Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Disusun Oleh :
E1A007203
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK
SKRIPSI
Disusun Oleh :
E1A007203
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
2009/PN. Bms)”. dengan melalui proses yang panjang, berlomba dengan waktu,
pengorbanan, serta suka dan duka telah penulis lewati. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas
Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun
immateriil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
seperti beliau;
iv
4. Pranoto S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II, yang telah
lebih baik serta segala wawasan, saran, nasihat, dan perhatian yang
skripsi ini;
6. Kedua orang tua saya, Babe Kunto (Tuan Takur) dan Mama Aries
Pamungkas, S.H dan Kedua buah hatinya Panjul dan Gutheng yang
8. Nenek Murwati (Guruh), Dini Famz, Iig Famz, Cunong Famz, Wa’
Sur Famz, Mas Pur Fams, dan Seluruh keluarga besar saya yang tidak
v
9. Yayu Usri Famz yang selalu memberi petuah-petuah bijak dan
11. Hj. Rochani Urip Salami S.H.,M.S., selaku dosen sekaligus ibu kedua
menjadikan penulis menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.
Hukum Unsoed;
12. Seluruh staf dan jajaran dosen yang sudah memberi ilmu kepada
penulis;
Kiswanto;
vi
14. Rekan-rekan penulis di Fakultas Hukum Unsoed, Arinal Nusisyad
Sudewo;
15. Para wanita yang mengisi kehidupan penulis sejak penulis menjadi
16. Bapak dan Mas Baiz, yang selalu memberi tempat dan kemudahan
17. Ibu Kantin, yang selalu memberi menu terlezat dalam setiap hidangan
18. Bapak Satpam, yang selalu memberi perlindungan intern dan extern
Ryan Boby;
20. Team Pra Seminar (Rio, Lulu, Heru, Wahyu, Gideon, Nimas, Inggit,
Ozi, dll) ;
vii
21. Seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
22. Seluruh pihak, baik di dalam maupun diluar Fakultas Hukum yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mohon maaf belum sempat
perjalana nnya, penulis merasa bahwa cinta, tawa, duka, dan usaha,
Warna).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, karenanya penulis
mengharapkan kritik dan sa ran dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi
viii
ABSTRAK
Kasus perkosaan terhadap anak kandung yang dilakukan oleh seorang bapak
ternyata bukan hanya fenomena perkotaan, tapi juga fenomena kejahatan di
daerah. Di Kabupaten Banyumas tepatnya di Desa Tanggeran RT 06 RW 01
Tuslam Turyadi melakukan perkosaan terhadap satu ana k tirinya dan satu anak
kandungnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
diperlukannya Visum et Repertum dalam tindak pidana perkosaan terhadap anak
kandung (incest). Selain itu ditujukkan pula untuk mengetahui akibat hukum dari
putusan pemidanaan dalam dalam Putusan Nomor : 124/Pid.Sus/2009/Pn.Bms.
Guna mencapai tujuan tersebut maka peneletian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data sekunder yang terkumpul
kemudian diolah, disajikan, dan dianalisa secara kua litatif dengan penyajian data
teks naratif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa, diperlukannya Visum et Repertum
dalam tindak pidana perkosaan terhadap anak kandung (incest), pada dasarnya
untuk membuktikan unsur “melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang orang lain”
pada Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Keterangan saksi pada dasarnya kurang cukup untuk dapat
memberikan keyakinan hakim bahwa terdakw a telah melakukan perbuatan incest
terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Visum et Reppertum dalam Putusan
Nomor: 124/Pid.Sus/ 2009/PN. Bms, bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan
mengikat. Pada alat bukti surat ini tidak melekat kekuatan pembuktian yang
mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat sama halnya dengan nilai
kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-sama
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas. Dalam Putusan
Nomor: 124/Pid.Sus/2009/PN. Bms, Visum et Repertum RSUD Banyumas
No.440/1082/X/2009 dan visum et Repertum RSUD Banyumas
No.440/1081/X/2009 yang masing-masing ditandatangani oleh dr.Amrizal, Sp.Og
tanggal 7 Oktober 2009 dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagai dasar untuk
membuktikan adanya persetubuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................….............. iv
ABSTRAK......................................................................................................... ix
ABSTRACT……………………………………………………………............ x
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
B. Pembuktian…………………………………………………….. 10
1. Pengertian Pembuktian……………………………………. 10
3. Teori Pembuktian…………………………………………. 25
C. Visum et Repertum…………………………………………………... 32
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan……………………………………………… 46
B. Spesifikasi Penelitian……………………………………………. 46
C. Sumber Data................………………………………………….. 47
A. Hasil Penelitian………………………………………………….. 49
3. Pembuktian…………………………………………………. 53
5. Putusan……………………………………………………… 73
B. Pembahasan……………………………………………………... 80
Bms…………………………………………………………. 90
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
suatu bentuk normal dari kehidupan sosial. 1 Tindak pidana perkosaan terhadap
anak kandung merupakan fenomena sosial yang melampaui batas moral. Tindak
pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur, termasuk pula ke dalam salah
satu masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam.
lingkungan keluarga meningkat. Hal ini menurut lelaki yang biasa disapa Kak
Seto itu karena perubahan situasi lingkungan dan maraknya peredaran video
porno. 2
2012. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 480 kasus.
