You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

COLLUM FEMUR DENGAN SPINAL ANESTESI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T DENGAN


SPINAL ANESTESI DI RS. PGI CIKINI
JAKARTA, 13 JUNI 2014
Oleh :
Agus Mahendra
Agung Prayogi
Aminuddin
Apika
Santi Agung P.
Tri Apri Widodo

PESERTA PELATIHAN PENATALAKSANA


ANESTESI
PPSDM RS. PGI CIKINI JAKARTA 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi
lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan
menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya tersebut. Operasi obstetri
dan ginekologi di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010, sekitar 22%
pasien dilakukan dengan anestesi umum dan 78% dilakukan dengan anestesi regional.

Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer. Spinal
& anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota
tubuh bagian bawah termasuk fraktur colum femur.
Komplikasi dari spinal anestesi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan,
nyeri punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan
saraf, serta anestesi spinal total sehingga perlu dipahami teknik yang benar tentang
spinal anestesi.

1.2 . Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan Perioperatif dengan Spinal Anestesi pasien Fraktur Collum Femur
Dextra.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien perioperatif fraktur collum femur dextra
dengan spinal anestesi.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien perioperatif fraktur collum
femur dextra dengan spinal anestesi
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien perioperatif fraktur collum
femur dextra dengan spinal anestesi.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien perioperatif fraktur
collum femur dextra dengan spinal anestesi .
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien perioperatif fraktur collum
femur dextra dengan spinal anestesi.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek perioperatif fraktur
collum femur dextra dengan spinal anestesi.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi/ alternatif pemecahan masalah pada kasus spinal anestesi
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam
ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3, L3-L4 atau L4-L5.
Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan
kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal anestesi
dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi
urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki,
tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak
menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat
menggabungkan spinal anestesi dengan anestesi umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum
dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-
pituitari adrenal, sementara anestesi regional yang dipengaruhi terlebih dahulu ialah
saraf simpatis menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke
adrenal.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang dengan
penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan gangguan
endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung ringan mendapat
manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali orang-orang dengan
penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol. Sangat cocok untuk
menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan
tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anesthesia umum ringan.
Kontra indikasi :
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
8. Kelainan neurologis
9. Nyeri punggung kronik
10. Penyakit jantung.

Persiapan anestesi spinal :


Pada dasarnya persiapan untuk anestesi spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1. Informed consent : tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anesthesia spinal
2. Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran : HB, HT,PT,PTT
Peralatan analgesia spinal :
1. Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, EKG
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum
spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).
2. Teknik Anestesi Spinal :
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah
duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 26G, 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa spuit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum
spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya
likuor keluar.
6. Posisi saat penyuntikan :
Posisi Duduk:
1. Pasien duduk di atas meja operasi
2. Dagu di dada
3. Tangan istirahat di lutut
Posisi Lateral:
1. Bahu sejajar dengan meja operasi
2. Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
3. Memeluk bantal/knee chest position

Tinggi blok analgesia spinal :


Faktor yang mempengaruhi:
1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik.
4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat
batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul
ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia
yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang
diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah
menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

3. Komplikasi Anastesi Spinal


Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling, dapat dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia : Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2
3. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
Komplikasi intraoperatif:
1). Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena
vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan
arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output
akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus
diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif
seperti efedrin atau fenilefedrin.
Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi
spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang
berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini,
hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia
merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-
Jarisch.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid
(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah
penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi
hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg
diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok
simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
2). Blok spinal tinggi atau total
Faktor pencetus blok spinal tinggi atau total biasanya pasien mengejan , kesalahan
dalam penghitungan obat dan kecepatan dalam penyuntikan. Sesak nafas dan sukar
bernafas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi, Sering disertai dengan mual,
muntah dan gelisah.
Apabila blok semakin tinggi, penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai
hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung.
Penanganan
• Usahakan jalan nafas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan nafas lewat face mask.
• Jika depresi pernafasan makin berat perlu segera dilakukan intubasi endotrakheal
dan kontrol ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat.
• Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti
jantung.
• Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi.
• Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari
maka pemberian vasopresor merupakan pilihan, seperti adrenalin dan sulfas atropin.
3) Penurunan Panas Tubuh (Shivering)
• Sekresi katekolamin ditekan shg produksi panas oleh metabolisme berkurang
• Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya
hipotermi.
Penanganan
• Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas.

