 92x/menit, RR: 28x/menit, S: 37,5C, kekuatan otot
ekstremitas atas: 5│5, ekstremitas bawah: 5│5, lesi mukositis di bibir
sudah membaik
A: 1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (belum teratasi)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
3. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (masalah teratasi)
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri pada
ekstremitas (masalah teratasi)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan, kecuali untuk diagnosa
keperawatan nomor 1 tambahkan intervensi:
1) Sistem perawatan diri dengan bantuan penuh:
a) Berikan posisi supine setelah kemoterapi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
41

b) Pantau efek samping kemoterapi seperti mual, muntah, pusing


c) Kolaborasi pemberian anti emetik
2) Sistem perawatan diri dengan bantuan sebagian:
a) Anjurkan orang tua untuk menunda pemberian makan pada anak
2 jam setelah IT
b) Anjurkan anak untuk tidak terlalu sering bermobilisasi
3) Sistem dukungan edukasi:
-

Tanggal 2 April 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 08.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi tanda-tanda perdarahan pada anak
3. Memantau reaksi dan efek samping post IT seperti mual,
muntah, pusing
Jam 12.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik ultracet
900 mg.
Evaluasi Keperawatan:
S: Anak mengatakan tidak mual muntah
O: Hematom di lengan kanan sudah mengecil, tidak ada petekie, epitaksis,
kadar trombosit darah tanggal 30 Maret 2014 adalah 24.10 3/L, TD:
108/80 mmHg, N: 98x/menit, RR: 28x/menit, S: 37C, tidak ada mual
muntah
A: 1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping
kemoterapi (teratasi)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
P: Lanjutkan intervensi sesuai rencana keperawatan, kecuali untuk diagnosa
keperawatan nomor 1intervensi dihentikan karena masalah sudah teratasi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
42

Tanggal 3 April 2014


Implementasi Keperawatan:
Jam 08.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital anak
2. Mengobservasi tanda-tanda perdarahan pada anak
3. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah TC
250 cc dalam 2 jam
4. Memantau raksi post transfusi
Jam 12.00: 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
Evaluasi Keperawatan:
S: Anak mengatakan tidak ada keluhan
O: Hematom di lengan kanan sudah mengecil, tidak ada petekie, epitaksis,
kadar trombosit darah tanggal 3 April 2014 adalah 27.103/L, TD:
121/78 mmHg, N: 88x/menit, RR: 26x/menit, S: 36,4C
A: 1. Risiko perdarahan berhubungan dengan adanya trombositopenia
(masalah tidak terjadi)
P: Intervensi dihentikan karena pasien dipulangkan. Sebelum pulang,
dilakukan discharge planning pada pasien dan orang tua tentang:
1. Efek samping kemoterapi
2. Tanda-tanda perdarahan
3. Perilaku sehat seperti mencegah penularan infeksi pada klien
4. Diet TKTP
5. Jadwal kontrol berikutnya

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
43

BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan


membuat keberadaan seorang Ners Spesialis menjadi penting untuk dijadikan
rujukan dalam mengatasi masalah yang lebih komplek. Pada Bab 3 akan dibahas
tentang pencapaian target kompetensi selama praktik residensi keperawatan anak
di Rumah Sakit Umum Pusat Negeri (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan Puskesmas Beji Depok. Praktik residensi adalah merupakan pendidikan
profesi Ners Spesialis Keperawatan Anak. Ners Spesialis merupakan seorang
perawat yang disiapkan dengan level yang lebih tinggi dari perawat pada
umumnya dan mempunyai wewenang untuk melakukan praktik sebagai seorang
spesialis dengan keahlian lanjut di salah satu cabang lapangan keperawatan.
Praktik Ners Spesialis adalah mencakup keterampilan klinik, pengajaran,
administrasi, penelitian, serta peran konsultan (ICN, 2009).

Seorang Ners Spesialis, menurut standar kompetensi perawat Indonesia, harus


mampu menguasai sain keperawatan lanjut, mengelola asuhan keperawatan secara
terampil dan inovatif dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara holistik dan
berdasarkan pada standar asuhan keperawatan serta standar prosedur operasional.
Seelain itu seorang Ners Spesialis harus memperhatikan keselamatan pasien, rasa
aman dan nyaman, melakukan riset berbasis bukti kinik dalam menjawab
permasalahan sain, teknologi dalam bidang spesialisasinya, mampu bekerja sama
dengan tim keperawatan lain (perawat peneliti/doktoral keperawatan) serta
mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain (PPNI, AIPNI, & AIPDiKI,
2012).

Berdasarkan standar kompetensi di atas maka setelah menyelesaikan program


Ners Spesialis Keperawatan Anak, Ners Spesialis diharapkan dapat berperan
secara mandiri sebagai praktisi asuhan keperawatan pada area keperawatan anak
yang membutuhkan pelayanan keperawatan anak lanjut, pendidik dan konsultan
bidang keperawatan anak, advokat bagi klien dalam area keperawatan anak,

43 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
44

pengelola asuhan keperawatan anak pada tingkat menengah dan tinggi pada
berbagai institusi pelayanan kesehatan, serta sebagai peneliti dalam keperawatan
anak.

Praktik residensi keperawatan anak dibagi dalam dua tahapan yaitu praktik klinik
keperawatan anak lanjut I (residensi I) dan praktik klinik keperawatan anak lanjut
II (residensi II) yang dibagi berdasarkan keperawatan anak akut, kronik, dan
perinatologi sesuai dengan peminatan. Residensi I dilaksanakan di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta dan Puskesmas Beji Depok. Pada awalnya, praktik
residensi I dilaksanakan di Puskesmas Beji selama enam minggu yaitu mulai
tanggal 16 September-25 Oktober 2013. Kemudian dilanjutkan di Ruang
Perinatologi RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta selama empat minggu
mulai tanggal 28 Oktober-22 November 2014. Pada akhir residensi I, praktik
residensi dilakukan di Ruang Non Infeksi RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta pada tanggal 25 November 2013-3 Januari 2014. Sedangkan untuk
Residensi II dilakukan di ruang yang telah dipilih residen sesuai dengan
peminatannya yaitu di Ruang Non Infeksi RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta selama 11 minggu yaitu mulai tanggal 24 Februari-9 Mei 2014.

3.1 Pencapaian Kompetensi di Area Peminatan Keperawatan Anak


Kompetensi yang sudah dicapai selama praktik residensi keperawatan anak
adalah meliputi praktik profesional, etik, legal, dan peka budaya;
pemberian asuhan dan manajemen asuhan, serta pengembangan
profesional.
3.1.1 Praktik Profesional, Etik, Legal, dan Peka Budaya
Menurut ICN (2009), praktik profesional untuk seorang ners spesialis
adalah mencakup akuntabilitas, etik, dan legal. Proses pencapaian
kompetensi praktik profesional dilakukan residen dengan berusaha
menerapkan aspek legal etik dalam melakukan asuhan keperawatan
misalnya dengan penggunaan anonim dalam membuat laporan kasus demi
menjaga kerahasiaan identitas pasien dan keluarga, melakukan informed
consent terlebih dahulu ketika melakukan tindakan keperawatan,
menghormati hak klien dan keluarga untuk mendapatkan informasi,

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
45

menentukan sendiri tindakan keperawatan maupun kesehatan yang akan


dilakukan pada klien. Selain itu, residen juga berusaha memperhatikan latar
belakang budaya klien dan keluarga serta menyesuaikannya ketika
melakukan asuhan keperawatan

3.1.2 Pemberian Asuhan dan Manajemen Asuhan


Kompetensi dalam pemberian dan manajemen asuhan yang telah dilakukan
oleh residen adalah mencakup promosi kesehatan, pengkajian keperawatan,
penyusunan rencana keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi
asuhan keperawatan, penggunaan komunikasi yang terapeutik dan
hubungan interpersonal, pemberian lingkungan yang aman bagi anak, serta
hubungan interprofesional dalam pelayanan keperawatan atau kesehatan.
1. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan di Puskesmas
Praktik residensi I untuk keperawatan anak akut dilakukan di
Puskesmas Beji Depok. Dalam waktu enam minggu, residen melakukan
asuhan keperawatan menggunakan pendekatan Self-Care Deficit
Nursing Theory (SCDNT) pada anak dengan penyakit infeksi pada
pencernaan (diare), penyakit infeksi pada sistem pernafasan
(bronkopneumonia) serta masalah nutrisi (gizi buruk) mulai dari
pengkajian, penentuan masalah keperawatan, penyusunan rencana
keperawatan, implementasi, hingga evaluasi keperawatan.

Pencapaian target kompetensi pengelolaan kasus dan prosedur tindakan


adalah berupa melakukan asuhan menggunakan pendekatan MTBS
(minimal tiga kasus per minggu), bekerja sama dengan tim ahli gizi
untuk menangani masalah anak dengan gizi buruk, melakukan asuhan
keperawatan anak sehat (menggunakan format pengkajian
perkembangan Denver II dan KPSP), melakukan kunjungan rumah,
melakukan sosialisasi buku KIA, melakukan imunisasi (imunisasi wajib
program pemerintah maupun booster), serta deteksi dini dan konsultasi
tumbuh kembang anak.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
46

2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan di Ruang Perinatologi


Praktik residensi ruangan perinatologi dilaksanakan di Ruang Perina
RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta. Selama empat minggu,
residen melakukan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan Self-
Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada neonatus dengan
gangguan metabolik (hiperbilirubinemia), gangguan pernafasan
(respiratory distress syndrome), masalah infeksi (sepsis neonatorum),
masalah termoregulasi, serta gangguan pada kardiovaskuler (penyakit
jantung bawaan) mulai dari pengkajian, perumusan masalah
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan.

Pencapaian target kompetensi prosedur tindakan adalah berupa


melakukan perawatan metode kanguru, menilai masa gestasi dan usia
koreksi bayi, manajemen laktasi, menerapkan asuhan perkembangan,
memasang fototerapi, mengoperasika alat bantu pernafasan mekanik
(Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dan ventilator), serta
mengoperasikan alat pemantau jantung dan pernafasan.

3. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan di Ruang Non Infeksi


Praktik residensi untuk peminatan keperawatan anak dengan penyakit
kronik dilakukan secara terintegrasi pada residensi I dan II di Ruang
Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selama enam
minggu di residensi I dan sebelas minggu di residensi II, residen
melakukan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan Self-Care
Deficit Nursing Theory (SCDNT) pada anak dengan penyakit kronik
seperti gangguan hematologi (thalasemia, ITP), masalah onkologi
(leukemia, retinoblastoma, neuroblastoma), gangguan kardiovaskuler
(hipertensi pulmonal, PJB), gangguan sistem perkemihan (CKD) mulai
dari pengkajian, perumusan masalah keperawatan, penyusunan rencana
keperawatan, implementasi, serta evaluasi keperawatan.

Pencapaian kompetensi keterampilan klinis adalah mencakup


manajemen nyeri, manajemen persiapan kemoterapi, memantau efek

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
47

kemoterapi, manajemen efek kemoterapi, edukasi meningkatkan


kepatuhan, serta merawat luka kanker. Selain itu, pada Ruang Non
Infeksi didapatkan banyak kompetensi prosedur umum yang tercapai
seperti melakukan pembersihan jalan nafas, memberikan transfusi
darah, menghitung kebutuhan cairan dan balans cairan, melakukan
pemberian cairan parenteral, menghitung kebutuhan nutrisi dan
melakukan evaluasi status nutrisi, memberikan asupan nutrisi via oral,
NGT, TPN, memasang infus, mengoperasikan infuse pomp, melakukan
edukasi pada klien dan keluarga, serta terapi bermain.

3.1.3 Pengembangan Profesional


Kompetensi pengembangan profesional dapat tercapai dengan
meningkatkan praktik profesional dalam keperawatan, meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan, menggali berbagai
inovasi dan hasil penelitian dalam keperawatan. Proses pencapaian
kompetensi ini telah dilakukan residen dengan cara penerapan EBN sleep
hygiene untuk mengatasi masalah gangguan tidur pada anak. Selain itu,
peningkatan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan dicapai oleh residen
pada pelaksanaan proyek inovasi pembuatan media edukasi berdasarkan
EBP dalam perawatan neonatus di Ruang Perina. Beberapa topik yang
dipilih untuk dibahas dalam media edukasi tersebut adalah weaning
incubator, pemberian minum melalui dot dan cup feeding, nesting dan
neonatal positioning, serta perawatan bayi prematur dan BBLR pasca
perawatan ventilator. Penerapan hasil-hasil penelitian keperawatan terbaru
tersebut, dapat menjadi dasar untuk meningkatkan praktik profesional
dalam keperawatan.

3.2 Pencapaian Kompetensi dalam Menjalankan Peran Ners Spesialis


Keperawatan Anak
Hockenberry (2009) mengidentifikasi peran seorang perawat spesialis
keperawatan anak adalah mencakup setiap aspek pada pertumbuhan dan
perkembangan anak dan keluarganya. Adapun pencapaian kompetensi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
48

dalam menjalankan peran ners spesialis keperawatan anak adalah sebagai


berikut:

3.2.1 Pembina Hubungan yang Terapeutik


Seorang perawat anak harus memiliki hubungan yang bermakna dengan
klien dan keluarganya, namun tetap harus memisahkan perasaan dan
kebutuhannya sendiri. Dalam hubungan yang terapeutik, perawat dapat
membantu mengidentifikasi area masalah pada interaksinya dengan anak
dan keluarga. Pencapaian kompetensi perawat sebagai pembina hubungan
yang terapeutik terpenuhi dengan pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan residen pada klien dan keluarga. Residen melakukan pengkajian
pada pasien dan keluarga dengan menggunakan komunikasi yang
terapeutik. Kemudian residen menyelesaikan masalah yang ditemukan dan
mengevaluasinya.

3.2.2 Advokat Keluarga dan Care Giver


Sebagai seorang advokat, perawat membantu klien dan keluarga dengan
menginformasikan semua pilihan yang ada dan melakukan pilihan yang
terbaik pada anak. Advokasi juga mencakup memastikan keluarga
mengetahui semua pelayanan kesehatan yang tersedia, menginformasikan
dengan adekuat tentang pengobatan dan prosedurnya, meliputi perawatan
anak, mendorong untuk berubah atau mendukung praktik pelayanan
kesehatan yang ada. Sebagai seorang perawat juga harus memberikan sikap
caring dengan empati terhadap seorang lain. Aspek dari caring adalah
konsep asuhan yang atraumatik dan hubungan yang terapeutik dengan klien
dan keluarga.

Pencapaian kompetensi perawat sebagai advokat dan caring adalah dengan


menjelaskan tentang semua prosedur kemoterapi pada keluarga, jika ada
yang kurang dipahami keluarga terkait terapi klien, maka residen meminta
pada dokter dan tim kesehatan lain untuk menjelaskan sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Selain itu, residen juga menjelaskan tentang
Range Of Motion (ROM) dan memastikan keluarga memahami cara
melakukan ROM pada anak.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
49

3.2.3 Pencegah Penyakit dan Promotor Kesehatan


Peran perawat anak sebagai pencegah penyakit dan promosi kesehatan
adalah dengan merencanakan asuhan pada semua aspek pertumbuhan dan
perkembangan seperti mencegah masalah yang berhubungan dengan
nutrisi, imunisasi, keamanan, perawatan gigi, perkembangan, sosialisasi,
serta disiplin di sekolah. Pencapaian kompetensi ini tercapai ketika residen
praktik di Puskesmas Beji. Di Puskesmas, residen melakukan asuhan
menggunakan pendekatan MTBS, bekerja sama dengan tim ahli gizi untuk
menangani masalah anak dengan gizi buruk, melakukan asuhan
keperawatan anak sehat (menggunakan format pengkajian perkembangan
Denver II dan KPSP), melakukan kunjungan rumah, melakukan sosialisasi
buku KIA, melakukan imunisasi (imunisasi wajib program pemerintah
maupun booster), serta deteksi dini dan konsultasi tumbuh kembang anak.

3.2.4 Edukator (Pendidik Kesehatan)


Peran perawat anak sebagai edukator tidak dapat dilepaskan dari peran
advokasi dan preventif. Edukasi diperlukan untuk melakukan transmisi
informasi kesehatan sesuai dengan tingkat pemahaman anak dan keluarga
serta kebutuhannya akan informasi. Kebutuhan ini mencakup membantu
klien dan keluarga dengan memberikan penjelasan dan pendampingan agar
klien dan keluarga lebih memahami kondisi kesehatannya sekarang.

Peran Perawat anak sebagai edukator tercapai pada setiap pelaksanaan dari
intervensi yang disusun residen. Pada penentuan intervensi keperawatan
berdasarkan hasil dari pengkajian, mempunyai satu komponen penting
yaitu edukasi pada pasien. Misalnya untuk masalah keperawatan intoleransi
aktivitas. Residen mengajarkan kepada klien dan keluarga tentang
pembatasan aktivitas yang harus dilakukan klien, faktor pemicu
pembatasan aktivitas, serta menganjurkan peningkatan aktivitas secara
bertahap.

3.2.5 Pemberi Dukungan dan Konselor


Perawat melakukan peran sebagai pemberi dukungan dan konselor
ditunjukkan dengan memberikan perhatian pada kebutuhan emosi orang tua

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
50

dan klien yang membutuhkan dukungan dan konseling. Dukungan yang


diberikan dapat dilakukan dengan cara mendengar, menyentuh, dan hadir
secara fisik. Sentuhan dan kehadiran fisik yang dilakukan perawat dapat
membantu klien dan keluarganya melalui komunikasi non verbal.
Pemberian dukungan, penyuluhan, dan mendorong untuk mengungkapkan
perasaan dan pikiran merupakan bagian dari proses konseling. Ini akan
membantu mengurangi stres pada keluarga.

Pencapaian kompetensi pada peran ini tercapai ketika residen praktik di


Ruang Non Infeksi. Anak-anak yang dirawat adalah anak dengan penyakit
kronik seperti kanker, gagal jantung, CKD, ITP, Thalasemia, atau SLE.
Penyakit-penyakit tersebut membutuhkan perawatan dalam jangka waktu
yang lama. Ini membuat orang tua kadang mengalami stres dan kelelahan
baik secara fisik maupun mental. Residen sering kali memfasilitasi orang
tua klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya ketika merawat
anaknya. Kadang residen dihadapkan pada dilema untuk membedakan
antara harus bersikap simpati atau empati ketika mendengar orang tua
mengungkapkan perasaan pesimis dan takut kehilangan anaknya. Inilah
yang membedakan perawat anak dengan penyakit kronik dan lainnya.
Respon keluarga yang berbeda-beda dalam menghadapi penyakit anak
adalah unik dan membutuhkan bantuan perawat untuk memfasilitasinya.

3.2.6 Koordinator dan Kolaborator


Perawat anak merupakan anggota dari tim kesehatan sehingga harus
berkolaborasi dan berkoordinasi dengan tim pelayanan kesehatan lainnya.
Ini merupakan penerapan dari konsep asuhan yang holistik pada anak
dengan pendekatan interdisiplin. Perawat anak menyadari keterbatasannya
sehingga harus berkolaborasi dengan profesi lainnya untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas.

Pencapaian target kompetensi pada peran ini dilakukan residen ketika


merawat anak dengan hambatan mobilitas fisik karena nyeri. Nyeri yang
dikarenakan kanker merupakan nyeri yang bersifat kronik sehingga
membutuhkan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain (dokter) untuk

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
51

pemberian analgesik. Selain itu, ROM anak juga perlu dilatih dengan
berkolaborasi dengan ahli rehabilitasi medik. Residen bertanggung jawab
sebagai koordinator dan kolaborator untuk memberikan asuhan yang
berkualitas pada klien.

3.2.7 Pengambil Keputusan Etik


Perawat anak harus mampu berperan sebagai pengambil keputusan etik
dengan menerapkan prinsip-prinsip etik dalam merawat anak seperti prinsip
autonomy, beneficience, dan nonmaleficence. Pencapaian kompetensi ini
dilakukan residen dengan penerapan tindakan keperawatan yang paling
bermanfaat untuk klien serta menimbulkan bahaya yang paling minimal.
Selain itu, residen menghormati hak klien dan keluarga untuk menentukan
terapi yang dipilih dalam perawatan anak.

