You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina
pada mata istirahat (tanpa akomodasi).1,2,3
Klasifikasi myopia diantaranya adalah myopia simpel, pseudomyopia,
myopia nocturnal, myopia sekunder, dan myopia patologis atau degenerative.4
Myopia patologis (MP) atau myopia degenerative atau makulopati myopia
merupakan konsekuensi yang sering terjadi pada penderita myopia, khususnya
dengan myopia yang tinggi (0,6 D). Myopia ini dapat meningkat cepat (4,00 D
tiap tahun) dan terkait dengan perubahan patologi di segmen posterior bola mata.
Dilaporkan 5% hingga 11 % individu dengan MP akan menjadi miopia Choroidal
Neovascularization (CNV). Miopia CNV (mCNV) merupakan komplikasi yang
paling umum yang mengancam penglihatan dari MP dengan prognosis buruk jika
tidak dilakukan pengobatan. 5,6
Pasien dengan myopia tinggi yang mengalami kehilangan penglihatan
sentral secara mendadak dan harus dirujuk pemeriksaan lebih lanjut. Setelah
diagnosis mCNV dan telah dikonfirmasi, setelah angiografi fluorescein, inisiasi
pengobatan harus segera dan agen anti-VEGF dianggap sebagai terapi lini
pertama, kecuali dikontraindikasikan. Pemantauan pasien yang berkelanjutan
diperlukan untuk menilai progresivitas atau kekambuhan pasien kondisi. Penting
dalam manajemen pasien adalah pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-
prinsip angiografi mata untuk menegakkan diagnosis, mengkategorikan proses
penyakit yang mendasari, dan strategi manajemen. Baru-baru ini, terapi
fotodinamik (PDT) menggunakan verteporfin telah efektif untuk beberapa jenis
CNV dalam uji klinis acak. 7Penyelidikan lebih lanjut dari teknik pengobatan
termasuk studi pilot menggunakan photocoagulation laser, terapi fotodinamik
(PDT), operasi dan terapi farmakologi. Semua penelitian ini masih dalam tahap
awal dan untuk menangani pasien mengikut standar profesi adalah penting untuk
menguasai kompetensi yang tersedia.7

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Koroid merupakan lapisan yang memberikan nutrisi ke epitel pigmen retina
dan separuh bagian luar lapisan sensoris retina. Telab koroid sekitar 0,25 mm.
koroid terdiri dari 4 lapisan yaitu lamina fusca (lamina suprakoroid), stroma,
lapisan koriokapilaris dan lamina basalis koroid (membran Bruch). Koroid yang
melekat disekitar saraf optik pada tempat masuk arteri siliaris posterior dan tempat
keluarnya vena vortikosae dan terdiri dari 3 lapis pembuluh darah yaitu lapisan
paling dalam (lapisan koriokapilaris), lapisan tengah (Sattler), lapisan luar
(Haller).8

Pembuluh darah yang memperdarahi koroid berasal dari arteri siliaris longus,
arteri siliaris posterior brevis dan arteri siliaris anterior. Aliran darah yang
mengalir ke koroid sangat tinggi jika dibandingkan dengan jaringan lain, sehingga
kandungan oksigen oksigen di vena koroidalis hanya 2-3 % lebih rendah dari
kandungan oksigen darah arteri.8

Gambar 1. Anatomi koroid9


Lapisan-lapisan koroid terdiri atas :
1. Lamina Fusca (lamina supra koroid)

2
Terdiri dari lamela-lamela kolagen dan serabut elastis untuk membentuk
sinsitium yang padat diposterior dan semakin longgar ke anterior. 8
2. Lamina basalis koroidalis (membran Bruch)
Tersusun dari 5 lapisan dari dalam keluar yaitu lamina basalis epitel pigmen
retina, zona kolagen dalam, serabut elastis yangtebal dan berpori, zona
kolagen luar, lamina basalis membran koriokapilaris. 8
3. Lapisan koriokapilaris
Dinding pembuluh darah pada lapisanini memiliki diameter lumen yang
relatif besar, sangat tipis sehingga sistem kapiler pada lapisan ini tidak kuat
(non-tight junction).8