Komplikasi postoperative:
1). Komplikasi gastrointestinal
Bila terjadi mual muntah karena hipotensi, disamping itu juga adanya aktifitas
parasimpatik yang menyebabkan peningkatan peristaltik usus, juga karena tarikan
nervus dan pleksus khususnya N. Vagus, adanya empedu dalam lambung oleh karena
relaksasi pilorus dan sphincter duktus biliverus, faktor psikologis dan hipoksia.
Penanganan
• Untuk mengatasi hipotensi loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid, atau
• Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
• Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
• Dapat juga diberikan anti emetik
2). Nyeri kepala
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Disebabkan
adanya kebocoran cairan cerebrospinalis (LCS) akibat tindakan penusukan jaringan
spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS, akibatnya terjadi
ketidakseimbangan pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi
kecepatan produksi. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan
pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa
faktor seperti ukuran jarum yang digunakan dan tusukan yang berulang-ulang.
Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala, Nyeri
kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 – 48 jam selepas suntikan anestesi
spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke
retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan
muntah.
Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila
pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan
akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu
24 – 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan
oral atau intravena), analgesic. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi
perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya menghentikan
kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan tekanan extradural. Jika
terapi konservatif tidak efektif.

3). Nyeri punggung


Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan
jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament
dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma
suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam
beberapa waktu yang singkat.
4). Komplikasi neurologik
Munculnya bakteri pada ruang subarachnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan
klinis dilakukan dengan baik. Meningitis aseptik mungkin berhubungan dengan injeksi
iritan kimiawi telah dideskripsikan, ditandai dengan munculnya demam tetapi jarang
terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni lokal yang
memadai.
Pencegahan terhadap meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan
obat-obatan yang betul-betul steril, menggunakan jarum spinal sekali pakai dan bila
terjadi meningitis dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik.
Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini
biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan.
Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama.
Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda
spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada
spinal maupun epidural. Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena,
umumnya meliputi: mati rasa, kelemahan otot, kelainan BAB, kelainan sfinkter
kandung kemih dan jarang terjadi adalah sakit pinggang yang berat. Apabila ada
kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan
dikonsultasikan ke ahli bedah saraf.
5). Retentio urine / Disfungsi kandung kemih
Spinal anestesi menurunkan 5-10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak
pada pasien hipovolemia, umumnya akan kembali setelah 24 jam. Kateter urin harus
dipasang untuk observasi produksi urine.

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. T DENGAN SPINAL


ANESTESI
DI KAMAR BEDAH RS. PGI CIKINI JAKARTA
TANGGAL 13 JUNI 2014

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 49 th
Agama : kristen
Jenis Kelamin : Perempuan.
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Batak
Alamat : Jl. Lewa no. 30 Pekayon Pasar Rebo – Jakarta Timur
Tanggal Masuk : 11 – 06 - 2014
Tanggal Pengkajian : 13 Juni 2014
No. Register : 27 93 02
Diagnosa Medis : Fraktur Colum Femur.

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. O
Umur : 24 th.
Hub. Dengan Pasien : anak.
Pekerjaan : Wiraswasta.
Alamat : Pasar Rebo – Jakarta Timur.
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Nyeri pangkal paha kiri dan tidak dapat digerakkan, saat dilakukan pengkajian, pasien
mengatakan takut untuk menjalani tindakan operasi.

2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini


Pasien terpeleset dan jatuh dengan posisi duduk saat berbelanja di pasar, seketika itu
timbul nyeri pada pangkal paha kiri dan tidak dapat digerakkan, sehingga oleh anak
dibantu warga sekitar pasien dibawa ke Rumah Sakit Cikini.

b. Riwayat Penyakit Keluarga


orang tua pasien juga mempunyai riwayat hipertensi.