Sedangkan untuk kasus perkosaan tercatat pada periode 1998-2010 terjadi 4.845
1
Mien Rukmini, 2006, Apek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai),
Alumni, Bandung, hal. 81.
2
Edo, Kekerasan Seksual terhadap Anak Meningkat ,
http://news.liputan6.com/read/398970/kekerasan-seksual-terhadap -anak-meningkat, diakses pada
tanggal 10 Desember 2013.
2
di Indonesia.Bahkan lebih jauh lagi, dari catatan Indonesia Police Watch (IPW)
keterangan Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, “Pada Januari 2013 tepatnya
hingga 25 Januari 2013 sudah terjadi 25 kasus perkosaan dan dua kasus
tersebut tidak hanya merusak masa depan korban, tetapi juga berpotensi
dirinya telah ternoda mungkin tidak berani berbaur dengan lingkungan sosialnya,
karena malu. Selain itu, gunjingan masyarakat sekitar bisa saja mengakibatkan
korban semakin terpuruk. Jika hal ini berlangsung terus-menerus tanpa ada
dukungan yang memicu keberanian korban untuk tampil kembali di depan publik,
terdekat, bisa keluarga baik itu ayah, paman, kakak, ataupun teman-temannya.
3
Junet Rajagukguk, Fenomena Meningkatnya Pemerkosaan (Pencabulan) Terhadap Anak
di Bawah Umur, http://hukum.kompasiana.com/2013/02/14/fenomena-meningkatnya-
pemerkosaan-pencabulan-terhadap-anak-di-bawah-umur-533665.html, diakses pada tanggal 10
Desember 2013.
3
kasus-kasus pemerkos aan yang dilakukan oleh kakak, paman, bahkan ayah
kandung sendiri.
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat waktu dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwa melakukan suatu
pelanggaran hukum.
pidana yang akan diambil. Putusan pidana oleh hakim itu sendiri didasarkan pada
adanya kebenaran materiil yang tepat dan berlaku menurut ketentuan undang-
undang, dalam hal ini hukum acara pidana. Penemuan kebenaran materiil tidak
terlepas dari masalah pembuktian, yaitu tentang kejadian yang konkret dan
secara logika. 4
ditangani dengan selengkap mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah
4
Y.A. Triana Ohoiwutun, 2006, Profesi Dokter dan Visum et Repertum (Penegakan Hukum
dan Permasalahannya) , Dioma, Malang, hal. 10.
4
tenaga ahli diatur dalam KUHAP yakni Pasal 120 ayat (1), yang menyatakan :
“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
tersebut dituangkan secara tertulis sebagai hasil pemeriksaan medis yang disebut
terhadap perempuan yang terdiri atas kekerasan fisik, psikis, dan seksual. 6
kekuatan fisik, atau intimidasi dalam rangka memperoleh relasi seksual dengan
5
Waluyadi, 1999, Pengetahuan dasar Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung, hal.
100.
6
A gus Purwadianto, 2003, Perkosaan Sebagai Pelanggaran HAM, Djambatan Jakarta,
hal. 65.
5
pelaku berniat bukan hanya sekedar melampiaskan hasrat seksualnya saja, tetapi
agresinya. 7
Kasus perkosaan terhadap anak kandung yang dilakkan oleh seorang bapak
Tuslam Turyadi melakukan perkosaan terhadap satu anak tirinya dan satu anak
7
Oka Dhermawan, 2005, Perlindungan Hukum Pelaksnaan Aborsi Bagi Perempuan
Korban Perkosaan, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal. 20
8
Adam Chazawi, 2005, Tindak Pidana mangenai Kesopanan, Raja Grafindo, Jakarta,
hal. 62 -63.
6
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut :
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan menjatuhkan pidana. 9 Oleh karena itu Hukum Acara Pidana mempunyai suatu
tujuan, tujuan dari Hukum Acara Pidana tersebut dimuat dalam Pedoman
"Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiel, ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menemukan apakah terbukti suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 10
Simons dan J.M. van Bemmelen menganggap tujuan hukum acara pidana
formal bukanlah merupakan tujuan dari hukum acara pidana. Lilik Mulyadi juga
menyataklan bahwa:
9
Nikolas Simanjuntak. 2009. Acura Pidana Indonesia datum Sirkas Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal. 23.
10
Andi Hamzah, 2000, Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta, hal. 8.
9
Hakikat kebenaran materiil yang ingin dicapai oleh hukum acara pidana ini
merupakan manifestasi dari fungsi hukum acara pidana, yaitu sebagai ber ikut:
3. Pelaksanaan keputusan. 12
Fungsi mencari dan menemukan kebenaran ini selaras dengan ketentuan Pasal
dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepa t, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu
dapat dipersalahkan.
11
Lilik Mulyadi, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 12
12
Ibid.
10
mana penyidik dan penuntut umum mampu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah
terjadi tindak pidana persetubuhan. Harus diakui pembuktian dalam tindak pidana
persetubuhan adalah sangat sulit, sebab pihak yang berwenang harus memastikan
ancaman kekerasan.
B. Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian
(KUHAP) adalah:
13
Jimly Asshidiqie, 2010, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang , Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 139.
