You are on page 1of 41

RINGKASAN MATERI DALAM UKOM NERS

I. MANAJEMEN KEPERAWATAN
i. KODE ETIK KEPERAWATAN
1. Autonomy/menghargai hak – hak pasien dalam membuat keputusan tentang keperawatannya.
Contoh
Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang perawat akan melakukan implementasi
ROM pasif membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb pasien diberi kesempatan
untuk memilih latihan yang mana yang akan dilakukan.
2. Justice / keadilan
Contoh
Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu kelas satu dan kelas dua, saat dinas
pagi ada 2 pasien yang sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton mengganti
cairan infuse kelas satu dengan ramah dan penuh senyum namun saat menganti cairan infuse
dikelas dua perawat anton tampak cemberut.
3. Beneficience/ berbuat baik
Contoh
Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara
umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko serangan
jantung.
4. Fidelity/ menepati janji
Contoh
Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam dengan keluhan BAB encer sejak 2
minggu yang lalu, pasien sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien
meminta kepada perawat untuk merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun, perawat
menyetujui permintaan pasien tersebut.
5. Confidentiality/ kerahasiaan
Contoh
Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia pasien perawat lupa menutup
korden jendela sehingga salah satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat
tersebut.
6. Nonmaleficience/ tidak merugikan
7. Veracity /kejujuran

6 SASARAN KESELAMATAN PASIEN

1. Ketepatan identifikasi pasie

2. Peningkatan komunikasi yang efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)

4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

1
6. Penguran resiko pasien jatuh

6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident Setiap adalah


setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang
tidak seharusnya terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak

diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”)

atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena

“underlying disease” atau kondisi pasien.

8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss

Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga

tidak menyebabkan cedera pada pasien.

9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar

ke pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena

"keberuntungan" (misal; pasien terima suatu obat kontra indikasi

tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat

dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu

diberikan antidotumnya).

10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance”

kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,

2
tetapi belum terjadi insiden.

11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :

Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang

serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak

diharapkan atau tidak dapat diterima seperti : operasi pada

bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan

keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki

yang salah, dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap

kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada

kebijakan dan prosedur yang berlaku.

12. Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan

secara tertulis setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian

tidak diharapkan (KTD) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau

kondisi potensial cedera (KPC) yang menimpa pasien.

13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) :

Pelaporan secara anonim secara elektronik ke KKPRS setiap

kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera

(KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang

terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa penyebab,

rekomendasi dan solusinya.


ii. GAYA KEPEMIMPINAN
1. Demokratis
Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan mempertimbangkan atas masukan –
masukan dari para pegawainya.
Contoh

3
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat.
Kepala ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik
dan para perawat pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.
2. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan
yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan
yang telah ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat
untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
3. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan
kinerja masing – masing sesuka hati
Contoh
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya
menerima laporan perkembangan kinerjanya.
4. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa – apa
kecuali jika diperintah
5. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang
dipimpin.
iii. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL
A. Metode Fungsional
Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang penyakit dalam, dalam ruangan tersebut
pasiennya sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada.
Ruangan tersebut kekuarangan perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam
melakukan tugas debridement setiap harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang
tugasnya memberikan obat dan ada pula yang memantau vital sign.
B. Metode TIM
Definisi
Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki
penanggung jawab sebagai ketua
Contoh
Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas perawat pelaksana dalam
beberapa kelompok, kepala ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang
professional. Perawat yang dipilih untuk menjadi penanggung jawab terhadap
anggotanya. Perawat untuk menjadi penanggung jawab merupakan perawat yang sudah
memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan anggotanya.
C. Metode KASUS

4
Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan dengan model kasus yaitu
pemberian asuhan keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu penanggung jawab
sehingga pasien akan merasa puas dan perawat bekerja secara professional.
Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap harinya 15 tempat tidur tersebut
selalu ditempati pasien yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau kualitas
mutu pelayanan yang baik pihak rumah sakit menjadwalka untuk satu pasien satu
perawat.
D. Metode Primer
Definisi pemberian asuhan keperawatan yang menugaskan kepada perawat yang
bertanggung jawab penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan kinerja mulai
pengkajian, evaluasi hingga pasien pulang dengan dibantu perawat pelaksana.
Contoh
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi dengan kepala ruang. Dalam
pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan setiap
perawat memiliki tanggung – jawab penuh selama 24 jam bagi pasiennya dengan dibantu
perawat pelaksana.

