You are on page 1of 8

UJME7 (1) 2019: 910-917

Unnes Journal of Mathematics Education


https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme/
ISSN: 2252-6927 (print); 2460-5840 (online)

Kefektifan Model Pembelajaran CORE terhadap Kemampuan


Literasi Matematika Siswa Kelas VII
Agustina Puspitarinia,*, Edy Soedjokoa, Suhito Suhitoa
a
Universitas Negeri Semarang, Gedung D7 Lt. 1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

*Alamat E-mail: agustinapuspitarini22@gmail.com

ARTICLE INFO Abstrak

Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji kemampuan literasi matematika siswa
Diterima 19 Februari 2019 dalam pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending)
mencapai ketuntasan belajar; (2) menguji rata-rata kemampuan literasi matematika
Disetujui 19 Februari 2019
siswa dalam model pembelajaran CORE lebih baik dari rata-rata kemampuan literasi
Dipublikasikan 20 Februari
matematika siswa dengan penerapan pembelajaran ekspositori; dan (3) mengetahui
2019 deskripsi kemampuan literasi matematika siswa setelah diberikan pembelajaran
dengan model CORE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP di Purwodadi,
Kata kunci: Grobogan. Penelitian ini adalah penelitian mix methods dengan model sequential
Keefektifan; Kemampuan explanatory design. Pegumpulan data dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap
Literasi Matematika; Model pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif. Untuk data kuantitatif diperoleh
CORE. dari hasil nilai tes kemampuan literasi.Untuk data kualitatif diperoleh dari hasil
wawancara dengan 6 subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1)
kemampuan literasi matematika siswa pada kelas eksperimen dapat mencapai
ketuntasan belajar yaitu ketuntasan secara individu dan klasikal; (2) rata-rata
kemampuan literasi matematika siswa dalam model pembelajaran CORE lebih baik
daripada rata-rata kemampuan literasi matematika siswa dengan pembelajaran
ekspositori; (3) Hasil tes dan wawancara menunjukkan kemampuan literasi
matematika siswa: a. Kelompok atas yaitu termasuk dalam kategori baik karena
kedua subjek mampu memenuhi seluruh indikator kemampuan literasi matematika;
b. kelompok sedang termasuk kategori baik dan cukup, karena subjek SE-21
termasuk kategori baik untuk soal nomor 4 dan 6, dan kategori cukup untuk nomor 2
dan 5. Subjek SE-22 termasuk kategori baik untuk soal nomor 4 dan 6, dan kategori
cukup untuk nomor 2 dan 5; c.kelompok bawah termasuk kategori cukup dan
kurang, subjek SE-25 termasuk kategori baik untuk soal nomor 2 dan 6, dan kategori
kurang untuk nomor 4 dan 5. Subjek kelompok bawah yang lain yaitu SE-08
termasuk kategori kurang untuk seluruh soal.

© 2019 Published by Mathematics Department, Semarang State University

permasalahan-permasalahan dalam kehidupan


1. Pendahuluan sehari-hari yang dapat dipecahkan dengan
pengetahuan matematika yang diperoleh siswa di
Matematika mempunyai arti penting sekolah. Namun pada kenyataannya, kini siswa
dalam membantu manusia menyelesaikan masalah sering mengalami kesulitan dalam suatu soal
pada kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep pada matematika yang berhubungan dengan kehidupan
ilmu matematika dapat diterapkan untuk sehari – hari. Hal ini terlihat pada rendahnya nilai
memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Oleh matematika Indonesia dalam studi komparatif
karena itu, hendaknya pembelajaran matematika di internasional PISA ( Programme for International
kelas tidak hanya menitikberatkan pada Student Assesment).
penguasaan materi untuk menyelesaikan masalah Tujuan pembelajaran matematika yang
secara matematis. Tetapi juga membuat siswa ditetapkan Departemen Pendidian Nasional (2006)
lebih memahami konsep pada ilmu matematika itu sejalan dengan NCTM (National Council of
sendiri dan membuat siswa lebih mengenal

To cite this article:


A. Puspitarini, E. Soedjoko, & Suhito (2019). Keefektifan model pembelajaran CORE terhadap kemampuan literasi
matematika siswa kelas VII.Unnes Journal of Mathematics Education, 7(1), 910-917. doi:
10.15294/ujme.v7i1.xxxxx
A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 911

