You are on page 1of 17

Portofolio

ENTEROBIUS VERMICULARIS

Oleh:
dr. Dwi Andari Maharani

Pendamping:
dr. Lia Riani

Wahana:
Puskesmas
Tanjung Enim

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM
KESEHATAN BADAN PPSDM KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2019
PORTOFOLIO
Kasus 1

HALAMAN PENGESAHAN

Portofolio yang berjudul:

ENTEROBIUS VERMICULARIS

Oleh:
dr. Dwi Andari Maharani

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program
internsip dokter Indonesia di wahana Puskesmas Tanjung Enim periode 10 November 2017 – 9
Maret 2018

Tanjung Enim, Maret 2019


Pembimbing,

dr. Lia Riani


PORTOFOLIO
Kasus 2

Topik : Enterobius Vermicularis


Tanggal (Kasus) : 15 Februari 2019 Presenter: dr. Dwi Andari Maharani
Tanggal Presentasi : Maret 2018 Pendamping: dr. Lia Riani
Tempat Presentasi : Puskesmas Tanjung Enim
Objektif presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Seorang anak, berusia 6 tahun, datang dengan keluhan gatal di anus
Deskripsi :
sejak 1 minggu yang lalu
Tujuan : Menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan enterobius vermicularis
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data pasien : Nama : An. EA, ♀, 6 tahun No. Registrasi: 00.25.52