3.2.8 Peneliti
Kompetensi dalam peran sebagai seorang peneliti dicapai dengan
menerapkan hasil-hasil penelitian dalam menyelesaikan masalah klien.
Penerapan EBP dalam proyek inovasi pembuatan media edukasi dan
aplikasi EBN sleep hygiene dalam mengatasi masalah gangguan tidur pada
anak merupakan pencapaian kompetensi residen sebagai peneliti.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
52

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada Bab 4 akan dibahas tentang pembahasan tentang penerapan Self-Care Deficit
Nursing Theory (SCDNT) dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit kronik yang mempunyai masalah pada kebutuhan aktivitas dan
istirahat serta pembahasan tentang praktik spesialis keperawatan anak dalam
pencapaian kompetensinya.

4.1 Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan


Aktivitas merupakan bagian dari proses menghasilkan energi. Sebaliknya,
istirahat merupakan bentuk konservasi dan penyimpanan energi baik secara
fisik, mental, maupun emosional. Ini berarti bahwa aktivitas dan istirahat
adalah dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu atau
kedua aktivitas tersebut mengalami gangguan maka anak akan jatuh pada
keadaan lelah (fatigue). Ini berarti bahwa perawat harus mampu menjaga
keseimbangan pemenuhan kedua kebutuhan tersebut. Allison (2007)
mengemukakan bahwa pada individu yang mempunyai kesulitan untuk
menyeimbangkan antara kebutuhan aktivitas dan istirahat, maka akan
mengalami hilangnya kemampuan untuk meningkatkan kesehatan fisik,
intelektual, dan emosional. Pada kondisi-kondisi kronik seperti pada pasien
kanker dengan kemoterapi, akan mengalami gangguan pada aktivitas dan
istirahatnya sehingga akan terjadi kelelahan yang mengganggu pemulihan
energi untuk penyembuhannya.

Gangguan pada aktivitas yang terjadi pada anak dengan penyakit kronik
seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal, thalasemia, atau diabetes dapat
berupa sesak saat beraktivitas, nyeri saat beraktivitas, atau ketidakmampuan
melakukan aktivitas. Ini akan berakibat pada munculnya masalah
keperawatan seperti intoleransi aktivitas, hambatan mobilitas fisik, pola
nafas inefektif, nyeri akut, atau sampai pada keadaan kelelahan. Sedangkan
pada anak dengan gangguan pada istirahatnya maka akan mengalami rewel,
lelah, tampak mengantuk, dan tidak segar ketika bangun di pagi hari. Anak-
anak tersebut akan mempunyai masalah keperawatan gangguan pola tidur.

52 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
53

Pada anak-anak dengan ALL, gangguan tidur terjadi pada 87% anak pada
fase maintenance kemoterapi. Banyaknya angka gangguan tidur secara
positif berhubungan dengan angka kejadian fatigue dan berhubungan dengan
efek samping dari pengobatan misalnya dexamethasone (Owens, 2011).

Gangguan pada aktivitas dan istirahat akan berdampak langsung pada


perawatan diri anak. Beberapa penelitian menunjukkan pada anak dengan
penyakit kronik yang mengalami masalah pada aktivitas dan istirahat, akan
mengalami kesulitan untuk melakukan perawatan diri. Moore dan Mosher
(1998) menunjukkan bahwa anak yang sudah lama menderita kanker, akan
beradaptasi dalam aktivitasnya sehingga akan lebih mampu dalam merawat
dirinya. Anak tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan yang lebih
rendah. Oleh karena itu, Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari
Orem merupakan teori yang sesuai untuk diterapkan dalam asuhan
keperawatan yang membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas
dan istirahat. SCDNT merupakan sebuah sistem yang memenuhi kebutuhan
klien dengan melatih atau meningkatkan kemampuan seseorang dalam
aktivitas perawatan dirinya (Tomey & Alligood, 2010). Secara umum,
SCDNT sudah mampu memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat anak.
Model perawatan diri dari Orem yang mencakup kebutuhan perawatan diri
universal, kebutuhan perawatan diri perkembangan, serta kebutuhan
perawatan diri pada kondisi penyimpangan kesehatan sesuai diterapkan pada
ruang lingkup keperawatan anak. Adanya berbagai penelitian yang
mengaplikasikan SCDNT pada keperawatan anak (khususnya anak dengan
penyakit kronik) juga menjadi faktor penguat penerapan SCDNT pada
asuhan keperawatan anak. Berikut adalah penerapan SCDNT pada asuhan
keperawatan.

1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan data bahwa pada kelima
pasien mengalami gangguan pada aktivitas. Gangguan aktivitas yang
terjadi kebanyakan disebabkan oleh nyeri dan sesak. Namun ada
beberapa gangguan aktivitas karena kelemahan atau paralisis pada

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
54

ekstrimitas. National Health Interview Survey (2012) menyebutkan


bahwa anak-anak dengan penyakit kronik umumnya mengalami
peningkatan keterbatasan aktivitas pada usia kurang dari 12 tahun.
Keterbatasan aktivitas ini dapat berarti penurunan dalam jangka waktu
yang lama pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
kesehariannya seperti mandi, berpakaian, makan, bangun tidur, berjalan
(Adams, Kirzinger, & Martinez, 2013). Keterbatasan aktivitas fisik yang
berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan dapat disebabkan
oleh gangguan pada pertumbuhan fisiknya. Pengobatan jangka panjang
seperti kortikosteroid dan kemoterapi akan menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan tulang dan kerusakan tulang. Selain itu, pengobatan
glukokortikoid yang biasaanya digunakan pada pasien dengan gangguan
imunitas seperti SLE, inflamasi, penyakit neoplastik, dan gagal ginjal,
dapat menurunkan sekresi hormon pertumbuhan dan mengganggu
pencapaian masa puncak pertumbuhan tulang sebagai akibat dari
terganggunya gonadotropin dan hormon seks steroid (Turkel & Pao,
2007).

Hasil pengkajian juga menunjukkan bahwa masalah istirahat ditemukan


pada kasus ke 2, 3, 4, dan 5. Penyebab anak mengalami kesulitan tidur
rata-rata adalah karena nyeri di malam hari. Hanya pada kasus 4 yang
mengalami gangguan istirahat karena sesak nafas. Bruni dan Lovelli
(2010) mengatakan bahwa pada remaja yang mengalami nyeri, terjadi
peningkatan durasi terbangun dari tidur pada malam hari. Pada remaja
dengan nyeri, orang tua mengatakan anaknya mempunyai kesulitan tidur
dan kelelahan (fatigue) pada siang hari.

Orem (1991) mengklasifikasikan self-care requisite menjadi tiga macam


yaitu kebutuhan perawatan diri universal, kebutuhan perawatan diri
perkembangan, dan kebutuhan perawatan diri pada kondisi
penyimpangan kesehatan. Aktivitas dan istirahat termasuk dalam
kebutuhan perawatan diri universal. SCDNT menunjukkan kemampuan
seseorang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
55

aktivitas sehari-hari. Aktivitas sehari-hari akan terganggu jika seseorang


mengalami kondisi sakit atau lelah fisik karena stres fisik atau
psikologis. Keterbatasan aktivitas dan istirahat dapat menyebabkan
gangguan pada perawatan diri. Kasus 1 adalah contohnya. Anak
mengalami tingkat ketergantungan total ketika merawat dirinya karena
mengalami kelemahan di ekstrimitas bawahnya. Pada keempat kasus
lainnya tidak mengalami gangguan pada perawatan dirinya karena
adanya peran serta dari keluarga dalam merawat anak. Dodd dan
Miaskowski (2000) menjelaskan bahwa pemberdayaan menjadi agen
perawatan diri bagi anak dan keluarga menjadi penting karena anak akan
menghabiskan waktu lebih banyak dirumah dengan keluarga.

Selain itu, faktor adaptasi anak terhadap penyakit juga mempengaruhi


tidak timbulnya masalah pada perawatan diri. Moore dan Mosher (1998)
meneliti bahwa tingkat ketergantungan pada orang tua anak dengan
kanker berhubungan dengan kemampuan anak melakukan perawatan
diri. Anak dengan status penyakit kanker yang lebih lama akan lebih
mampu mandiri dalam merawat dirinya sehingga tingkat ketergantungan
akan lebih rendah. Ini juga ditunjang dengan tingkat usia. Pada anak
dengan usia yang lebih tua menunjukkan hasil yang positif terhadap
tingkat kemandirian melakukan perawatan diri. Pada mayoritas kasus
menunjukkan anak sudah berusia remaja, kecuali pada kasus 5 anak
masih berusia 7 tahun.

2. Perumusan Masalah Keperawatan


Kasus 1, 2, 3, dan 5 mengalami masalah aktivitas hambatan mobilitas
fisik. Sedangkan pada kasus 4 mempunyai masalah intoleransi aktivitas.
Penyebab masalah aktivitas bervariasi. Pada kasus 1 karena adanya
paralisis pada kedua ekstrimitas bawah. Kasus 2 mengalami hambatan
mobilitas fisik karena nyeri pada area nefrostomi. Kasus 3 mempunyai
masalah hambatan mobilitas fisik karena terdapat kelemahan pada
ekstrimitas atas dan bawah. Sedangkan pada kasus ke 5, hambatan
mobilitas fisik terjadi karena nyeri pada kaki. Pada kasus 4 terjadi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
56

masalah intoleransi aktivitas karena anak mengalami sesak jika


melakukan aktivitas yang sedang hingga berat. Hansen dan Streltzer
(2005) mengemukakan bahwa nyeri kronik terbagi atas nyeri malignan
dan non malignan. Nyeri kronik pada anak dengan penyakit kronik yang
ditunjukkan dengan perilaku seperti menggosok, meringis, mendesah,
atau menangis, akan menimbulkan inaktivitas dan imobilisasi.

Kondisi keterbatasan aktivitas seperti sesak saat beraktivitas atau


kelemahan otot akan menyebabkan anak jatuh pada keadaan fatigue
(kelelahan), seperti pada kasus 3. Fatigue pada penyakit kronik dapat
terjadi karena beberapa hal diantaranya adalah pengobatan kanker
(seperti kemoterapi, radiasi, imunoterapi) yang berkepanjangan, anemia,
nutrisi yang kurang, gangguan aktivitas fisik seperti sesak nafas ketika
beraktivitas, nyeri, gangguan tidur serta distres emosional (Kangas,
Bovbjerg, & Montgomery, 2008).

3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Orem menyatakan bahwa ada tiga konsep dari Self-Care Deficit Nursing
Theory (SCDNT) yang menganggap bahwa manusia sebagai pusat teori.
Anak adalah agen perawatan diri. Family system dihubungkan dengan
usia, jenis kelamin, perkembangan, dan status kesehatan adalah faktor
yang mendukung agen perawatan diri pada anak. SCDNT memberikan
kerangka kerja untuk mengatur orang tua dan anak dalam melakukan
praktek perawatan diri.

Moore dan Mosher (1998) mengemukakan bahwa tingkat


ketergantungan pada orang tua anak dengan kanker berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan perawatan diri. Anak dengan status
penyakit kanker yang lebih lama akan lebih mampu mandiri dalam
merawat dirinya sehingga tingkat ketergantungan akan lebih rendah. Ini
juga ditunjang dengan tingkat usia. Pada anak dengan usia yang lebih tua
menunjukkan hasil yang positif terhadap tingkat kemandirian melakukan
perawatan diri. Ini sesuai dengan intervensi sleep hygiene yang
dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur pada kasus 2, 3,

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
57

4, dan 5. Intervensi edukasi F.E.R.R.E.T. yang dilakukan sesuai untuk


anak sekolah atau anak yang berusia lebih tua.

Faktor keluarga juga menjadi penentu keberhasilan intervensi. Orem


(1995) mengatakan bahwa dukungan keluarga adalah salah satu faktor
kondisi dasar dari perilaku perawatan diri anak usia sekolah dengan
penyakit kronik. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan fisik dan
emosional untuk meningkatkan motivasi anak dalam melakukan
perawatan diri (Fan, 2008). Intervensi suportif edukatif lebih dibutuhkan
orang tua terkait masalah yang berhubungan dengan kebutuhan
perawatan diri penyimpangan kesehatan yaitu tentang bagaimana
mengelola IV line, proses penyakit, pantangan untuk menghindari efek
samping kemoterapi seperti mual, metode untuk mengontrol nyeri,
mengatasi mukositis, serta support system dari sumber daya manusia
yang tepat.

Orem (2001) menyatakan bahwa perawatan diri adalah strategi koping,


merupakan pembelajaran dari fungsi regulator akan stresor atau bentuk
respon nyata dari seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam upaya
mempertahankan status kesehatan dan fungsi perawatan dirinya (Chen
& Wang, 2007). Aktivitas perawatan diri akan berhasil jika individu
(agen perawatan diri) ikut berperan aktif dalam upaya pemeliharaan
kesehatan dirinya. Intervensi yang dilakukan pada kasus 1, 2, 3, dan 5
adalah dengan membantu dan mengajarkan secara bertahap cara
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti oral hygiene,
cuci muka, dan memotong kuku, serta melakukan tindakan kolaborasi
dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah
kontraktur.

4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan implementasi. Evaluasi
keperawatan dilakukan dengan menilai keberhasilan tindakan
keperawatan, keoptimalan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat
klien, serta mengukur kriteria hasil yang dicapai. Pada kasus 1 setelah

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
58

dilakukan intervensi, klien menunjukkan peningkatan dalam


kemandirian perawatan dirinya. Klien mampu makan mandiri dengan
posisi semi fowler. Klien juga mampu melakukan oral hygiene secara
mandiri. Untuk aktivitas perawatan diri lainnya seperti mandi dan
berpakaian, klien masih dibantu orang tua. Orem menjelaskan bahwa
perawatan diri pada manusia itu tidak selalu dilakukan secara mandiri.
Sistem perawatan diri yang bergantung pada orang lain didefinisikan
sebagai aktivitas yang biasanya dilakukan pada anak atau individu
dengan keterbatasan dimana dalam melakukan aktivitas perawatan
dirinya perlu dibantu orang lain. Ada tiga macam sistem perawatan diri
yaitu sistem perawatan diri dengan bantuan penuh, dengan bantuan
sebagian, serta dengan dukungan edukasi. Pada kasus 1 terjadi sistem
perawatan diri dengan bantuan sebagian dimana perawat melakukan
tindakan seperti pengkajian untuk menentukan kebutuhan perawatan diri
anak, menyediakan kebutuhan perawatan diri karena keterbatasan anak,
serta membantu anak sesuai yang dibutuhkan. Sedangkan tindakan anak
adalah sebagai agen perawatan diri, menerima perawatan dan
berpartisipasi minimal dalam perawatan dirinya. Hal ini dilakukan pada
anak dengan keterbatasan gerak atau kelemahan motorik (Tomey &
Alligood, 2010).

Klien pada kasus 2 dan kasus 5 mengalami peningkatan pada mobilitas


fisiknya. Pada kasus 2, klien menunjukkan nyeri berkurang dan klien
sudah dapat duduk dan berbaring dengan posisi yang nyaman.
Sedangkan pada kasus 5, klien sudah menunjukkan mampu berjalan
sendiri di kamar mandi. Ini menunjukkan bahwa nyeri pada kaki sudah
berkurang. Pada kasus 4, klien juga menunjukkan peningkatan dari pola
aktivitasnya. Klien sudah mampu melakukan aktivitas sedang tanpa
sesak setelah dilakukan HD. Pada anak dengan usia sekolah yang
memiliki tingkat kemampuan perawatan diri moderat, anak memiliki
kemampuan pengambilan keputusan yang tepat berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangannya sehingga anak diharapkan mampu

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
59

secara kognitif membuat keputusan perawatan diri yang tepat (Chang &
Klitzner, 2003).

Pada kasus ke 3, klien menunjukkan tidak ada perbaikan dalam


aktivitasnya. Mobilitas fisik justru semakin berat karena nyeri dan
disertai sesak ketika beraktivitas karena adanya hipertensi pulmonal.
Berbagai intervensi sudah dilakukan untuk mengurangi nyeri, termasuk
intervensi kolaborasi pemberian analgesik morfin dengan dosis 2 cc/jam.
Pada akhir perawatan, klien meninggal dunia karena apneu dan nyeri
hebat. Andersson (200) meneliti bahwa individu dengan nyeri kronik
menunjukkan adanya peningkatan pada resiko kematian. Ini diperkuat
juga dengan penelitian dari Torrance, Elliott, Lee, dan Smith (2010)
yang menyatakan bahwa nyeri kronik yang diperkuat dengan faktor
sosio-demografi berhubungan langsung secara signifikan dengan semua
penyebab kematian.

Masalah gangguan pola tidur yang terjadi pada keempat kasus,


menunjukkan adanya perbaikan setelah dilakukan intervensi. Semua
kasus menunjukkan masalah gangguan pola tidur teratasi. Ini sesuai
dengan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Moore dan beckwitt
(2004) yang menunjukkan bahwa pada kebutuhan perawatan diri
universal terkait aktivitas dan istirahat, beberapa anak mengatakan
menggunakan tidur sebagai mekanisme koping untuk menghadapi
penyakit kankernya.

5. SCDNT dalam Asuhan Keperawatan secara Keseluruhan


Secara keseluruhan, SCDNT dapat diterapkan dalam semua kasus yang
terpilih mulai dari pengkajian hingga evaluasi. Tidak ada hambatan yang
berarti yang residen temukan ketika menerapkan SCDNT pada
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat pada anak dengan penyakit
kronik. Pada pengkajian, SCDNT dapat memenuhi aspek spesifik dari
keperawatan anak karena selain mengkaji tentang kebutuhan perawatan
diri universal yang mencakup kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan,
kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi, kebutuhan aktivitas dan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
60

istirahat, kebutuhan kebersihan diri, interaksi sosial, serta pencegahan


terhadap bahaya kehidupan dan fungsi kesejahteraan manusia; SCDNT
juga dapat mengakomodasi kebutuhan akan perawatan diri
perkembangan. Dalam keperawatan anak, pengkajian perkembangan
merupakan aspek yang penting.

Pengkajian kebutuhan perkembangan mencakup juga pada faktor yang


kemungkinan dapat menghambat perkembangan. Penyakit kronik yang
membutuhkan perawatan yang lama dapat dianggap sebagai salah
satunya.. Format pengkajian yang dibuat residen telah disesuaikan
dengan sudut pandang SCDNT dimana semua aktivitas perawatan diri
diklasifikasikan berdasarkan sistem perawatan dirinya. Sistem perawatan
diri yaitu tingkat ketergantungan penuh, tingkat ketergantungan
sebagian, serta bantuan suportif edukatif. Kelima kasus dilakukan pada
anak usia sekolah ke atas, sehingga penerapan teori pada anak yang lebih
kecil masih belum dapat dilihat. Namun penerapan SCDNT tidak
terbatas pada anak yang lebih besar karena dalam konsep SCDNT dari
Orem menganggap bahwa anak adalah agen perawatan diri yang
dianggap sebagai pusat teori. Namun family system juga merupakan
faktor penentu keberhasilan aktivitas perawatan diri. Orem (1995)
mengatakan bahwa dukungan keluarga adalah salah satu faktor kondisi
dasar dari perilaku perawatan diri anak.

Pada penulisan tahap intervensi, residen mengklasifikasikan intervensi


berdasarkan sistem perawatan diri menurut Orem dimana intervensi
harusnya dibagi atas intervensi yang membutuhkan bantuan penuh,
intervensi dengan bantuan sebagian, atau intervensi dengan bantuan
suportif edukatif. Orem dalam Moore dan Beckwitt (2006) menjelaskan
intervensi keperawatan harus dibuat berdasarkan klasifikasi intervensi
yang hanya dapat dilakukan anak, hanya dilakukan orang tua, serta yang
dapat dilakukan anak dan orang tua.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
61

4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian


Kompetensi
Praktik residensi I dan II dilakukan di Puskesmas Beji Depok dan RSUPN
Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta. Ketika di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta, residen melaksanakan praktik di ruang
perinatologi dan non infeksi. Semua kompetensi baik yang residen
rencanakan dalam kontrak belajar maupun dalam target kompetensi sudah
tercapai. Selain pelaksanaan asuhan keperawatan, pembuatan jurnal refleksi
setiap minggu membuat residen mencari tahu setiap pengetahuan yang
belum residen ketahui berdasarkan hasil penelitian-penelitian terbaru.
Beberapa kali, residen juga mendapatkan pendalaman materi dari dokter
spesialis anak yang kompeten di bidang nutrisi, hemato-onkologi, serta
respiratologi. Ini semakin memperkaya pencapaian kompetensi dan
keilmuan residen.