14
Eddy O. S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian¸ Erlangga, Jakarta, hal. 15.
11
mengenai :
cara bagaimana hakim boleh mempergunakan alat-alat bukti itu dan juga
15
Andi Hamzah, Op cit., hal. 77.
16
R.Soesilo, 2002, Hukum Acara Pidana, Politeia, Bogor,hal. 111.
12
17
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril mendefinisikan
hal ini guna penerapan azas legalitas dalam suatu peraturan. Menurut
alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus
a. Keterangan saksi
17
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 102 -103.
13
adalah :
Pasal 185 ayat (1) KUHAP ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pemikiran saja bukan merupakan keterangan saksi (Pasal 185 ayat (5)
KUHAP).
dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah harus memenuhi dua syarat
yaitu :
1) Syarat Formil.
Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah jika
diberikan di bawah sumpah. Keterangan saksi yang tidak
di bawah sumpah hanya boleh digunakan sebagai
penambah penyaksian yang sah.
2) Syarat Materil
Bahwa keterangan saksi saja tidak dapat dianggap sebagai
alat pembuktian salah satu unsur kejahatan yang
dituduhkan.
18
M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 266.
19
Darwan Prints, 1989, Hukum Acara Pidana suatu Pengantar, Bina aksara, Jakarta, hal.
108.
15
keterangan saksi :
minimum pembuktian.
Hal ini bisa terjadi seperti yang diatur dalam Pasal 161
20
M. Yahya Harahap, Op cit., hal. 273-274.
21
Yahya Harahap, op. cit. , hal. 291-295
17
KUHAP
petunjuk.
disumpah
penilaian hakim
b. Keterangan ahli
KUHAP disebutkan :
janji di hadapan hakim dan juga keterangan ahli itu diperlukan untuk
dengan nilai pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli.
keterangan ahli :
22
Ibid., hal. 283-284
20
c. Surat
sebagai berikut :
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami
sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangan itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai
hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggungjawabnya diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
keadaan yang secara resmi daripadanya;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain".
23
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 1987, Mengenal Lembaga Kejaksaan Di Indonesia,
Bina Aksara, Jakarta, hal.38.
21
24
M Yahya Harahap , Op cit., hal.. 288-289.
22
d. Petunjuk
yang terdiri dari ayat (1), (2), dan (3). Dalam ayat (1) yang diartikan
haruslah :
25
Andi Hamzah, 2002, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hal. 263.
26
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Op cit., hal. 44
23
bebas yakni :
e. Keterangan terdakwa
bukti yang ada dan uraiannya terdapat pada Pasal 189 ayat (1)
ketahui sendiri atau alami sendiri. Di dalam HIR, alat bukti ini disebut
dilakukan seseorang.
28
Andi Hamzah, Op cit., hal. 273.
29
Ibid ., hal. 273.
25
undang-undang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, terdiri dari
bukti masing-masing.
3. Teori Pembuktian
30
M.Yahya Harahap, Op cit., hal. 299-300.
31
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 187.
26
Belaka)
kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Tidak ada alat
bukti yang dikenal selain alat bukti berupa keyakinan seorang hakim.
suatu perbuatan sesuai dengan keyakinannya yang timbul dari hati nurani,
pembelaannya itu.
32
Ibid., hal. 187.
33
Andi Hamzah, Op.Cit, hal.248.
27
sistem conviction intime, dalam sistem ini hakim tidak lagi memiliki
sistem ini hampir sama dengan sistem pembuktian conviction intime yaitu
ada tidaknya alasan yang rasional yang mendasari keyakinan hakim. Jika
dalam sistem conviction intime keyakinan hakim bebas tidak dibatasi oleh
34
Ibid ., hal. 248.
28
kebebasan itu tidak ada tetapi terikat oleh alasan-alasan yang dapat diterima
Bukti Belaka)
35
Andi Hamzah, Op.Cit, hal. 250.
36
Rusli Muhammad, Op cit., hal.189.
29
terbukti dan dipidana oleh hakim sekalipun dapat dirasakan pengakuan dan
namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam
undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga
secara negatif.
37
Loc cit.
30
dilengkapi dengan alat-alat bukti yang sah, ia pun tidak dapat menjatuhkan
hakim. Kedua syarat ini harus ada dalam setiap pembuktian dan dengan
pidana kepada seorang terdakwa, sebaliknya jika kedua hal ini tidak
harus dipenuhi dalam sistem pembuktian ini telah tercermin dalam Pasal
menyatakan bahwa :
38
Ibid., hal. 187.
32
pelaku dan mempunyai kesalahan, tetapi jika tidak dilengkapi dengan alat-
alat bukti yang sah, ia pun tidak dapat menjatuhkan putusan pidana tetapi
putusan bebas.
dan banyaknya alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada
dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa
C. Visum et Repertum
terdapat dalam Stbl. Tahun 1937 No. 350 tentang Visa Reperta . Visa
39
Ibid., hal. 187.
