Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina
pada mata istirahat (tanpa akomodasi).1,2,3
Klasifikasi myopia diantaranya adalah myopia simpel, pseudomyopia,
myopia nocturnal, myopia sekunder, dan myopia patologis atau degenerative.4
Myopia patologis (MP) atau myopia degenerative atau makulopati myopia
merupakan konsekuensi yang sering terjadi pada penderita myopia, khususnya
dengan myopia yang tinggi (0,6 D). Myopia ini dapat meningkat cepat (4,00 D
tiap tahun) dan terkait dengan perubahan patologi di segmen posterior bola mata.
Dilaporkan 5% hingga 11 % individu dengan MP akan menjadi miopia Choroidal
Neovascularization (CNV). Miopia CNV (mCNV) merupakan komplikasi yang
paling umum yang mengancam penglihatan dari MP dengan prognosis buruk jika
tidak dilakukan pengobatan. 5,6
Pasien dengan myopia tinggi yang mengalami kehilangan penglihatan
sentral secara mendadak dan harus dirujuk pemeriksaan lebih lanjut. Setelah
diagnosis mCNV dan telah dikonfirmasi, setelah angiografi fluorescein, inisiasi
pengobatan harus segera dan agen anti-VEGF dianggap sebagai terapi lini
pertama, kecuali dikontraindikasikan. Pemantauan pasien yang berkelanjutan
diperlukan untuk menilai progresivitas atau kekambuhan pasien kondisi. Penting
dalam manajemen pasien adalah pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-
prinsip angiografi mata untuk menegakkan diagnosis, mengkategorikan proses
penyakit yang mendasari, dan strategi manajemen. Baru-baru ini, terapi
fotodinamik (PDT) menggunakan verteporfin telah efektif untuk beberapa jenis
CNV dalam uji klinis acak. 7Penyelidikan lebih lanjut dari teknik pengobatan
termasuk studi pilot menggunakan photocoagulation laser, terapi fotodinamik
(PDT), operasi dan terapi farmakologi. Semua penelitian ini masih dalam tahap
awal dan untuk menangani pasien mengikut standar profesi adalah penting untuk
menguasai kompetensi yang tersedia.7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Koroid merupakan lapisan yang memberikan nutrisi ke epitel pigmen retina
dan separuh bagian luar lapisan sensoris retina. Telab koroid sekitar 0,25 mm.
koroid terdiri dari 4 lapisan yaitu lamina fusca (lamina suprakoroid), stroma,
lapisan koriokapilaris dan lamina basalis koroid (membran Bruch). Koroid yang
melekat disekitar saraf optik pada tempat masuk arteri siliaris posterior dan tempat
keluarnya vena vortikosae dan terdiri dari 3 lapis pembuluh darah yaitu lapisan
paling dalam (lapisan koriokapilaris), lapisan tengah (Sattler), lapisan luar
(Haller).8
Pembuluh darah yang memperdarahi koroid berasal dari arteri siliaris longus,
arteri siliaris posterior brevis dan arteri siliaris anterior. Aliran darah yang
mengalir ke koroid sangat tinggi jika dibandingkan dengan jaringan lain, sehingga
kandungan oksigen oksigen di vena koroidalis hanya 2-3 % lebih rendah dari
kandungan oksigen darah arteri.8
2
Terdiri dari lamela-lamela kolagen dan serabut elastis untuk membentuk
sinsitium yang padat diposterior dan semakin longgar ke anterior. 8
2. Lamina basalis koroidalis (membran Bruch)
Tersusun dari 5 lapisan dari dalam keluar yaitu lamina basalis epitel pigmen
retina, zona kolagen dalam, serabut elastis yangtebal dan berpori, zona
kolagen luar, lamina basalis membran koriokapilaris. 8
3. Lapisan koriokapilaris
Dinding pembuluh darah pada lapisanini memiliki diameter lumen yang
relatif besar, sangat tipis sehingga sistem kapiler pada lapisan ini tidak kuat