Teachers of Mathematics) (2000: 67) yang oleh 65 negara, Indonesia berada pada urutan ke-
menetapkan lima kompetensi dalam pembelajaran 61. Pada tahun 2012 yang diikuti oleh 65 negara,
matematika: pemecahan masalah matematis Indonesia berada diurutan 64.
(mathematical problem solving), komunikasi Literasi matematika sejalan dengan
matematis (mathematical communication), standar isi mata pelajaran matematika dalam
penalaran matematis (mathematical reasoning), kurikulum Indonesia (Wardono, 2014). Terdapat
koneksi matematis (mathematical connection), dan kesesuaian dan kesepahaman antara literasi dan
representasi matematis (mathematical standar isi karena pada intinya kemampuan yang
representation). Gabungan kelima kompetensi ingin dicapai dalam standar isi tujuan
tersebut perlu dimiliki siswa agar dapat pembelajaran matematika adalah literasi
mempergunakan ilmu matematika dalam matematika.
kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang Berdasarkan hasil wawancara dengan
mencakup kelima kompetensi tersebut adalah salah satu guru matematika di sekolah ini,
kemampuan literasi matematika. diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah
Menurut draft assessment framework siswa kelas VII masih belum optimal. Hal ini
PISA, OECD (Organization for Economic dibuktikan dengan hasil belajar siswa pada ulangan
Cooperation and Development) (2013: 17) literasi tengah semester genap kelas VII masih banyak
matematika merupakan kemampuan seseorang yang belum mencapai KKM. Kemampuan
untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan pemecahan masalah merupakan salah satu
matematika dalam berbagai konteks, termasuk kompetensi dalam kemampuan literasi
kemampuan melakukan penalaran secara matematika. Jadi dapat dikatakan bahwa belum
matematis dan menggunakan konsep, prosedur, optimalnya kemampuan pemecahan masalah dapat
dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, menyebabkan belum optimalnya kemampuan
atau memperkirakan fenomena atau kejadian. literasi matematika siswa.
Kemampuan literasi matematika Pencapaian literasi matematika yang
membantu siswa untuk memahami peran dan belum optimal dapat terjadi karena proses
kegunaan matematika di setiap aspek kehidupan pembelajaran di kelas belum mengarah pada
sehari-hari dan juga menggunakannya untuk pembentukan kemampuan literasi matematika
membantu membuat keputusan-keputusan yang siswa. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan
tepat dan beralasan. Alasan inilah yang membuat model pembelajaran di kelas. Di sekolah ini proses
literasi matematika penting untuk dimiliki siswa, pembelajaran menggunakan model pembelajaran
karena dapat menyiapkan siswa dalam pergaulan ekspositori dimana pembelajaran yang berlangsung
di masyarakat modern (OECD, 2010). berpusat pada guru, guru menjelaskan materi,
Pentingnya literasi matematika ini belum memberi contoh soal, dan memberi latihan soal,
diimbangi dengan kualitas mutu pembelajaran di sehingga belum terlihat aktivitas untuk
Indonesia. Dapat dilihat dari berbagai jenis tes menumbuhkan kemampuan literasi matematika.
berskala internasional yang diikuti Indonesia, salah Kemampuan literasi matematika juga berkaitan
satunya dengan terlibat dalam Programme for dengan kehidupan sehari-hari, jadi permasalahan
International Student Assesment (PISA) yang yang diberikan merupakan masalah yang erat
mengukur kemampuan literasi membaca, hubungannya dengan manfaat matematika di
matematika, dan IPA siswa usia 15 tahun atau kehidupan.
setara jenjang pendidikan sekolah menengah Penerapan model pembelajaran yang
pertama. Fokus dari PISA adalah literasi yang sesuai mampu mendorong siswa untuk menunjang
menekankan pada keterampilan dan kompetensi kemampuan literasi matematika mereka. Salah satu
siswa yang diperoleh dari sekolah dan dapat model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pembelajaran CORE. Pembelajaran CORE
berbagai situasi (Stacey, 2011). merupakan kependekan dari Connecting,
Berdasarkan hasil penilaian oleh PISA Organizing, Reflecting, dan Extending yang
(Programme for International Student Assesment) merupakan tahapan dari pembelajaran CORE itu
pada literasi matematika menunjukkan bahwa skor sendiri (Calfee, 2004). Pemilihan model
rata-rata dan peringkat yang diperoleh siswa pembelajaran ini dengan pertimbangan berikut. (1)
Indonesia masih jauh di bawah rata-rata Ditinjau dari sintaks yang dimiliki, model
internasional. Tahun 2000 yang diikuti oleh 41 pembelajaran CORE mempunyai langkah
negara, Indonesia berada pada urutan ke-39. pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
Selanjutnya, tahun 2003 diikuti oleh 40 negara, yang diteliti yaitu kemampuan literasi matematika.
Indonesia berada pada urutan ke-38. Sedangkan Pada tahap connecting, peserta didik diharapkan
pada tahun 2006 diikuti oleh 57 negara, Indonesia mampu mengoneksikan pengetahuan yang
berada pada urutan ke-50 dan tahun 2009 diikuti sebelumnya sudah dimiliki dengan pengetahuan