33
Stbl. Tahun 1937 No. 350 selengkapnya menyatakan, bahwa "Visa Reperta
para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada
khusus seperti tercantum dalam Pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah
dalam perkara pidana, selama berisi keterangan mengenai hal yang dilihat
Stbl. Tahun 1937 No. 350 hingga saat ini belum dicabut, meskipun
KUHAP telah berlaku lebih dari dua puluh tahun. Namun demikian,
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya disebut Visum et Repertum.42
besar kecilnya luka atau tentang sebab kematian korban). Dalam pemeriksa-
an perkara oleh penyidik, dokter sebagai seorang ahli harus tunduk pada
40
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op cit., hal. 12
41
Ibid ., haal. 13
42
Ibid ., hal. 14
34
berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat
digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam pasal 187
sebagaimana ketentuan Pasal 187 KUHAP. Jadi surat yang dimaksud pada
Pasal 187 KUHAP adalah surat-surat yang dibuat oleh pejabat resmi yang
berbentuk berita acara, akte, surat keterangan atau surat lain yang
mutlak dalam menentukan suatu surat dikategorikan sebagai suatu alat bukti
yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat di atas sumpah jabatan
dapat dianggap sebagai benda bukti. Kekuatan pembuktian dari alat bukti
pembuktian alat bukti lainnya, disini hakim bebas menentukan apakah alat
tidak. Walaupun begitu bukan berarti hakim bisa menyangkal tanpa alasan
suatu alat bukti surat yang sudah terbukti kebena rannya dan bersesuaian
tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan
Visum et Repertum.43
43
NN, Peran Visum et Repertum Dalam Pennyidikan Tindak Pidana Di Indonesia Beserta
Hambatan yang Ditimbulkannya, www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ea793e8c75da.diakses
pada tanggal 10 Desember 2013.
44
R. Atang Ranoenihardja, 1991, Ilmu Kedokteran Kehakiman (forensik science),
Bandung, Torsito, hal. 21.
36
dengan mana dapat dinyatakan pada dokter lain tentang barang bukti yang
a. Laporan tertulis;
b. Dibuat oleh dokter;
c. Permintaan tertulis dari pihak yang berwajib;
d. Apa yang dilihat atau diperiksa berdasarkan keilmuannya. 45
yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti
yang ada dalam suatu perkara pidana, maka Visum et Repertum mempunyai
45
Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal. 1.
46
M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta,
Sinar Gra fika, hal.282.
47
Ibid., hal. 303.
37
sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Melihat apa yang
dalam pemakaian istilah tindak pidana. Akan tetapi para sarjana hukum pidana
berikut :
Perbuatan
1) Perbuatannnya memenuhi rumusan undang-undang;
2) Bersifat melawan hukum.
Orang (Berupa Kesalahan / Pertanggungjawaban)
1) Mampu bertanggungjawab;
2) Tidak ada alasan pemaaf. 48
48
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 2007, hal. 23
38
syarat pemidanaan di dasari oleh dua kritera yaitu subjektif dan objektif. Secara
objektif seorang yang dapat dipidana haruslah terlebih dahulu melanggar rumusan
melawan hukum.
Salah satu unsur dari tindak pidana adalah sifat melawan hukum. Perbuatan
dikatakan sebagai tindak pidana apabila memiliki unsur sifat melawan hukum.
Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP, Bab XIV tentang
Kejahata n Terhadap Kesusilaan. Namun demikian ada pasal-pasal lain yang dapat
digunakan untuk menjaring pelaku perkosaan, yaitu Pasal 286 dan 287 KUHP.
Pasal 285 KUHP sifatnya adalah pasal pokok untuk kasus perkosaan. Ketiga pasal
49
Pipin Syarifin, 2000, Hukum Pidana Di Indonesia, Pustaka Setia, Jakarta, hal. 55
50
Sudarto, Op cit., hal. 44
51
Ibid.
39
perkawinan.
Dengan demikian unsur -unsur pasal yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP
1. Barang siapa
Namun kalau kita simak makna Pasal 2, 44, 45, 46, 48, 49, 50,
2. Kekerasan
52
Moeljatno, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 278
53
Abdul Wahid, Op, Cit., hal. 110.
40
berdaya;54
3. Ancaman kekerasan
4. Unsur memaksa
itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Sebagaimana juga tidak
memaksa;56
5. Adanya persetubuhan
6. Di luar perkawinan
“Seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk
melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana
diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dala m lubang kemaluan seorang
wanita yang kemudian mengeluarkan air mani”.
R.Sugandhi61adalah :
57
Ibid ., hal. 113
58
Ibid ., hal. 114
59
Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual Advokasiatas Hak Asasi Perempuan, Rafika Aditama, Malang, hal. 40.
60
Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Loc cit
61
Ibid ., hal. 41
42
Pendapat itu menunjukkan pada suatu perkosaan yang terjadi secara tuntas,
hingga selesai (mengeluarkan air mani). Jika hal ini tidak sampai terjadi, maka
secara eksplisit, apa yang dilakukan laki-laki itu belum patut dikategorikan
sebagai perkosaan.