(non-tight junction).8
B. Definisi
Myopia choroidal neovascularization (Myopia CNV) adalah salah satu
komplikasi dari miopia patologi (MP) yang dapat menyebabkan penurunan visus
secara progresif ataupun mendadak dan memiliki prognosis yang buruk dalam
pengobatan.11 Choroidal Neovascularization (CNV) adalah pertumbuhan
pembuluh darah abnormal yang membentang melalui membran Bruch dari
koriokapilaris kedalam ruang sub-epitel membran retina (EMR) atau sub retina. 12
C. Epidemiologi
Tahun 2014 World Health Organization (WHO) mencatat prevalensi
gangguan visus akibat dari MP di eropa 1-5 per 1000 sedangkan di asia 2-15 per
1000. Angka kejadian kebutaan akibat MP di eropa 1-5 per 100.000 sedangkan di
asia 5-10 per 100000. 13. Telah dilaporkan bahwa rata-rata 5%-11% orang dengan
11
PM akan berkembang menjadi myopia CNV. namun, prevalensi mCNV yakni
sekitar 0,05% dari populasi umum. Insidensi berkembangnya CNV dalam kasus
3
myopia dalam 10 tahun sebesar 10%. Berkembang menjadi miopia CNV bilateral
15-30% 13
D. Faktor risiko
Usia tua dapat menjadikan faktor resiko terjadinya mCNV dikarenakan
memungkinan akibat peran ekspresi reseptor pada CNV. Faktor lingkungan seperti
intraokelar seperti miopia yang tinggi, mCNV pada salah satu mata, lacquer
meyebabkan mCNV.14
E. PATOFISIOLOGI
a) Miopia Patologi
4
Miopia patologi dapat diklasifikan berdasarkan progesi dan keparahan
penyakit menjadi 5 kategori :16
5
Gambar 4. Foto Diffuse Chorioretinal Atrophy16
Gambar 5. Foto Patchy Chorioretinal Atrophy. Terjadi <1 disc area (DA) (atas
kanan). Terjadi ≥9 DA dengan atrofi macula (bawah kiri). Terjadi ≥9 DA (bawah
kanan).16
5. Macular Atrophy
6
Macular Atrophy adalah lesi Chorioretinal Atrophy yang berbentuk bulat dan
berwarna putih keabu-abuan, muncul di sekitar membran fibrovaskular yang
mengalami regresi dan membesar dengan berjalannya waktu. Macular atrophy
berada di sentral fovea dan berbentuk bulat sedangkan Patchy Chorioretinal
Atrophy tidak berada di tengan fovea dan bentuknya ireguler.
Pada myopia patologi juga terdapat lesi tambahan yaitu lacquer cracks,
CNV, fuchs spot. Lacquer cracks adalah mekanisme dari hancurnya membrane
Bruch dan akan tampak seperti garis linier tebal berwarna kekuningan di macula.
Pada beberapa kasus, lacquer cracks dapat ditemukan bersilangan di pembuluh
darah koroid. Saat akan berkembang dapat terjadi perdarahan di makula tanpa
terlihat CNV. Selanjutnya CNV yang aktif ditentukan oleh adanya perubahan
eksudatif di retina. Perubahan dapat terjadi secara intraretin, subretinal, atau
melalui RPE. Selain itu, ablasi retina serosa dapat terjadi pada CNV. Fuchs spot
adalah tempat berpigmen yang merupakan fase sikatrik dari miopia CNV. Lesi
kering dan ukuran membran fibrovaskular menjadi berkurang dan rata. Kemudian
membentuk bekas luka berwarna putih keabu-abuan yang kadang-kadang
dikaitkan dengan pigmentasi.16
7
Gambar 7. Foto Lacquer cracks17
8
Bruch’s membrane-koriokapilaris, dimana bisa menyebabkan perdarahan dan
berkembang menjadi CNV. penyembuhan dari ruptur ini akan menimbulkan garis-
garis lurus, ireguler, saling silang, berwarna putih kekuningan yang tampak seperti
retakan-retakan yang tidak teratur yang disebut lacquer cracks. Lacquer cracks
memicu perubahan secara molecular dan intraselular dari RPE sehingg memicu
neovaskularisasi pada kapiler koroid, menyerupai proses penyembuhan luka.