Telp : -
Nama Klinik : Poliklinik Umum Puskesmas Tanjung Enim
Terdaftar sejak : -
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
± 1 minggu yang lalu pasien sering menggaruk-garuk pada bagian anus. Tidur
terganggu karena gatal yang muncul kadang malam hari. Nafsu makan biasa. Pasien
masih dapat bermain seperti biasa. Pasien sering bermain tanah bersama temannya
dan tidak menggunakan sendal, pasien juga jarang mencuci tangan. Nyeri perut (-),
demam (-), mual (-), muntah (-). BAK dan BAB biasa.
±2 hari yang lalu pasien lebih sering menggaruk pada bagian anus. Tidur terganggu
karena gatal yang muncul pada malam hari. Ibu pasien menemukan gumpalan warna
putih di celana dalam pasien di pagi hari. Nafsu makan menurun, pasien mulai lesu
dan rewel. BAK dan BAB biasa. Saat timbul gatal pada anus ibu memberi minyak
sayur pada anus, namun rasa gatal tidak hilang. Belum pernah minum obat untuk
mengurangi gejala, ibu pasien lupa kapan terakhir kali makan obat cacing.
Anak sering bermain tanah bersama temannya dan sering memegang kucing liar.
Anak mandi dua kali sehari. Ibu pasien rajin potong kuku anak setiap kali saat kuku
nya mulai panjang. Anak sering makan jajanan yang dijual di warung. Setiap mau
makan, anak jarang mencuci tangan karena lupa.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya pada pasien disangkal.
- Riwayat alergi obat maupun makanan pada pasien disangkal.
- Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan air sumur
- Pasien jarang mencuci tangan dan sering bermain tanpa menggunakan sandal
Kesan: Higienitas kurang baik
4. Riwayat Keluarga :
- Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga tidak ada
- Riwayat alergi pada keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan: murid SD
Daftar Pustaka
1. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites - Enterobiasis (also known as
Pinworm Infection). Parasitic Diseases Information. Available at
http://www.cdc.gov/parasites/pinworm/index.html. Accessed: July 7, 2012.
2. Ramezani MA, Dehghani MR. Relationship between Enterobius vermicularis and the
incidence of acute appendicitis. Southeast Asian J Trop Med Public Health. January 2007.
38:20-3. [Medline].
3. Bøås H, Tapia G, Sødahl JA, Rasmussen T, Rønningen KS. Enterobius vermicularis and
Risk Factors in Healthy Norwegian Children. Pediatr Infect Dis J. 2012 Sep. 31(9):927-
30. [Medline].
4. Tsibouris P, Galeas T, Moussia M, et al. Two cases of eosinophilic gastroenteritis and
malabsorption due to Enterobious vermicularis. Dig Dis Sci. December 2005. 60:2389-
92. [Medline]. [Full Text].
5. Craggs B, De Waele E, De Vogelaere K, Wybo I, Laubach M, Hoorens A, et al.
Enterobius vermicularis infection with tuboovarian abscess and peritonitis occurring
during pregnancy. Surg Infect (Larchmt). 2009 Dec. 10(6):545-7. [Medline].
6. Erian M, McLaren G. Unexpected causes of gynecological pelvic pain. JSLS. 2004 Oct-
Dec. 8(4):380-3. [Medline]. [Full Text].
7. Aydin O. Incidental parasitic infestations in surgically removed appendices: a
retrospective analysis. Diagn Pathol. 2007 May 24. 2:16. [Medline]. [Full Text].
8. Samkari A, Kiska DL, Riddell SW, Wilson K, Weiner LB, Domachowske JB. Dipylidium
caninum mimicking recurrent enterobius vermicularis (pinworm) infection. Clin Pediatr
(Phila). 2008 May. 47(4):397-9. [Medline].
9. Cho SY, Kang SY. Significance of scotch-tape anal swab technique in diagnosis of
Enterobius vermicularis infection. Kisaengchunghak Chapchi. December 1975. 13:102-
14. [Medline]. [Full Text].
10. Cho SY, Kang SY, Kim SI, et al. Effect of anthelmintics on the early stage of Enterobius
vermicularis. Kisaengchunghak Chapchi. June 1985. 23:7-17. [Medline]. [Full Text].
11. Hong ST, Cho SY, Seo BS et al. Chemotherapeutic control of Enterobius vermicularis
infection in orphanages. Kisaengchunghak Chapchi. June 1980. 18:37-44. [Medline].
[Full Text].
12. Patsantara GG, Piperaki ET, Tzoumaka-Bakoula C, Kanariou MG. Immune responses in
children infected with the pinworm Enterobius vermicularis in central Greece. J
Helminthol. 2015 May 20. 1-5. [Medline].
13. CDC. Parasites - Enterobiasis (also known as Pinworm Infection). Available at
https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/treatment.html. August 30, 2016; Accessed:
August 14, 2017.
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi Enterobius vermicularis
2. Etiologi Enterobius vermicularis
3. Gejala Klinis Enterobius vermicularis
4. Diagnosis Banding Enterobius vermicularis
5. Diagnosis Enterobius vermicularis
6. Tatalaksana Enterobius vermicularis
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
Seorang anak, berumur 6 tahun mengeluh gatal di bagian anus sejak ± 1 minggu
yang lalu. Tidur terganggu karena gatal yang muncul kadang malam hari. Nyeri
perut (-), demam (-), mual (-), muntah (-). BAK dan BAB biasa. Sejak ±2 hari
yang lalu pasien lebih sering menggaruk pada bagian anus. Ibu pasien
menemukan gumpalan warna putih di celana dalam pasien di pagi hari. Nafsu
makan menurun, pasien mulai lesu dan rewel. BAK dan BAB biasa. Saat timbul
gatal pada anus ibu memberi minyak sayur pada anus, namun rasa gatal tidak
hilang. Belum pernah minum obat untuk mengurangi gejala, ibu pasien lupa kapan
terakhir kali makan obat cacing. Anak sering bermain tanah bersama temannya
dan sering memegang kucing liar. Ibu pasien rajin potong kuku anak setiap kali
saat kuku nya mulai panjang. Anak sering makan jajanan yang dijual gerobak
keliling yang lewat di depan rumah. Setiap mau makan, anak jarang mencuci
tangan karena lupa.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik:
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 Nadi : 84x/menit
 Pernafasan : 22x/menit
 Suhu : 36.8 oC

Antropometri
 Berat Badan : 18 kg
 Tinggi Badan : 105 cm
 BMI : normal
Status Generalis
 Kepala
- Bentuk : Normosefali, simetris
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata : tidak cekung, pupil bulat isokor ّ 3mm, reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-),sklera ikterik (-)
- Hidung : Bentuk biasa, epistaksis (-), sekret (-), napas cuping hidung
(-)
- Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)
- Telinga : deformitas -/-, MAE lapang, serumen -/-, reflex cahya +/+

 Leher
- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

 Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi : stemfremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Thrill tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 78 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)

 Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstrimitas
- Akral hangat, sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2 detik
3. Assessment:
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah anak-anak berusia 6 tahun.
Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan bahwa kelompok usia yang rentan
terinfeksi Enteobius vermicularis adalah kelompok usia 5-9 tahun. Penyebaran dan
penularan penyakit cacing kremi (enterobiasis) terutama terjadi pada suatu
keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup di dalam suatu lingkungan yang
sama (asrama, rumah piatu). Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota
keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di
lantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur
dan pakaian.
Keluhan utama pada pasien ini adalah gatal di anus terutama pada malam hari.
Dari anamnesis ini diketahui bahwa gatal pada malam hari disebabkan oleh cacing
betina akan bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal) dan meletakkan ekornya ke
mukosa anal biasanya pada malam hari. Pada pagi harinya, ibu pasien menemukan
gumpalan berwarna putih di celana dalam pasien. Gumpalan putih tersebut
merupakan cacing betina, cacing betina akan bertahan selama lebih kurang 3
minggu sebelum menetas. Larva yang sudah menetas dapat bermigrasi kembali ke
anus dan usus halus, menyebabkan retroinfeksi.
Anak sering bermain tanah bersama temannya. Telur enterobius vermicularis
biasa menempel di manapun, di lantai, meja, kursi dan dapat menular melalui
memasukkan tangan ke dalam mulut (infeksi langsung), seperti pada pasien yang
sering lupa untuk cuci tangan sebelum makan. Pasien sering memegang kucing
liar. Anjing dan kucing bukan mengandung Enterobiasis vermicularis tetapi dapat
menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
Diagnosis enterobius vermicularis ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, yaitu rasa gatal pada anus terutama malam hari, luka garuk
disekitar anus, sulit tidur karena gatal. Selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, diagnosis enterobius vermiculari juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan anal swab yaitu dengan cara menemukan telur atau cacing
dewasa di daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja . Namun pada pasien ini
tidak dilakukan.
Komplikasi pada pasien ini adalah cacing yang menjalar ke organ lain dan
retroinfeksi yaitu pada penyakit chron dan salpingitis. Prognosis dari enterobius
vermicularis pada umumnya baik bila diobati dengan benar dan juga menghindari
faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga
dilakukan pengobatan kepada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
4. Plan:
Diagnosis: enterobius vermicularis
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
a. Sistemik :
- Albendazol dosis tunggal 400 mg, diulang setelah 2 minggu
2. Non medikamentosa
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit yang
diderita disebabkan oleh cacing kremi dan mudah menular.
b. Menjaga kebersihan tubuh anak dengan mandi dua kali sehari.
c. Memotong kuku yang panjang dan tidak menggigit-gigiti kuku.
d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan serta setelah buang air besar
maupun kecil.
e. Memakai alas kaki saat keluar rumah.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Entrobius Vermicularis


Enterobiasis (Infeksi Cacing Kremi) adalah suatu infeksi parasit yang terutama
menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembangbiak
di dalam usus.

2. Epidemiologi Entrobius Vermicularis


Penyebaran dan penularan penyakit cacing kremi (enterobiasis) terutama terjadi pada
suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup di dalam suatu lingkungan yang sama
(asrama, rumah piatu). Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, buffet,
tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur dan pakaian. Kelompok usia yang
rentan terinfeksi Enteobius vermicularis adalah kelompok usia 5-9 tahun (anak-anak).

3. Etiologi Entrobius Vermicularis


Penyebab penyakit Enterobiasis adalah Enterobius vermicularis atau Oxyuris
vermicularis yang berukuran 1 cm dan berwarna putih. Dalam sekali bertelur cacing ini dapat
menghasilkan 11.000 butir telur. Telurnya bebentuk asimetris, eclipse pada satu sisi dan datar
pada sisi lainnya dengan ukuran 30-60 µm. Setelah melalui proses pematangan larva dapat
bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari.
Infeksi cacing Enterobius vermicularis bisa terjadi melalui 2 cara yaitu, yang pertama
telur cacing berpindah dari daerah sekitar anus (perianal) penderita kemudian pindah ke
pakaian, sprei atau mainan, kemudian melalui jari-jari tangan telur cacing pindah ke mulut
dan akirnya tertelan. Kemudian cara yang kedua dapat terhirup melalui udara kemudian
tertelan

4. Morfologi Enterobius vermicularis


a. Telur Enterobius vermicularis
Telur berbentuk elipsoid atau lonjong dan mempunyai dua sisi yaitu sisi lengkung dan sisi
mendatar atau lebih datar pada satu sisi (asimetrik).Dinding telur bening dan agak lebih tebal
berdinding hialin transparan, biasanya sudah diketemukan embrio dalam stadium tadpole
(kecebong).Telur jarang dikeluarkan melalui tinja dan tahan disinfektan dan suhu dingin.