Gambar 2. Lapisan-lapisan koroid10

B. Definisi
Myopia choroidal neovascularization (Myopia CNV) adalah salah satu
komplikasi dari miopia patologi (MP) yang dapat menyebabkan penurunan visus
secara progresif ataupun mendadak dan memiliki prognosis yang buruk dalam
pengobatan.11 Choroidal Neovascularization (CNV) adalah pertumbuhan
pembuluh darah abnormal yang membentang melalui membran Bruch dari
koriokapilaris kedalam ruang sub-epitel membran retina (EMR) atau sub retina. 12
C. Epidemiologi
Tahun 2014 World Health Organization (WHO) mencatat prevalensi

gangguan visus akibat dari MP di eropa 1-5 per 1000 sedangkan di asia 2-15 per

1000. Angka kejadian kebutaan akibat MP di eropa 1-5 per 100.000 sedangkan di

asia 5-10 per 100000. 13. Telah dilaporkan bahwa rata-rata 5%-11% orang dengan
11
PM akan berkembang menjadi myopia CNV. namun, prevalensi mCNV yakni

sekitar 0,05% dari populasi umum. Insidensi berkembangnya CNV dalam kasus

3
myopia dalam 10 tahun sebesar 10%. Berkembang menjadi miopia CNV bilateral

15-30% 13

D. Faktor risiko
Usia tua dapat menjadikan faktor resiko terjadinya mCNV dikarenakan

semakin bertambanya usia ditemukan penipisan ketebalan koroid yang dapat

menyebabkan mCNV. mCNV lebih sering ditemukan pada wanita dikarenakn

memungkinan akibat peran ekspresi reseptor pada CNV. Faktor lingkungan seperti

tekanan bola mata di curigai dapat meningkatnya kejadian CNV. Kelainan di

intraokelar seperti miopia yang tinggi, mCNV pada salah satu mata, lacquer

cracks/pathchy atrophydan choroidal filling delay memiliki resiko yang tinggi

meyebabkan mCNV.14

E. PATOFISIOLOGI
a) Miopia Patologi

Miopia patologi atau sering disebut juga sebagai “myopic macular


degeneration”, “myopic maculopathy”, “degenerative myopia” merupakan suatu
keadaan yang berhubungan dengan penurunan visus walaupun sudah dikoreksi,
terjadinya pemanjangan aksial mata serta abnormalitas pada funduskopi.11 Adapun
panjang aksial mata melebihi nilai normal (25,5 mm atau 26,5 mm) dan kekuatan
refraksi > -5,00 D.14 Yoshida et al melakukan penelitian terhadap rekam medis
dari 27 pasien yang menderita myopia CNV dan dilakukan follow up selama 10
tahun sejak onset penyakit. Pada tahap initial, ketajaman visus <20/200 sebanyak
29,6% namun kejadiannya meningkat menjadi 44,4% pada tahun ketiga, 88,9%
pada tahun kelima, dan 96,3% pada tahun kesepuluh. Selain itu, penelitian ini juga
melihat terjadinya atrofi korioretinal di sekitar CNV yang mengalami regresi
dimana pada tahap initial kejadian sebesar 0%, dan terus meningkat menjadi
74,1% pada tahun ketiga, serta 96,3% pada tahu kelima dan kesepuluh.15

4
Miopia patologi dapat diklasifikan berdasarkan progesi dan keparahan
penyakit menjadi 5 kategori :16

1. Tidak ada lesi di macula


2. Tesselated Fundus

Tesselated Fundus memberikan gambaran penipisan pada RPE dan


koriokapilaris diikuti dengan pemanjangan aksial mata. Penurunan densitas dari
pigmen menyebabkan pembuluh darah koroid menjadi tampak. Pada derajat
ringan dapat ditemukan fundus normal, namun pada keadaan lanjut akan tampak
dengan jelas pembuluh darah koroid berada di sekitar fovea begitu juga pembuluh
darah arcade.

Gambar 3. Foto Tesselated Fundus sebagai lesi myopia maculopathy.


Tesselated Fundus dengan pigmentasi cukup (kiri). Tesselated Fundus dengan
pigmentasi kurang (tengah). Tesselated Fundus yang meragukan (kanan).16

3. Diffuse Chorioretinal Atrophy

Kutub posterior mata dengan Diffuse Chorioretinal Atrophy akan tampak


berwarna kekuningan dan bisa ditemukan di sekitar diskus optikus dan bagian
dari macula sampai keseluruhan kutub posterior. Jika ditemukan Diffuse
Chorioretinal Atrophy, maka harus diperkirakan ukuran atrofi area.