Mekanisme penarikan ini juga menyebabkan peningkatan regulasi faktor pro-
angiogenik seperti VEGF. Keterlibatan genetik juga berperan terhadap tingginya
refraktif eror, kelainan anatomi pada bola mata, dan onset serta progresi dari
myopia CNV. Hal ini didukung dengan ditemukannya nukleotida polimorfisme
tunggal pada encoding gen VEGF, Pigment epithelium-derived factor (PEDF)
yang berhubungan dengan perkembangan CNV pada miopia patologi. Kelainan
pada koroid yang bisa ditemukan adalah keterlambatan pengisian koroid dan
penipisan koroid yang difus sehingga menyebabkan kelainan perfusi koroid.
Karena koroid tidak bisa memberikan oksigen dan nutrient pada outer retina yang
memiliki banyak sel fotoreseptor yang aktif dan sumber VEGF menyebakan
peningkatan VEGF yang akan membuat berkembangannya CNV pada miopia
patologi.18
9
hiperplasia dan metaplasia berserat. Pencampuran elemen-elemen jaringan
menghasilkan bekas luka fibrocellular dikenal sebagai bekas luka
disciform. Bagian dalam dari bekas luka secara karakteristik kurang vaskular
dibandingkan bagian terluar. Serous, serosanguineous, atau detachment retina
hemoragik mungkin terjadi. Eksudasi cairan kronis biasanya disertai dengan
pengendapan bahan subretinal kekuningan disebut sebagai lipid. Bahan ini
mungkin terdiri dari lipid dan lipoprotein dan tampaknya menumpuk, karena fase
berair eksudasi yang diserap lebih cepat dari lipid dan lipoprotein, ia dikeluarkan
dari ruang subretinal melalui mekanisme transportasi yang berbeda.19
10
- Adanya pembentukan pembuluh darah baru hingga ruang subretinal dan pada
pemeriksaan, CNV ditandai dengan membran yang kecil, datar, dan keabuan.
- Lokasi CNV biasanya di subfoveal, namun juga dapat di juxtafoveal.
- Pada kasus yang darang, CNV peripapil dapat berkembang dengan gambaran
triangular atau lengkung oval.
- Visus pasien tergantung berdasarkan posisi dari CNV, Verteporfin in
Photodynamic Therapy Study Group melaporkan pada CNV dengan lokasi
subfoveal didapatkan visus 20/40 s/d 20/100.
b. Stage II (Stadium Scar)20
- Eksudasi tampak menurun, dimana hasilnya dapat memberikan perbaikan
temporer/stabilitas penglihatan. Lesi dapat berkembang dengan garis
hiperpigmentasi dan funch’s spot.
11
memungkinkan visualisasi akumulasi lipofuscin dalam epitel pigmen retina,dapat
dimasukkan sebagai bagian dari diagnosis dasar dan pemeriksaan lanjutan, karena
dapat membantu dalam penilaian perkembangan Miopia CNV (dan atrofi yang
ada).20
G. Tatalaksana
Sebelum adanya terapi anti- vascular endothelial growth factor (VEGF),
prognosis dari myopia CNV adalah buruk. Pada periode tersebut hanya dikenal
adanya terapi surgical dan terapi laser. Tujuan utama pada penatalaksaan CNV
adalah untuk mencegah perburukan visus dan kerusakan ireversibel pad retina
12
seperti yagn terjadi pada chorioretinal atrophy.21. Berbagai pilihan terapi pada
mopia CNV antara lain :
1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dulunya dilakukan dalam menangani mCNV
ekstrafoveal.22 Namun beberapa penelitian menunjukkan tidak terdapat perbaikan
visus yang berarti pada pasien yang mendapat terapi tersebut.14 Selain itu, sinar
laser menyebabkan kerusakan retina dan munculnya jaringan parut yang dapat
meluas sehingga menimbulkan rekurensi yang tinggi.20
2. Bedah
3. PDT
4. Anti-VEGF
Anti-VEGF pertama kali diperkenalkan pada tahun 2007 dan telah menjadi
gold standard dalam penatalaksanan myopia CNV. Terapi anti-VEGF secara
intravitreal diketahui memberikan perbaikan fungsi dan antatomi pada kasus
myopia CNV.22. Terdapat empat zat anti-VEGF yang dikenal dalam tatalaksana
myopia CNV yakni bevacizumab, ranibizumab, aflibercept, pegabtanib namun
hanya dua yang menunjukan efikasi klinis yang bermakna yakni ranibizumab dan
aflibercept.11. Sebuah penelitian clinical trial yang berjudul RADIANCE study
(ranibizumab and photodynamic therapy [verteporfin] evaluation in myopic
13
choroidal neovascularization) menujukkan hasil bahwa pasien yang ditatalakana
dengan ranibizumab menunjukkan perbaikkan visus yang sangat bermakna pada 3
bulan pertama dibandingkan dengan pasien yang di tatalaksana dengan PDT.