iv. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN


a. Planning (perencanaan)
sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai
dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas -
tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman
untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya
yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber
data yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien
untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu
bekerja secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan
ketrampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya
yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana
kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap
penyimpangan yang terjadi.
5
v. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS,DLL
a) BOR
RUMUS =
jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode)
b) ALOS
Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar
c) TOI
Rumus
( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari perawatan ÷ jumlah pasien keluar

II. KEPERAWATAN MATERNITAS


1. Kehamilan
A. Tanda – tanda
a) Ukuran dada membesar
b) Mual dan muntah
c) Telat haid
d) Pusing dan sakit kepala
e) Sering mengantuk

B. Taksiran BB Janin
 Jika kepala sudah masuk PAP
( TFU – 11 ) x 155 gram
 Jika kepala belum masuk PAP
( TFU – 12 ) x 155 gram
C. HPHT
 HPHT bulan Januari sd Maret
Tanggal + 7, Bulan + 9, Tahun + 0
 HPHT bulan april sd desember
Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1
D. Usia kehamilan
 Bulan = TFU x 2/7
 Minggu = TFU x 8/7
E. Pemeriksaan Leopold
 Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus
uteri.
 Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak
lintang tentukan di mana kepala janin.
 Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah
sudah masuk atau masih goyang.
 Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan “engangement “
2. Persalinan
a. Tahapan – tahapan persalinan
 Kala I, Pembukaan
 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
6
 multigravida sekitar 8 jam.
Tanda-tanda kala I persalinan :
 Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
 Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada servik.
 Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
 Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)
Fase-Fase kala I Persalinan
i. Fase laten
 Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik secara bertahap
 Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
 Biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
ii. Fase aktif
 Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
 Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
 Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10
cm).
 Kala II ( Pengeluaran Janin )
 His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali,
 kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan
rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB
dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai
kelihatan,
 vulva membuka dan perineum meregang.
 Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh
badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.

 Kala III ( Pengeluaran Plasenta )


Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan
fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal. Beberapa saat kemudian
timbul his, dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam
vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas
simpisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
 Kala IV
Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati keadaan
ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi
kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat
dibantu dengan obat-obat oksitosin.
b. Tanda – tanda persalinan

7
 Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
 Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada
bagian servik.
 Kadang-kadang ketuban pecah
 Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
c. Moulage
 Moulage 0
Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat diraba
 Moulage 1
Tulang – tulang kepala janin saling bersentuhan
 Moulage 2
Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
 Moulage 3
Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
d. Faktor yang mempengaruhi persalinan
 Power / Tenaga
 Passages/jalan lahir
 Passanger/ janin
 Psikologis/kejiwaan ibu
e. Periode nifas
 Early Puerperium (masa nifas dini)
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini
mungkin.
 Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
 Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila
selama kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
f. Rupture perineum
 Robekan perineum tingkat 1
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak
memerlukan penjahitan.
 Robekan perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu dijahit.
 Robekan perineum tingkat 3
Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang
dinding depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan
teliti.
 Robekan perineum tingkat 4
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke ruktum perlu di
rujuk.
g. Adaptasi psikologis post partum
 Fase Taking In ( dependent)

8
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana
ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien
sangat ketergantungan.
 Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima
pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
 Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran,
dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. Lochea