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 912

yang akan dipelajari. Pada tahap organizing, dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
peserta didik diharapkan mampu mengolah populasi tersebut, dimana sampel yang diambil
informasi untuk memahami materi. Pada tahap dari populasi harus benar-benar representative atau
reflecting, peserta didik diharapkan dapat mewakili (Sugiyono, 2014: 81). Pengambilan
melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
dilakukannya. Dan pada tahap extending, peserta menggunakan teknik simple random sampling.
didik melakukan kegiatan untuk memperluas dan
Disebut simpel karena pengambilan anggota
mengembangkan pengetahuannya. (2) Ditinjau
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
dari prinsip reaksi model, model CORE
memfasilitasi guru untuk memperlakukan dan memperhatikan strata yang ada dalam populasi,
merespon siswa pada saat pembelajaran yaitu serta populasi diasumsikan homogen. Sampel
dengan bertanya, menjawab, atau mengingatkan dalam penelitian ini adalah dua kelompok siswa.
siswa selama prose pebelajaran. (3) Ditinjau dari Satu kelompok siswa diberikan perlakuan berupa
sistem pendukung model, model CORE didukung pembelajaran CORE dan satu kelompok siswa
oleh media pembelajaran berupa LKS pada metode yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran
diskusi dan media visual berupa powerpoint pada ekspositori. Pengambilan subjek penelitian untuk
tahap connecting dan reflecting. (4) Ditinjau dari penelitian kualitatif dalam penelitian ini
sistem sosial model, model CORE mampu menggunakan purposive sampling. Purposive
menciptakan pola komunikasi yang seimbang sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
antara guru dan peserta didik. Pada tahap pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014: 85). Cara
connecting dan reflecting guru cukup dominan
pemilihan subjek penelitian yaitu peneliti akan
dengan memfasilitasi peserta didik untuk menggali
pengetahuan prasyarat dan melakukan refleksi memilih orang-orang tertentu yang
terkait kegiatan pembelajaran yang telah dipertimbangkan akan memberikan data yang
dilakukan, sedangkan pada tahap organizing dan diperlukan dan tidak ada ketentuan banyaknya
extending peran siswa lebih dominan. (5) Ditinjau subjek yang diambil. Pertimbangan dalam
dari dampak instruksional dan dampak pengiring, menentukan subjek penelitian ini didasarkan pada
model CORE dapat memberikan hasil belajar yang hasil tes kemampuan literasi matematika siswa
baik yaitu model pembelajaran terbukti efektif dan dari kelompok atas, kelompok tengah, dan
dapat mencapai ketuntasan (Kusrianto et.al : kelompok bawah, dengan tiap kelompok diambil
2016). dua orang dari kelas yang memperoleh
Pemilihan materi segiempat pada kelas pembelajaran dengan model CORE.
VII didasarkan atas pertimbangan bahwa materi
bangun segiempat merupakan materi yang banyak Tes yang digunakan dalam penelitian ini
melibatkan konsep dalam matematika maupun
adalah tes akhir. Tes akhir (post-test) digunakan
bidang ilmu lain, dan juga berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Sehingga permasalahan untuk mengetahui kemampuan literasi matematika
yang berkaitan dengan segiempat dapat digunakan siswa setelah diberi perlakuan. Tipe tes yang akan
untuk mengoptimalkan kemampuan literasi digunakan dalam instrumen penelitian adalah
matematika siswa. bentuk uraian. Bentuk tes uraian dipakai untuk
Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti mengungkapkan proses berpikir, ketelitian dan
perlu melakukan penelitian dengan judul sistematika dalam menyelesaikan soal. Sebelum
“Keefektifan Model Pembelajaran CORE terhadap penyusunan instrumen dalam bentuk tes ini,
Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang didalamnya
VII”. mencakup nomor soal, soal dan indikator tes hasil
belajar matematika. Sebelum instrumen penelitian
2. Metode Penelitian yang dibuat berdasarkan pedoman penyusunan tes
diberikan kepada sampel yang akan diuji, harus
Penelitian ini adalah penelitian mix diujicobakan terlebih dahulu kepada subyek lain di
methods dengan model sequential explanatory luar subyek penelitian, tetapi mempunyai
design. Pegumpulan data dilakukan melalui dua kemampuan setara dengan subyek dalam
tahap, yaitu tahap pengumpulan data kuantitatif penelitian yang akan dilakukan. Pedoman
dan data kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan wawancara digunakan sebagai pedoman hasil
pada 15 Mei 2017 2017 sampai dengan 3 Juni analisis kualitatif. Pedoman wawancara digunakan
2017, di salah satu SMP di Purwodadi, Grobogan. untuk mengetahui kemampuan literasi matematika
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan
VII tahun ajaran 2016/2017. Sampel adalah bagian model CORE. Dengan demikian pembahasan hasil