Incest berasal dari bahasa latin Incest us yang berarti tidak suci, tidak
senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang
diterima masyarakat luas sekarang ini adalah hubungan seks atau aktivitas seksual
hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik
atau tiri. 63 Sedangkan pengertian yang lebih luas lagi ialah hubungan seksual yang
dilakukan seseorang dalam keluarga atau seseorang yang sudah seperti keluarga,
baik laki-laki ataupun perempuan seperti ayah kandung, ayah tiri, ibu dari pacar,
saudara laki-laki, saudara tiri, guru, teman, pendeta/ulama, guru, paman atau
kakek. 64
keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan
62
Akademia, Vol. 4 No. 3 Juli 2000, hal. 1
63
Sulaiman Zuhdi Manik, 2002, Penanganan dan Pendampingan Anak Korban Incest,
PKPA, Jakarta. hal.37
64
Ibid ., hal. 38
43
anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik) sebagian termasuk kedalam
dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh orang yang lebih
tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual.
seksual seda rah dalam KUHP Indonesia sangatlah penting, terutama mengenai
Pasal 285, Pasal 287, Pasal 294 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) butir (1). Untuk
Pasal 285 KUHP kurang tepat, karena Pasal 285 KUHP adalah pasal perkosaan.
Pasal 287 KUHP juga belum tepat untuk pengaturan incest. Sedangkan bagi
Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) butir (1) masih relevan untuk mengatur
incest. Kasus incest bukanlah kasus perkosaan biasa, melainkan menyangkut juga
psikologi yang terbentuk. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika UU Indonesia
memperlakukan pelaku incest sama dengan korban perkosaan biasa. Oleh karena
hanya relevan dengan Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) butir (1). Dalam
kedua Pasal ini tidak dikenal pidana penjara dan denda paling sedikit/minimalnya,
tahun pada Pasal 294 ayat (1) dan 5 (lima) tahun untuk Pasal 295 ayat (1) butir
(1).
44
“Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tiri, anak angkat, anak
belum dewasa, yang pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasannya
diserahkan padanya atau pun dengan bujangnya atau bawahannya yang
belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun”.
kepastian perlindungan khususnya antara lain kepada anak dalam situasi yang
adanya tindak pidana persetubuhan. Tindak pidana persetubuhan pada anak secara
Namun dalam ilmu hukum hanya mensyaratkan adanya penetrasi penis kedalam
vagina. 65
Secara khusus berdasarkan azas asas lex specialis derogat legi generalisdan
berat yaitu pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun. Hal ini berbanding jauh dengan Pasal 294 ayat (1) KUHP yang hanya
Hal ini terlihat dari rumusan Pasal 81ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak setiap orang yang dengan sengaja
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Ketentuan Pasal 81ayat (2)
tersebut berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu
dengannya atau dengan orang lain. Apabila dibandingkan dengan Pasal 294 ayat
(1) KUHP terlihat jelas unsur ke khususan incest yaitu melakukan perbuatan cabul
dengan anaknya, anak tiri, anak angkat, anak belum dewasa, yang
65
Ibid ., hal. 113
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam kajian ini, hukum dilihat
sebagai sebuah sistem tersendiri yang terpisah dengan berbagai sistem lain yang
ada di dalam masyarakat sehingga memberi batas anatara sistem hukum dengan
sistem lainya. 66
terhadap anak kandung (Incest). Selain itu ditujukan pula untuk menganalisis
kajian literatur.
B. Spesifikasi Penelitian
ini adalah preskripsi, yaitu suatu penelitian yang menjelaskan keadaan obyek
66
Ibrahim, Jhonny, 2007, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang,
Cetakan Ketiga, Banyumedia Publishing.
47
yang akan diteliti melalui kaca mata disiplin hukum, atau sering disebut oleh Peter
C. Sumber Data
maka sumber data yang digunakan yaitu data sekunder data utama dan data primer
pokok dalam penelitian ini yang bersumber dari studi pustaka berupa peraturan
dibedakan menjadi:
satu dengan lainya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga
kualitatif, yaitu dengan cara menjabarkan dan menafsirkan data yang diperoleh
hukum dan doktrin-doktrin yang terdapat dalam ilmu hukum, khususnya dalam
hukum pidana.