5
Gambar 4. Foto Diffuse Chorioretinal Atrophy16

4. Patchy Chorioretinal Atrophy

Patchy Chorioretinal Atrophy dapat tampak dengan jelas berwarna putih


keabu-abuan. Ukurannya bervariasi berkisar antara satu dan beberapa lobus
koroid dan muncul di daerah macula atau sekitar diskus optikus. Patchy
Chorioretinal Atrophy juga ditandai dengan hilangnya koriokapilaris, retian
bagian luar, RPE. Terdapat e tipe dari Patchy Chorioretinal Atrophy : yang berasal
dari Lacquer cracks, atrofi difus yang berat, dan staphyloma.

Gambar 5. Foto Patchy Chorioretinal Atrophy. Terjadi <1 disc area (DA) (atas
kanan). Terjadi ≥9 DA dengan atrofi macula (bawah kiri). Terjadi ≥9 DA (bawah
kanan).16

5. Macular Atrophy

6
Macular Atrophy adalah lesi Chorioretinal Atrophy yang berbentuk bulat dan
berwarna putih keabu-abuan, muncul di sekitar membran fibrovaskular yang
mengalami regresi dan membesar dengan berjalannya waktu. Macular atrophy
berada di sentral fovea dan berbentuk bulat sedangkan Patchy Chorioretinal
Atrophy tidak berada di tengan fovea dan bentuknya ireguler.

Gambar 6. Foto Macular Atrophy16

Pada myopia patologi juga terdapat lesi tambahan yaitu lacquer cracks,
CNV, fuchs spot. Lacquer cracks adalah mekanisme dari hancurnya membrane
Bruch dan akan tampak seperti garis linier tebal berwarna kekuningan di macula.
Pada beberapa kasus, lacquer cracks dapat ditemukan bersilangan di pembuluh
darah koroid. Saat akan berkembang dapat terjadi perdarahan di makula tanpa
terlihat CNV. Selanjutnya CNV yang aktif ditentukan oleh adanya perubahan
eksudatif di retina. Perubahan dapat terjadi secara intraretin, subretinal, atau
melalui RPE. Selain itu, ablasi retina serosa dapat terjadi pada CNV. Fuchs spot
adalah tempat berpigmen yang merupakan fase sikatrik dari miopia CNV. Lesi
kering dan ukuran membran fibrovaskular menjadi berkurang dan rata. Kemudian
membentuk bekas luka berwarna putih keabu-abuan yang kadang-kadang
dikaitkan dengan pigmentasi.16

7
Gambar 7. Foto Lacquer cracks17

Gambar 8. Choroidal Neovascularization16

Gambar 9. Foto Fuchs Spot16

b) Patofisiologi myopia CNV

Mekanisme terbentuknya myopia CNV masih belum dapat dipahami secara


jelas. Beberapa penjelasan yang mungkin adalah terjadinya hipoksia pada outer
retina yang merupakan sumber dari sekresi Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF). Penarikan dari korioretinal, pembentukan lacquer cracks, penipisan
koroid, pengisian pembuluh darah koroid yang terlambat, atrofi RPE atau lapisan
retina lain, hilangnya fotoreseptor dapat menjadi faktor berkembangnya myopia
CNV. Namun bagaimana peran dari faktor-faktor ini dan hubungan satu dengan
yang lain masih belum dapat dipahami secara jelas.14