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 913

penelitian dapat lebih akurat. Wawancara aktivitas guru adalah 86,09%. Artinya 86,09%
dilakukan kepada 6 siswa. Pemilihan subjek kegiatan guru pada pertemuan 2 sudah sesuai
menggunakan pertimbangan guru mata pelajaran dengan rencana yang disusun di RPP. Sehingga,
matematika dari hasil pengelompokan nilai post- aktivitas guru pada pembelajaran pertemuan 2
test yang termasuk dalam kelompok bawah, telah memenuhi kriteria sangat baik dengan skor
kelompok tengah dan kelompok atas. Diambil 6 penilaian 4,304. Pertemuan ketiga persentase
aktivitas guru adalah 93,91%. Artinya 93,91%
siswa pada kelas VII dari kelas yang mendapatkan
kegiatan guru pada pertemuan sudah sesuai dengan
pembelajaran dengan model pembelajaran CORE
rencana yang disusun di RPP. Sehingga, aktivitas
dengan rincian 2 siswa kelas atas, 2 siswa kelas guru pada pembelajaran pertemuan 3 telah
tengah dan 2 siswa kelas bawah. memenuhi kriteria sangat baik dengan skor
penilaian 4,695.
Berdasarkan hasil uji coba 8 butir soal tes Secara umum, keterlaksanaan aktivitas
kemampuan literasi matematika dengan 𝑵 = 𝟑𝟗 guru pada pembelajaran matematika dengan model
dan taraf siginifikan 𝟓%, diperoleh soal reliabel CORE untuk pertemuan 1, pertemuan 2, dan
dengan 𝒓𝟏𝟏 = 𝟎, 𝟕𝟗, butir soal 1, 2, 3, 4, 5, 6 valid pertemuan 3 disajikan pada Gambar 1 berikut.
dan butir soal 7,8 tidak valid; butir soal 1, 2, 3 73.04% 86.09% 93.91%
merupakan soal mudah, butir soal 4, 5, 6
merupakan soal sedang, dan butir soal 7, 8
merupakan soal sukar; dan butir soal 1, 4
mempunyai daya beda baik, butir soal 2, 3, 5, 6 pertemuan 1pertemuan 2pertemuan 3
mempunyai daya beda cukup, dan butir soal 7, 8
mempunyai daya beda jelek.Sehingga berdasarkan
Gambar 1. Keterlaksanaan Aktivitas Guru pada
hasil analisis uji coba instrumen tes yang meliputi Pertemuan 1,2, dan 3
validitas butir soal, reliabilitas soal, tingkat Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil
kesukaran butir soal, dan daya beda butir soal keterlaksanaan aktivitas guru pada pertemuan
disimpulkan bahwa soal yang akan dipakai sebagai pertama yang awalnya mencapai 73,04%,
soal tes evaluasi untuk mengukur kemampuan meningkat pada pertemuan kedua yaitu 86,09%,
literasi matematika siswa kelas VII yaitu soal dan 93,91% pada pertemuan ketiga. Adanya
nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. peningkatan tersebut karena telah dilakukan
perbaikan dengan mengacu pada hasil lembar
3. Hasil dan Pembahasan pengamatan aktivitas guru pada pertemuan 1
dengan baik.
Gambaran proses pembelajaran
matematika dengan model CORE yang telah Selain melalui lembar pengamatan
dilaksanakan oleh peneliti, dapat dilihat dari aktivitas guru, gambaran proses pembelajaran
penilaian terhadap aktivitas guru yang telah dengan model CORE yang telah dilaksanakan oleh
dilaksanakan di kelas penelitian. Lembar peneliti, dapat dilihat juga dari lembar aktivitas
pengamatan tersebut diisi oleh guru pendamping siswa yang telah diisi oleh guru pendamping yang
yaitu guru matematika kelas VII B yang berperan berperan sebagai pengamat pada saat pembelajaran
sebagai pengamat pada saat pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa pada pertemuan 1
berlangsung. Tahap kegiatan yang dilaksanakan belum memperoleh skor maksimal. Hal tersebut
pada pembelajaran dengan CORE yaitu (1) dapat dilihat dari skor total yang diperoleh yaitu
Mengoneksikan informasi lama-baru dan antar mencapai 66. Artinya 57,39% kegiatan siswa pada
konsep; (2) Mengorganisasikan ide untuk pertemuan 1 sudah sesuai dengan yang diharapkan.
memahami materi; (3) Merefleksikan apa yang Sehingga, aktivitas siswa pada pembelajaran
telah dipelajari; (4) Mengembangkan, memperluas pertemuan 1 memenuhi criteria cukup baik dengan
dan menggunakan hasil temuan. skor penilaian 2,87. Pada pertemuan kedua
sebagian besar aktivitas siswa sudah memperoleh
Berdasarkan hasil lembar pengamatan skor maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari skor
aktivitas guru diperoleh bahwa persentase aktivitas total yang diperoleh yaitu mencapai 85. Artinya
guru pada pertemuan 1 adalah 73,04%. Artinya 73,91% kegiatan siswa pada pertemuan 2 sudah
73,04% kegiatan guru pada pertemuan 1 sudah sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga aktivitas
sesuai dengan rencana yang disusun di RPP. siswa pada pembelajaran pertemuan 2 telah
Sehingga aktivitas guru pada pembelajaran memenuhi kriteria baik dengan skor penilaian
pertemuan 1 telah memenuhi kriteria baik dengan 3,696. Sebagian besar aktivitas siswa pada
skor penilaian 3,652. Pertemuan kedua persentase pertemuan 3 sudah memperoleh skor maksimal.