49
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Duduk Perkara
Terdakwa TS BIN TR pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat
diingat lagi dengan pasti tahun 1998 sampai dengan Januari 2008 dan pada
hari minggu tanggal 28 Desember 2008 sekira pukul 22.00 WIB sampai
dengan 15 Juni 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di tahun 1998
dalam kamar rumah orang tua saksi korban Desa Tanggeran RT.06Rw.01,
yang dengan kekerasan memaksa anak yaitu saksi korban SR umur 16 tahun
kepada saksi korban SR supaya dipakai untuk duduk setelah itu terdakwa
lubang vagina saksi korban yang saat itu saksi korban merasakan kesakitan
korban TRS yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 28 Desember 2008
sekira pukul 22.00 WIB terdakwa yang pada waktu itu sedang berada di
rumah bersama anaknya yaitu saksi korban TRS melihat TRS di dalam
saksi korban yang tidak dalam keadaan terkunci dan mendapati saksi korban
panjang dan celana dalam yang dikenakan saksi korban TRS kemudian
korban melepas celana yang dikenakannya dan menindih tubuh saksi korban
51
TRS yang atas tindakan terdakwa tersebut saksi korban TRS berusaha untuk
dan membungkam mulutnya hingga saksi korban takut apalagi saksi korban
melihat saksi korban takut terdakwa menindih dan kedua kaki terdakwa
dalam lubang vagina saksi korban TRS, sedangkan saksi korban TRS
terakir perbuatan tersebut dilakukan pada saksi korban TRS hari Senin
tanggal 15 Juni 2009 yang atas perbuatan terdakwa tersebut tidak berani
dan melakukan pemukulan jika emosi sehingga para saksi korban takut dan
saksi korban TRS hanya bisa menangis dan pada hari Senin tanggal 28
dan diketahui oleh saksi korban SR dan membaca surat yang ditulis oleh
saksi korban TRS yang berisi "bahwa terdakwa telah diperkosa saksi
pihak berwajib pada tanggal 02 Oktober 2009, kemudian pada hari Sabtu
Saksi korban SR adalah anak tiri dari terdakwa yang pada saat
saksi korban TRS bin Tuslam Turyadi adalah anak kandung terdakwa yang
saat kejadian berumur 13 tahun yang lahir pada tanggal 09 Mei 1996 sesuai
Pemeriksaan pada hari Selasa tanggal 06 Oktober 2009 pada saksi korban
dubur didapati selaput dara sobek (sobekan lama pada arah jam 2,7 dan 10
seperti orang yang sudah sering bersetubuh, tetapi belum mempunyai anak,
sedangkan untuk saksi korban TRS pada waktu pemeriksaan pada hari
Selasa tanggal 06 Oktober 2009 terdapat luka robek tidak teratur pada
53
selaput darah alat kelamin akibat dimasuki benda tumpul seperti penis orang
a. Dakwaan Primair
b. Dakwaan Subsidair
perlindungan anak.
3. Pembuktian
a. Keterangan Saksi
1) Saksi Sutrisno
54
berbuat cabul terhadap anaknya yaitu saksi TRS dan anak tirinya
tersebut.
bilang nanti setelah saksi selesai nderes, dan sekitar jam 19.00
2) Saksi Kamitri
berbuat cabul terhadap anaknya yaitu saksi TRS dan anak tirinya
56
saksi Satinem.
dan dirumah.
3) Saksi Satinem
cabul terhadap anaknya yaitu saksi TRS dan anak tirinya yaitu
jahat, aku habis diperkosa sama bapak, itu yang masih saksi
ingat dan sekarang tulisan surat tersebut sudah saksi sobek dan
marah dan saksi TRS dilempar sandal, akhirnya saksi diam takut
tentang isi tulisan yang ditulis anak saksi TRS dan saksi minta
Polsek Somagede.
mempunyai 4 (empat) orang anak yaitu SR, anak saksi dari lain
4) Saksi SR
orang tua.
kesakitan dan pedih pada alat kelamin saksi dan benar saksi
menstruasi.
terdakwa.
kepada ibu kandung saksi yaitu saksi Satinem, setelah itu surat
saksi.
tulisan/surat.
usia saksi 12 (dua belas) tahun dan belum menstruasi dan masih
b. Keterangan Terdakwa
bernama SR dan anak kandungnya yang bernama TRS. Pada hari dan
tanggal yan tidak lagi diingat, namun dapat dipastikan pada tahun
menujukan ibu jari diapit ditengah dengan kedua jari (isyarat kawin)
alat kelaminnya ke dalam alat kelamin saksi korban SR, sambil naik
duduk di sekolah dasar, saat itu belum menstruasi dan belum tumbuh
saksi SR.
tidak tahu keluar darah atau tidak. Saksi korban diancam untuk tidak
sudah tidak memakai baju dan celana dalam masuk ke kamar anak
70
tidak terkunci.
mengatakan agar saksi TRS sebagai anak menuruti orang tuanya. Saat
kejadian tersebut saksi TRS berusia kurang lebih 12 (dua belas) tahun,
alat kelamin TRS, korban merasa sakit dan mau menangis tetapi
TRS hari Senin tanggal 15 Juni 2009 sekira pukul 21.00 WIB.
pria warna coklat tua yang bertuliskan Spor t,1 (satu) buah kaos
lengan panjang warna pink,1 (satu) buah celana dalam warna pink
milik saksi TRS yang dikenakan pada saat kejadian. Atas pembacaan
tidak keberatan.
c. Barang Bukti
berikut:
perlindungan anak.
bertuliskan Sport,
5. Putusan
a. Pertimbangan Hakim
1) Setiap orang
2) dengan sengaja
telah terpenuhi.
Pada hari dan tanggal yang tidak bisa diingat lagi pada tahun
itu terdakwa tahu saksi masih berumur kurang lebih 7 (tujuh) tahun
berkali-kali dan terakhir sekitar bulan Januari 2009 pada malam hari
Purwokerto.