 Hari 2 – 3 post partum : Lochea rubra


Cairan secret berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa
selaput ketuban.
 Hari 7 – 14 post partum : lochea serosa,
Berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning
 Lochea sanguilenta
Cairan secret berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar
pada hari 3 – 7 post partum
 lochea alba,
bentuknya seperti cairan putih berbentu cream terdiri atas leokosit dan
sel – sel desidua.
3. KB
a. Jangka panjang
a) Mantap
 MOW (metode operasi wanita ) Tubektomi
 MOP (metode operasi pria ) Vasektomi
b) Tahun
 AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim )
IUD 10 tahun
 Implant 3 tahun
b. Jangka pendek
a) Suntik
 1 bulan tdk disarankan ibu menyusui
 3 bulan disarankan ibu menyusui
b) Pil KB
9
c) Kondom
c. Usia subur
Hari terpendek
Tanggal menstruasi – 18 =….
Maka H + hasil hari terpendek =…
Hari terpanjang
Tanggal menstruasi – 11 = ….
Maka H + Hasil hari terpanjang =….
III. KEPERAWATAN ANAK
1. APGAR SCORE
 APPERANCE / WARNA KULIT
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis
 PULSE/ DENYUT JANTUNG
Nilai 2 : > 100 x/menit
Nilai 1 : < 100 x/menit
Nilai 0 : tidak ada denyut jantung
 GRIMACE / RESPON REFLEK
Nilai 2 : gerakan kuat
Nilai 1 : gerakan sedikit
Nilai 0 : tidak ada
 ACTIVITY / TONUS OTOT
Nilai 2 : gerakan aktif
Nilai 1 : ekstermitas ditekuk
Nilai 0 : bayi lahir dalam keadaan lunglai
 RESPIRATORY
Nilai 2 : menangis kuat
Nilai 1 : lemah / tidak teratur
Nilai 0 : bayi lahir tanpa menangis

2. Penatalaksanaan pada bayi baru lahir


 Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi .
Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan .
 Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Kolaborasi dalam melakukan pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Observasi respirasi bayi .
Beri kehangatan kepada bayi .
 Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10) :
3. Rumus menghitung BBI anak
( 8 + ( 2xn) )
Keterangan
10
N : usia anak saat ini
4. Rumus menghitung usia anak
Contoh
Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh kembang
untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian didapatkan anak
lahir tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?
Tanggal lahir 25 10 2014
Tanggal kunjungan 15 06 2016
Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari
Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan
Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun

5. Imunisasi
 BCG Babicille calmette guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis
pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio musculus deltoideus
 CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan
dosis 0.5 ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
 POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit
polio yang dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan
otot-otot wajah. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
 DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan
dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.
 HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada
usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
IV. GADAR
1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:
 Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas
sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat
belakangan setelah semuanya tertolong.
 Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam
nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera
mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
11
 Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap
memerlukan perawatan lebih lanjut
 Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan
dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.
2. Penanganan trauma
a. Danger
 Aman diri = APD
 Aman lingkungan
 Aman pasien
b. Respon
 Alert
 Verbal
 Pain
 Unrespon
3. Primary survey
A. Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.
 Soft tip
Untuk penghisapan caian
 Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang
 OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
 NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah
c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI
Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no. 12/14 dengan spuit
10 cc
d) Fraktur fremur
Dilakukan logroll, 4 penolong
e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas
di atas clavicula, raccoon eye

f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT
Dilakukan pada pasien non trauma

12
h) BACK BLOW untuk bayi atau anak
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban
di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

i) Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk


Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban
dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah
ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan
kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan
harus terpisah dan gerakan yang jelas.

B. Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
 Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
 Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
 Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
 Saturasi oksigen 90 – 94 %
 Tidak ada katub
c) NRM
 Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
 Saturasi oksigen 85 %
 Ada katub

b. Masalah yang sering muncul


13
a) Open pneumothorax
 Nyeri pada lokasi yang cidera
 Napas pendek
 Terdengar suara bubbling
 Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
 Trauma tembus atau benda tajam
 Dispnea
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera
 Distensi vena dan distensi trachea
 Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
 Perkembangan dada tidak simetris
 Fraktur iga 2 – 3
d) Hematothorax massif
 Adanya darah dalam rongga pleura
 Pekak
 Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
 Jvp melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya Perikardiosintesis
C. Circulation
 Hentikan perdarahan external
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk wbc x 4 untuk
prc
 Pasang infuse 2 jalur
D. Disability
 Pupil
 GCS
 EYE
4 : buka mata spontan
3 : buka mata mengikuti perintah
2 : buka mata dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
 MOTORIK
6 : mengikuti perintah
5 : melokalisir nyeri
4 : menghindari nyeri
3 : fleksi abnormal
2 : extensi abnormal
1 : tidak ada respon