Setelah 12 bulan pengobatan dengan ranibizumab terbukti efektif dalam
memperbaiki visus pada pasien myopia CNV dan mempertahankannya.24
14
Gambar 1. Algoritma tatalaksana pasien mCNV dengan anti-VEGF20
H. Prognosis
I. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Augsburger JJ, eds. Vaugan & Asbury’s General Ophtalmology. 19th Editi.
New York; 2018:1-4.
11. Cheung CMG, Arnold JJ, Holz FG, et al. Myopic Choroidal
Neovascularization Review , Guidance , and Consensus Statement on
Management. Ophthalmology. 2017;124(11):1690-1711.
12. Kanski J. Systemic Approach to Clinical Ophthalmology, Eight Edition
Kanski.; 2016.
13. World Health Organization (WHO). Impact of Increasing Prevalence of
Myopia and High Myopia the Impact of Myopia and High Myopia. Sydney;
2015.
14. Silva R. Myopic Maculopathy : A Review. Ophthalmogica. 2012;
(228):197-213.
15. Yoshida T, Ohno-matsui K, Yasuzumi K, et al. Myopic Choroidal
Neovascularization. Ophthalmology. 2003;110(7):1297-1305.
16. Ohno-matsui K, Kawasaki R, Jonas JB, et al. International Photographic
Classification and Grading System for Myopic Maculopathy. Am J
Ophthalmol. 2015;159(5):877-83.e.7.
17. Ohno-matsui K, Medical T, Kawasaki R, et al. International Photographic
Classification and Grading System for Myopic Maculopathy. 2015;
(November 2017).
18. Ru Y. Anti-VEGF treatment for myopic choroid neovascularization : from
molecular characterization to update on clinical application. 2015:3413-21.
19. Wu L. Choroidal Neovascularization. Medscape.2009. 12 July 2019.
Available at [ http://emedicine.medscape.com/article/1190818]. Published
20. Wong TY, Ohno-matsui K, Leveziel N, et al. Myopic choroidal
neovascularisation : current concepts and update on clinical management.
Br J Ophtalmol. 2015;(99):289-296.
21. Thorell MR, Goldhardt R. Myopic Choroidal Neovascularization :
Diagnosis and Treatment Update. Curr Ophthalmol Rep. 2019;7(1):59-65.
22. Matri L El, Chebil A, Kort F. Current and emerging treatment options for
myopic choroidal neovascularization. Clin Ophthalmol. 2015;(9):733-744.
23. Verteporfin in Photodynamic Therapy (VIP) Study Group. Verteporfin
17
therapy of subfoveal choroidal neovascularization in pathologic myopia: 2-
year results of a randomized clinical trial—VIP report no. 3.
Ophthalmology. 2003;110(4):667-673.
24. Wolf S, Balciuniene VJ, Laganovska G, et al. RADIANCE : A Randomized
Controlled Study of Ranibizumab in Patients with Choroidal
Neovascularization Secondary to Pathologic Myopia. Ophthalmology.
2014;121(3):682-692.
18