75
tersebut saksi TRS berusia kurang lebih 12 (dua belas) tahun, dan
telah terpenuhi.
orang lain.
sesuatu yang buruk, atau yang merugikan, atau perbuatan yang tidak
tahu bahwa anak tirinya masih berumur kurang lebih 7 tahun dan
bulan Januari 2009 pada malam hari sewaktu SR pulang kerja sebagai
yang bernama TRS yang sedang tidur di kamar , dan saat kejadian
tersebut saksi TRS berusia kurang lebih 12 tahun, dan masih sekolah
kekerasan secara fisik saja tetapi juga kekerasan ps ikis sehingga saksi
korban SR dan saksi korban TRS tidak berdaya dan mau menuruti
didapati selaput dara sobek (sobekan lama pada arah jam 2,7, 10, dan
nama TRS pada sedangkan untuk saksi korban TRS pada waktu
robek tidak teratur pada selaput darah alat kelamin akibat dimasuki
dihukum seberat-beratnya.
b. Amar Putusan
dengannya.
dijatuhkan.
bertutiskan Sport,
B. Pembahasan
keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu
dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik) sebagian termasuk
dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh
orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk
baik itu secara internal dan eksternal. Kasus incest yang terjadi, banyak
sekali tidak dilaporkan oleh korban incest. Jika dibandingkan dengan kasus
yang terjadi, hal itu tidak sebanding dengan kasus yang terjadi sebenarnya.
Karena hal itu dianggap sebagai aib keluarga, apabila diketahui masyarakat
dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan
sepengetahuan Satinem sebagai ibu korban. TS Bin TR pada saat itu sangat
2009 saksi korban TRS menuangkan perasaannya dalam surat dan diketahui
oleh saksi korban SR dan membaca surat yang ditulis oleh saksi korban
berwajib pada tanggal 2 Oktober 2009, ke mudian pada hari Sabtu tanggal 3
korban, rasa malu yang tinggi sangat menghambat terbukanya kasus incest
ini ke permukaan. Oleh karena itu saksi korban TRS hanya dapat
Korban yang notabene adalah anak perempuan, tidak tahu dan tidak
kompleks membuat anak korban incest hanya mampu memendam apa yang
telah dialaminya. Hal inilah yang dialami SR , sehingga korban bahkan tidak
yang dekat adalah hubungan antara ayah dan anak perempuannya, antara ibu
keponakan dan antara ayah tiri dan anak tiri. Pengertian incest pada masa
sekarang ini telah diperluas lagi meliputi peradaban pada genital, buah dada
sini incest meliputi tindakan seksual yang tidak hanya bersifat penetrasi alat
seksual secara wajar, namun juga dapat dikatakan kurang wajar, yang
meliputi tindakan anal sex, juga tindakan yang bersifat peradaban terhadap
daerah-daerah sensitif. 69
69
Sulaiman Zuhdi Manik, Op cit., hal. 37
83
Pasal 294 ayat (1) KUHP. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
antara lain kepada anak dalam situasi yang tereksploitasi secara ekonomi
dalam vagina; dan ejaculation penis ke dalam vagina. Namun dalam ilmu
Oleh karena itu bentuk unsur yang perlu dibuktikan adalah ada atau
selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana incest dari
70
Abdul Wahid, Op cit. hal. 113
71
Abdul Mun’in Idries , Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses
Penyidikan, Karya Unipers, Jakarta, 1982, hal. 113-115.
85
langkah yang diambil pihak Kepolisian dalam mengusut suatu kasus incest.
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan
tepat waktu dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
menentukan lebih lanjut putusan pidana yang akan diambil. Putusan pidana
oleh hakim itu sendiri didasarkan pada adanya kebenaran materiil yang tepat
secara logika.72
72
Y.A. Triana Ohoiwutun, 2006, Profesi Dokter dan Visum et Repertum (Penegakan
Hukum dan Permasalahannya) , Dioma, Malang, hal. 10.
86
yang sah sebagaimana dimaksud diatas dan yang telah ditentukan menurut
Pidana (yang selanjutnya disebut KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1). 73
bantuan tenaga ahli diatur dalam KUHAP yakni Pasal 120 ayat (1), yang
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”. Keterangan
Repertum.
yaitu mela nggar Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
1) Setiap orang
2) dengan sengaja
73
Waluyadi, 1999, Pengetahuan dasar Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung,hal.
100.
87
lain.
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka penuntut umum harus dapat
orang lain.
anggota kelamin pria telah masuk ke dalam lubang anggota kelamin wanita
air mani dengan mendasarkan pada bekas luka, adanya unsur paksaan,
robeknya selaput dara ataupun bercak mani. Hal ini tentunya hanya dapat
Repertum.
74
R. Sugandhi, 2006, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, hal. 301
88
dr. Arnrizal, Sp.OG dari Rumah Sakit Umum Banyumas pada tanggal 07
menyatakan bahwa:
Ny.Dinem dan di dalam kamar rumah orang tua saksi korban Desa
memaksa anak yaitu saksi korban SR umur 16 tahun dan saksi TRS umur 13
hingga kurun waktu terakir perbuatan tersebut dilakukan pada saksi korban
masih anak. Hal ini juga dapat dibuktikan sesuai dari hasil pemeriksaan/
Pada waktu Pemeriksaan hari Selasa tanggal 6 Oktober 2009 pada saksi
colok dubur didapati selaput dara sobek (sobekan lama pada arah jam 2, 7,
10, dan liang senggama dalam posisi terbuka. Kesimpulan : Liang senggama
seperti orang yang sudah sering bersetubuh, tetapi belum mempunyai anak,
sedangkan untuk saksi korban TRS pada waktu pemeriksaan pada hari
Selasa tanggal 06 Oktober 2009 terdapat luka robek tidak teratur pada
selaput darah alat kelamin akibat dimasuki benda tumpul seperti penis orang
90
persetubuhan pada anak kandung/tiri (incest). Hal ini karena pada saat ibu
bisa saja karena unsur kekerasan, saksi akan bersikap diam sebagaimana
persetubuhan dengannya atau dengan orang orang lain” pada Pasal 81 ayat
prins ipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna bagi
yang berkeadilan, dan penegakan hukum berkeadilan itu adalah bagian dari
masyarakatnya.