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
DS : Pasien mengatakan punya penyakit darah tinggi dan biasanya jika mengeluh
pusing Pasien hanya minum obat yang dibeli di warung, yaitu bodrex.
DO : TD. 160/90 mmHg
Gigi dan mulut : mukosa bibir kering, gigi bersih
b. Pola Nutrisi-Metabolik
DS : sebelum sakit Pasien mengatakan makan 3x/hari, tidak ada pantangan, tidak
pernah merokok atau minum minuman
beralkohol, Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan.
Selama sakit pasien makan makanan yang disediakan RS. 8 jam
sebelum operasi pasien puasa makanminum.
DO : S. 36.4 ºC,
BB : 49 kg TB : 154 cm
Abdomen : dinding perut datar, supel, tympani, bising usus 5x/mnt
Mata : anemis (-), sklera tak ikterik
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid
Turgor kulit normal (kembali dalam 1 detik)
Hb. : 12.9 g/dL Ureum : 25 mg/dl
Leukosit : 13.600/uL Creatinin : 0.7 mg/dl
SGOT : 34 u/l SGPT : 28 u/l
c. Pola Eliminasi
1) BAB
DS : Pasien mengatakan Sebelum sakit BAB 1-2x/ hari dengan konsistensi normal
Saat sakit pasien BAB 1x/hari
DO : (-)

2) BAK
DS : pasien mengatakan Sebelum sakit biasanya BAK 4-6x/hari.
DO : terpasang kateter dengan produksi urine 300 cc
d. Pola aktivitas dan latihan
DS : Pasien mengatakan saat sakit untuk kemampuan merawat diri sebagian dibantu
orang lain
DO : pasien dibantu untuk pindah ke branchart
Pemeriksaan Penunjang :
Radiologi :
Foto Pelvis : Tampak fraktur columfemur kiri.
Foto thorax : Cardiomegali ringan, pulmo tak tampak kelainan radiologis.
ECG sinus rhytm

Pemeriksaan Fisik :
- Pernafasan : dinding dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,
suara parunormal, wheezing (-), sonor diseluruh lapang paru
- Cardiovasculer : cor: reguler, gallop dan murmur tidak ada. TD. 190/90, N. 107 x/mnt
- Muscoloskeletal :
- Anggota gerak atas : tidak ada fraktur, kedua tangan mampu digerakkan
- Anggota gerak bawah : kaki kanan tidak dapat digerakkan
Kekuatan otot 5 5
5 5
e. Pola kognitif dan Persepsi
DS : Pasien mengatakan bila nyeri pasien melakukan tehnik relaksasi menarik napas
DO :
saat pindah ke branchart pasien tampak meringis menahan sakit dan melakukan tekni
k relaksasimandiri.
Kesadaran Compos Mentis, GCS 15
f. Pola Persepsi-Konsep diri
DS : pasien mengatakan takut untuk menjalani tindakan operasi
DO : keadaan umum cemas
TD : 160/90, N : 107 x/menit
g. Pola Tidur dan Istirahat
DS : pasien mengatakan biasanya tidur 6-8 jam per hari tampa minum obat tidur tanpa
mendengkur
DO : (-)
h. Pola Peran-Hubungan
Tidak dikaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
Tidak dikaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping
DS : Pasien mengatakan takut menjalani tindakan operasi.
DO : keadaan umum cemas
pasien selalu bertanya tentang tindakan operasi yang akan dilakukan
Nadi 107 x/menit
k. Pola Nilai-Kepercayaan
DS : pasien mengatakan sering ke gereja
DO : (-)

INTRA OPERATIF
B1 : Nafas spontan, O2 3 lt/mnt dengan nasal canule, RR. 18x/mnt, SPO2 94%
B2 : Pasien mengatakan merasa kedinginan saat operasi berlangsung 90 menit, pasien
terlihat menggigil, TD. 135/80 mmHg, N.96 x/mnt, S. 35.4 ºC, suhu ruangan 18 ºC, Obat
spinal buvanest 0.5% 17.5 mg + catapress 50 mg, perdarahan saat operasi ± 100 cc
B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS 15
B4 : Produksi urine selama 3 jam 300cc
B5 : BAB (-)
B6 : Extrimitas bawah tidak bisa digerakkan, dilakukan tindakan ORIF Fraktur Collum
Femur Dextra

POST OPERATIF
B1 : Nafas spontan, O2 3 lt/mnt, RR. 20 x/mnt, SPO2 98%
B2 : Pasien mengatakan sudah merasa hangat, TD. 132/87 mmHg, N. 84 x/mnt, RR.
20x/mnt Suhu. 36.4ºC
B3 : Kesadaran Kompos Mentis, GCS 4-5-6
B4 : produksi urine selama d RR 50 cc
B5 : BAB (-)
B6 : Pasien bertanya kenapa kedua kaki belum bisa digerakkan karena, terdapat luka post
op ORIF collum femur dengan drain, kedua kaki belum bisa digerakkan.
5. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA Etiologi MASALAH
PRE OPERATIF
S : Pasien mengatakan takutmenjalani tindakan operasi Rencana tindakan operasi Cemas
O : TD. 160/90
N. 107 x/menit
RR. 20 x/menit