Mekanisme stress yang disebabkan oleh pemanjangan aksial bola mata


anteroposterior yang progresif dan eksesif menyebabkan rusaknya kompleks RPE-

8
Bruch’s membrane-koriokapilaris, dimana bisa menyebabkan perdarahan dan
berkembang menjadi CNV. penyembuhan dari ruptur ini akan menimbulkan garis-
garis lurus, ireguler, saling silang, berwarna putih kekuningan yang tampak seperti
retakan-retakan yang tidak teratur yang disebut lacquer cracks. Lacquer cracks
memicu perubahan secara molecular dan intraselular dari RPE sehingg memicu
neovaskularisasi pada kapiler koroid, menyerupai proses penyembuhan luka.
Mekanisme penarikan ini juga menyebabkan peningkatan regulasi faktor pro-
angiogenik seperti VEGF. Keterlibatan genetik juga berperan terhadap tingginya
refraktif eror, kelainan anatomi pada bola mata, dan onset serta progresi dari
myopia CNV. Hal ini didukung dengan ditemukannya nukleotida polimorfisme
tunggal pada encoding gen VEGF, Pigment epithelium-derived factor (PEDF)
yang berhubungan dengan perkembangan CNV pada miopia patologi. Kelainan
pada koroid yang bisa ditemukan adalah keterlambatan pengisian koroid dan
penipisan koroid yang difus sehingga menyebabkan kelainan perfusi koroid.
Karena koroid tidak bisa memberikan oksigen dan nutrient pada outer retina yang
memiliki banyak sel fotoreseptor yang aktif dan sumber VEGF menyebakan
peningkatan VEGF yang akan membuat berkembangannya CNV pada miopia
patologi.18

Penipisan pada retina menyebabkan kehilangan sel-sel batang dan kerucut


serta area makula menjadi lebih datar sehingga terjadi generasi kistik serta atrofi.
Fuch’s spot merupakan tand ayang sering muncul pada area makula yang
merupakan degenarasi terlokalisir, terkait dengan pertumbuhan jaringan
neovaskular koroid. Perubahan patologis mendasar dalam CNV adalah invasi
pembuluh darah melalui bagian luar membran Bruch. Seiring dengan invasi
pembuluh darah, biasanya ada proporsi berbagai sel inflamasi termasuk limfosit
dan makrofag. Setelah membran Bruch tercapai, pembuluh darah dapat
berproliferasi di bagian dalam membran Bruch, atau dalam ruang subretinal, atau
mungkin melakukan keduanya. Ada kecenderungan yang berproliferasi yang
abnormal pada fibrovascular jaringan semasa perdarahan. Darah bebas dapat
menumpuk di bawah RPE, dalam ruang subretinal, atau bahkan mungkin
menerobos ke dalam rongga vitreous. Organisasi darah dapat menyebabkan
jaringan parut. Sel-sel RPE di daerah sekitar CNV mungkin menunjukkan

9
hiperplasia dan metaplasia berserat. Pencampuran elemen-elemen jaringan
menghasilkan bekas luka fibrocellular dikenal sebagai bekas luka
disciform. Bagian dalam dari bekas luka secara karakteristik kurang vaskular
dibandingkan bagian terluar. Serous, serosanguineous, atau detachment retina
hemoragik mungkin terjadi. Eksudasi cairan kronis biasanya disertai dengan
pengendapan bahan subretinal kekuningan disebut sebagai lipid. Bahan ini
mungkin terdiri dari lipid dan lipoprotein dan tampaknya menumpuk, karena fase
berair eksudasi yang diserap lebih cepat dari lipid dan lipoprotein, ia dikeluarkan
dari ruang subretinal melalui mekanisme transportasi yang berbeda.19

F. Manifestasi klinis dan diagnosis


Manifestasi Klinis pada miopia CNV berbeda sesuai dengan setiap
stadiumnya, dimana terdapat tiga stadium dari miopia CNV. Pada stadium aktif,
terbentuk sebuah membran fibro vaskuler di sekitar lesi dan dapat ditemukan
perdarahan. Pada stadium kedua atau stadium scar, dapat ditandai dengan adanya
absorpsi dari perdarahan dan adanya pembentukan scar dari lesi tersebut (dapat
terus berkembang masuk sehingga menyebabkan terbentuk seperti spot fuc’s
hiperpigmentasi). Pada tahap akhir atau stadium atopik dapat mengalami regeresi
dan menggalkan area dari CRA.20
Klasifikasi dari perkembangan Miopia CNV ditentukan berdasarkan dari
pemeriksaan Fundus AutoFlorecencese (FAF) pada pasien dengan miopia CNV.
Dengan teknik pemeriksaan ini, dapat mendeteksi CNV yang berhubungan
dengan atrofi makular yang dapat membantu untuk menjelaskan terminologi yang
panjang dari hilangnya penglihatan pada pasien miopia CNV. Namun demikian,
dikarenakan subjektifitas dari analisis FAF, sistem grading sulit diterapkan pada
klinik.20
a. Stage I ( Stadium Aktif)20
- Ditandai dengan adanya penurunan visus yang mendadak tepat pada bagian
sentral dan dapat disertai dengan adanya skotoma sentral dan metamorphobia.