Gambar 1. Telur cacing enterobius vermicularis

b. Cacing betina Enterobius vermicularis


Cacing betina Enterobius vermicularis berukuran 8-13 mm x 0,4 mm dan berbentuk silindris.
Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yaitu 1 pasang alae yang disebut
cephalic alae dan terdapat 3 labia.Bulbus esofagus ganda jelas sekali, ekornya panjang dan
runcing, Vulva terletak kira ½ bagian anterior. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh
dengan telur.

Gambar 2. Cacing dewasa jantan dan betina

c. Cacing jantan Enterobius vermicularis


Cacing jantan Enterobius vermicularis berukuran 2-5 mm berbentuk silindris juga
mempunyai 3labia dan sepasangalae yang disebut chepalic alae pada ujung anterior. Bulbus
esofagus ganda, ujung posterior sangat melengkung jelas dengan spikulum kopulatoris yang
jelas. Tidak ada gubernaculums. Mempunyai bursa kecil yang tampak sebagai alae kaudal.
Kopulasi cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum.Habitat cacing dewasa
biasanya di rongga sekum, usus besar, usus halus yang berdekatan dengan rongga
usus.Makanannya adalah isi dari usus penderitanya.Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing
betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000 butir telur akan
bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal) untuk bertelur. Migrasi ini berlangsung 15 – 40 hari
setelah infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu
tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

Gambar 3. Cacing jantan enterobius vermicularis

5. Cara Penularan
Anjing dan kucing bukan mengandung Enterobiasis vermicularis tetapi dapat menjadi
sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya. Adapun penularan penyakit
enterobiasis dapat dipengaruhi oleh:
1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau
tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena
memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.
2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga
telur melalui debu dapat tertelan.
3. Retroinfeksi melalui anus, yaitu larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali
masuk ke anus.

6. Patogenesis
a. Telur berada di lipatan perianal. Telur ini memerlukan waktu 4-6 jam untuk menjadi
telur yang infektif
b. Telur tertelan manusia, misal menggaruk anus lalu menggunakannya untuk makan tanpa
cuci tangan
c. Sesampainya di duodenum telur ini menetas dan menjadi larva rhabditiformis dan
berkembang menjadi cacing dewasa
d. Cacing dewasa akan menuju jejunum, coecum dan kolon
e. Cacing betina akan bermigrasi ke daerah perineum/perianal untuk bertelur lalu mati
setelah bertelur. Cacing jantan mati setelah kopulasi. Motilitas cacing betina saat
bertelur di anus, dapat menyebabkan gatal-gatal di anus. Jika telur menetas di anus, larva
akan masuk ke kolon lagi (retrofeksi). Telur enterobiusvermicularis biasa menempel di
manapun, di lantai, meja, kursi dan mudah diterbangkan bersama debu dan menginfeksi
orang yang menghisap debu ini (infeksi inhalasi).

Gambar 4. Siklus hidup Enterobius vermikularis

7. Manifestasi klinis
Beberapa gejala dan tanda dari Enterobiasis (infeksi cacing kremi) adalah
a. Rasa gatal pada anus (pruritis ani), karena adanya deposit atau tumpukan telur Enterobius
vermicularis di daerah sekitar anus (perianal) dan arena cacing Enterobius vermicularis
suka bergerak di daerah anus terutama pada malam hari.
b. Luka garuk di sekitar anus, karena adanya rasa gatal pada daerah perianal sehingga
menyebabkan penderita menggaruk pada daerah perianal tersebut sampai terjadi luka
c. Insomnia (susah tidur), karena rasa gatal (pruritis ani) sering terjadi pada waktu mlam
hari sehingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah
d. Kurang nafsu makan (terutama pada infeksi yang berat) sehingga menyebabkan
penurunan berat badan
e. Kadang-kadang cacing dewasa dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke
lambung, esophagus dan hidung sehingga menyebabkan gejala nyeri perut, rasa mual,
muntah dan diare.
f. Vaginitis (radang saluran telur), terjadi karena cacing betina gravid mengembara dan
bersarang di vagina dan di tuba fallopi.