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 914

Hal tersebut juga dapat dilihat dari skor total yang hasil tes kemampuan literasi matematika siswa
diperoleh yaitu mencapai 98. Artinya 85,22% telah mencapai KKM yakni 70. Berdasarkan hasil
kegiatan siswa pada pertemuan 3 sudah sesuai uji proporsi ketuntasan klasikal diperoleh harga
dengan yang diharapkan. Sehingga aktivitas siswa zhitung = 1,8167 sedangkan ztabel = 1,64. Karena
pada pembelajaran pertemuan 3 telah memenuhi zhitung > ztabel , maka dapat disimpulkan bahwa
kriteria sangat baik dengan skor penilaian 4,261. proporsi siswa yang tuntas belajar di kelas yang
Secara umum, keterlaksanaan aktivitas menggunakan model pembelajaran CORE lebih
siswa pada pembelajaran matematika dengan dari 75%. Berdasarkan hasil uji kesamaan rata-
model CORE untuk pertemuan 1, pertemuan 2, rata diperoleh harga thitung = 1,7296 sedangkan ttabel
dan pertemuan 3 disajikan pada Gambar 2 berikut. = 1,67. Karena thitung > ttabel maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan literasi
85.22%
73.91% matematika siswa dengan model pembelajaran
57.39% CORE lebih dari rata-rata kemampuan literasi
matematika siswa dengan pembelajaran
ekspositori. Berdasarkan ketiga uji yang telah
dilakukan, diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata
kemampuan literasi matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran CORE telah
pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 mencapai KKM yaitu 70, proporsi siswa yang
Gambar 2. Keterlaksanaan Aktivitas Siswa pada tuntas belajar di kelas dengan menggunakan model
Pertemuan 1, 2, dan 3 pembelajaran CORE telah mencapai ketuntasan
Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil belajar secara klasikal, serta rata-rata kemampuan
keterlaksanaan aktivitas siswa pada pertemuan literasi matematika siswa dengan model
pertama yang awalnya 57,39% mengalami pembelajaran CORE lebih dari rata-rata
peningkatan pada pertemuan kedua menjadi kemampuan literasi matematika siswa dengan
73,91% dan 85,22% pada pertemuan ketiga. model pembelajaran ekspositori. Jadi dapat
Artinya, ada peningkatan terhadap keterlaksanaan disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE
aktivitas siswa pada pertemuan kedua dan ketiga efektif terhadap kemampuan literasi matematika
seiring dengan upaya peningkatan kualitas siswa kelas VII.
pembelajaran oleh guru. Data yang diperoleh pada Untuk mengetahui kemampuan literasi
peneltian ini berupa nilai tes kemampuan literasi matematika siswa pada kelompok dengan
matematika siswa. Selanjutnya, data tersebut pembelajaran CORE, sebelumnya dilakukan
dianalisis untuk membuktikan hipotesis penelitian. reduksi data, penyajian data, dan penarikan
Analisis pada data akhir terdiri dari uji normalitas, kesimpulan verifikasi. Hasil pengumpulan data
uji homogenitas, dan uji hipotesis. Berdasarkan kemudian dilakukan reduksi data. Reduksi data
hasil uji normalitas nilai tes kemampuan literasi dimulai dari mengoreksi hasil post-test,
matematika diperoleh nilai signifikan kelas yang pengamatan aktivitas dalam pembelajaran, dan
memperoleh pembelajaran model CORE sebesar konsultasi terhadap guru matematika yang
0,200 dan signifikan kelas dengan pembelajaran kemudian digunakan untuk menentukan siswa
ekspositori 0,200, karena nilai signifikan tes yang dijadikan subjek penelitian. Kategori
kemampuan literasi matematika kelas dengan kelompok dilakukan setelah meranking nilai post-
model CORE dan kelas dengan pembelajaran test yang telah dilaksanakan. Subjek penelitian ada
ekspositori >0,05, maka 𝐻0 diterima. Artinya nilai 6 yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
tes kemampuan literasi matematika siswa kelas kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok
dengan pembelajaran CORE dan kelas dengan bawah. Reduksi data juga dilakukan pada hasil
pembelajaran ekspositori berdistribusi normal. post-test dan wawancara dengan keenam subjek
Berdasarkan hasil uji homogenitas nilai tes penelitian dengan cara dari kedua hasil
kemampuan literasi matematika siswa diperoleh disederhanakan menjadi susunan bahasa yang
bahwa nilai signifikan sebesar 0,263. Taraf sederhana, baik, dan rapi tentang literasi
matematika siswa.
signifikan diperoleh > 0,05, sehingga 𝐻0 diterima.
Artinya varians antara nilai tes kemampuan literasi Hasil dari penelitian ini diperoleh
matematika siswa kelas dengan model CORE dan kemampuan literasi matematika siswa di kelas
kelas dengan pembelajaran ekspositori adalah yang memperoleh pembelajaran dengan model
sama atau homogen. Berdasarkan hasil uji CORE dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai
ketuntasan individual diperoleh harga thitung = dengan hipotesis 1. Ini berarti pembelajaran yang
4,759 sedangkan ttabel = 1,68595. Karena thitung > menerapkan model pembelajaran CORE tersebut
ttabel , maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata mampu mengembangkan kemampuan literasi