sederhana dan mudah. Ketika penegak hukum dihadapkan pada suatu tindak
menjadi keliru atau tidak tepat. Apabila hal tersebut terjadi akan membawa
dampak penegakan hukum yang dapat menyakiti rasa keadilan bagi pihak
75
Sudikno Mertokusumo, 2006, Bunga Rampai Ilmu Hukum ,Yogyakarta Liberty, hal. 107,.
92
hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak
penyidikan disebutkan pada P asal 120 ayat (1), yang menyatakan : “Dalam
hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan”.
76
Lilik Mulyadi, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Suatu Tinjauan Khusus
Terhadap: Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan), Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 12
93
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap
memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta
penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana,
yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi
tindakan penyidikan suatu kasus pidana, hal ini selanjutnya akan diproses
pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan
tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk
kasus tersebut.
tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan
hari Selasa tanggal 6 Oktober 2009 pada saksi korban SR sekitar kemaluan
dara sobek (sobe kan lama pada arah jam 2, 7, 10, dan liang senggama dalam
96
sering bersetubuh, tetapi belum mempunyai anak, seda ngkan untuk saksi
korban TRS pada waktu pemeriksaan hari Selasa tanggal 6 Oktober 2009
terdapat luka robek tidak teratur pada selaput darah alat kelamin akibat
dimasuki benda tumpul seperti penis orang dewasa secara paksa kesimpulan
saksi korban,yaitu memaksa SR umur 16 (enam belas) tahun dan saksi TRS
pada saksi korban TRS hari Senin tanggal 15 Juni 2009. Berdasarkan fakta
senggama seperti orang yang sudah sering bersetubuh. Hal ini sesuai dengan
97
robek tidak teratur pada selaput darah alat kelamin akibat dimasuki benda
tumpul seperti penis orang dewasa. Hal ini juga memperlihatkan perbuatan
masalah. Tetapi pada prakteknya tidak semua barang bukti dapat dibaw a ke
tubuh manusia, maka antara lain akan dibuktikan penyebab luka atau
delicti dan locus delicti. Untuk itu tentu yang seharusnya diketengahkan di
sidang pengadilan adalah luka atau kelainan pada saat (atau paling tidak
mendekati saat) peristiwa pidana terjadi. Hal ini boleh dikatakan sangat sulit
Karena itu semua hal yang terdapat pada tubuh manusia (benda bukti)
harus direkam atau diabadikan oleh seorang dokter dan dituangkan ke dalam
apa yang dilihatnya, apa yang diketemukannya, dan apa yang ia dengar,
tersebut dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan saksi
b. Surat
Ditinjau dari segi materiil, semua alat bukti yang disebut dalam Pasal
187 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, bukan alat bukti
yang mempunyai kekuatan mengikat. Pada alat bukti surat ini tidak
melekat kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan
pembuktian alat bukti surat inipun sama halnya dengan nilai kekuatan
pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-
sama mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas.
Tanpa mengurangi sifat kesempurnaan formil alat bukti surat yang
disebut Pasal 187 huruf a, b dan c Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, sifat kesempurnaan formil tersebut tidak dengan
sendirinya mengadung nilai kekuatan pembuktian yang mengikat.
Hakim bebas untuk menilai kekuatan pembuktiannya. Hakim dapat
saja menggunakan atau menyingkirkannya. 78
77
Waluyadi, Op.Cit,. hal. 37 - 38
78
M. Yahya Harahap, 2002, Op cit, hal. 288-289.
100
yang bersifat bebas. Alat bukti rekam medis yang dikategorikan surat formil
menyingkirkannya.
dengan dukungan alat bukti lainya, seperti halnya keterangan terdakwa tidak
dapat berdiri sendiri dengan alat bukti lainnya ataupun keterangan ahli dan
surat. Dalam hal ini terlihat bahwa nilai kekuatan pembuktiannya tergantung
pada penilaian hakim. Visum et Reppertum sebagai bukti yang bebas, yang
79
Ibid ., hal. 273-274.
101
bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Pada alat bukti surat
pembuktian alat bukti surat inipun sama halnya dengan nilai kekuatan
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Anak.
Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat sama halnya dengan nilai
Perlindungan Anak.
B. Saran
Literatur
Asshidiqie, Jimly. 2010. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang . Sinar
Grafika. Jakarta.
Wahid,AbduldanMuhamadIrfan. 2001.
PerlindunganTerhadapKorbanKekerasanSeksualAdvokasiatasHakAsa
siPerempuan.RafikaAditama. Malang.
PeraturanPerundang -undangan.
Sumber Lainnya
Edo.KekerasanSeksualterhadapAnakMeningkat.http://news.liputan6.com/re
ad/398970/kekerasan-seksual-terhadap-anak-meningkat. diakses pada
tanggal 10 Desember 2013.