8. Diagnosis Enterobius Vermicularis


Diagnosis enterobiasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Gejala klinis
a) Anamnesis
Keluhan utama yang sering kali muncul dari infeksi cacing sering diduga pada anak
yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Disamping itu
sumber penyakit harus ditelusuri.
b) Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami nyeri pada perutnya, nafsu makan dan berat badan turun, dan
diare, anoreksia, badan menjadi kurus, sukar tidur. Disamping itu juga timbul rasa
mual, muntah, disebabkan karena iritasi cacing dewasa pada sekum, apendiks, dan
sekitar muara anus.
c) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi umumnya normal, hanya ditemukan sedikit eosinofilia.
d) Pemeriksaan penunjang
Diagnosis pasti enterobiasis dengan cara menemukan telur atau cacing dewasa di
daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja. Anal swab di tempelkan di sekitar
anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat..
9. Diagnosis Banding Enterobius Vermicularis
Pruritus ani merupakan gejala enterobiasis yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir
semua kelainan kulit, misalnya psoriasis dan dermatitis atopik. Reaksi alergi, misalnya dermatitis
kontak yang disebabkan oleh bahan obat bius yang dioleskan di kulit, berbagai jenis salep atau
bahan kimia dalam sabun.Infestasi parasit seperi cacing kremi dan skabies atau pedikulosis.
Selain itu, penyakit-penyakit, seperti kencing manis atau penyakit hati, kelainan anus (misalnya
tanda di kulit atau skin tags, kriptitis, pengeringan fistula) dan kanker (contohnya penyakit
Bowen).

10. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan laboratorium yaitu
dengan Anal Swab. Pemeriksaan Anal swab dilakukan untuk menemukan telur atau cacing
dewasa di daerah perianal di dalam tinja. Pemeriksaan Anal swab dilakukan pada waktu pagi
hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok).
Anal Swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan pita perekat atau Scoth adhesive tape. Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah
sekitar anus (perianal), telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian adhesive tape
diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan mikroskopik. Satu tes
tidak selalu cukup untuk berhasil mendiagnosa enterobiasis dan lebih dari satu mungkin harus
dilakukan. Sebuah tes ulang dilakukan setiap hari selama tiga hari berturut-turut akan
mendiagnosis enterobiasis lebih dari 90% dari waktu.

11. Pencegahan
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan atau mengendalikan infeksi
cacing kremi (Enterobius vermicularis) antaralain :
a. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
b. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
c. Mencuci sprei dan mainan setiap 1 minggu sekali
d. Membersihkan kamar mandi atau jamban setiap hari
e. Sebaiknya pakaian dicuci bersih dan diganti setiap hari
f. Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit

12. Pengobatan
1. Perawatan umum
a. Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluarga serumah atau yang sering
berhubungan dengan pasien
b. Kesehatan pribadi perlu diperhatikan terutama kuku, jari-jari dan pakaiain tidur
c. Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan, bila mungkin setiap
hari
2. Pengobatan spesifik
a. Mebendazole
Pemberian mebendazole dengan dosis tunggal 500 mg, diulang setelah 2
minggu.Kerjanya merusak subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase
cacing, menghambat ambilan glukosa.Absorpsi oral buruk, ekskresi terutama lewat
urin dalam dalam bentuk utuh.
b. Albendazole
Albendazole diberikan dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu.
c. Piperazin sitrat
Piperazin sitrat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 7 hari berturut-turut
dapat diulang dengan interval 7 hari.Kerjanya menyebabkan blokade respon otot
cacing terhadap asetilkolin sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan
oleh peristaltik usus.Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi melalui urine.
d. Pirvium pamoat
Obat ini diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g) dan
diulangi 2 minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual, muntah dan
warna tinja menjadi merah.Bersama mebendazole efektif terhadap semua stadium
cacing Enterobius vermicularis.
e. Pirantel pamoat
Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebagai dosis
tunggal dan maksimum 1 gram.Kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot
cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, menghambat enzim
kolinesterase.Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama
tinja, <15% lewat urine.

13. Komplikasi
Menggaruk bagian yang gatal dapat menyebabkan eksema atau infeksi bakteri disekitar
rektum. Pada wanita, infeksi cacing dapat menyebar ke vagina dan dapat menyebabkan
keputihan.

You might also like