INTRA OPERATIF
S : Pasien mengatakan kedinginan
O : pasien tampak menggigil Lingkungan operasi, cairan dan efekobatanestesi Gangguan termoregulasihipoterm,i
T. 35.4 °C
TD. 135/80 mmHg
N. 96 x/menit
SPO2 94%
Suhu Ruang operasi 18 ºc
Durasi operasi 3 jam
Obat spinal buvanest 0.5% 17.5 mg + catapres 50mg

S:-
O : keringat dingin (-)
perdarahan 100 cc
TD. 135/80 mmHg, N.96 x/mnt Vasodilatasi vaskuler dan perdarahan perioperatif Resiko kekurangan volume cairan tubuh
Prod. Urine 300cc/ 3jam
Obat spinal buvanest 0.5% 17.5 mg + catapres 50mg

S:-
O : TD. 135/80 mmHg, N.96 x/mnt
Obat spinal buvanest 0.5% 17.5 mg + catapres 50mg
Efek obat spinal anestesi Resiko gangguan penurunan curah jantung
POST OPERATIF
S : Pasien mengatakan kedua kaki masih belum bisa digerakkan
O : Pasien posisi terbaring
Pasien belum bisamenggerakkan kedua kaki
Obat spinal buvanest 0.5% 17.5 mg + catapres 50mg
Intoleransi aktivitas
Tirah baring dan imobilitas
B. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas

NO TANGGAL / JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd


DITEMUKAN TERATASI

I 13-06-2014 Cemas b/d rencana tindakan operasi 13-06-2014


II 13-06-2014 Gangguan termoregulasi b/d lingkungan kamar operasi, cairan dan efek obat anestesi 13-06-2014
Resiko kekurangan volume cairan tubuh b/d vasodilatasi vaskuler dan perdarahan
III 13-06-2014 Resiko gangguan penurunan curah jantung b/d efek obat spinal anestesi 13-06-2014
Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas
IV 13-06-2014 13-06-2014

V 13-06-2014 13-06-2014
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Perawatan
DIAGNOS Tujuan dan
Intervensi Rasional
A Kriteria Hasil
Cemas b/d Tujuan : - Kaji tingkat- Mengetahui tingkat kecemasan pasien
rencana menghilangkan kecemasan - Perawat bisa memahami masalah yang membuat pasien cemas.
tindakan cemas pre- pasien
operasi operatif dan - Dorong
peningkatan klien untuk- Semakin bertambahnya tingkat pengetahuan yang di dapat akan mengurangi kecemasan.
pengetahuan mengekspre- Pasien lebih mudah untuk mengungkapkan masalah
tentang sikan
persiapan pre- ketakutan - Support terutama dari keluarga atau orang dekat bisa mengurangi cemas.
operatif dan atau
harapan pasca- kekhawatira- Teknik relaksasi seperti nafas dalam mampu mengurangi tingkat kecemasan.
Operatif. n yang
Kriteria Hasil : dialami - Obat-obatan pre anestesi seperti sedatif mengurangi kecemasan pasien.
- Terbina - Berikan
- Mengetahui tanda vital dan status psikologis pasien untuk menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
hubungan saling informasi
percaya antara yang - Untuk pengambilan keputusan dalam pemberian cairan.
pasien dan membantu
perawat menyingkir- Pemenuhan kebutuhan cairan untuk mengisi kekurangan cairan vaskuler
- Pasien dapat kan
mengekspresika kekhawatira- Obat vasokonstriksi seperti ephedrin dapat meningkatkan vasokontriksi vaskuler untuk meningkatkan tekanan darah.
n ketakutan atau n klien
kekhawatiran - Pertahankan
- .Agar pasien memahami bahwa imobilisasi extrimitas bawah adalah efek obat spinal.
tentang komunikasi- Aktifitas yang berlebihan dapat meningkatkan resiko jatuh.
pembedahan terbuka - Menjaga keselamatan pasien, menghindari resiko jatuh.
yang akan dengan - Menghindari kebocoran dari cairan cerebrospinal.
dihadapinya klien
- Pasien - Libatkan
dapat Mengguna peran dari
kan teknik keluarga
relaksasi untuk atau sahabat
Resiko menurunkan klien,
Gangguan cemas sepanjang
penurunan - Pasien memungkin
curah mengungkapkan kan
jantung b/d bahwa tingkat - Ajarkan
efek obat kecemasannya teknik
spinal sudah hilang relaksasi
anestesi atau berkurang.
- Pasien
mengatakan siap- Kolaborasi
untuk menjalani dengan tim
operasi. medis untuk
pemberian
medikasi
pre-
anesthesi