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 915

matematika siswa. Selama pembelajaran siswa pertemuan 1 berdasarkan RPP yang telah
terlibat aktif dalam menyelesaikan permasalahan diperbaiki sesuai dengan hasil pengamatan.
yang diberikan sehingga memungkinkan siswa
untuk mencapai ketuntasan belajar. Begitupun ketercapaian terhadap aktivitas
siswa mencapai 57,39% menunjukkan bahwa
Model pembelajaran yang digunakan ketercapaian aktivitas siswa dalam pembelajaran
merupakan faktor yang mempengaruhi ketuntasan model CORE masuk dalam kategori cukup. Pada
belajar siswa. Model pembelajaran CORE yang pertemuan kedua ketercapaian aktivitas siswa
telah digunakan ini dapat menumbuhkan mencapai 73,91% masuk dalam kategori baik dan
partisipasi aktif siswa, sehingga siswa dapat ikut mengalami peningkatan dari pertemuan 1. Serta
serta dan lebih memahami pelajaran yang pada pertemuan 3 mencapai 82,33% yang masuk
diberikan. Model CORE ini siswa belajar aktif dalam kategori sangat baik. Adanya peningkatan
dengan cara berdiskusi mengerjakan LKS untuk ketercapaian aktivitas siswa, dikarenakan siswa
menemukan pengetahuan baru. Diskusi yang sudah bisa menyesuaikan pembelajaran dengan
dilakukan siswa menimbulkan interaksi sosial model yang diberikan yaitu model CORE.
antara siswa dengan siswa lain dan siswa dengan
guru. Setelah siswa memahami sendiri materi yang Berdasarkan pengujian hipotesis 1,
telah dipelajari bersama, kemudian dikembangkan diperoleh kesimpulan bahwa nilai rata-rata
dengan mengerjakan latihan soal yang berkaitan kemampuan literasi matematika siswa yang
dengan materi. Hal ini sesuai dengan Teori Piaget, memperoleh pembelajaran dengan model CORE
yaitu prinsip utama dalam pembelajaran yaitu mencapai ketuntasan belajar. Selain itu
belajar aktif, belajar melalui interaksi sosial, dan berdasarkan pengujian hipotesis 2, terdapat
belajar melalui pengalaman sendiri. Partisipasi perbedaan kemampuan literasi matematika antara
aktif yang dilakukan oleh siswa dalam model siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
CORE ini sejalan dengan Teori Bruner, dimana model CORE dengan siswa yang memperoleh
dalam proses belajar Bruner mengutamakan pembelajaran ekspositori. Hasil tes kemampuan
partisipasi aktif serta perbedaan kemampuan siswa, literasi matematika siswa menunjukkan rata-rata
dalam hal ini dilakukan melalui diskusi. Diskusi kelas eksperimen adalah 80,3077 sedangkan rata-
yang dilaksanakan merupakan kelompok dengan rata kelas kontrol adalah 74,475. Berdasarkan
kemampuan heterogen, sehigga terjadi kerja sama kedua hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
untuk mendapatkan hasil belajar yang diinginkan, kemampuan literasi matematika siswa pada kelas
sesuai dengan Teori Vygotsky. Dengan demikian, dengan pembelajaran model CORE lebih baik
pembelajaran dengan model CORE berdampak daripada kelas dengan pembelajaran ekspositori.
positif dalam mengembangkan kemampuan literasi Pada kelas pembelajaran dengan model CORE,
matematika siswa. Hal ini sejalan dengan hasil dimana siswa bisa lebih aktif dalam pembelajaran.
penelitian Budiono (2014) menyatakan bahwa Sedangkan pada kelas dengan pembelajaran
pembelajaran dengan media LKPD dapat ekspositori, siswa cenderung kurang aktif karena
mempermudah proses pembelajaran dan pembelajaran berpusat pada guru, guru
meningkatkan hasil belajar siswa dalam menjelaskan materi, siswa hanya memperhatikan.
kemampuan literasi matematika siswa. Jadi sudah Siswa bisa aktif ketika diberi kesempatan untuk
sesuai dengan landasan teori pada bab 2 dan hasil bertanya. Pada pembelajaran model CORE, siswa
analisis statistik pada hipotesis 1 yang aktif menyelesaikan masalah dengan cara
menunjukkan bahwa kelas eksperimen dapat berdiskusi, guru hanya mengarahkan supaya tetap
mencapai ketuntasan belajar, yaitu tuntas secara tercapai apa yang menjadi tujuan pembelajaran.
individual dan klasikal. Selain beberapa uraian Hal ini sesuai dengan pendapat Calfee (2010),
tersebut, faktor yang mendukung pelaksanaan juga dalam model pembelajaran CORE ada empat unsur
dapat dilihat dari aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam kontruktivis yaitu menghubungkan
dalam pelaksanaan pembelajaran model CORE. pengetahuan, mengatur pengetahuan baru,
Secara umum, hasil penilaian terhadap aktivitas memberi kesempatan siswa untuk merefleksikan,
guru menunjukkan bahwa ketercapaian aktivitas dan memberi kesempatan siswa untuk
guru dalam pembelajaran model CORE mencapai mengembangkan. Sehingga dapat mengembangkan
73,04% pada pertemuan pertama yang termasuk kemampuan literasi matematika siswa. Jadi model
dalam kategori baik. Kemudian meningkat pada pembelajaran CORE memberikan rata-rata
pertemuan 2 yaitu 86.09% yang masuk dalam kemampuan literasi siwa lebih baik daripada rata-
kategori sangat baik dan pada pertemuan 3 yaitu rata kemampuan literasi matematika siswa dengan
93,91% termasuk kategori baik. Peningkatan pembelajaran ekspositori. Hal ini sesuai dengan
persentase aktivitas guru pada pertemuan 2 dan 3 penelitian Kusrianto (2016) yang menyatakan
merupakan perbaikan dari aktivitas guru pada bahwa pembelajaran dengan model CORE terbukti
efektif dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa.