10
- Adanya pembentukan pembuluh darah baru hingga ruang subretinal dan pada
pemeriksaan, CNV ditandai dengan membran yang kecil, datar, dan keabuan.
- Lokasi CNV biasanya di subfoveal, namun juga dapat di juxtafoveal.
- Pada kasus yang darang, CNV peripapil dapat berkembang dengan gambaran
triangular atau lengkung oval.
- Visus pasien tergantung berdasarkan posisi dari CNV, Verteporfin in
Photodynamic Therapy Study Group melaporkan pada CNV dengan lokasi
subfoveal didapatkan visus 20/40 s/d 20/100.
b. Stage II (Stadium Scar)20
- Eksudasi tampak menurun, dimana hasilnya dapat memberikan perbaikan
temporer/stabilitas penglihatan. Lesi dapat berkembang dengan garis
hiperpigmentasi dan funch’s spot.

c. Stage III (Std Atopik)20


- Penglihataan semakin memburuk dan berakhir dengan kebutaan mendadak.

Akibat dari hal tersebut, dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-


hari pasien seperti membaca, mengemudi, dan mencari benda-benda kecil dan
menyebabkan hilangnya fungsi dalam bekerja dan mengganggu ekonomi
pasien.Diagnosis pasien dapat ditegakkan dengan adanya keluhan penurunan
penglihatan mendadak pada bagian sentral dan harus dilakukan pemeriksa lebih
lanjut, terlebih jika disertai dengan adanya skotoma atau metamorphoria.Tes
standar untuk mendiagnosis Miopia CNV adalah fundus biomikroskopi, FFA dan
optical coherence tomography (OCT). FA dan OCT pada umumnya
direkomendasikan untuk tes diagnostik dasar untuk Miopia CNV dan pemeriksaan
klinis. FA menunjukkan keberadaan, jenis, area, dan perkemabangan Miopia CNV,
dan membantu menyingkirkan gangguan lainnya. Mayoritas Miopia CNV hadir
sebagai pola 'klasik' pada FA, dengan hipotensi fluoresensi yang jelas pada fase
awal dan kebocoran fluorideceinpewarna selama fase lanjut. OCT wajib dilakukan
untuk dapat mengidentifikasi fovea, penilaian ketebalan retina dan adanya cairan
ekstraseluler, dan untuk menetapkan garis dasar untuk menilai respon pengobatan
di masa yang akan datang.20
Pada OCT, miopia CNV hadir sebagai area yang sangat reflektif
bersebelahan di atas epitel pigmen retina (kadang-kadang disebut sebagai 'CNV
tipe 2') dengan cairan subretinal minimal. Fluoresensi otomatis pada fundus, yang

11
memungkinkan visualisasi akumulasi lipofuscin dalam epitel pigmen retina,dapat
dimasukkan sebagai bagian dari diagnosis dasar dan pemeriksaan lanjutan, karena
dapat membantu dalam penilaian perkembangan Miopia CNV (dan atrofi yang
ada).20

Gambar 10. Diagnosis banding myopic choroidal neovascularisation (CNV):


(A,B) perdarahan akibat retakan lacquer; (C) makula berbentuk kubah dengan
ablasi retina serosa; dan (D dan E) cairan makula karena staphyloma.20

G. Tatalaksana
Sebelum adanya terapi anti- vascular endothelial growth factor (VEGF),
prognosis dari myopia CNV adalah buruk. Pada periode tersebut hanya dikenal
adanya terapi surgical dan terapi laser. Tujuan utama pada penatalaksaan CNV
adalah untuk mencegah perburukan visus dan kerusakan ireversibel pad retina

12
seperti yagn terjadi pada chorioretinal atrophy.21. Berbagai pilihan terapi pada
mopia CNV antara lain :

1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dulunya dilakukan dalam menangani mCNV
ekstrafoveal.22 Namun beberapa penelitian menunjukkan tidak terdapat perbaikan
visus yang berarti pada pasien yang mendapat terapi tersebut.14 Selain itu, sinar
laser menyebabkan kerusakan retina dan munculnya jaringan parut yang dapat
meluas sehingga menimbulkan rekurensi yang tinggi.20
2. Bedah