Pelaksanaan asuhan keperawatan di Puskesmas Beji Depok meliputi


pendekatan MTBS dan MTBM pada anak dengan penyakit infeksi pada
pencernaan (diare), penyakit infeksi pada sistem pernafasan
(bronkopneumonia) serta masalah nutrisi (gizi buruk), bekerja sama dengan
tim ahli gizi untuk menangani masalah anak dengan gizi buruk, melakukan
asuhan keperawatan anak sehat (menggunakan format pengkajian
perkembangan Denver II dan KPSP), melakukan kunjungan rumah,
melakukan sosialisasi buku KIA, melakukan imunisasi (imunisasi wajib
program pemerintah maupun booster), serta deteksi dini dan konsultasi
tumbuh kembang anak. Semua kompetensi tersebut telah tercapai dalam
enam minggu praktik di Puskesmas Beji Depok.

Praktik residensi di ruang perinatologi RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo


Jakarta selama empat minggu sealnjutnya juga dapat mencapai semua
kompetensi, yaitu meliputi asuhan keperawatan pada neonatus dengan
gangguan metabolik (hiperbilirubinemia), gangguan pernafasan (respiratory
distress syndrome), masalah infeksi (sepsis neonatorum), masalah
termoregulasi, serta gangguan pada kardiovaskuler (penyakit jantung

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
62

bawaan). Selain itu target kompetensi prosedur tindakan adalah berupa


melakukan perawatan metode kanguru, menilai masa gestasi dan usia
koreksi bayi, manajemen laktasi, menerapkan asuhan perkembangan,
memasang fototerapi, mengoperasika alat bantu pernafasan mekanik (CPAP
dan ventilator), serta mengoperasikan alat pemantau jantung dan pernafasan
juga tercapai.

Pada enam minggu terakhir di residensi I dan sebelas minggu di residensi II,
residen telah mencapai kompetensi seperti melakukan asuhan keperawatan
pada anak dengan gangguan hematologi (thalasemia, Idiopatic
Trombositopenia Purpura (ITP)), masalah onkologi (leukemia,
retinoblastoma, neuroblastoma), gangguan kardiovaskuler (hipertensi
pulmonal, PJB), gangguan sistem perkemihan (Chronic Kidney Disease
(CKD)). Target kompetensi seperti manajemen nyeri, manajemen persiapan
kemoterapi, memantau efek kemoterapi, manajemen efek kemoterapi,
edukasi meningkatkan kepatuhan, serta merawat luka kanker juga tercapai di
Ruang Non Infeksi. Selain itu, pada Ruang Non Infeksi didapatkan banyak
kompetensi prosedur umum yang tercapai seperti melakukan pembersihan
jalan nafas, memberikan transfusi darah, menghitung kebutuhan cairan dan
balans cairan, melakukan pemberian cairan parenteral, menghitung
kebutuhan nutrisi dan melakukan evaluasi status nutrisi, memberikan asupan
nutrisi via oral, Naso Gastro Tube (NGT), Total Parenteral Nutrition
(TPN), memasang infus, mengoperasikan infuse pomp, melakukan edukasi
pada klien dan keluarga, serta terapi bermain.

Pelaksanaan peran perawat sebagai peneliti juga telah tercapai dengan


adanya penerapan EBN sleep hygiene untuk mengatasi masalah gangguan
tidur pada anak di Ruang Non Infeksi. Selain itu, residen juga melakukan
proyek inovasi berupa pembuatan media edukasi berdasarkan EBP di Raung
Perinatologi yang mencakup tema weaning incubator, pemberian minum
melalui dot dan cup feeding, nesting dan neonatal positioning, serta
perawatan bayi prematur dan BBLR pasca perawatan ventilator.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
63

Pencapaian kompetensi ini telah sesuai dengan standar kompetensi perawat


Indonesia menuurut PPNI, AIPNI, dan AIPDiKI (2012), dimana seorang
Ners Spesialis harus mempu menguasai sain keperawatan lanjut, mengelola
asuhan keperawatan secara terampil dan inovatif dalam upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-
sosio-spiritual secara holistik dan berdasarkan pada standar asuhan
keperawatan serta standar prosedur operasional. Seelain itu seorang Ners
Spesialis harus memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman,
melakukan riset berbasis bukti kinik dalam menjawab permasalahan sain,
teknologi dalam bidang spesialisasinya, mampu bekerja sama dengan tim
keperawatan lain (perawat peneliti/doktoral keperawatan) serta mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
64

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Praktik residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak merupakan program
pendidikan profesi yang berlandaskan pada pencapaian kompetensi
pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan terampil dan inovatif
dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Praktik
residensi keperawatan anak dibagi berdasarkan keperawatan anak akut,
kronik, dan perinatologi sesuai dengan peminatan. Residen melakukan
praktik keperawatan anak akut dilakukan di Puskesmas Beji,
keperawatan anak kronik di ruang Non Infeksi RSCM, serta perinatologi
di Ruang Perina RSCM.

2. Gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pada


kebutuhan aktivitas dan istirahat ditemukan pada kelima kasus yang
terpilih. Masalah keperawatan yang ditemukan berupa hambatan
mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, defisit perawatan diri, keletihan,
serta gangguan pola tidur. Intervensi yang dilakukan antara lain
membantu dan mengajarkan secara bertahap cara melakukan aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti oral hygiene, cuci muka, dan
memotong kuku, mandi, duduk, makan, melakukan tindakan kolaborasi
dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah
kontraktur , melakukan sleep hygiene, serta mencatat pola tidur anak
pada sleep diary, melatih anak ROM secara bertahap, menganjurkan
anak membatasi aktivitasnya, melakukan tindakan kolaborasi
hemodialisa, membatasi intake cairan yang masuk. Dari hasil evaluasi
setelah dilakukan tindakan didapatkan bahwa masalah teratasi atau
belum teratasi namun sudah menunjukkan adanya perbaikan dari tingkat
aktivitas dan kemandirian klien.

64 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
65

3. Pencapaian kompetensi sebagai Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam


praktik residensi sudah terlaksana. Semua kompetensi, baik yang residen
rencanakan dalam kontrak belajar maupun dalam target kompetensi
sudah tercapai. Selain pelaksanaan asuhan keperawatan, pembuatan
jurnal refleksi setiap minggu membuat residen mencari tahu setiap
pengetahuan yang belum residen ketahui berdasarkan hasil penelitian-
penelitian terbaru. Beberapa kali, residen juga mendapatkan pendalaman
materi dari dokter spesialis anak yang kompeten di bidang nutrisi,
hemato-onkologi, serta respiratologi. Ini semakin memperkaya
pencapaian kompetensi dan keilmuan residen.

4. Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari Orem dapat diterapkan


dalam asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang
mempunyai masalah kebutuhan aktivitas dan istirahat. Dalam
pelaksanaannya belum optimal karena residen menemukan hambatan
dalam menerapkan SCDNT dalam asuhan keperawatan pada kelima
kasus yang terpilih yaitu tidak adanya kesinambungan pada ketiga shift
dalam penerapan asuhan keperawatan berdasarkan SCDNT (hanya pada
saat residen berdinas saja).

5.2 Saran
Setelah menerapkan SCDNT dari Dorothea E. Orem dalam pemenuhan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronis yang mempunyai
masalah pada kebutuhan aktivitas dan istirahat dalam praktik residensi
keperawatan anak, maka saran yang residen berikan adalah sebagai berikut:
1. Penerapan SCDNT dalam menyelesaikan masalah pemenuhan
kebutuhan aktivitas dan istirahat masih kurang sempurna karena belum
diaplikasikan pada semua usia anak. Untuk itu perlu adanya penelitian
lebih lanjut terkait penerapan teori keperawatan pada semua usia anak
(termasuk anak yang lebih kecil).
2. Penerapan SCDNT dalam asuhan keperawatan anak dengan penyakit
kronis masih belum mencakup semua aspek dalam proses keperawatan.
Penggunaan format intervensi, implementasi, dan evaluasi masih

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
66

menggunakan format umum. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi


teori menggunakan teori lain. Selain itu juga perlu dilakukan pada smua
shift dinas sehingga dapat dievaluasi kesinambungan dari penerapan
dalam asuhan keperawatannya.
3. Seorang Ners Spesialis Keperawatan Anak adalah perawat ahli yang
akan menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah dalam keperawatan
anak. Untuk itu dalam pelaksanakan praktik residensi keperawatan anak
hendaknya residen dapat menggali sebanyak-banyaknya pengetahuan
dan pengalaman melalui proses pembelajaran di klinik dan pencarian
literatur penelitian-penelitian terkini dalam area keperawatan anak.

4. Penerapan SCDNT dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada


pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat hanya meliputi aktivitas
anak melakukan activity daily living saja, oleh karena itu perlu adanya
penerapan lebih lanjut terkait kebutuhan akan aktivitas lainnya pada
anak sesuai usianya.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT 1

Nama Mahasiswa : Aries Chandra Ananditha


NPM : 1106042656
Tempat Praktek : PKM Beji
Mata Ajar : Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 1
Metode
No. Tujuan Pembelajaran Kompetensi Waktu Keterangan
Pembelajaran
1. Memberikan asuhan keperawatan Melaksanakan asuhan pada pasien 1. Praktek 16 September- 1. Laporan kasus
pada anak berdasarkan anak berdasarkan pendekatan MTBS: Lapangan 27 Oktober asuhan
pendekatan MTBS minimal 3 1. Melakukan pengkajian 2. Diskusi 2013 keperawatan
kasus per minggu menggunakan format MTBS pada 2. Rekap format
balita sakit MTBS
2. Melakukan klasifikasi pada balita 3. SAP dan laporan
sakit kegiatan
3. Memberikan tindakan berdasarkan pendidikan
klasifikasi yang ditentukan pada kesehatan
balita sakit
4. Memberikan konseling pada balita
sakit
5. Menentukan tindak lanjut pada
balita sakit dengan home visit
2. Memberikan asuhan keperawatan Melaksanakan asuhan pada pasien 1. Praktek 16 September- 1. Laporan kasus
pada anak berdasarkan anak berdasarkan pendekatan MTBM: Lapangan 27 Oktober asuhan
pendekatan MTBM minimal 1 1. Melakukan pengkajian 2. Diskusi 2013 keperawatan
kasus per minggu menggunakan format MTBM pada 2. Rekap format
bayi muda MTBM
2. Melakukan klasifikasi pada bayi 3. SAP dan laporan
muda kegiatan
3. Memberikan tindakan berdasarkan pendidikan
71

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


klasifikasi yang ditentukan pada kesehatan
bayi muda
4. Memberikan konseling pada bayi
muda
5. Menentukan tindak lanjut pada
bayi muda dengan home visit
3. Menggunakan dan Melaksanakan asuhan pada ibu dan 1. Praktek 16 September- 1. Buku KIA
mensosialisasikan penggunaan anak berdasarkan pendekatan buku Lapangan 27 Oktober 2. SAP dan laporan
buku KIA minimal sekali dalam KIA: 2. Diskusi 2013 kegiatan
seminggu 1. Melakukan penilaian kebutuhan pendidikan
ibu dan anak berdasarkan panduan kesehatan
buku KIA
2. Melakukan kegiatan sosialisasi
mengenai penggunaan buku KIA
3. Melakukan kegiatan pendidikan
kesehatan/konseling berdasarkan
panduan buku KIA
4. Menentukan tindak lanjut
berdasarkan buku KIA
4. Melakukan kegiatan imunisasi Melaksanakan kegiatan imunisasi pada Praktek lapangan 16 September- Buku KIA
Minimal sekali dalam seminggu PD3I 27 Oktober
1. Mengidentifikasi jadwal imunisasi 2013
anak
2. Melaksanakan imunisasi anak
sesuai jadwalnya
3. Mendokumentasikan pelaksanaan
imunisasi pada anak
4. Menjadwalkan pelaksanaan
imunisasi berikutnya
5. Melakukan konseling tentang efek
samping dari imunisasi
5. Melakukan proyek inovasi Melaksanakan proyek inovasi di 1. Praktek 16 September- 1. Proposal proyek
berdasarkan pendekatan lingkungan kerja PKM lapangan 27 Oktober inovasi
management patient care 1. Melakukan pengkajian kebutuhan 2. Diskusi 2013 2. Laporan proyek
72

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


(need assessment) yang terfokus 3. Tutorial inovasi
melalui pengumpulan data dengan
kuesioner, wawancara, atau
observasi
2. Menyusun proposal
3. Mempresentasikan rencana proyek
inovasi di lahan praktik
4. Melaksanakan kegiatan proyek
inovasi
5. Menganalisis perubahan yang
terjadi di lahan praktik dengan cara
membandingkan kondisi awal dan
kondisi seteleh proyek inovasi
dilaksanakan
6. Menyusun laporan proyek inovasi
didasarkan pada perubahan yang
dihasilkan dan laporan yang
dipresentasikan di lahan praktik
6. Membuat jurnal reflektif 1. Membuat jurnal reflektif 1. Praktek 16 September- Jurnal reflektif
berdasarkan analisis dari lapangan 27 Oktober
pengalaman menarik yang ditemui 2. Diskusi 2013
selama melakukan praktek di 3. Tutorial
lapangan
2. Melakukan diskusi tentang
pengalaman tersebut dengan
supervisor dan kelompok
7. Melakukan presentasi kasus 1. Memilih kasus yang menarik dari 1. Praktek 16 September- Laporan kasus
asuhan keperawatan yang telah lapangan 27 Oktober asuhan keperawatan
dilakukan untuk dipresentasikan 2. Diskusi 2013
2. Melakukan presentasi kasus 3. Tutorial
3. Menyusun laporan asuhan
keperawatan berdasarkan
presentasi kasus

73

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


Depok, September 2013
Supervisor, Praktikan,

(Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An) (Aries Chandra Ananditha)

74

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT 1

Nama Mahasiswa : Aries Chandra Ananditha


NPM : 1106042656
Tempat Praktek : Ruang Perina RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
Mata Ajar : Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 1
Metode
No. Tujuan Pembelajaran Kompetensi Waktu Keterangan
Pembelajaran
1. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Wawancara, 28 Oktober-24 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada neonatus dengan pemeriksaan fisik, November 2013 keperawatan
neonatus sesuai tahapan masalah-masalah seperti gangguan pemeriksaan menggunakan format
tumbuh kembangnya dengan respirasi, termoregulasi, infeksi, laboratorium yang digunakan
masalah: gangguan metabolisme, dan kelainan ruangan dan teori
keperawatan yang
a. Respirasi kongenital sesuai dengan tahapan tumbuh digunakan
b. Termoregulasi kembangnya, yang meliputi :
c. Infeksi 1. Melakukan pengkajian keperawatan
d. Gangguan metabolisme anak secara holistik, meliputi:
e. Kelainan kongenital a. Mengkaji keluhan, riwayat
Minimal 1 kasus untuk kesehatan (sekarang dan lalu,
masing-masing masalah keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan
terkait sistem respirasi,
termoregulasi, infeksi,
metabolisme, dan kelainan
kongenital
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita
anak meliputi pemeriksaan darah,
75

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


urine, feses, foto,)

2. Menganalisis data dan merumuskan


diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Menerapkan prinsip atraumatic
76

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


care
c. Melakukan penilaian masa gestasi
d. Melakukan manajemen laktasi
e. Resusitasi neonatus dan stabilisasi
f. Melakukan pemantauan
menggunakan alat kardio-respirasi
g. Melakukan pemantauan neonatus
dengan terapi sinar
h. Pencegahan dan pengendalian
infeksi
i. Penatalaksanaan kejang
j. Penanggulangan infeksi pada
neonatus
k. Pendokumentasian pada saat
penerimaan dan selama perawatan
bayi
l. Pemantauan neonatus yang
menggunakan sungkup oksigen
m. Penanganan kegawatdaruratan
neonatus
n. Menginformasikan pada tim
medis tentang masalah yang
terjadi pada neonatus dengan
penggunaan CPAP
o. Penalaksanaan pelayanan
keperawatan intensif
p. Memberikan pendidikan
kesehatan meliputi PMK,
pemberian ASI, PASI, teknik
manajemen BBLR

5. Melakukan evaluasi terhadap rencana


asuhan yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
77

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
2. Membuat jurnal reflektif 1. Membuat jurnal reflektif berdasarkan 1. Praktek 28 Oktober-24 Jurnal reflektif
analisis dari pengalaman menarik lapangan November 2013
yang ditemui selama melakukan 2. Diskusi
praktek di lapangan 3. Tutorial
2. Melakukan diskusi tentang
pengalaman tersebut dengan
supervisor dan kelompok
3. Mengaplikasikan satu teori 1. Melakukan studi literatur 1. Praktek 28 Oktober-24 Format asuhan
keperawatan yang sesuai 2. Membuat rencana pelaksanaan lapangan November 2013 keperawatan
dengan lingkup praktek 3. Menerapkan teori keperawatan sesuai 2. Diskusi berdasarkan teori yang
keperawatan anak dengan perencanaan yang telah 3. Tutorial digunakan
ditentukan
4. Melakukan evaluasi terhadap
keefektifan penerapan teori
keperawatan
4. Melakukan proyek inovasi 1. Mengkaji kebutuhan ruangan 1. Diskusi 28 Oktober-24 Laporan Proyek
2. Melakukan tinjauan literatur 2. Presentasi November 2013 Inovasi
berdasarkan penelitian terkait 3. Praktek
kebutuhan ruangan Lapangan
3. Melakukan proyek inovasi
4. Melalukan evaluasi setelah
implementasi dari proyek inovasi
Depok, September 2013
Supervisor, Praktikan,

(Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An) (Aries Chandra Ananditha)


78

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT 1

Nama Mahasiswa : Aries Chandra Ananditha


NPM : 1106042656
Tempat Praktek : Ruang Non Infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
Mata Ajar : Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 1
Metode
No. Tujuan Pembelajaran Kompetensi Waktu Keterangan
Pembelajaran
1. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Wawancara, 25 November-6 Laporan asuhan
keperawatan pada klien anak komprehensif pada anak dengan masalah- pemeriksaan fisik, Januari 2013 keperawatan
sesuai tahapan tumbuh masalah seperti gangguan respirasi, pemeriksaan menggunakan format
kembangnya dengan masalah: kardiovaskuler, persarafan, gastro- laboratorium yang digunakan
a. Respirasi hepatologi, dan kondisi kegawatan sesuai ruangan dan teori
keperawatan yang
b. Kardiovaskuler dengan tahapan tumbuh kembangnya, digunakan
c. Persarafan yang meliputi :
d. Gastro-hepatologi 1. Melakukan pengkajian keperawatan
e. Kondisi kegawatan anak secara holistik, meliputi:
Minimal satu kasus pada a. Mengkaji keluhan, riwayat
masing-masing masalah kesehatan (sekarang dan lalu,
keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan terkait
sistem respirasi, kardiovaskuler,
persarafan, gastro-hepatologi, dan
kondisi kegawatan
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
79

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto,)
2. Menganalisis data dan merumuskan
diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
80

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
1) Pendidikan kesehatan
2) Monitoring dan observasi
3) Tindakan mandiri perawat
4) Kolaborasi
c. Melakukan evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
d. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
e. Pemberian obat-obatan.
f. Memberikan discharge planning
g. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
h. Melakukan anticipatory guidance
i. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman.
j. Menerapkan praktik keperawatan
anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan

5. Melakukan evaluasi terhadap rencana


asuhan yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
81

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


2. Membuat jurnal reflektif 1. Membuat jurnal reflektif berdasarkan 1. Praktek 25 November-6 Jurnal reflektif
analisis dari pengalaman menarik lapangan Januari 2013
yang ditemui selama melakukan 2. Diskusi
praktek di lapangan 3. Tutorial
2. Melakukan diskusi tentang
pengalaman tersebut dengan
supervisor dan kelompok
3. Mengaplikasikan satu teori 1. Melakukan studi literatur 1. Praktek 25 November-6 Format asuhan
keperawatan yang sesuai 2. Membuat rencana pelaksanaan lapangan Januari 2013 keperawatan
dengan lingkup praktek 3. Menerapkan teori keperawatan sesuai 2. Diskusi berdasarkan teori yang
keperawatan anak dengan perencanaan yang telah 3. Tutorial digunakan
ditentukan
4. Melakukan evaluasi terhadap
keefektifan penerapan teori
keperawatan
4. Membuat proposal tentang 1. Memilih topik yang didasarkan pada 1. Praktek 25 November-6 Proposal aplikasi
aplikasi evidence-based hasil pengkajian kebutuhan ruangan lapangan Januari 2013 evidence-based
practice 2. Membuat proposal evidence-based 2. Diskusi practice
practice berdasarkan literatur 3. Tutorial
3. melakukan konsultasi dengan
supervisor
Depok, September 2013
Supervisor, Praktikan,

(Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An) (Aries Chandra Ananditha)

82

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
DEPOK
FEBRUARI 2014

KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT 2

Nama Mahasiswa : Aries Chandra Ananditha


NPM : 1106042656
Tempat Praktek : Ruang Non Infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
Mata Ajar : Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut 2
Metode
No. Tujuan Pembelajaran Kompetensi Waktu Keterangan
Pembelajaran
1. a. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Anamnesa, 17 Februari-9 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada anak yang pemeriksaan fisik, Mei 2014 keperawatan
anak sesuai tahapan tumbuh mempunyai masalah pada kebutuhan pemeriksaan menggunakan format
kembangnya terutama yang aktivitas dan istirahat serta gangguan laboratorium yang digunakan
mempunyai masalah pada pada nutrisi yang meliputi: ruangan dan teori
kebutuhan aktivitas dan 1. Melakukan pengkajian keperawatan keperawatan yang
istirahat serta gangguan anak secara holistik, meliputi: digunakan
pada nutrisi seperti gizi a. Mengkaji keluhan, riwayat
buruk, gizi kurang, kesehatan (sekarang dan lalu,
hipoalbuminemia minimal 1 keluarga), riwayat kehamilan, dan
kasus kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan terkait
nutrisi, pemeriksaan antropometri
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto)
2. Menganalisis data dan merumuskan
84

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
1) Pendidikan kesehatan
85

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


2) Monitoring dan observasi

3) Tindakan mandiri perawat


4) Kolaborasi
c. Menerapkan praktik keperawatan
anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan
d. Pemberian obat-obatan.
e. Melakukan pemberian nutrisi baik
secara enteral maupun parenteral
berupa TPN, albumin, lipid, atau
pemberian makan melalui NGT
f. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
g. Melakukan anticipatory guidance
h. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman
i. Melakukan kolaborasi untuk
manajemen gisi buruk
j. Memberikan discharge planning
k. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.