- Kaji
tekanan
darah, status
pernapasan,
Intoleransi Tujuan: nadi dan
Aktivitas menunjukkan status
b/d tirah status curah psikologis
baring dan jantung yang pasien
imobilitas memuaskan
Kriteria Hasil : - Pantau
- Peningkatan tanda
atau penurunan kekurangan
TD tidak lebih atau
dari 20% dari kelebihan
modal awal ( ≤ cairan
180/110
atau ≥1200/60)- Memberi
- Perubahan nadi dan
tidak lebih dari memantau
20% dari modal pemberian
awal ( >50 cairan
x/mnt) sesuai
kebutuhan
pasien
operatif

- Kolaborasi
dengan tim
medis
dalam
pemberian
obat
vasokonstri
ktor

- Jelaskan
Tujuan : kepada
Pasien dapat pasien
menyadari tentang efek
keterbatasan kerja obat
fisik yang spinal
dialami anestesi
Kriteria hasil : - Anjurkan
Pasien terhindar kepada
dari resiko ceder pasien
a untuk
Tidak terjadi ke membatasi
bocoran liquor aktifitas
Pasien tidak me- Pasang bed
ngeluh pusing side pada
Pasien memaha branchart
mi alasan kakiny
- Jelaskan
a masih belum b kepada
isa digerakkan pasien agar
Pasien memaha tidak duduk
mi alasan atau
tidak boleh men mengangkat
gangkat kepala s kepala
ertaduduk samp terlalu
ai 24 jam tinggi
sampai 24
jam
D. Implementasi Keperawatan
Hari/ Ttd
NoDx Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam
I - Memberi salam kepada pasien di ruang transit S : Pasien mengatakan cemasnya terhadap tindakan operasi sudah
- Meminta klien untuk mengekspresikan ketakutan atau berkurang
kekhawatiran yang dialami O : pasien tampak lebih tenang
- Memberikan informasi tentang tindakan operasi yang akan TD. 150/90, N. 100 x/mnt
dijalani RR. 18 x/mnt
- Meminta kepada anak pasien untuk menemani dan memberi A : masalah teratasi sebagian
support selama di ruang transit P : Lanjutkan Intervensi,
- Mengajarkan teknik relaksasi Injeksi miloz 3mg post inj. spinal
S : Pasien mengatakan tidak merasa lemas
O : Keringat dingin (-)
II - Mengkaji tekanan darah, pernapasan, nadi dan tanda fisik Suhu : 36.2 ºC, TD. 135/80 mmHg, N.96 x/mnt
13-06-2014
penurunan curah jantung dan kecemasan pasien A : Masalah teratasi sebagian
Memantau tanda kekurangan atau kelebihan cairan P : Lanjutkan Intervensi
- Memberi dan memantau pemberian cairan sesuai kebutuhan
- Memantau tekanan darah, pernapasan, nadi secara bekala
pasien operatif S : Pasien mengatakan sudah paham tentang efek spinal anestesi
- Loading cairan 784cc untuk pengganti puasa pre inj. spinal O : pasien tampak tenang
1. Keb. jam pertama: 882 cc Pasien dapat mengulang penjelasan dari perawat
2. Keb. jam kedua dan ketiga : 686 cc A : Masalah teratasi
- menjelaskan kepada pasien tentang efek kerja obat spinal P : Hentikan Intervensi
III anestesi
- Menganjurkan kepada pasien untuk membatasi aktifitas
- Memasang bed side pada branchart
- Memberi penjelasan kepada pasien agar tidak duduk atau
mengangkat kepala lebih dari satu bantal sampai 24 jam

You might also like