Terapi bedah pada myopia CNV telah digunakan sebelum photodynamic


therapy (PDT) dan anti-VEGF. Teknik yang digunakan berupa eksisi submakular
dan translokasi macular. Pada pasien dengan eksisi submakular, terdapat
perbaikan visus jangka pendek pada 50% kasus. Sedangkan teknik translokasi
macular bersifat invasif dan sering menimbulkan rekurensi. 22

3. PDT

PDT dengan penggunaa verterporine telah diketahui dapat digunakan pada


CNV subfoveal dan jukstafoveal untuk mencegah perburukan visus. Salah satu
keuntungan dari pengunaan PDT adalah karena PDT bersifat selektif terhadap
endotel pada koriokapilaris.22. Namun penelitian yang dilakukan oleh Verteporfin
in Photodynamic Therapy (VIP) Study Group menunjukkan hasil bahwa tidak
terdapat perbaikan visus yang berarti setelah terapi selama 24 bulan.23

4. Anti-VEGF

Anti-VEGF pertama kali diperkenalkan pada tahun 2007 dan telah menjadi
gold standard dalam penatalaksanan myopia CNV. Terapi anti-VEGF secara
intravitreal diketahui memberikan perbaikan fungsi dan antatomi pada kasus
myopia CNV.22. Terdapat empat zat anti-VEGF yang dikenal dalam tatalaksana
myopia CNV yakni bevacizumab, ranibizumab, aflibercept, pegabtanib namun
hanya dua yang menunjukan efikasi klinis yang bermakna yakni ranibizumab dan
aflibercept.11. Sebuah penelitian clinical trial yang berjudul RADIANCE study
(ranibizumab and photodynamic therapy [verteporfin] evaluation in myopic

13
choroidal neovascularization) menujukkan hasil bahwa pasien yang ditatalakana
dengan ranibizumab menunjukkan perbaikkan visus yang sangat bermakna pada 3
bulan pertama dibandingkan dengan pasien yang di tatalaksana dengan PDT.
Setelah 12 bulan pengobatan dengan ranibizumab terbukti efektif dalam
memperbaiki visus pada pasien myopia CNV dan mempertahankannya.24

Pada tahap awal, pasien diberikan anti-VEGF inisial dan selanjutnya


dilakukan follow up perbulan selama dua bulan pertama. Pada periode tersebut hal
yang perlu dinilai adalah adanya peningkatan aktivitas penyakit yang dapat dinilai
melalui manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang dapat
muncul adalah penurunan visus, gejala visus baru yang persisten
(metamorphopsia) atau tanda peningkatanan mCNV pada pemeriksaan FA dan
OCT (cairan intraretinal atau subretinal dan kebocoran aktif). 20 Saat gejala
tersebut muncul pasien perlu mendapatkan terapi anti-VEGF tambahan. Jika
gejala klinis tersebut tidak muncul sampai bulan kedua, maka pasien di edukasi
untuk datang setiap tiga bulan dalam satu tahun pertama. Setelah satu tahun,
pasien hanya kontrol jika terdapat keluhan dan perburukan gejala. Berikut adalah
algoritma tatalaksana pasien mCNV dengan terapi anti-VEGF20

14
Gambar 1. Algoritma tatalaksana pasien mCNV dengan anti-VEGF20

H. Prognosis

Prognosis myopic cnv tergantung kepada lokasi dan pola pertumbuhan.


CNV pada miopia biasanya memiliki prognosis lebih baik dibandingkan CNV
karena penyakit lain.22

I. Kesimpulan

Choroidal Neovascularization (CNV) adalah pertumbuhan pembuluh darah


abnormal yang membentang melalui membran Bruch dari koriokapilaris kedalam
ruang sub-epitel membran retina (EMR) atau sub retina. Manifestasi klinisnya
berbeda berdasrkan stadiumnya. Sebelum adanya terapi anti- vascular endothelial
growth factor (VEGF), prognosis dari mCNV adalah buruk. Terdapat beberpa
pilihan terapi pada CNV selain terapi anti VEGF diantaranya adalah terapi bdah
dan PDT. Untuk prognosisny sendiri tergantung dari lokasi dan pola pertumbuhan
CNV.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yuliati S. Tajam Penglihatan Dan Kelainan Refraksi Penglihatan