5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan


yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
86

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


keperawatan

b. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Anamnesa, 17 Februari-9 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada anak yang pemeriksaan fisik, Mei 2014 keperawatan
anak sesuai tahapan tumbuh mempunyai masalah pada kebutuhan pemeriksaan menggunakan format
kembangnya terutama yang aktivitas dan istirahat serta masalah laboratorium yang digunakan
mempunyai masalah pada onkologi sesuai dengan tahapan tumbuh ruangan dan teori
kebutuhan aktivitas dan kembangnya, yang meliputi: keperawatan yang
istirahat serta masalah 1. Melakukan pengkajian keperawatan digunakan
onkologi seperti anak secara holistik, meliputi:
retinoblastoma, a. Mengkaji keluhan, riwayat
osteosarkoma, pain cancer, kesehatan (sekarang dan lalu,
leukemia minimal 1 kasus keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan terkait
keganasan, pengkajian efek
samping pemberian kemoterapi
sebelumnya
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto, LP, BMP
2. Menganalisis data dan merumuskan
diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat
87

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


3. Menyusun perencanaan keperawatan
yang bekerjasama dengan keluarga
e. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
f. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
g. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
h. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
5) Pendidikan kesehatan
6) Monitoring dan observasi
7) Tindakan mandiri perawat
8) Kolaborasi
c. Menerapkan praktik keperawatan
anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan
d. Pemberian obat-obatan.
88

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


e. Melakukan persiapan sebelum
pemberian tindakan kemoterapi
dan radiasi serta mengevaluasi
efek sampingnya, persiapan
sebelum pemberian obat melalui
IT
f. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
g. Melakukan anticipatory guidance
h. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman
i. Melakukan teknik pain
management
j. Melakukan paliative care
k. Memberikan discharge planning
l. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.

5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan


yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
c. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Anamnesa, 17 Februari-9 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada anak yang pemeriksaan fisik, Mei 2014 keperawatan
anak sesuai tahapan tumbuh mempunyai masalah pada kebutuhan pemeriksaan menggunakan format
kembangnya terutama yang aktivitas dan istirahat serta gangguan laboratorium yang digunakan
mempunyai masalah pada pada pembekuan/kelainan darah sesuai ruangan dan teori
89

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


kebutuhan aktivitas dan dengan tahapan tumbuh kembangnya, keperawatan yang
istirahat serta gangguan yang meliputi: digunakan
pada pembekuan 1. Melakukan pengkajian keperawatan
darah/kelainan darah seperti anak secara holistik, meliputi:
thalasemia, hemofilia, ITP, a. Mengkaji keluhan, riwayat
SLE, leukemia minimal 1 kesehatan (sekarang dan lalu,
kasus keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan terkait
pembekuan/kelainan darah
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto)

2. Menganalisis data dan merumuskan


diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
90

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
1) Pendidikan kesehatan
2) Monitoring dan observasi
3) Tindakan mandiri perawat
4) Kolaborasi
c. Menerapkan praktik keperawatan
anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan
d. Pemberian obat-obatan.
e. Melakukan persiapan sebelum
pemberian kortikosteroid dan
imunodepresan serta
mengevaluasi efek sampingnya
f. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
91

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


g. Melakukan anticipatory guidance

h. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman
i. Melakukan teknik pain
management
j. Melakukan paliative care
k. Memberikan discharge planning
l. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.

5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan


yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
d. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Anamnesa, 17 Februari-9 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada anak yang pemeriksaan fisik, Mei 2014 keperawatan
anak sesuai tahapan tumbuh mempunyai masalah pada kebutuhan pemeriksaan menggunakan format
kembangnya terutama yang aktivitas dan istirahat serta gangguan laboratorium yang digunakan
mempunyai masalah pada pada kardiovaskuler sesuai dengan ruangan dan teori
kebutuhan aktivitas dan tahapan tumbuh kembangnya, yang keperawatan yang
istirahat serta gangguan meliputi: digunakan
pada kardiovaskuler 1. Melakukan pengkajian keperawatan
(penyakit jantung) seperti anak secara holistik, meliputi:
CHD, CHF, RHD, a. Mengkaji keluhan, riwayat
Kawasaki Disease, PJB kesehatan (sekarang dan lalu,
minimal 1 kasus keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
92

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


pemeriksaan perkembangan terkait
nutrisi, keganasan,
pembekuan/kelainan darah,
kardiovaskuler, dan sistem
perkemihan
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto, ECG)
2. Menganalisis data dan merumuskan
diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
93

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


terkait masalah keperawatan yang
ditemukan
4. Melakukan tindakan keperawatan
a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
1) Pendidikan kesehatan
2) Monitoring dan observasi
3) Tindakan mandiri perawat
4) Kolaborasi
c. Menerapkan praktik keperawatan
anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan
d. Pemberian obat-obatan.
e. Memberikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan
f. Melakukan pemasangan monitor
observasi tanda-tanda vital dan
CRT
g. Menghitung balans cairan
h. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
i. Melakukan anticipatory guidance
j. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman
k. Melakukan paliative care
l. Memberikan discharge planning
94

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


m. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan
yang diberikan :
a. Menentukan keberhasilan asuhan
b. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
e. Mampu memberikan asuhan Melaksanakan asuhan keperawatan yang Anamnesa, 17 Februari-9 Laporan asuhan
keperawatan pada klien komprehensif pada anak yang pemeriksaan fisik, Mei 2014 keperawatan
anak sesuai tahapan tumbuh mempunyai masalah pada kebutuhan pemeriksaan menggunakan format
kembangnya terutama yang aktivitas dan istirahat serta gangguan laboratorium yang digunakan
mempunyai masalah pada pada sistem perkemihan sesuai dengan ruangan dan teori
kebutuhan aktivitas dan tahapan tumbuh kembangnya, yang keperawatan yang
istirahat serta gangguan meliputi: digunakan
pada sistem perkemihan 1. Melakukan pengkajian keperawatan
(penyakit ginjal) seperti anak secara holistik, meliputi:
GGA, GGK, Sindrom a. Mengkaji keluhan, riwayat
Nefrotik minimal 1 kasus kesehatan (sekarang dan lalu,
keluarga), riwayat kehamilan, dan
kelahiran melalui anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan perkembangan terkait
sistem perkemihan
c. Mengkolaborasi berbagai bentuk
pemeriksaan penunjang sesuai
dengan penyakit yang diderita anak
meliputi pemeriksaan darah, urine,
feses, foto)
2. Menganalisis data dan merumuskan
diagnosa keperawatan
a. Menginterpretasi data hasil
95

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan yang sesuai
berdasarkan klasifikasi NANDA
c. Menentukan prioritas masalah
berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah diangkat

3. Menyusun perencanaan keperawatan


yang bekerjasama dengan keluarga
a. Merumuskan tujuan keperawatan
berdasarkan NANDA sesuai
dengan diagnosa yang telah
ditegakkan
b. Menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai
c. Merumuskan tindakan
berdasarkan evidence-based
practice
d. Merumuskan rencana pendidikan
kesehatan bagi klien dan keluarga
terkait masalah keperawatan yang
ditemukan

4. Melakukan tindakan keperawatan


a. Melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan intervensi
keperawatan
b. Melaksanakan intervensi
keperawatan dengan pendekatan
evidence-based practice
1) Pendidikan kesehatan
2) Monitoring dan observasi
3) Tindakan mandiri perawat
96

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


4) Kolaborasi

c. Menerapkan praktik keperawatan


anak secara etis, legal, dan peka
budaya dalam pelayanan
keperawatan
d. Pemberian obat-obatan.
e. Melakukan persiapan sebelum
tindakan hemodialisa dan efek
samping sesudahnya
f. Menghitung balans cairan
g. Membuat program bermain pada
anak usia toddler, pra sekolah dan
sekolah dengan masalah
hospitalisasi.
h. Melakukan anticipatory guidance
i. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang
nyaman
j. Melakukan teknik pain
management
k. Melakukan paliative care
l. Memberikan discharge planning
m. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan.

5. Melakukan evaluasi terhadap asuhan


yang diberikan :
c. Menentukan keberhasilan asuhan
d. Menentukan rencana tindak lanjut
dan follow up

6. Mendokumentasikan asuhan
keperawatan
97

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


2. Membuat jurnal reflektif 1. Membuat jurnal reflektif berdasarkan 1. Praktek 17 Februari-9 Jurnal reflektif
analisis dari pengalaman menarik lapangan Mei 2014
yang ditemui selama melakukan 2. Diskusi
praktek di lapangan 3. Tutorial
a. Mendeskripsikan kejadian atau
pengalaman menarik yang
ditemukan
b. Menganalisis kejadian atau
pengalaman menarik yang
ditemukan
c. Mencari referensi ilmiah terkait
kejadian atau pengalaman menarik
yang ditemukan
d. Merencanakan tindakan perubahan
kejadian atau pengalaman menarik
yang ditemukan ke depannya
2. Melakukan diskusi tentang
pengalaman tersebut dengan
supervisor dan kelompok
3. Mengaplikasikan satu teori 1. Melakukan studi literatur 1. Praktek 17 Februari-9 Format asuhan
keperawatan “self care” dari 2. Menerapkan teori keperawatan “self lapangan Mei 2014 keperawatan
Orem yang sesuai dengan care” dari Orem sesuai dengan 2. Diskusi berdasarkan teori
lingkup praktek keperawatan aplikasinya pada praktek keperawatan 3. Tutorial yang digunakan
anak anak
3. Melakukan evaluasi terhadap
keefektifan penerapan teori
keperawatan“self care” dari Orem
4. Melakukan aplikasi evidence- 1. Mempresentasikan rencana proyek 1. Praktek 17 Februari-9 1. Proposal aplikasi
based practice inovasi dengan pembimbing lahan lapangan Mei 2014 evidence-based
praktik 2. Diskusi practice
2. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan 3. Tutorial 2. Laporan aplikasi
proposal Evidence-Based Practice evidence-based
98

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


yang telah disusun practice

3. Melakukan evaluasi yang didasarkan


pada perubahan yang dihasilkan
4. Menyusun laporan proyek inovasi dan
mempresentasikannya di lahan praktik

Depok, Februari 2014


Supervisor, Praktikan,

(Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An) (Aries Chandra Ananditha)

99

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


Lampiran 3

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN PROYEK INOVASI


PENERAPAN SLEEP HYGIENE PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TIDUR
DI RUANG NON INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

EVIDENCE-BASED NURSING

ARIES CHANDRA ANANDITHA


1106042656

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2014

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


101

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………........ 100


DAFTAR ISI ………………………………………………………………… 101
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………..……….......... 102
BAB1. PENDAHULUAN…………………………………………………… 103
1.1 Tema Proyek ………………………………………………………….. 103
1.2 Latar belakang ………………………………….………...................... 103
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………….………................... 106
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………...………................... 106

BAB 2. IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH …………. 107


2.1 Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO …………………………. 107
2.2 Pertanyaan Masalah …………………………………………………... 107
2.3 Strategi Penyelesaian Masalah ……………………………………….. 107

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………... 109


3.1 Fatigue ………………………………………………………………… 109
3.2 Cancer-Related Fatigue ……………………………………………….. 112
3.3 Sleep Disorder ………………………………………………………… 112
3.4 Sleep Hygiene ………………………………………………………… 115

BAB 4. PLAN OF ACTION (POA) .............................................................. 123


4.1 Waktu Pelaksanaan ................................................................................ 123
4.2 Langkah-langkah Pelaksanaan ............................................................... 124

BAB 5. PEMBAHASAN HASIL APPRAISAL ........................................... 126


5.1 Metode Penelitian ................................................................................... 126
5.2 Konsistensi Hasil .................................................................................... 127
5.3 Kesamaan/Keragaman ............................................................................ 128
5.4 Simpulan Mahasiswa .............................................................................. 128

BAB 6. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 129


6.1 Pelaksanaan .......................................................................................... 129
6.2 Pembahasan .......................................................................................... 130

BAB 7. PENUTUP .......................................................................................... 141


7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 141
7.2 Saran .................................................................................................... 142

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 143

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


102

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Systematic Review (of Therapy) Worksheet .......................... 146

Lampiran 2. Therapy Worksheet 1............................................................... 150

Lampiran 3. Therapy Worksheet 2 .............................................................. 152

Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014


67

DAFTAR REFERENSI

10th World Congress Self-Care and Nursing. (2008). Self-care & dependent-care
nursing. The Official Journal of The International Orem Society, Vol. 16,
No. 2

Allison, S.E. (2007). Self-care requirements for activity and rest: an orem nursing
focus. Nursing Science Journal, Vol. 20, No. 1, pp. 68-76

Andersson, H.I. (2009). Increased mortality among individuals with widespread


pain relates to lifestyle factors: a prospective population-based study.
Disability & Rehabilitation Journal, Vol. 31., No. 24, pp. 1980-1987

Bruni, O. & Novelli, L. (2009). Sleep disorder in children. Clinical Evidence


BMJ, Vol. 09

Bruni, O. & Novelli, L. (2010). Sleep disorder in children. Clinical Evidence


BMJ, Vol. 09

Chen, S. & Wang, H. (2007). The relationship between physical function,


knowledge of disease, social support and self care behavior in patient with
rhaumatoid arthritis, Journal of Nursing Research, Vol. 15

Compas, B., Jaser, S., Dunn, M., & Rodriguez, E. (2012). Coping with chronic
illness in childhood and adolescence. Annu Rev Clin Psychol, Vol. 8, pp.
455-480

Cox, K.R. (2001). Effect of a self-care deficit nursing theory-designed nursing


system on symptom control in children with asthma. Proquest Theses &
Dissertation

Fan, L. (2008). Self-care behaviors of school-age children with heart disease.


Pediatric Nursing Journal, Vol. 34, No. 2, pp. 131-138

Foote, A., Holcombe, J., Piazza, D., & Wright, P. (1993). Orem’s theory uses as
guide for the nursing care of an eight-year-old with leukemia. Journal of
Pediatric Oncology Nursing, Vol. 10, No. 1, pp. 26-32

Gaffney, K. & Moore, J.B. (1996). Testing orem’s theory of self-care deficit:
dependent care agent performance for children. Nursing Science Journal,
Vol. 9., Issue 4, pp. 160-164

Green, R. (2012). Application of the self-care deficit nursing theory to the care of
children with special health care needs in the school setting. The Official
Journal of The International Orem Society, Vol. 19, No,1, pp. 35-40

67 Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
68

Haas, D.L. (1990). Application of orem’s self-care deficit theory to the pediatric
chronically ill population. Issues Comprehensive Pediatric Nursing, Vol.
13, No. 4, pp. 253-264

Hansen, G.R. & Streltzer, J. (2005). The psychology of pain. Emergency Medicine
Clinics of North America, Vol. 23, pp. 339-348

Hockenberry, M. J. & Wilson, D. (2009). Wong’s Essentials of Pediatric Nursing


(8th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier

Indanah. (2012). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Self Care Behavior
pada Anak Usia Sekolah dengan Talasemia Mayor di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta. Tesis pada Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan FIK UI

International Council of Nurses. (2009). ICN Framework of Competencies for the


Nurse Specialist, Geneva: ICN

Jaarsma, T., Riegel, B., & Stromberg, A. (2012). A middle-range theory of self-
care of chronic illness. Advances in Nursing Science, Vol. 35, No. 3, pp.
194-204

Kangas, M., Bovbjerg, D.H., & Montgomery, G.H. (2008). Cancer-related


fatigue: a systematic and meta-analytic review of non-pharmacological
therapies for cancer patient. Psychological Bulletin, Vol. 134, No. 5, pp.
700-741

Kyristsi, H., Matziou, V., Papadatou, D., Evagellou, E., Koutelekos, G., &
Polikandrioti, M. (2010). Self concept of children and adolescents with
cancer. Health Science Journal, Issue 3

Laferriere, R.H. (1995). Orem’s theory in practice. Hospice nursing care. Home
Health Nursing Journal, Vol. 13, No. 5, pp. 50-54

Lee, Y., Lin, D., & Tsai, S. (2008). Disease knowledge and treatment adherence
among patients with thalassemia major and their mothers in Taiwan .
Journal of Clinical, Vol. 18. pp. 529-538

Lenoci, J., Telfair., J., Cecil, H., & Edward, R. (2002). Self-care in adult with
sickle cell disease. West J Nurs Res, Vol. 24., p. 228

Magnan, M.A. (2001). Self-care and health in persons with cancer-related fatigue:
refinement and evaluation of orem’s self-care framework. Proquest of
Theses and Dissertation

Moore, J.B. & Beckwitt, A.E. (2004). Children with cancer and their parents: self
care and dependent-care practice. Issue in Comprehensive Pediatric
Nursing, Vol. 27, No.1, pp. 1-17

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
69

Moore, J.B. & Beckwitt, A.E. (2006). Self-care operations and nursing
interventions for children with cancer and their parents. Nursing Science
Journal, Vol. 19, No. 2, pp. 147-156

Mosher, R.B. & Moore, J.B. (1998). The relationship of self-concept and self care
in children with cancer, Nursing Science Journal, Vol. 11, No. 3, pp. 116-
122

Owens, J.A. (2011). Update in pediatric sleep medicine. Current Opinion in


Pulmonary Mediciner, Vol. 17, No. 6, pp. 425-430

Potter, P., Perry, A., Ross-Kerr, J., Wood, M., Astle, B., & Duggleby. (2014).
Canadian Fundamentals of Nursing, 5th Edition. Canada: Mosby Elsevier

PPNI, AIPNI, & AIPDiKi. (2012). Standar Kompetensi Perawat Indonesia.


Jakarta: PPNI, AIPNI, & AIPDiKi

Proimos, J. & Klein, J. (2012). Noncommunicable disease in children and


adolescents. Pediatrics, Vol. 130, p. 379

Spezia, M.A. (1991). Family responses and self-care activities in school-ages


children with diabetes. Dissertation of The Alabama University

Suris, J.C., Michaud, P.A., & Viner, R. (2004). Adolescent with a chronic
condition, part 1: developmental issues. Arch Dis Child, Vol. 89, pp. 938-
942

Taylor & Renpenning. (2011). Self-Care Science, Nursing Theory and Evidence-
Based Practice. Springer publishing company

The NCD Alliance. (2011). A Focus on Children and Non-Comunicable Disease


(NCDS). New York: NCD Alliance

Theofanidis. (2010). Chronic illness in childhood: psychosocial adaptation and


nursing support for the child and family. Health Science Journal, Issue 2

Torrance, N., Elliott, A., Lee, A., & Smith, B. (2010). Severe chronic pain is
associated with increased 10 year mortality. A cohort record linkage stude.
European Journal of Pain, Vol. 14., Issue 4., pp. 300-306

Turkel, S. & Pao, M. (2007). Late consequences of pediatric chronic illness.