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 916

Jadi sudah sesuai dengan landasan teori pada bab 2 25 belum menunjukkan kemampuan using
dan hasil analisis statistik hipotesis II. mathematics tool pada soal nomor 2, sehingga
termasuk kategori baik. Indikator devising
Berdasarkan hasil tes dan wawancara 6 strategies for solving problem dan reasoning and
subjek dari kelas eksperimen mengenai argument pada soal nomor 6 belum terpenuhi,
kemampuan literasi matematika terhadap butir soal sehingga termasuk kategori cukup, dan indikator
nomor 2, 4, 5, dan 6 diperoleh 2 subjek dari devising strategies for solving problem, reasoning
kelompok atas teridentifikasi memiliki and argument, dan using mathematics tool pada
kemampuan literasi matematika yang baik untuk soal nomor 4 dan 5 sehingga termasuk kategori
semua butir soal. 1 subjek dari kelompok sedang kurang. Subjek SE-08 memiliki kemampuan
teridentifikasi memiliki kemampuan literasi literasi kurang untuk seluruh butir soa devising
matematika yang baik untuk soal nomor 4 dan 6, strategies for solving problem, reasoning and
dan memiliki kemampuan literasi matematika yang argument, using mathematics tool, dan using
cukup untuk soal nomor 2 dan 5. Sedangkan 1 symbol. Butir soal nomor 5 tidak dikerjakan oleh
subjek yang lain dari kelompok sedang SE-08 karena tidak bisa.
teridentifikasi memiliki kemampuan literasi
matematika yang baik untuk soal nomor 2 dan 6, Berdasarkan hasil tes dan wawancara
dan memiliki kemampuan literasi matematika yang diketahui jika pemahaman masing-masing subjek
cukup untuk soal nomor 4 dan 5. 1 subjek dari terkait kemampuan literasi matematika
kelompok bawah teridentifikasi memiliki dipengaruhi oleh kelompok kecerdasan,
kemampuan literasi matematika yang baik untuk pembelajaran di kelas, serta kesiapan subjek saat
soal nomor 4, memiliki kemampuan literasi pelaksanaan kegiatan tes.
matematika yang cukup untuk soal nomor 6, dan
memiliki kemampuan literasi matematika kurang
untuk soal nomor 4 dan 5. Sedangkan 1 subjek 4. Kesimpulan
yang lain dari kelompok bawah teridentifikasi
memiliki kemampuan literasi matematika yang Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
kurang untuk semua butir soal. Dua subjek di bab 4, maka diperoleh simpulan sebagai berikut.
kelompok atas yang diwawancarai teridentifikasi (1) Kemampuan literasi matematika siswa kelas
memiliki kemampuan literasi matematika yang VII dengan model pembelajaran CORE mencapai
baik, ketika dikonfirmasi melalui wawancara, ketuntasan belajar. (2) Rata-rata kemampuan
beberapa subjek telah menunjukkan kemampuan literasi matematika siswa dengan model
literasi matematika. Subjek SE-14 dan SE-18 pembelajaran CORE lebih baik dari rata-rata
belum menunjukkan kemampuan using kemampuan literasi matematika siswa
mathematics tool pada soal nomor 4. Subjek menggunakan pembelajaran ekspositori. (3) Hasil
kelompok sedang yaitu SE-21 dan SE-22 ketika tes dan wawancara menunjukkan kemampuan
dilihat dari hasil tes dan wawancara belum mampu literasi matematika siswa, yaitu: a. Kelompok atas
memenuhi seluruh indikator kemampuan literasi yaitu SE-14 dan SE-18 termasuk dalam kategori
matematika. SE-21 teridentifikasi memiliki baik karena kedua subjek mampu memenuhi
kemampuan literasi matematika dengan kategori seluruh indikator kemampuan literasi matematika.
baik, karena hanya 1 indikator yang belum b. Kemampuan literasi matematika pada kelompok
tepenuhi yaitu using mathematics tool dan masuk sedang termasuk kategori baik dan cukup, karena
dalam kategori cukup karena indikator yang belum subjek SE-21 termasuk kategori baik untuk soal
terpenuhi yaitu kemampuan devising strategies for nomor 4 dan 6, dan kategori cukup untuk nomor 2
solving problem, reasoning and argument, dan dan 5. Subjek kelompok sedang yang lain yaitu
using mathematics tool pada soal nomor 5, namun SE-22 termasuk kategori baik untuk soal nomor 4
ketika diwawancarai SE-21 mampu menyebutkan dan 6, dan kategori cukup untuk nomor 2 dan 5. c.
dengan benar. Subjek SE-22 dari hasil tes maupun Kemampuan literasi matematika pada kelompok
wawancara menunjukkan kategori baik karena bawah termasuk kategori cukup dan kurang,
indikator kemampuan literasi yang belum dipenuhi karena subjek SE-25 termasuk kategori baik untuk
yaitu hanya using mathematics tool dan indikator soal nomor 2 dan 6, dan kategori kurang untuk
kemampuan devising strategies for solving nomor 4 dan 5. Subjek kelompok bawah yang lain
problem, reasoning and argument, dan using yaitu SE-08 termasuk kategori kurang untuk
mathematics tool belum terpenuhi, maka termasuk seluruh butir soal.
kategori cukup. Subjek SE-25 dan SE-08 yang
merupakan kelompok bawah teridentifikasi
memiliki kemampuan literasi matematika.
Berdasarkan hasil tes dan wawancara, subjek SE-