Warna. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.
2. Riordan-Eva P. Optik dan Refraksi. In: Riordan-Eva P, Augsburger JJ, eds.
Vaugan & Asbury’s Oftalmologi Umum. Edisi-14. Jakarta: EGC; 2014:338-
339.
3. Rahayu T. Miopia (Rabun Jauh). In: Rita S S, Sitompul R, Widyawati S,
Banni AP, eds. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pert. Jakarta: BP FKUI;
2017:185-187.
4. American Optometric Association. Optometric Clinical Practice Guideline :
Care of the Patient with Myopia. AOA. 2006;(1):10-13.
5. Widodo A. Miopia patologi. J Oftalmol Indones. 2007;5(1):6-9.
6. Wong TY, Ferreira A, Hughes R, Carter G, Mitchell P. Epidemiology and
Disease Burden of Pathologic Myopia and Myopic Choroidal
Neovascularization: An Evidence-Based Systematic Review. Am J
Ophthalmol. 2014;157(1):9-25.
7. Zhang Y, Han Q, Ru Y, Bo Q, Wei RH. Anti-VEGF treatment for myopic
choroid neovascularization : from molecular characterization to update on
clinical application. Drug Des Dev Ther. 2015;(9):3413-3421.
8. Edwar L. Uvea. In: Rita S S, Sitompul R, Widyawati S, Banni AP, eds.
Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pert. Jakarta: BP FKUI; 2017:22-30.
9. Henry Netter F. Atlas Of Human Anatomy. 7th Editio. Philadelphia:
Elsevier Inc.; 2014.
10. Riordan-Eva P. Anatomy and Embryology of the eye. In: Riordan-Eva P,

16
Augsburger JJ, eds. Vaugan & Asbury’s General Ophtalmology. 19th Editi.
New York; 2018:1-4.
11. Cheung CMG, Arnold JJ, Holz FG, et al. Myopic Choroidal
Neovascularization Review , Guidance , and Consensus Statement on
Management. Ophthalmology. 2017;124(11):1690-1711.
12. Kanski J. Systemic Approach to Clinical Ophthalmology, Eight Edition
Kanski.; 2016.
13. World Health Organization (WHO). Impact of Increasing Prevalence of
Myopia and High Myopia the Impact of Myopia and High Myopia. Sydney;
2015.
14. Silva R. Myopic Maculopathy : A Review. Ophthalmogica. 2012;
(228):197-213.
15. Yoshida T, Ohno-matsui K, Yasuzumi K, et al. Myopic Choroidal
Neovascularization. Ophthalmology. 2003;110(7):1297-1305.
16. Ohno-matsui K, Kawasaki R, Jonas JB, et al. International Photographic
Classification and Grading System for Myopic Maculopathy. Am J
Ophthalmol. 2015;159(5):877-83.e.7.
17. Ohno-matsui K, Medical T, Kawasaki R, et al. International Photographic
Classification and Grading System for Myopic Maculopathy. 2015;
(November 2017).
18. Ru Y. Anti-VEGF treatment for myopic choroid neovascularization : from
molecular characterization to update on clinical application. 2015:3413-21.
19. Wu L. Choroidal Neovascularization. Medscape.2009. 12 July 2019.
Available at [ http://emedicine.medscape.com/article/1190818]. Published
20. Wong TY, Ohno-matsui K, Leveziel N, et al. Myopic choroidal
neovascularisation : current concepts and update on clinical management.
Br J Ophtalmol. 2015;(99):289-296.
21. Thorell MR, Goldhardt R. Myopic Choroidal Neovascularization :
Diagnosis and Treatment Update. Curr Ophthalmol Rep. 2019;7(1):59-65.
22. Matri L El, Chebil A, Kort F. Current and emerging treatment options for
myopic choroidal neovascularization. Clin Ophthalmol. 2015;(9):733-744.
23. Verteporfin in Photodynamic Therapy (VIP) Study Group. Verteporfin

17
therapy of subfoveal choroidal neovascularization in pathologic myopia: 2-
year results of a randomized clinical trial—VIP report no. 3.
Ophthalmology. 2003;110(4):667-673.
24. Wolf S, Balciuniene VJ, Laganovska G, et al. RADIANCE : A Randomized
Controlled Study of Ranibizumab in Patients with Choroidal
Neovascularization Secondary to Pathologic Myopia. Ophthalmology.
2014;121(3):682-692.

18

You might also like