Psychiatric Clinical North Am., Vol. 30, No. 4, pp. 819-835

US Departement of Health and Human Services. (2013). Non-Communicable


Disease. http://www.globalhealth.gov/global-health-topics/non-
communicable-diseases/

WHO. (2013). Global Status Report on Noncommunicable Disease. Italy: WHO


Library Cataloguing in Publication Data

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
103

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tema Proyek


Penerapan sleep hygiene terhadap gangguan tidur pada anak berdasarkan
evidence-based nursing di Ruang Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta

1.2 Latar Belakang


Fatigue adalah gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan kanker
dan pengobatannya (Kangas, Bovbjerg, & Montgomery, 2008). Lebih dari
91% mengeluhkan pengalaman Cancer-Related Fatigue (CRF) pada lebih
dari 10 juta kasus yang terdiagnosis kanker di dunia (Karnanger, Dores, &
Anderson, 2006). CRF pada umumnya sering disebabkan oleh efek dari
kemoterapi, radiasi, imunoterapi. CRF dimulai ketika awal terdiagnosis
kanker dan memburuk selama pengobatan kanker. CRF dapat memburuk
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengobatan selesai. CRF
sulit dikaji karena CRF sulit dibedakan dengan masalah lainnya seperti
anemia, depresi atau kecemasan dan banyak pasien mempercayai bahwa
CRF yang dialaminya adalah akibat dari pengobatan atau tanda perburukan
dari penyakit.

NCCN (2009) menjelaskan bahwa tanda-tanda yang berhubungan dengan


CRF adalah anemia, nutrisi yang kurang, gangguan aktivitas fisik seperti
sesak nafas saat beraktivitas dan kelemahan otot, gangguan tidur, intoleransi
terhadap dingin, kehilangan hasrat seksual, nyeri, dan masalah kesehatan
lainnya. Selain itu juga mengalami distres emosional seperti depresi atau
ansietas berlebihan, kurangnya motivasi, pikiran negatif, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, menarik diri dari aktivitas sosial, serta
gangguan dalam berhubungan dengan orang lain.

103 Universitas Indonesia


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
104

Berbagai intervensi dapat dilakukan pada seseorang yang menderita CRF,


mulai dari exercise, dukungan psikologis, dukungan diet dan nutrisi, atau
peningkatan aktivitas tidur serta terapi farmakologi (Berger, et al., 2009).
Menurut NCCN (2009), CRF dapat dikurangi dengan cara tetap aktif secara
fisik, olahraga ringan seperti jalan santai, nutrisi yang adekuat dengan diet
yang seimbang karena pasien dengan kanker akan beresiko kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, dan malabsorbsi nutrisi. Selain itu manajemen stres,
meningkatkan kualitas tidur, melakukan aktivitas relaksasi juga dapat
membantu mengurangi gejala CRF.

Salah satu gejala dari CRF adalah gangguan tidur. Gangguan tidur pada
anak dapat terjadi karena masalah kesehatan seperti nyeri, stres, depresi,
penggunaan obat-obatan. Beberapa penelitian terbaru meneliti bahwa pada
anak dan remaja dengan kanker yang menjalani kemoterapi memiliki
kualitas tidur yang lebih buruk secara signifikan dibandingkan dengan
teman-temannya yang sehat. CRF karena gangguan tidur dipengaruhi oleh
waktu dan jumlah sesi pada kemoterapi. Pada anak-anak dengan ALL,
gangguan tidur terjadi pada 87% anak pada fase maintenance kemoterapi.
Banyaknya angka gangguan tidur secara positif berhubungan dengan angka
kejadian fatigue dan berhubungan denga efek samping dari pengobatan
misalnya dexamethasone (Owens, 2011).

Pada pasien-pasien anak dengan kondisi nyeri yang kronis juga beresiko
tinggi untuk mengalami gangguan tidur yang tinggi karena hubungan antara
tidur dan rasa sakit adalah kompleks. Dalam sebuah penelitian menyebutkan
bahwa pada remaja yang mengalami nyeri, terjadi peningkatan durasi
terbangun dari tidur pada malam hari. Pada remaja dengan nyeri akibat
apendiksitis, orang tua mengatakan anaknya mempunyai kesulitan tidur dan
kelelahan (fatigue) pada siang hari (Bruni & Lovelli, 2009).

Wesa dan Cassileth (2009) mengemukakan bahwa alternatif terapi


komplementer untuk masalah-masalah yang timbul pada pasien leukemia
misalnya fatigue, mual, muntah, dan gangguan tidur, adalah seperti
massage, akupuntur, mind-body practice (meditasi, hipnosis, imajinasi

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
105

terbimbing, dan terapi musik. Sedangkan menurut Heussler, et al. (2012),


strategi perilaku untuk masalah tidur adalah dengan teknik relaksasi
kecemasan, pengaturan jam tidur dan bangun, serta penundaan aktivitas.

Salah satu intervensi yang dapat menurunkan masalah gangguan tidur


adalah sleep hygiene. Sleep hygiene adalah hal-hal yang digunakan untuk
menggambarkan kebiasaan-kebiasaan yang membuat tidur lebih baik
(KAKU, et al., 2012). Sedangkan menurut Whitworth, Crownover, dan
Nuchols (2007), sleep hygiene merupakan salah satu dari terapi perilaku
kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) yang efektif untuk mengatasi
masalah insomnia kronis berdasarkan hasil penelitian systematic reviews.
Sharma dan Andrade (2012) menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan
intervensi perilaku, terutama psikoedukasional alami, dimana pasien
diberikan instruksi tentang kebiasaan tidur yang sehat. Kebiasaan tidur ini
meliputi mendidik pasien tentang diet, olahraga, dan penggunaan obat-
obatan, serta modifikasi faktor lingkungan seperti cahaya, kebisingan,
temperatur, dan tempat tidur.

Ruang Non Infeksi RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta memiliki


banyak pasien kanker anak terutama ALL, AML, Retinoblastoma,
Neuroblastoma, dan KNF yang sedang menjalani kemoterapi dan
radioterapi. Angka kejadian CRF juga meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penderita yang mengalami penurunan imunitas,
penurunan kadar darah (leukopenia, anemia, trombositopenia). Ini juga
berdampak pada peningkatan angka sleep disorder. Berdasarkan hal
tersebut, penulis tertarik untuk mengaplikasikan evidence-based nursing
tentang penerapan sleep hygiene terhadap gangguan tidur pada anak di
Ruang Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
106

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengaplikasikan intervensi asuhan keperawatan sleep hygiene terhadap
gangguan tidur pada anak berdasarkan evidence-based nursing di Ruang
Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran gangguan tidur pada anak yang dirawat di Ruang
Non Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
2. Diketahuinya efektivitas penerapan sleep hygiene terhadap pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidur pada anak yang dirawat di Ruang Non
Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
3. Diketahuinya faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan EBN
sleep hygiene pada anak yang dirawat di Ruang Non Infeksi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Layanan dan Masyarakat
Sebagai informasi untuk para praktisi keperawatan mengenai inovasi dalam
pemberian pelayanan keperawatan yang berdasarkan evidence based
practice mengenai intervensi sleep hygiene terhadap masalah gangguan
tidur pada anak
1.4.2 Manfaat bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dalam pengembangan
asuhan keperawatan yang berdasarkan evidence based practice sebagai
intervensi pada keperawatan anak.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
107

BAB 2

IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH

2.1 Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO


2.1.1 Problem
Gangguan tidur pada anak
2.1.2 Intervention
Sleep Hygiene Comparison
Tidak ada
2.1.3 Outcome
Sleep hygiene mampu mengurangi gangguan tidur pada anak

2.2 Pertanyaan Masalah


Apakah sleep hygiene efektif untuk mengatasi gangguan tidur pada anak?

2.3 Strategi Penyelesaian Masalah


2.3.1 Topik Utama dan Kata Kunci dari Penelusuran Jurnal Berdasarkan
Pertanyaan Masalah
a. Sleep hygiene
b. Sleep disorder/disturbance
c. Cancer-Related Fatigue
2.3.2 Batasan Penelusuran Jurnal
a. 5 tahun ke belakang
b. Penelitian yang menggunakan metode penelitian Randomized Clinical
Trial, Systematic Reviews atau Meta-Analysis, dan Case Study
c. Menggunakan tipe publikasi Systematic Review atau Meta-Analysis,
Clinical Practice Guidelines, Critically Appraised Research Studies
2.3.3 Database Penelusuran Jurnal
a. Cochrane
b. CIHAHL
c. PubMed

107
Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
108

d. BioMedCentral
e. ScienceDirect
f. Clinical Evidence
g. Medscape
h. NIH-PA
i. Proquest
2.3.4 Hasil Penelusuran
a. Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with
problematic sleep: a before-after pilot study
Author: Evan Tan, Dione Healey, Andrew R Gray, and Barbara C Galland
Publish on: BMC Pediatric, Vol. 12, p. 189
Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa program
edukasi Sleep Hygiene yang berdasar pada F.E.R.R.E.T. (Food,
Emotion, Routine, Restrict, Environment, and Timing) terbukti efektif
dalam meningkatkan tidur pada anak dan remaja. Namun
bagaimanapun ini adalah penelitian sebelum dan sesudah dan sebuah
penelitian dengan beberapa keterbatasan, namun itu dapat dikurangi
dengan adanya randomised controlled trial untuk membuktikannya.

b. Nighttime Sleep Disruptions, the Hospital Care Environment, and


Symptoms in Elementary School-Age Children With Cancer
Author: Lauri A. Linder, PhD, APRN, CPON & Becky J. Christian, PhD,
RN
Publish on: Oncology Nursing Forum, 39 (6): 553-361
Gangguan tidur ditandai dengan seringnya terbangun, membatasi
kemampuan anak untuk mengalami siklus tidur secara penuh.
Beberapa faktor khususnya level suara yang berlebihan dinilai
berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas tidur di malam hari.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
109

c. Sleep Disturbance in Adults with Cancer: A Systematic Review of


Evidence for Best Practices in Assessment and Management for
Clinical Practice
Author: Howel, D., Oliver, T.,Keller-Olaman, S., Davidson, J., Garland,
S., Samuels, C., Savard, J., Harris, C., Aubin, M., Olson, K., Sussman, J.,
MacFarlane, J. & , Taylor, C.
Publish on Annals of Oncology, 00, 1-10: 2013
Pada systematic review ini mengidentifikasi evidence-based untuk
penilaian dan manajemen gangguan tidur terkait kanker (insomnia dan
sindrom insomnia). Artikel ini mencari literatur dari Juni 2004-Juni
2012. Kebutuhan tidur secara rutin diidentifikasi secara RCT dan
menyarankan keuntungan dari terapi perilaku kognitif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada anak dengan kanker.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
110

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fatigue
Fatigue adalah kelelahan dimana keadaan psikofisiologi yang bekerja pada
subyek yang terlibat dan/ atau untuk melanjutkan kegiatan fisik atau
kognitif yang berat. Dalam berbagai kondisi patologis, fatigue adalah
kehilangan fungsi homeostatis dan menampilkannya sebagai gejala
(Romani, 2008).

The National Comprehensive Cancer Network (NCCN) mendefinisikan


fatigue sebagai keadaan distres subyektif yang dirasakan secara persisten
mencakup kelelahan fisik, emosi, dan/ atau kognitif yang berhubungan
dengan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan Model Psikobiologi Entropi,
fatigue adalah teori kelelahan yang rumit. Model ini menunjukkan bahwa
penyebab utama kelelahan adalah kurangnya energi. Kemampuan fisik
pasien berkurang karena adanya gejala yang disebabkan oleh perawatan atau
penyakit sehingga status fungsional dan emosi menurun. Sedangkan Model
Analisis Energi menjelaskan bahwa perubahan patologis status fisik
individu menjadi penghalang untuk konserversi energi. Ketika pasokan
energi individu rendah atau permintaan yang tinggi, menyebabkan
berkurangnya energi sehingga individu akan merasa kelelahan. Energi
adalah zat yang dihasilkan oleh oksigenasi dalam darah (Chang, Yang-
Ming, & Mu, n.d.).

Kecuali pada anemia yang dikarenakan kemoterapi, mekanisme terjadinya


fatigue pada beberapa orang tidak diketahui. Biasanya penyebabnya adalah
ketidakseimbangan energi, stress, gangguan tidur, gangguan
neuropsikologis, gangguan ritme jantung, masalah jantung, serta gangguan
pernafasan (Evans & Lambert, 2007).

112 Universitas Indonesia


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
111

3.2 Cancer-Related Fatigue (CRF)


CRF adalah gejala pada pasien yang menerima pengobatan kanker, terjadi
pada hampir 78-96% populasi pasien kanker, biasanya terjadi selama atau
segera setelah pengobatan aktif. Berdasarkan hasil penelitian, cancer-
related fatigue (CRF) ditunjukkan dengan adanya kondisi kekurangan
energi, peningkatan kebutuhan untuk istirahat, ketidakseimbangan tingkat
aktivitas dengan istirahat, kelemahan, penurunan daya konsentrasi,
insomnia, dan reaktivitas emosional. Konsekuensi dari CRF adalah
penurunan pada fisik, sosial, serta fungsi vokasional seperti gangguan mood
dan gangguan tidur. CRF karena gangguan tidur dipengaruhi oleh waktu dan
jumlah sesi pada kemoterapi. Hal ini menimbulkan stres untuk anak dan
anggota keluarga lainnya (Mitcell & Berger, 2006).

Cancer-related fatigue adalah efek samping yang berhubungan dengan


pengobatan pada leukemia. CRF biasanya berkurang setelah beberapa
bulan pengobatan, namun memberat ketika terapi sedang berlangsung.
NCCN (2009) mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya CRF, adalah sebagai berikut:
a. Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah)
Pada anemia terjadi penurunan pasukan oksigen, nutrisi, dan energi ke
seluruh tubuh. Ini menyebabkan seseorang dengan anemia merasa lelah.
b. Kekurangan nutrisi
Pada pasien kanker terjadi kekurangan nutrisi. Ini berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan atau efek samping pengobatan kemoterapi dan
radioterapi yang menyebabkan mual, muntah, diare, atau penyerapan
nutrisi yang berkurang.
c. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan hilangnya massa otot, sehingga
meningkatkan tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dasar.
d. Gangguan tidur
Lebih dari 50% pasien kanker mengalami kesulitan tidur. Ini
menyebabkan kondisi kelelahan pada siang harinya,

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
112

e. Distress emosional
Koping seseorang yang terdiagnosis kanker ikut berkontribusi sebagai
penyebab fatigue dan gangguan tidur. Kemampuan untuk berkonsentrasi
dan menyerap informasi-informasi baru, membuat keputusan, serta
koping karena cemas dan depresi membutuhkan tambahan energi.
f. Nyeri
Seseorang dengan kanker darah mempunyai kemungkinan untuk
menderita nyeri yang dapat menyebabkan gangguan tidur, keterbatasan
aktivitas, serta mengakibatkan kelelahan yang intensif.
g. Masalah kesehatan lainnya
Gangguan pada tiroid, penyakit infeksi, disfungsi organ jantung, paru-
paru, hati, atau neurologis dapat menyebabkan atau memperburuk
fatigue.
h. Pengobatan kanker
Kemoterapi, pengobatan kemoterapi yang melintasi sawar darah otak
dapat menyebabkan neurotoksik yang menyebabkan terjadinya fatigue.
Radioterapi, pengobatan dengan radiasi dapat menyebabkan anemia,
diare, penurunan berat badan, anoreksia, dan nyeri kronis (Chang, Yang-
Ming, & Mu, n.d.)

NCCN (2009) menjelaskan bahwa tanda-tanda yang berhubungan dengan


CRF adalah anemia, nutrisi yang kurang, gangguan aktivitas fisik seperti
sesak nafas saat beraktivitas dan kelemahan otot, gangguan tidur, intoleransi
terhadap dingin, kehilangan hasrat seksual, nyeri, dan masalah kesehatan
lainnya. Selain itu juga mengalami distres emosional seperti depresi atau
ansietas berlebihan, kurangnya motivasi, pikiran negatif, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, menarik diri dari aktivitas sosial, serta
gangguan dalam berhubungan dengan orang lain.

3.3 Sleep Disorder


Bruni dan Novelli (2010) menjelaskan tidur adalah kebutuhan seorang bayi
dan anak untuk mengistirahatkan sebagian sel dan jaringan tubuh dan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
113

mengaktifkan sebagian yang lainnya untuk membentuk, memperbanyak dan


memperbaiki sel/jaringan yang rusak. Kebutuhan rata-rata tidur pada anak
usia satu tahun adalah sekitar 10-12 jam per harinya. Beberapa indikator
yang menunjukkan bahwa durasi tidur cukup yang dapat dilihat pada
seorang bayi/anak adalah setelah bangun tidur ia tidak rewel, aktivitas
seperti biasa, menunjukkan mood yang baik dan sebagainya. Berikut
beberapa pola dan kebutuhan tidur anak dan pola tidur bayi / anak yaitu:

a. Usia 1-4 minggu. Pola tidur bayi baru lahir adalah sebentar-bentar namun
sering. Kebutuhan tidurnya sekitar 15-18 jam. Pola tidurnya belum teratur,
karena belum mempunyai jam biologis sendiri. Untuk bayi prematur,
umumnya pola tidurnya lebih lama dari bayi normal pada umumnya.
Jumlah tidur yang dibutuhkan : 10,5 - 18 jam / hari.
b. Usia 1-4 bulan. Pola tidur pada usia ini mulai terbentuk. Durasi paling
lama untuk sekali tidur bisa 4-6 jam. Kebutuhan tidur perhari adalah 14-15
jam. Namun bayi masih rancu membedakan siang dan malam, jadi bagi
mereka tidak ada tidur siang atau pun malam.
c. Usia 8-12 bulan. Idealnya pada usia ini tidur dalam 15 jam sehari. Pola
tidurnya sudah seperti orang dewasa. Lebih banyak di malam hari, bisa
mulai tidur pukul 19.00 bangun sekitar pukul 07.00 atau bahkan lebih
siang. Sementara tidur siang biasanya pukul 10 atau 12, selama 1-2 jam
atau bisa lebih.
d. Usia 1-3 tahun. Tidur siang semakin sedikit, hanya tidur siang dalam
sehari dan berlangsung sekitar 1-3 jam, sisanya dihabiskan di malam hari.
Kebutuhan tidurnya 12-14 jam, namun biasanya hanya mendapatkan
waktu sampai 10 jam per harinya.
e. Usia 3-6 tahun. Kebutuhan tidurnya 10-12 jam per hari.Jika kecukupan
tidur terpenuhi di malam hari anak tidak perlu tidur siang.
f. Usia 7-12 tahun. Tidur malamnya semakin larut dan biasanya hanya tidur
9-10 jam per hari, bahkan tak jarang lebih sedikit karena tugas atau
menonton televesi. Siang hari hampir jarang tidur, kalau pun tidur kira-
kira 2-3 jam (Children Sleep Clinic)

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
114

Gangguan tidur (Sleep disorder/disturbance) adalah gangguan yang


menyebabkan tidur terganggu. Tidur yang terganggu meliputi
ketidakmampuan untuk tidur ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan
sering terbangun di malam hari. Gangguan tidur dapat membuat anak
merasa lelah (fatigue).

The International Classification of Sleep Disorder (ICSD) menyebutkan ada


lebih dari 70 gangguan tidur yang dikelompokkan dalam delapan kategori
yaitu insomnia, ganggauan pernafasan saat tidur, hipersomnia, gangguan
irama tidur sirkadian, parasomnia, gangguan gerakan saat tidur, gejala
terisolasi, dan gangguan tidur lainnya. Masalah gangguan tidur mempunyai
prevalensi yang tinggi. Misalnya pada anak nyeri, kemungkin besar akan
mengalami gangguan tidur (Bruni & Luana, 2009).