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917


A. Puspitarini, E. Soedjoko, Suhito 917

Daftar Pustaka _______. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian (Edisi _______. (2015). Metode Penelitian Kombinasi
Revisi). Jakarta:Bumi Aksara. (Mixed Method). Bandung:Alfabeta.
Azizah, L., Mariani, & Rochmad. (2012). Sudjana. (2000). Metoda Statistika. Bandung:
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Alfabeta.
CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Suherman, E., & Turmudi, & Didi S, & Tatang H,
Matematis.Unnes Journal of Mathematics & Suhendra, & Sufyani P. (2003). Strategi
Education Research, 2(1):101-105. Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi
Revisi). Bandung: JICA-FPMIPA Universitas
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Pendidikan Indonesia.
(2006). Dokumen Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Stacey, K. (2011). The PISA View of
Badan Standar Nasional Pendidikan. Mathematical Literacy in Indonesia. Journal on
Mathematics Education (IndoMS. J.M.E). 2(2):
Budiono, C. S. (2014). PBM Berorientasi PISA 95-126.
Berpendekatan PMRI Bermedia LKPD
Meningkatkan Literasi Matematika Siswa Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran
SMP. Unnes Journal of Mathematics Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Education. 3(3): 210-219.
Suyitno, A. (2004). Dasar-dasar Proses
Calfee, R. C. et al. (2010). Increasing Teachers‟ Pembelajaran Matematika 1. Semarang:
Metacognition Develops Students ‟Higher UNNES.
Learning during Content Area Literacy
Instruction: Finding from the Read-Write Rifa‟i, A. & C. T. Aini. (2012). Psikologi
Cycle Project. Issues in Teacher Education. Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.
19(2): 127-151.
Wardono. (2014). The Realistic Learning Model
Gazali. (2016). Pembelajaran Matematika yang with Character Education and PISA
Bermakna. Math didactic: Jurnal Pendidikan Assessment to Improve Mathematics Literacy.
Matematika 2(3): 181-190. International Journal
of Education and Research. 7(2): 361-372.
Kusni. (2011). Geometri. Semarang: Universitas
Negeri Semarang. Wijayanti, A. (2012). Penerapan Model
Connecting, Organizing, Reflecting, Extending
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian (CORE) untuk Meningkatkan Kemampuan
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi.
Bandung: UPI.

National Council of Teachers of Mathematics


(NCTM). (2000). Principles and Standards for
School Mathematics. ISBN 0-87353-480-8.

OECD. (2010). PISA 2012 Mathematics


Framework. Paris: OECD Publishing.

_____. (2013). PISA 2012 Assesment and


Analytical Framework: Mathematics, Reading,
Science, Problem Solving and Financial
Literacy. Paris: OECD Publishing.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif,


Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.

Unnes J. Math. Educ.2019, Vol. 7, No.1, 910-917

You might also like