Pada pasien dengan kanker mempunyai resiko yang besar untuk mengalami
insomnia dan gangguan siklus tidur-terjaga. Insomnia sering terjadi pada
pasien yang sedang menjalani pengobatan kanker. Kecemasan dan depresi
adalah respon psikologis yang mungkin muncul jika pasien mengalami
gangguan tidur. Intervensi untui insomnia antara lain sleep hygiene, terapi
perilaku, latihan fisik, dan intervensi lainnya yang meliputi terapi ekspresif,
menulis ekspresif, healing touch, massage, yoga, akupuntur, aromaterapi,
terapi musik, dan lain-lain. AASM dan NHS merekomendasikan edukasi
tentang sleep hygiene seharusnya menjadi standar untuk manajemen
insomnia karena sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa sleep
hygiene sebagai intervensi tunggal terbukti dapat mengurangi gangguan
tidur. Edukasi tentang sleep hygiene mencakup bangun di waktu yang sama
setiap hari, menjaga waktu tidur yang konsisten, latihan secara teratur
namun tidak dalam waktu 2-4 jam sebelum tidur, melakukan aktivitas yang
menenangkan sebelum tidur, menjaga suasana kamar tetap tenang dan
temperatur yang stabil, jangan melihat jam pada malam hari, mengurangi
konsumsi kafein dan nikotin maksimal 6 jam sebelum tidur, dan jangan
minum banyak sebelum tidur. Sedangkan Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) bertujuan untuk meningkatkan waktu tidur melalui pendekatan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
115

intervensi multimodal yaitu sleep hygiene, restriksi tidur, kontrol stimulus,


restruktur kognitif, dan terapi relaksasi (Howell, et al., 2013).

3.4 Sleep Hygiene


Sleep hygiene adalah hal-hal yang digunakan untuk menggambarkan
kebiasaan-kebiasaan yang membuat tidur lebih baik (KAKU, et al., 2012).
Sleep Hygiene, adalah salah satu intervensi perilaku, dimana pasien
diberikan instruksi tentang kebiasaan tidur yang sehat. Kebiasaan tidur ini
meliputi mendidik pasien tentang diet, olahraga, dan penggunaan obat-
obatan, serta modifikasi faktor lingkungan seperti cahaya, kebisingan,
temperatur, dan tempat tidur.

Sedangkan menurut Whitworth, Crownover, dan Nuchols (2007), sleep


hygiene merupakan salah satu dari terapi perilaku kognitif (Cognitive
Behavioral Therapy) yang efektif untuk mengatasi masalah insomnia kronis
berdasarkan hasil penelitian systematic reviews. Sharma dan Andrade
(2012) menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan intervensi perilaku,
terutama psikoedukasional alami, dimana pasien diberikan instruksi tentang
kebiasaan tidur yang sehat. Kebiasaan tidur ini meliputi mendidik pasien
tentang diet, olahraga, dan penggunaan obat-obatan, serta modifikasi faktor
lingkungan seperti cahaya, kebisingan, temperatur, dan tempat tidur.

Tan, Healey, Gray, dan Galland (2012), menjelaskan bahwa sleep hygiene
mencakup F.E.R.R.E.T. yaitu food, emotion, routine, restrictm dan
environment. Jan, et al. (2008) menyebutkan bahwa edukasi sleep hygiene
untuk anak meliputi sebagai berikut:

a. Jaga waktu tidur yang konsisten dan waktu bangun setiap hari dalam
seminggu. Pada akhir pekan dapat tidur lebih larut, tidak mengikuti
jadwal hariannya.
b. Hindari menghabiskan banyak waktu selain tidur di tempat tidurnya.
Menghabiskan waktu di tempat tidur sebelum waktu tidur dengan
melakukan aktivitas yang lain dapat membuat otak terjaga kerika
waktu tidur

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
116

c. Kamar tidur anak harus tenang dan nyaman, dengan suhu ruangan
yang sedang. Jauhkan dari jam dinding untuk mencegah anak melihat
jam ketika tidur.
d. Waktu tidur harus mengikuti urutan kegiatan yang sudah diprediksi
misalnya tidur setelah menyikat gigi dan membaca cerita.
e. Hindari memberikan anak minuman yang mengandung kafein (soda,
coklat, teh, kopi) di sore atau malam hari. Walaupun kafein tidak
mencegah anak tertidur namun dapat menyebabkan anak tidur
dangkal atau sering terbangun di malam hari.
f. Jika anak terjaga di termpat tidur, usahakan anak keluar dari tempat
tidur untuk melakukan aktivitas stimulasi yang rendah seperti
membaca, baru kemudian kembali ke tempat tidur. Ini akan
menghindarkan anak dari rasa tidak mengantuk ketika berhubungan
dengan tempat tidur. Jika masih terjaga setelah 20-30 menit, lakukan
aktivitas 20 menit lagi sebelum berbaring lagi
g. Hindarkan ―worry time‖ di jam tidur. Anak dengan masalah
ketakukan menjelang tidur harus dijadwalkan untuk mendiskusikan
dengan orang tuanya tentang ketakutannya sebelum waktu tidur
h. Anak-anak harus ditempatkan di tempat tidut ketika belum
mengantuk atau masih terjaga. Membiarkan mereka tertidur di tempat
lain akan membentuk kebiasaan untuk sulit isitrahat di tempat tidur
i. Benda-benda yang aman di tempat tidur sering membantu anak yang
membutuhkan transisi untuk merasa aman ketika orang tuanya tidak
berada di dekat mereka. Cobalah meletakkan boneka, mainan, atau
selimut ketika anda memeluk atau membuat anak nyaman. Ini dapat
membantu anak merasakan kehadiran ―teman‖.
j. Ketika mengecek anak pada malam hari, pemeriksaan harus ―singkat
dan sering‖. Ini bertujuan untuk meyakinkan anak bahwa orang tua
ada yang meyakinkan mereka baik-baik saja.
k. Jika anak tidak pernah mengantuk di waktu yang dijadwalkan, coba
lakukan penundaan sementara waktu tidur dengan 30 menit secara
bertahap sampai anak mulai mengantuk, sehingga mereka tertidur

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
117

lebih cepat setelah naik ke tempat tidur. Tidur dimajukan secara


bertahap kemudian hingga sesuai dengan jadwal tidur yang
diinginkan tercapai.
l. Buatlah buku harian tidur untuk melihat jadwal tidur siang, waktu
tidur, dan kegiatan untuk menemukan pola aktivitas anak ketika
jadwal tidur tidak terpenuhi.

Sedangkan selama anak mendapat perawatan di rumah sakit, Linder (2009)


mengidentifikasi sleep hygiene dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

a. Waktu tidur anak harus mengikuti urutan kegiatan berdasarkan


prediksi waktu misalnya menyikat gigi dulu, kemudian membaca
cerita, mendengarkan musik slow.
b. Hindari kegiatan yang membutuhkan stimulasi tinggi sebelum tidur
seperti menonton televisi, bermain game, atau olahraga.
c. Teknik relaksasi seperti nafas dalam, nafas perut lambat, hipnosis,
atau membayangkan kegiatan yang positif misalnya berada di pantai
dapat membantu anak rileks
d. Jika anak tidak dapat tidur, lebih baik ajak anak berjalan-jalan keluar
dari tempat tidur untuk melakukan aktivitas stimulasi rendah seperti
membaca, baru kemudian kembali ke tempat tidur.
e. Jika anak masih terjaga setelah 20-30 menit, dorong anak untuk
berdiskusi dengan orang tua tentang kekhawatiran mereka sehingga
tidak dapat tertidur
f. Hadirkan obyek yang membuat anak merasa aman untuk membantu
anak merasa aman ketika masa transisi berada di lingkungan yang
baru misalnya dengan menaruh boneka, mainan, atau selimut
kesayangan anak.
g. Berikan pada anak buku catatan harian tidur untuk mengetahui waktu
tidur anak dan menemukan pola tidur serta masalah tidur anak.
h. Hindarkan anak dari mengkonsumsi soda, coklat, teh, dan kopi di
malam atau sore hari. Gantilah dengan susu hangat.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
118

i. Usahakan anak memiliki jadwal tidur yang sama setiap hari.


Usahakan tindakan perawatan yang dilakukan pada anak dilakukan
sebelum atau sesudah jadwal tidur anak.
j. Jangan menjadwalkan anak untuk tidur siang yang terlalu lama. Tidur
di siang hari yang lebih dari 2 jam akan menimbulkan anak tidak
mengantuk di malam hari.
k. Diet yang seimbang akan membantu tidur. Beberapa penelitian
menemukan bahwa tidur dengan keadaan perut yang kosong akan
mengganggu tidur. Anjurkan anak untuk makan makanan ringan
(snack) dan bukan makanan berat sebelum tidur. Segelas susu hangat
yang mengandung tryptophan dapart menstimulasi tidur secara alami
l. Kondisikan kamar dan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan
mengatur suhu ruangan dan cahaya yang tidak terlalu terang. Jika
tidak memungkinkan, gunakan masker mata atau penyumbat telinga
jika ada suara berisik dan cahaya lampu terlalu terang yang tidak
dapat dihindarkan.
m. Hindarkan pemberian obat-obatan yang menurunkan kadar melatonin
pada malam hari seperti obat adrenergik atau antagonis agonis,
dopamin agonis, kolinergik agonis, serotonis agonis, antihistamin,
kortikosteroid.
n. Tidur mudah terganggu karena gangguan mood yang tidak teratasi
dan manajemen nyeri yang tidak optimal. Kolaborasikan dengan
dokter untuk mengatasi nyeri dan mood disorder.
o. Atur jadwal pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan
insomnia pada anak. Jangan berikan obat-obatan tersebut sebelum
waktu tidur anak. Contoh golongan obat-obatan yang dapat
menyebabkan insomnia adalah sebagai berikut:
1) Alpha-Blocker
Golongan Alpha-Blocker dapat menurunkan periode REM (Rapid
Eye Movement). Contoh golongan Alpha-Blocker adalah
alfuzosin (Uroxatral), doxazosin (Cardura), prazosin (Minipress),
silodosin (Rapaflo), terazosin (Hytrin) dan tamsulosin (Flomax).

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
119

2) Beta-Blocker
Beta-Blocker dapat menyebabkan sering terbangun di malam hari
dan mimpi buruk sehingga dapat mengganggu tidur anak. Contoh
golongan Beta-Blocker adalah atenolol (Tenormin), carvedilol
(Coreg), metoprolol (Lopressor, Toprol), propranolol (Inderal),
sotalol (Betapace), timolol (Timoptic) and obat lain yang
berakhiran "-olol."
3) Kortikosteroid
Kortikosteroid mengaktifkan kelenjar adrenal sehingga
menyebabkan badan tetap terbangun dan menstimulasi pikirannya
tetap aktif sehingga anak tetap terjaga. Contoh golongan
kortikosteroid adalah : cortisone, methylprednisolone (Medrol),
prednisone (sold under many brand names, such as Deltasone and
Sterapred) dan triamcinolone.
4) Anti Depresan (SSRI)
Hasil penelitian menyebutkan bahwa anti depresan dapat
menyebabkan agitasi, insomnia, tremor sedang, dan inpulsif.
Contoh golongan SSRI adalah clomipramine, duloxetine,
dan venlafaxine
5) ACE Inhibitor
ACE inhibitor dapat menyebabkan peningkatan kadar bradikinin
(peptida yang memperbesar pembuluh darah). Kadar bradikinin
yang meningkat dapat menyebabkan anak batuk kering. Selain itu
ACE inhibitor juga menyebabkan gangguan keseimbangan
elektrolit dan diare. Ini yang menyebabkan ACE inhibitor dapat
meningkatkan insomnia pada anak. Contoh obat-obatan golongan
ACE inhibitor adalah benazepril (Lotensin), captopril (Capoten),
enalapril (Vasotec), fosinopril (Monopril), lisinopril (Prinivil,
Zestril), moexipril (Univasc), perindopril (Aceon), quinapril
(Accupril), ramipril (Altace) dan trandolapril (Mavik).
6) Angiotensin II-Reseptor Blockers (ARBs)

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
120

ARBs mempunyai efek seperti ACE inhibitor dalam


meningkatkan insomnia pada anak. Contoh obat-obatan golongan
ARBs adalah candesartan (Atacand), irbesartan (Avapro), losartan
(Cozaar), telmisartan (Micardis) dan valsartan (Diovan).
7) Kolinesterase Inhibitors
Efek samping dari penggunaan kolinesterase inhibitor adalah
diare, mual, dan gangguan tidur. Contoh golongan kolinesterase
inhibitor adalah donepezil (Aricept), galantamine
(Razadyne) dan rivastigmine (Exelon)
8) Generasi kedua dari H1 Antagonist
Contoh obat dari golongan ini adalah azelastine (Astelin) nasal
spray, cetirizine (Zyrtec), desloratadine (Clarinex), fexofenadine
(Allegra), levocetirizine (Xyzal) dan loratadine (Claritin).
9) Statin
Efek samping dari penggunaan obat-obatan statin adalah nyeri otot
sehingga anak tidak bisa tertidur. Contoh obat golongan statin
antara lain atorvastatin (Lipitor), lovastatin (Mevacor),
rosuvastatin (Crestor) dan simvastatin (Zocor).
p. Jika memungkinkan, tunda pemberian obat yang jadwal
pemberiannya pada saat jam tidur anak. Menurut Guidelines For
Timely Administration of Scheduled Medication yang dikeluarkan
oleh Medical Safety 2011, pemberian obat-obatan dapat ditunda
dengan kriteria sebagai berikut:
MEDIKASI DENGAN JADWAL PEMBERIAN YANG KRITIS
Jenis Obat Toleransi Pemberian Contoh Obat
Obat-obatan yang Tepat Waktu - Rapid Acting Insulin
mungkin - Obat-obatan
menyebabkan simptomatik seperti
bahaya jika bronkodilator pada
diberikan lebih pasien asma,
awal atau digoksin pada pasien
terlambat henti jantung

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
121

Obat-obatan yang Boleh diberikan lebih - Antibiotik


pemberiannya awal atau terlambat - Anti koagulan
tepat waktu namun 30 menit dari waktu - Anti konvulsan
tidak menimbulkan yang dijadwalkan - Agen imunosupresi
efek samping yang - Pengobatan nyeri
berat jika tidak yang terjadwal
sesuai waktu
pemberiannya
MEDIKASI DENGAN JADWAL PEMBERIAN YANG TIDAK
KRITIS
Obat-obatan Boleh diberikan lebih - HMG Co-A
yang awal atau terlambat 2 Reductase inhibitors
diberikan jam dari waktu yang (Atorvastatin)
harian, dijadwalkan - ACE Inhibitors /
mingguan, ARB (Lisinopril)
atau bulanan - Bisphosphonates
(Alendronate)
- Beta Blockers
(Metoprolol
Succinate)
- Calcium Channel
Blocker (Amlodipine)
Obat-obatan Boleh diberikan lebih - Beta Blockers
yang awal atau terlambat 1 (Metoprolol Tartrate,
diberikan jam dari waktu propranolol)
lebih sering pemberian - Potassium Chloride
dari - Lainnya (Gabapentin
pemberian BID–TID–QID
harian, namun dosing, H2RA:
waktu Famotidine 20mg
pemberiannya BID)
kurang dari 4

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
122

jam sekali
(kurang dari 6
kali
pemberian per
hari)
Obat-obatan Toleransi waktu - Analgesik
yang pemberiannya adalah - Diuretik
diberikan 25% dari interval - Anti konvulsi
lebih sering dosisnya
dari - Pemberian 1 jam
pemberian sekali: +/- 15 menit
harian, namun dari waktu pemberian
waktu - Pemberian 2 jam
pemberiannya sekali: +/- 30 menit
lebih dari 4 dari waktu pemberian
jam sekali - Pemberian 3 jam
(lebih dari 6 sekali: +/- 45 menit
kali dari waktu pemberian
pemberian per
hari)

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
123

BAB 4

PELAKSANAAN

4.1 Waktu Pelaksanaan

No. Kegiatan Waktu Penanggung Jawab Produk


13-20 10-14 17-21 24 21 April-
Jan Maret Maret Maret- 9 Mei
2014 2014 2014 18 April 2014
2014
1. Persiapan dan Studi Literatur Mahasiswa PICO, Artikel atau
jurnal (EBP)
2. Penyusunan Proposal Mahasiswa Proposal EBN
3. Presentasi dan Sosialisasi Mahasiswa, Head
Nurse, PP, PA,
Supervisor
4. Persiapan dan perencanaan Mahasiswa, PP, PA Media Edukasi
Implementasi
5. Implementasi Mahasiswa, PP, PA, Media Edukasi
Keluarga
6. Evaluasi Mahasiswa dan Hasil dokumentasi
Keluarga
7. Penyusunan Laporan Mahasiswa Laporan dan
rekomendasi

123
Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
124

4.2 Langkah-langkah Pelaksanaan


Adapun tahap implementasi dari penerapan evidance-based nursing adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan partisipan
Partisipan yang diikutkan adalah anak usia 10-18 tahun
2. Pengukuran pola tidur
Pada penelitian ini menggunakan instrumen untuk mengukur pola tidur
dan sleep hygiene dengan Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC),
Adolescent Sleep Hygiene Scale (ASHS), dan sleep diary. SDSC
mempunyai 26 item pernyataan yang harus diisi orang tua. Sedangkan
ASHS mempunyai 28 item pernyataan.
3. Pemberian Intervensi
Pasien diberikan intervensi Sleep Hygiene Education Programme yang
terdiri dari 3 aturan yang mengandung topik F.E.R.R.E.T. (Food,
Emotions, Routine, Restrict, Environment, Timing).
Topik Aturan 1 Aturan 2 Aturan 3
Food Jangan minum Tetap jauhi Hindari alkohol
apapun 30 menit makan atau atau asap rokok
sebelum tidur minum kopi 3 selama 3 jam
jam sebelum sebelum tidur
tidur
Emotions Atur waktu dalam Buat diri Coba untuk tidak
sehari untuk hal- serileks mengkhawatirkan
hal yang ingin mungkin 30 atau berpikir hal-
dilakukan menit sebelum hal atau rencana
tidur di tempat tidur
Routine Bangun dan tidur Nyalakan lampu Waktu tidur yang
pada waktu yang ketika bangun rutin harus terus
sama setiap dan matikan dilakukan setiap
harinya ketika akan tidur hari
Restrict Tidak ada media Tidak Jangan
elektronik melakukan melakukan
(contoh iPod, aktivitas fisik 3 aktivitas lain
nonton TV) jam sebelum ditempat tidur
minimal 30 menit tidur kecuali tidur
sebelum tidur
Environment Buat lingkungan Kontrol cahaya, Jauhkan jam dari
tempat tidur temperatur, tempat tidur
senyaman kebisingan
mungkin dengan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
125

memakai pakaian
tidur dan bantal
atau boneka
kesayangan
Timing Coba untuk tidak Aturan dapat Cobalah untuk
tidur lebih atau dijaga 30 menit mentaati aturan
kurang dari jam sebelum tidur
tidur yang atau 3 jam
direkomendasikan

Pada masing-masing partisipan diberikan sesi edukasi untuk masing-


masing aturan dengan hari yang berbeda secara bertahap. Pada setiap
sesinya, peneliti memberikan lembar untuk menulis apa yang anak harus
lakukan dan apa yang mereka harapkan. Sumber-sumber edukasi dapat
digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran seperti leaflet,
booklet, atau sleep diary.
4. Perawat membantu meningkatkan sleep hygiene dengan menciptakan
lingkungan yang mendukung anak untuk tidur seperti:
a. Melakukan kegiatan perawatan sebelum dan sesudah jam tidur anak
b. Hindari pemberian medikasi yang menyebabkan insomnia
c. Jika kondisi memungkinkan, tunda pemberian obat ketika anak
sedang tidur
d. Minta pasien menggunakan ear muff dan penutup mata jika cahaya
dan kebisingan dirasa mengganggu tidur pasien
e. Jaga suhu ruangan agar tetap nyaman. Gunakan selimut bila
diperlukan.
5. Setelah diberikan intervensi, pola tidur anak dievaluasi lagi dengan
instrumen Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC), Adolescent
Sleep Hygiene Scale (ASHS), dan sleep diary.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
126

BAB V

PEMBAHASAN HASIL APPRAISAL

5.1 Metode Penelitian


Pada jurnal ―Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with
problematic sleep: a before-after pilot study‖, pencarian sistematis pada
tahun 2012. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan
sleep hygiene untuk masalah tidur pada anak usia 10-18 tahun. Penelitian ini
adalah pilot studi yang menggunakan metode penelitian randomised
controlled trial dengan menganalisis efektifitas program edukasi sleep
hygiene F.E.R.R.E.T untuk mengatasi gangguan tidur pada anak. Dari hasil
studi ini ditemukan bahwa program edukasi sleep hygiene F.E.R.R.E.T
terbukti efektif untuk meningkatkan tidur pada anak dan dewasa muda.

Pada jurnal ―Nighttime Sleep Disruptions, the Hospital Care Environment,


and Symptoms in Elementary School-Age Children With Cancer‖, pencarian
sistematis yang dilakukan pada November 2012. Penelitian ini berdesain
eksplorasi deskriptif multiple case study dilakukan dengan menggambarkan
pola tidur anak dengan artigraph; cahaya, temperatur, dan suara; dosis
medikasi; serta nyeri, mual, dan muntah.

Jurnal systematic review ―Sleep Disturbance in Adults with Cancer: a


Systematic Review of Evidence for Best Practices in Assessment and
Management for Clinical Practice‖, yang meneliti penelitian sistematis di
Embase (1996 to June 2012), Ovid Healthstar (1966 to May 2012), Ovid
MEDLINE(R) (1996 to June 2012), PsycINFO (2002 to June 2012),
CINHAUL (2002–2012). Pada systematic review ini mengidentifikasi
evidence-based untuk penilaian dan manajemen gangguan tidur terkait
kanker (insomnia dan sindrom insomnia). Artikel ini mengidentifikasi
kebutuhan tidur secara RCT dan menyarankan keuntungan dari terapi
perilaku kognitif untuk meningkatkan kualitas tidur pada anak dengan
kanker.

126
Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
127

5.2 Konsistensi Hasil


Pada jurnal ―Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with
problematic sleep: a before-after pilot study‖, didapatkan hasil 30 responden
menunjukkan adanya peningkatan dari hasil pengukuran setelah intervensi
dari instrumen ASHS, PSQI, SDSC, PDSS. Hasil tersebut belum tentu sama
dengan hasil pengukuran durasi tidur secara actical akselerometri.

Sedangkan pada jurnal ―Nighttime Sleep Disruptions, the Hospital Care


Environment, and Symptoms in Elementary School-Age Children With
Cancer‖, didapatkan hasil deskriptif dari studi kasus bahwa tidur ditandai
dengan seringnya terbangun, keterbatasan anak untuk mengalami siklus
tidur penuh, serta dipengaruhi oleh faktor-faktor cahaya yang terlalu terang,
suara yang terlalu bising, serta suhu ruangan yang terlalu rendah atau tinggi.

Pada jurnal ketiga yang berjudul ――Sleep Disturbance in Adults with


Cancer: a Systematic Review of Evidence for Best Practices in Assessment
and Management for Clinical Practice‖, konsistensi hasil dari 3 clinical
practice dan 12 RCT menemukan efektivitas dari terapi perilaku kognitif
sebagai intervensi untuk meningkatkan kualitas tidur pada penderita kanker.

5.3 Kesamaan/Keragaman
Pada ketiga jurnal tersebut menunjukkan hasil yang sama tentang pengaruh
sleep hygiene. Sleep hygiene sebagai salah satu dari terapi perilaku kognitif
terbukti efektif untuk menurunkan gangguan tidur pada anak. Dari jurnal
yang berjudul ―Nighttime Sleep Disruptions, the Hospital Care
Environment, and Symptoms in Elementary School-Age Children With
Cancer‖ didapatkan bahwa faktor cahaya, suhu, dan suara terbukti
mempengaruhi gangguan tidur pada anak. Ketiga faktor tersebut tercakup
dalam faktor lingkungan dalam edukasi sleep hygiene.

Berdasarkan hasil tersebut maka hasil penelitian berjudul ―Sleep hygiene


intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-
after pilot study‖ dapat diterapkan pada pasien anak di ruang Non Infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
128

5.4 Simpulan Mahasiswa


1. Sleep Hygiene termasuk dalam terapi perilaku non farmakologi yang
terbukti efektif dan aman dalam mengurangi gangguan tidur pada anak.
2. Konsep-konsep F.E.R.R.E.T. dalam Sleep Hygiene efektif dalam
menurunkan gangguan tidur pada anak

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
129

BAB VI
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Pelaksanaan
Proyek inovasi pelaksanaan evidence-based nursing dilakukan di Ruang
Non Infeksi Anak Gedung A lantai 1. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Setelah penyusunan proposal, tahap selanjutnya adalah presentasi
proposal proyek inovasi. Presentasi dilakukan pada hari Jumat, tanggal
14 Maret 2014 di Ruang Panel lantai 5 IKA RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo pada pukul 13.00-16.00. Presentasi dihadiri oleh 24
peserta undangan yang terdiri dari Perwakilan Bidang Keperawatan,
Perwakilan Penanggung Jawab Divisi Keperawatan Anak, perwakilan
perawat dari 7 Departemen Anak, Supervisor Ruangan, Head Nurse,
Perawat Primer (PP), Perawat Associate (PA), dan mahasiswa. Kegiatan
diawali dengan presentasi proposal dan dilanjutkan dengan kegiatan
diskusi. Hasil dari kegiatan presentasi ini adalah:
a. Proposal EBN Penerapan Sleep Hygine ini setelah disetujui dan
diijinkan oleh Supervisor Ruangan, Head Nurse, dan PP untuk
dilaksanakan pada pasien dengan gangguan pola tidur di Ruang Non
Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
b. Rencana pelaksanaan kegiatan dilakukan dalam waktu 1 bulan.
c. Rencana evaluasi akan dilaksanakan pada minggu ke 2-3 bulan April
2014
2. Tahap Pelaksanaan
Penerapan proyek inovasi sleep hygiene dilaksanakan mulai tanggal 17
Maret sampai dengan 11 April 2014. Adapun tahap pelaksanaannya
adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan sleep hygiene dilaksanakan pada tanggal 17 Maret sampai
dengan 11 April 2014 pada pasien anak di Ruang Non Infeksi Gedung A

129 Universitas Indonesia


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
130

lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tahap-tahap dari


pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) Mengkaji pola tidur pasien anak di Ruang Non Infeksi dengan
menggunakan instrumen Children’s Sleep Habits Questionnaire
(CSHQ)
2) Terdapat tujuh pasien yang teridentifikasi mengalami gangguan
tidur diberikan intervensi sleep hygiene.
3) Memberikan edukasi kepada orang tua dengan menggunakan
media edukasi brosur tentang:
a) Pentingnya tidur pada anak
b) Tanda anak kurang tidur
c) Kebutuhan jam tidur pada anak
d) Sleep hygiene
4) Meminta orang tua untuk mengkaji pola tidur harian anak
menggunakan format sleep diaries yang diberikan mahasiswa
5) Melakukan sleep hygiene pada anak
Pada masing-masing pasien mempunyai penyebab kesulitan tidur
yang bermacam-macam sehingga mahasiswa melakukan sleep
hygiene yang berbeda.
Pasien 1: An. R
Pada An. R terjadi gangguan tidur pada malam hari karena
menurut orang tua jadwal pemberian susu yang mengganggu
jadwal tidur anak. Anak diberikan susu 8 kali pemberian yaitu
pukul 06, 09, 12, 15, 18, 21, 24, dan pukul 03. Jika pemberian
sebelumnya per NGT tidak menjadi masalah, namun sekarang
pemberian menjadi per oral maka mau tidak mau harus
membangunkan anak. Maka intervensi sleep hygiene yang
dilakukan adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.
b) Menganjurkan orang tua untuk mengganti alat minum anak
yang awalnya menggunakan gelas diganti dengan
menggunakan botol susu.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
131

c) Menganjurkan orang tua untuk memberikan anak minum


susu hanya ketika anak terbangun (tidak membangunkan
anak)
d) Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.
e) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur.
f) Menganjurkan orang tua untuk meletakkan boneka kesukaan
anak selalu didekat anak ketika anak sedang tidur.
Pasien 2: An. S
An. S mengalami gangguan tidur karena luka nefrostomi bocor
sehingga basah dan tidak nyaman untuk anak. Selain itu anak
merasakan nyeri di bagian luka. Intervensi sleep hygiene yang
dilakukan pada An. S adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.
b) Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik PCT
200 mg oral sebelum anak tidur.
c) Melakukan tindakan rawat luka setiap hari
d) Melakukan tindakan kolaborasi konsultasi dengan bedah
urologi untuk memperbaiki letak selang nefrostomi
e) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur.
Pasien 3 dan 4: An. Ti dan An. H
An. Ti dan An. H mengalami gangguan tidur karena penyebab
yang sama yaitu demam. Suhu tubuh An. Ti dan An. H naik
turun. Jika anak sedang demam maka anak akan rewel dan tidak
mau tidur di malam hari. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan
pada An. Ti dan An. H adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.
b) Melakukan tindakan kolaborasi pemberian antipiretik PCT
(farmadol) menggunakan microdrip
c) Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
132

d) Menganjurkan orang tua untuk memeriksa suhu anak 1 jam


sebelum jam tidur anak. Jika anak demam, menganjurkan
orang tua untuk menghubungi perawat.
e) Ketika anak sedang tidur dan teraba demam, menganjurkan
orang tua untuk mengompres anak dengan air biasa.
f) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur kecuali jika anak teraba demam.
g) Menganjurkan orang tua untuk memakaikan pakaian yang
tipis pada anak.
Pasien 5: An. Ta
An. Ta mengalami gangguan tidur di malam hari karena nyeri
pada kakinya. Anak akan gelisah ketika merasakan nyeri. Maka
intervensi sleep hygiene yang dilakukan pada An. Ta adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.
b) Melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik ultracet
oral sebelum anak tidur atau ketika anak sedang merasakan
nyeri.
c) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur.
d) Menganjurkan orang tua untuk mengompres dengan NaCl
pada bagian kaki yang nyeri.
e) Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.
Pasien 6: An. K
Pada An. R terjadi gangguan tidur pada malam hari karena batuk.
Batuk semakin memberat ketika malam hari. Selain itu menurut
orang tua jadwal pemberian inhalasi pada anak mengganggu
jadwal tidur anak. Anak dijadwalkan untuk diberikan inhalasi
sebanyak 4 kali menggunakan ventolin dan NaCl yaitu pada
pukul 06, 12, 18, dan 24. Maka intervensi sleep hygiene yang
dilakukan adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
133

b) Menganjurkan orang tua untuk menunda pemberian inhalasi


anak 3 jam dari jadwal pemberian yang seharusnya yaitu
pukul 03, 09, 15, dan 21. Jadwal ini telah dikonsultasikan
dengan dokter yang menangani anak.
c) Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.
d) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur.
e) Menganjurkan orang tua untuk meletakkan mainan kesukaan
anak ketika anak sedang tidur.
Pasien 7: An. N
An. N mengalami gangguan tidur karena anak mengalami sesak
nafas berat. Intervensi sleep hygiene yang dilakukan pada An. N
adalah:
a) Menerapkan tiga aturan F.E.R.R.E.T. sleep hygiene.
b) Memberikan terapi O2 8 lpm menggunakan masker
c) Menganjurkan orang tua untuk menghindari makanan tinggi
protein dan garam
d) Menganjurkan orang tua untuk membatasi minum anak
sebelum tidur.
e) Memberikan posisi fowler pada anak senyaman mungkin
f) Memberikan medikasi intravena menggunakan microdrip.
g) Menunda tindakan observasi tanda-tanda vital ketika anak
sedang tidur kecuali jika kondisi anak tidak memungkinkan
3. Hasil Pelaksanaan
Hasil yang didapatkan dari 7 pasien anak yang telah diberikan intervensi
sleep hygiene adalah sebagai berikut:
1) Pada hasil pengukuran post intervensi menggunakan Children’s
Sleep Habits Questionnaire (CSHQ), rata-rata anak menunjukkan
adanya peningkatan ke arah yang membaik dari waktu tidur, perilaku
tidur, bangun tidur di malam hari, dan bangun tidur di pagi hari.
Namun ada 2 pasien yang tidak mengalami perbaikan pada item

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
134

bangun tidur di malam hari. An. R dan An. N masih mengalami


sering bangun di malam hari.
2) Berdasarkan hasil pengukuran sleep diary pada tujuh anak, rata-rata
mengalami peningkatan.
a) Anak mengalami peningkatan dari jumlah jam tidurnya per hari
dan anak mulai jarang terbangun di malam hari, kecuali pada An.
R dan An. N. An. R pada hari ke 3 dan ke 4 sudah berkurang
frekuensi terbangun di malam harinya, tiba-tiba meningkat di
hari ke 7 karena tindakan pemasangan IV line dan pemberian
BicNat di malam hari. Sedangkan pada An. N terjadi penurunan
jumlah jam tidur pada malam hari pada hari ke 3 karena sesak
yang bertambah berat ketika terbangun karena tindakan
pemeriksaan dokter pada pukul 21.00.
b) Keadaan anak ketika bangun di pagi dan sore hari rata-rata
adalah tenang.
c) Semua anak menunjukkan tidur di siang hari setiap harinya.

Jam Mulai Tidur


30 An. R
25 An. S
20
An. Ti
Pukul

15
An. H
10
An. Ta
5
An. K
0
Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII An. N

Grafik 6.1 Jam Anak Mulai Tidur Per Hari

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
135

Jam Bangun Tidur


8
An. R
6 An. S
An. Ti
Pukul

4
An. H
2 An. Ta
An. K
0
An. N
Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII

Grafik 6.2 Jam Anak Bangun Tidur Per Hari

Frekuensi Bangun di Malam Hari


3.5
An. R
3
2.5 An. S
Frekuensi

2 An. Ti
1.5 An. H
1 An. Ta
0.5 An. K
0 An. N
Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII

Grafik 6.3 Frekuensi Anak Bangun Di Malam Hari

Jumlah Jam Tidur Siang


3.5
Waktu Tidur Siang Dalam Jam

3
An. R
2.5 An. S
2 An. Ti

1.5 An. H
An. Ta
1
An. K
0.5 An. N
0
Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII

Grafik 6.4 Jumlah Jam Tidur Siang Per Hari

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
136

4. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Inovasi


Adapun kendala yang dihadapi selama melakukan inovasi adalah
sebagai berikut:
a. Pada tiga pasien tidak dilakukan pengukuran post intervensi
menggunakan instrumen Children’s Sleep Habits Questionnaire
(CSHQ) karena jadwal pulang yang tidak diketahui mahasiswa.
Namun pengukuran pola tidur masih bisa didapatkan dari sleep
diary.
b. Faktor lingkungan di ruangan perawatan yang kadang tidak
mendukung seperti AC yang mati sehingga menyebabkan suhu
ruangan meningkat (pasien An. N dirawat di Ruang 110).
c. Tindakan perawatan yang dilakukan pada malam hari dan tidak dapat
dikendalikan mahasiswa.
5. Faktor Pendukung yang Ditemukan dalam Pelaksanaan Inovasi
a. Dukungan sarana dan prasarana dari ruangan.
b. Dukungan PP dan PA dalam melakukan intervensi sleep hygiene
c. Dukungan orang tua dan anak yang sangat kooperatif dalam
melaksanakan intervensi sleep hygiene dan mengisi sleep diary tiap
harinya.
6. Evaluasi
a. Evaluasi Proses
Proses pelaksanaan dari proyek inovasi penerapan sleep hygiene
pada anak dengan gangguan tidur dapat berjalan sesuai dengan yang
telah direncanakan sebelumnya. Beberapa kendala yang ditemukan
seperti faktor lingkungan, kepulangan pasien, dan tindakan
perawatan dapat diatasi dengan beberapa alternatif intervensi.
Pelaksanaan intervensi dilakukan antara 3-7 hari, tergantung pada
kondisi dari masing-masing pasien. Peran serta orang tua sangat
membantu pelaksanaan inovasi.
b. Evaluasi Hasil
Berdasarkan hasil pengukuran pola tidur anak menggunakan
Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ) dan sleep diary

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
137

menunjukkan adanya peningkatan. Secara rata-rata, waktu tidur,


perilaku tidur, bangun tidur pada malam dan pagi hari mengalami
peningkatan. Dengan pola tidur yang membaik maka fatigue pada
anak dapat dicegah. Presentasi hasil evaluasi pelaksanaan inovasi
dilakukan pada hari Selasa, 29 April 2014 di Ruang Panel IKA
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

6.2 Pembahasan
Hasil pengukuran pola tidur menggunakan Children’s Sleep Habits
Questionnaire (CSHQ) sebelum dilakukan intervensi menunjukkan bahwa
pada ketujuh pasien mempunyai masalah yang berhubungan dengan
gangguan tidur yang berbeda-beda. Enam anak terganggu tidurnya karena
terjadi gangguan pada fisiknya, satu anak karena pengaruh tindakan
perawatan. Pada anak dengan kanker, sekitar 45% anak mengalami
gangguan tidur (National Cancer Institute, 2010). Masalah tidur
kemungkinan berhubungan dengan faktor fisiologis maupun psikologis.
Gangguan fisiologis yang terjadi dapat berupa karena efek samping
pengobatan, perkembangan tumor, gangguan termoregulasi, dan perubahan
pada sistem misalnya sistem pencernaan atau perkemihan (Parish, 2009).
Pada ketujuh pasien tersebut, dua anak mengalami gangguan pada
termoregulasi, dua anak mengalami perubahan pada sistem pernafasan, dan
satu anak mengalami gangguan sistem perkemihan. Gangguan fisiologis
sekunder dapat terjadi terkait dengan kanker itu sendiri (contohnya nyeri),
pengobatan (efek samping kemoterapi), faktor lingkungan, gaya hidup, dan
status emosional (Mills & Gracie, 2004).

Setelah dilakukan pengukuran, ketujuh pasien diberikan intervensi sleep


hygiene yang berbeda-beda (tergantung pada penyebabnya). Namun pada
semua anak tetap diberlakukan aturan F.E.R.R.E.T. dimana setiap harinya
orang tua diminta untuk mematuhi setiap aturan secara bertahap. Menurut
Tan, Healeym Gray, dan Galland (2012), program edukasi F.E.R.R.E.T.
pada intervensi sleep hygiene terbukti efektif untuk meningkatkan pola tidur
pada anak dan remaja usia 10-18 tahun. Dari ketujuh pasien yang diberikan

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
138

intervensi, tiga orang berusia kurang dari 10 tahun. Sedangkan sisanya


berusia diatas 10 tahun. Secara umum, gangguan tidur dapat terjadi pada
berapapun usia anak (Australian Centre for Education in Sleep, 2008).
Sebanyak 35-40% anak mengalami masalah tidur. Tidur akan mengalami
gangguan jika tidak sesuai dengan jam tidur seharusnya pada anak. Berikut
adalah jumlah jam tidur yang dianjurkan pada anak.
Tabel 6.1 Jumlah Kebutuhan Tidur Anak Berdasarkan Usia Menurut
Australian Centre for Education in Sleep (2008)
Usia Kebutuhan Tidur
Bayi baru lahir (0-1 bulan) 12-18 jam
Infant (2-11 bulan) 14-15 jam
Toddler (1-3 tahun) 12-14 jam
Preschool (3-5 tahun) 11-13 jam
Usia Sekolah (6-10 tahun) 10-11 jam
Remaja (10-17 tahun) 8-9 jam

Jumlah jam tidur anak berdasarkan usia diatas sudah termasuk dengan tidur
di siang hari. Pada ketujuh pasien, semuanya mengatakan tidur siang setiap
hari. Tidur siang pada anak dapat terjadi jika anak kelelahan atau stres.
Tidur siang dapat bermanfaat menggantikan waktu tidur di malam hari yang
hilang. Namun Freiner (2014) mengatakan bahwa jika anak tidak tidur
siang maka akan meningkatkan kemungkinan anak tidur lebih awal di
malam hari. Waktu tidur siang juga tidak boleh terlalu lama. Pada anak usia
toddler, tidur di siang hari yang berdekatan waktunya dengan malam hari
akan membuat anak tidak dapat tidur nyenyak di malam hari. Berikut adalah
jumlah jam tidur siang yang baik menurut Freiner (2014).
Tabel 6.2 Jumlah dan Pola Tidur Siang pada Anak
Usia Kebutuhan Tidur
9-12 bulan 2 kali tidur siang dengan jadwal yang teratur
15-24 bulan Hindari tidur di pagi hari, tidur siang sekali sehari,
biasanya berkisar 1,5-2 jam
24-36 bulan Tidur siang yang tidak terlalu lama masih
memberikan manfaat
Setelah 5 tahun Hindari tidur siang agar pola tidur di malam hari
lebih baik

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
139

Selama diberikan intervensi, orang tua diminta untuk melihat pola tidur
anak dengan mengisi sleep diary. Pada beberapa orang tua, pengisian sleep
diary tidak memungkinkan karena beberapa alasan diantaranya adalah
orang tua adalah satu-satunya yang merawat anak, orang tua tidak tahu jam
bangun anak dan frekuensi terbangun secara pasti di malam hari, orang tua
mempunyai keterbatasan baca tulis. Untuk itu mahasiswa mengantisipasi
dengan melakukan review setiap hari pada orang tua. Mahasiswa membantu
mendokumentasikannya pada sleep diary. Pada hasil sleep diary, didapatkan
data bahwa anak mengalami peningkatan dari jumlah jam tidurnya per hari
dan anak mulai jarang terbangun di malam hari, kecuali pada An. R dan An.
N. An. R pada hari ke 3 dan ke 4 sudah berkurang frekuensi terbangun di
malam harinya, tiba-tiba meningkat di hari ke 7 karena tindakan
pemasangan IV line dan pemberian BicNat di malam hari. Sedangkan pada
An. N terjadi penurunan jumlah jam tidur pada malam hari pada hari ke 3
karena sesak yang bertambah berat ketika terbangun karena tindakan
pemeriksaan dokter pada pukul 21.00. Tindakan perawatan yang terkait
kondisi pasien adalah salah satu hal yang mengganggu tidur anak yang tidak
dapat dikendalikan oleh perawat. Untuk tidakan perawatan rutin, mahasiswa
mengantisipasi dengan menunda waktu observasi tanda-tanda vital,
menggunakan microdrip ketika memberikan medikasi IV, serta
menjadwalkan ulang pemberian inhalasi ketika keadaan pasiennya tenang
dan stabil. Namun jika terjadi kegawatan, maka hal tersebut diluar kendali
mahasiswa.

Faktor dari lingkungan ruang rawat juga merupakan salah satu faktor
penghambat tidur yang nyenyak pada anak. National Cancer Institute (2010)
menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu dan kebisingan ruangan
dapat mempengaruhi pasien onkologi, terutama pada setting rumah sakit
dimana tindakan perawatan tidak dapat diprediksi. Jika dalam satu ruang
rawat terdapat pasien lain yang membutuhkan perawatan di malam hari
maka mahasiswa akan mengantisipasinya dengan menganjurkan anak
menggunakan ear muff. Faktor kondisi fisiologis anak juga mempengaruhi
pola tidur anak. Pada An. N dengan CKD stage V terjadi sesak yang berat di

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
140

malam hari sehingga tidak memungkinkan anak untuk tidur nyanyak. Berger
(2009) menyatakan bahwa gangguan tidur adalah masalah yang sering
terjadi pada penderita kanker. Namun faktor diagnosis penyakit lain juga
perlu dipertimbangkan misalnya pada hipertiroid, penyakit gastroesofageal
refluks atau gastric ulcer, congestive heart failure, penyakit paru obstruktif
kronis, gangguan afektif bipolar, dan chronic kidney disease. Gangguan
tidur pada penyakit-penyakit tersebut terkait dengan simptom yang
merupakan etiologi primer dari gangguan tidur.

Pada akhir intervensi seharusnya dilakukan pengukuran kembali


menggunakan Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ). Mahasiswa
menemukan hambatan tersendiri karena pada beberapa pasien pulang diluar
jadwal yang diketahui mahasiswa sehingga mahasiswa belum sempat
mengukur pola tidur sesudah intervensi. Mahasiswa memutuskan untuk
menggunakan sleep diary sebagai alat ukur pola tidur anak. Dengan adanya
peningkatan dari pola tidur anak maka diharapkan dapat mengurangi gejala
fatigue pada anak dengan kanker.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
141

BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
1. Hasil dari telaah jurnal ini merupakan evidence based nursing yang
menunjukkan adanya peningkatan pola tidur dengan intervensi sleep
hygiene pada anak.
2. Sleep hygiene dapat digunakan sebagai alternatif intervensi dalam
meningkatkan pola tidur pada anak terutama anak-anak dengan kanker
yang dirawat di rumah sakit.
3. Pelaksanaan proyek inovasi sleep hygiene dilakukan di ruang non infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tanggal 17 Maret sampai dengan
11 April 2014 pada tujuh pasien anak. Berdasarkan hasil pengukuran pola
tidur anak menggunakan Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ) ,
terdapat tujuh anak yang mengalami gangguan pola tidur. Setelah
dilakukan intervensi sleep hygiene, pola tidur anak diukur dengan sleep
diary. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan pada pola tidur anak.
Secara rata-rata, waktu tidur, perilaku tidur, bangun tidur pada malam dan
pagi hari mengalami peningkatan. Dengan pola tidur yang membaik maka
fatigue pada anak dapat dicegah.
4. Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan proyek inovasi ini adalah pada
tiga pasien tidak dilakukan pengukuran post intervensi menggunakan
instrumen Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ) karena jadwal
pulang yang tidak diketahui mahasiswa. Namun pengukuran pola tidur
masih bisa didapatkan dari sleep diary. Selain itu, faktor lingkungan di
ruangan perawatan yang kadang tidak mendukung seperti AC yang mati
sehingga menyebabkan suhu ruangan meningkat (pasien An. N dirawat di
Ruang 110). Tindakan perawatan yang dilakukan pada malam hari dan
tidak dapat dikendalikan mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri dalam
penerapan EBN ini.
5. Hal yang mendukung proyek inovasi ini adalah dukungan sarana dan
prasarana dari ruangan, dukungan PP dan PA dalam melakukan intervensi

141 Universitas Indonesia


Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
142

sleep hygiene,serta dukungan orang tua dan anak yang sangat kooperatif
dalam melaksanakan intervensi sleep hygiene.
6. Sleep hygiene direkomendasikan menjadi salah satu intervensi yang dapat
meningkatkan pola tidur pada anak terutama anak dengan kanker yang
memiliki gejala cancer-related fatigue. Namun faktor fisiologis,
lingkungan, dan medikasi juga perlu diperhatikan.

7.2 Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Perawat perlu memperhatikan kebutuhan tidur pasien terutama pada
pasien-pasien dengan kanker yang sudah ditemui gejala fatigue. Intervensi
edukasi sleep hygiene dapat digunakan sebagai alternatif dalam
meningkatkan pola tidur pada anak.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penerapan Evidence-Based Nursing sleep hygine dapat dijadikan dasar
untuk memberikan alternatif pilihan interventi dalam mengatasi masalah
keperawatan perubahan pola tidur dan kelelahan karena telah terbukti
efektif dalam meningkatkan pola tidur.
3. Bagi Penelitian Keperawatan
Penerapan Evidence-Based Nursing sleep hygine dapat dikembangkan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode
penelitian dan sampel yang berbeda, serta alat ukur dan kriteria hasil
lainnya. Penggunaan satu instrumen yang dapat mewakili semua aspek
penilaian pola tidur dapat dipertimbangkan. Selain itu faktor lingkungan
juga perlu diantisipasi sebelumnya.

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
143

DAFTAR PUSTAKA

Australian Centre for Education in Sleep. Sleep fact. Retrieved April 28, 2014
from http://www.sleepeducation.net.au/sleep%20facts.php

Berger, A.M. (2009). Update on the state of the science: Sleep-wake disturbances
in adult patients with cancer. Oncology Nursing Forum, 36(4), 165-177

Bruni, O. & Novelli, L. (2009). Sleep disorder in children. Clinical Evidence


BMJ, Vol. 09

Chang, C. & Mu, P. (n.d.) The effectiveness of non-pharmacological intervention


on fatigue in children and adolescents with cancer: a systematic review. 系統
文獻查證

Evans W.J. & Lambert C.P. (2007). Physiological basis of fatigue. Am J Phys
Med Rehabil 86 (1 Suppl): S29-46

Finnegan-John, J., Molassiotis, A., Richardson, A., & Ream, E. (2013). A


systematic review of complementary and alternative medicine interventions
for the management of cancer-related fatigue. Integr Cancer Therapy, Vol.
12, p. 276

Freiner, D. Is Napping Necessary. Retrieved April 28, 2014 from


http://www.stlouischildrens.org/articles/wellness/napping-necessary

Heussler, H., Chan, P., Price, A.M.H., Waters, K., Davey, M.J., & Hiscock, H.
(2012). Pharmacological and non-pharmacological management of sleep
disturbance in children: an australian pediatric research network survey.
Sleep Medicine

Howell, et al. (2011). A pan-canadian practice guideline: screening, assessment,


and care of cancer-related fatigue in adult with cancer. Practice Guideline:
Fatigue-Canadian Association of Psychosocial Oncology (CAPO)

Howell, et al. (2013). Sleep disturbance in adults with cancer: a systematic review
of evidence for best practices in assessment and management for clinical
practice. Annals of Oncology, Vol. 00, pp. 1-10

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
144

Jan, J.E., Owens, J.A., Welss, M.D., Johnson, K.P., Wasdell. M.B., Frreeman,
R.D., & Ipsiroglu, O.S. (2007). Sleep hygiene for children with
neurodevelopmental disabilites. Pediatrics, Vol. 122, No, 6, pp. 1343-1350

Kaku, et al. (2012). Randomized controlled trial on the effects of a combined


sleep hygiene education and behavioral approach program on sleep quality
worker with insomnia. Industrial Health, Vol. 50, pp. 52-59

Kangas, M., Bovbjerg, D.H., & Montgomery, G.H. (2008). Cancer-related


fatigue: a systematic and meta-analytic review of non-pharmacological
therapies for cancer patient. Psychological Bulletin, Vol. 134, No. 5, pp.
700-741

Linder, L.A. & Christian, B.J. (2012). Nighttime sleep disruptions, the hospital
care environment, and symptoms in elemntary school-age children with
cancer. Oncology Nurse Forum, Vol. 39, No. 6, pp. 553-561

Mindell, J.A., Telofski, L.S., Wiegand, B., & Kurtz, E.S. (2009). A nightly
bedtime routine: impact on sleep in young children and maternal mood.
SLEEP, Vol. 32, No. 5,pp 599-606

Mitchell, S.A., Beck, S.L., Hood, L.E., Moore, K., & Tanner, E.R. (2007). Putting
evidence into practice: evidence-based interventions for fatigue during and
following cancer and its treatment. Clinical Journal of Oncology Nursing,
Vol. 11, No. 1

National Cancer Institute (NCI). Sleep disorders. Retrieved March 24, 2010 from:
www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/sleepdisorders/healthprof
essional

NCCN. (2009). Cancer-related fatigue facts. The Leukemia & Lymphoma Society

NCCN. (2009). Cancer-related fatigue: interventions for patient at the end of life.
Practice Guidelines in Oncology

Owens, J.A. (2011). Update in pediatric sleep medicine. Current Opinion in


Pulmonary Mediciner, Vol. 17, No. 6, pp. 425-430

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
145

Parish, J.M. (2009). Sleep-related problems in common medical conditions.


Chest, 135(2), 563-572.

Quach, J., Hiscock, H., Ukoumunne, O.C., & Wake, M. (2011). A brief sleep
intervention improves outcomes in the school entry year: a randomized
controlled trial. Pediatric Journal, Vol. 128, Number 4

Radbruch, L., Strasser, F., Elsner, F., Goncalves, J.F., Kaasa, S., Nauck, F., &
Stone, P. (2008). Fatigue in palliative care patients-an EAPC approach.
Palliative Medicine, Vol. 22, pp. 13-32

Romani, A. (2008). The treatment of fatigue. Neurological Science, Vol. 29.,


Issue 2, pp. 247-249

Sandra, M. & Berger, A.M. (2006). Cancer-related fatigue: the evidence base for
assessment and management. The Cancer Journal, Vol. 12, No. 5

Tan, E., Healey, D., Gray, A.R., & Galland, B.C. (2012). Sleep hygiene
intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-
after pilot study. BMC Pediatric, Vol. 12, p. 189

The University of Texas. (2012). Fatigue management tips: good sleep hygiene.
The University of Texas MD Anderson Cancer Center

Vincent, N. & Lewcky, S. (2009). Logging on for better sleep: rct of the
effectiveness of online treatment for insomnia. SLEEP, Vol. 32, No, 6, pp.
807-815

Wang, X.S. (2008). Pathophysiology of Cancer-Related Fatigue. Clinical Journal


of Oncology Nursing, Vol. 12, pp. 11-20

Wang, X.S. (2008). Pathophysiology of cancer-related fatigue. Clinical Journal


Oncology Nursing, Vol. 12, No. 5, pp. 11-20

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
146

SYSTEMATIC REVIEW (of Therapy) WORKSHEET

Citation:
Sleep Disturbance in Adults with Cancer: A Systematic Review of Evidence
for Best Practices in Assessment and Management for Clinical Practice

Are the results of this systematic review of therapy valid?

Is it a systematic review of randomized It is 3 clinical practice and 12


trials of the treatment? randomized controlled trial of
assessment and management sleep
disturbance in adult with cancer

Does it include a methods section that three clinical practice guidelines and an
describes: additional published source for a
 Finding and including all the guideline were reviewed. In addition,
relevant trials? 12 RCTs were identified and appraised
 Assessing their individual validity? for quality (see CONSORT, Figure 1 in
supplementary material, available at
Annals of Oncology online). Secondary
sources of data included eight practice
guidance or expert consensus
documents on the assessment and/or
management of insomnia in general
populations or co-morbid with fatigue
in cancer. Systematic reviews for
insomnia in the general population and
specific to cancer as well as four papers
focused on the measurement of sleep
disturbance were also identified. An
interdisciplinary panel comprised sleep
experts, researchers and guideline
methodologists, and clinicians reviewed
all the evidence and were asked to

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
147

identify other trials not identified in the


review. A pharmacist also reviewed
pharmacological recommendations in
non-cancer-specific guidelines for
application in the treatment of cancer-
related insomnia.

Were the results consistent from study 8 RCT reporting that cognitive
to study? behavioral therapy intervention was the
recommended intervention for sleep
disturbance. 4 article remains exercise
therapy intervention.

Were individual patient data used in the No


analysis or aggregate data? (may be
important in meta-analysis)

Are the valid results of this systematic review important?

What is the magnitude of the treatment - PSQI was used in 7 articles


effect? - 5 articles used sleep diaries to
identified sleep patern
- 4 articles saw the artigraph results
- 4 articles remains ISI to measure the
sleep patern

How precise is the treatment effect? a literature review that included other
study designs such as quasi-
xperimental designs and other types of
interventions such as complimentary
therapies and education for sleep
disturbance as a primary or secondary
outcome in cancer populations was
identified. In a metaanalysis of four of

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
148

the 14 studies of CBT interventions


included in the review, moderate effects
for improving sleep disturbance were
noted, but large confidence intervals
were reported in half of the studies.

Can you apply this valid, important evidence from a systematic review in
caring for your patient?

Do these results apply to your patient? This result suggest that the evidence
supports the efficacy of CBT; however,
its superiority to other types of
interventions is not conclusive due to
poor quality of other interventions such
as education or complimentary
therapies.

Is our patients so different from those This research used data on adult cancer
in the systematic review that its results patient with sleep disturbance. On my
can’t help you? EBN applies not only adult but also
child.

Is the treatment feasible in our setting? Yes

What are our patient’s potential Sleep hygiene education programme as


benefits and harms from therapy? a part of CBT educates the child and
their parents how to improve the sleep
quality with low risks of harm. On the
other hand, many benefits can get from
this intervention

What are our patient’s values and The condition of hospital setting can be
expectations for both the outcome we obstacle of this intervention, but it is
are trying to prevent and the treatment not a sugnificant constraint. There is an

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
149

we are offering? anticipation that prepared.

Should you believe apparent qualitative differences in the efficacy of the


therapy in some subgroups of patients? Only if you can say “yes” to all of the
following:

Do they really make biologic and clinical sense?


No

Is the qualitative difference both clinically (beneficial for some but useless or
harmful for others) and statiscally significant?
No

Was this difference hypothesised before the study began (rather than the product
of dredging the data), and has itu been confirmed in other, independent studies?
No

Was this one of just a few subgroup analyses carried out this study?
No

Additional Notes:

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
150

THERAPY WORKSHEET 1

Citation:
Sleep hygiene intervention for youth aged 10 to 18 years with problematic
sleep: a before-after pilot study

Are the results of this single preventive or therapeutic trial valid?

Was the assignment of patients to This research used the clinical trial
treatments randomized? design and in their conclusion said that
And was the randomization list would need to be replicated within
concealed? randomised controlled trial to prove
efficacy. There is no more explained.

Was follow-up of patients sufficiently Sleep questionnaires were completed at


long and complete? two time points pre-intervention (1 and
2 weeks prior) and 6, 12 and 20 weeks
post-intervention.

And were they analyzed inthe groups to No more explainned


which they were randomized?
Were patients and clinicians kept An initial phone call was made after the
―blind‖ to treatment received? participants had volunteered to ensure
eligibility and then assessed again at the
first face-face appointment.

Were the groups treated equally, apart All participants recruited in the study
from the experimental treatment? received the sleep hygiene education
programme delivered, in a private
one-one session to the participant and
one of their parents by the principal
investigator.

Were the groups similar at the start of Yes


the trial?

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
151

Are the valid results of this randomized trial important?


Are these valid, important results applicable to our patient?

Is your patient so different from those sleep hygiene programme designed


in the study that its results cannot specifically for children and
apply? adolescents aged 10–18 years old. It
can be apply.

Is the treatment feasible in our setting? although the intervention performed on


different settings but did not cause
significant difficulties for the
implementation of the intervention

How great would the potential benefit Sleep hygiene score (ASHS) will
of therapy actually be for your increase significantly and the sleep
individual patient? disturbance score will decrease

What are our patient’s values and The condition of hospital setting can be
expectations for both the outcome we obstacle of this intervention, but it is
are trying to prevent and the treatment not a sugnificant constraint. There is an
we are offering? anticipation that prepared.

Additional Notes:

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
152

THERAPY WORKSHEET 2

Citation:

Nighttime Sleep Disruptions, the Hospital Care Environment, and Symptoms


in Elementary School-Age Children With Cancer

Are the results of this single preventive or therapeutic trial valid?

Was the assignment of patients to The study used a descriptive,


treatments randomized? exploratory, multiple-case study design.
And was the randomization list This within-subjects approach
concealed? emphasizes replication across
individual cases rather than identifying
differences between groups. Case study
research allows the inclusion of
multiple sources of data and seeks to
describe relationships within the larger
context in which a given outcome
variable is occurring. Investigator
control of behavioral or contextual
events is not required

Was follow-up of patients sufficiently In the current study, the children wore
long and complete? actigraphs continuously on their
nondominant wrists during the three-
day-and-night data collection period

And were they analyzed inthe groups to No more explainned


which they were randomized?
Were patients and clinicians kept No more explainned
―blind‖ to treatment received?
Were the groups treated equally, apart Wrist actigraphs measured sleep-wake
from the experimental treatment? patterns. Data loggers and sound

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014
153

pressure level meters measured bedside


light, temperature, and sound levels.
Medication doses and occurrences of
pain, nausea, and vomiting were
identified through chart review.

Were the groups similar at the start of Yes


the trial?

Are the valid results of this randomized trial important?


Are these valid, important results applicable to our patient?

Is your patient so different from those No, the sample of this research was 15
in the study that its results cannot elementary school-age children with cancer
receiving inpatient chemotherapy. It include on
apply?
our study sample criteria.

Is the treatment feasible in our setting? Yes, the setting was in Inpatient pediatric
oncology unit at a tertiary pediatric hospital.

How great would the potential benefit Sleep was marked by frequent awakenings,
limiting children’s ability to experience full
of therapy actually be for your
sleep cycles. Multiple factors—in particular,
individual patient?
excessive sound levels—compromise sleep
quantity and quality throughout the night

What are our patient’s values and The condition of hospital setting can be
expectations for both the outcome we obstacle of this intervention, but it is
are trying to prevent and the treatment not a sugnificant constraint. There is an
we are offering? anticipation that prepared.

Additional Notes:

Universitas Indonesia
Penerapan self ..., Aries Chandra Ananditha, FIK UI, 2014

You might also like