 VERBAL
14
5 : orientasi bagus
4 : disorientasi
3 : hanya bisa mengucapkan kata – kata
2 : mengerang
1 : tidak ada respon
CKR GCS 15 – 14
CKS GCS 9 – 13
CKB GSC 3 – 8
1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi
100 – 120x/menit, RJP bayi 15 ; 1
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik.
E. Exposure
 Gunting baju
 Hipotermi, selimuti
F. Folley catheter
 Pasang catheter urine
 Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam
 IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam
4. Secondary survey
 Anamnesa
 Alergi
 Medication
 Post illness
 Last meal
 Event
 Pemeriksaan fisik
 Head to toe
 vital sign

V. KEPERAWATAN JIWA
1. PK
a. Tanda gejala
 Mengancam
 Mengumpat
 Bicara keras dan kasar
 Meninju
 Membanting
 Melempar
b. Startegi pelaksanaan
 Pasien
Sp 1
 Mengidentifikasi penyebab PK
 Mengidentifikasi tanda gejala PK
 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
 Mengidentifikasi akibat PK
 Menyebutkan cara mengontrol PK

15
 Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik 1
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam kegiatan harian
Sp II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
 Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan
harian
 Keluarga
SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK
 Jelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II
 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan PK
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. ISOLASI SOSIAL
a. Tanda gejala
 Mengatakan malas berinteraksi
 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
 Merasa orang lain tidak level
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain
b. Startegi pelaksanaan
 Pasien
SP I
 Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
 Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian

16
SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan orang lain
 Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang – bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
 Keluarga
SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
3. HALUSINASI
a. Tanda gejala
 Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
 Berbicara sendiri
 Tertawa sendiri
 Melamun
 Menyendiri
 Marah tanpa sebab

b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Mengidentifikasi penyebab halusinasi
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
 Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
 Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan
orang lain

17
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
 Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan pasien
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala halusinasi yang dialami pasien
 Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
SP II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
4. WAHAM
a. Tanda gejala
 Merasa curiga
 Merasa diancam / diguna – guna
 Merasa sebagai orang hebat
 Merasa memiliki kekuatan luar biasa
 Merasa sudah mati
 Marah – marah tanpa sebab
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Membantu oreintasi realita
 Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
 Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham yang dialami pasien
 Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP II
18
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
5. DEFISIT PERAWAT DIRI
a. Tanda gejala
 Menyatakan malas mandi
 Badan kotor
 Makan berserakan
 Bab/bak sembarang tempat
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
 Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
 Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Menjelaskan cara makan yang baik
 Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
 Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi yang baik
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala deficit perawatan diri,dan jenis deficit perawatan
diri yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien deficit perawatan diri
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
6. HDR
a. Tanda gejala
 Mengeluh hidup tidak bermakna
 Tidak memiliki kelebihan apapun
 Merasa jelek
 Putus asa
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Mmebina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi kemampuan & aspek positif yang dimiliki pasien
 Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
19
 Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
Sp II
 Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
 Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
 Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Sp III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih kemampuan kedua
 Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Keluarga
Sp I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala HDR yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
 Menjelaskan cara merawat pasien HDR
Sp II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien HDR
Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat

7. RESIKO BUNUH DIRI


a. Tanda gejala
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
 Ingin mati
 Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
 Mengatakan sudah bosan hidup
 Ada bekas percobaan bunuh diri
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Mengidentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan pasien
 Mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan pasien
 Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Sp II
 Mengidentifikasikan aspek positif pasien
 Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
 Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
Sp III
 Mengidentifikasikan pola koping yang biasa diterapkan pasien
 Menilai pola koping yang biasa dilakukan
 Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian
Sp IV
 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
 Mengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan yang realistis

20
 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis

Keluarga
Sp I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala resiko bunuh diri yang dialami pasien dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Sp II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh
diri
Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
VI. KEPERAWATAN KELUARGA
TAHAPAN-TAHAPAN KESEJAHTERAAN
1. Keluarga pra sejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need)
secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan,
kesehatan dan KB.
· Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga
· Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
· Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah atau berpergian.
· Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
· Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara minimal
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan
akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi. Pada
keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan
sosial psikologi belum terpenuhi yaitu:
· Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
· Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau
telur.
21
· Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun
· Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
· Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
· Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
· Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf
latin.
· Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
· Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)

3. Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya, juga telah dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi.

Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi (a s/d n
telah terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum yaitu:

· Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.

· Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.

· Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

· Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.

· Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.

· Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.

· Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai kondisi daerah.

4. Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial
psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan
22
yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan.

Pada keluarga sejahtera III kebutuhan fisik, sosial psikologis dan pengembangan telah
terpenuhi (a s/d u) telah terpenuhi) namun kepedulian belum yaitu:

· Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan
bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.

· Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan atau
yayasan atau instansi masyarakat. (BKKBN,1994:21-23).

· Kesejahteraan pada hakekatnya dapat terpenuhinya kebutuhan (pangan, sandang,


dan papan) yang harus dipenuhi dengan kekayaan atau pendapatan yang dimiliki barulah
dikatakan makmur dan sejahtera

a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu
f) Communal
Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah sedangkan anak – anaknya
meninggalkan rumah entah itu kuliah, bekerja, atau menikah
b. Tahap perkembangan keluarga
a) Tahap keluarga baru
Tugas perkembangannya:
23
 Membina hubungan intim yang memuaskan
 Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok social
 Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)
b) Keluarga dengan anak pertama
 Persiapan menjadi orang tua
 Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c) Keluarga dengan anak prasekolah
 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
 Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
 Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d) Keluarga dengan anak usia sekolah
 Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
 Mempertahankan keintiman pasangan.
 Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
e) Keluarga dengan anak remaja
 Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
 Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
 Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
 Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa
 Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
 Mempertahankan keintiman pasangan.
 Membantu orang tua memasuki masa tua.
 Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
 Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g) Keluarga usia pertengahan
 Mempertahankan kesehatan.
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak Meningkatkan keakraban pasangan.
h) Keluarga usia lanjut
 Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

24
 Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
 Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
 Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
 Melakukan life review.
 Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini
c. Lima dasar fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
 Saling asuh
 Saling menghargai
 Pertalian dan identifikasi
b) Fungsi ekonomi
 Mencari sumber – sumber penghasilan
 Menabung
c) Fungsi sosialisasi
 Hubungan social
 Membentuk norma – norma
 Meneruskan nilai budaya
d) Fungsi reproduksi
 Kb
 Menyusun keluarga baru
e) Health edication
 Kesehatan
 Pengetahuan hidup sehat
VII. KMB
a. HT
a) Tanda gejala
 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
 Sakit kepala
 Epistaksis
 Pusing / migraine
 Rasa berat ditengkuk
 Sukar tidur
 Mata berkunang kunang
 Lemah dan lelah
 Muka pucat
b) Klasifikasi HT
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah

KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK


Normal < 130 < 85
Tinggi Normal Hipertensi 130 – 139 85 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

25
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120
c) Pemeriksaan penunjang
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
 Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup,pembesaran jantung.
d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
 Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
 Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam
plasma.
 Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging,bersepeda atau berenang.
e) Diagnose keperawatan
 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
 Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
26
 Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. DM
a) Tanda gejala
 Poliuria (peningkatan volume urine)
 Polidipsia (peningkatan rasa haus)
 Polifagia (peningkatan rasa lapar).
 Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

b) Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
c) Penatalaksanaan
 Diet
Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam pengontrolan gula darah
pada penyakit Diabetes Mellitus.
 Intake kalori
Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan mempetimbangkan usia, jenis
kelamin, BB, dan tingkat aktivitas.
 Distribusi kalori
Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan pemberian makanan
harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan
Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan adalah menentukan
hasil. Dalam menentukan hasil harus terdiri dari SMART yaitu Spesifik,
Measurable, Achivable, Reliable, Time.

1. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidkseimbangan insulin,


penurunan intake oral : mual, nyeri abdomen
3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi penurunan fungsi leukosit
27
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual b/d perubahan kimia
endogen : ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit

c. ASMA
a) Tanda gejala
 Terdengar suara napas wheezing atau mengi
 Sesak napas
 Batuk produktif sering terjadi pada malam hari
 Penggunaan otot bantu napas
b) Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan sputum:
 Pemeriksaan darah
Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
AGD à hipoxi (serangan akut)
c) Diagnose keperawatan
 Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.
 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2
 Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan
kelemahan fisik.
 Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
 Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan
akut.
 Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan
kerja silia dan menetapnya sekret)
 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
d. DHF
a) Tanda gejala
 Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari ( tanpa sebab jelas )
 Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
 Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
 Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
 Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
 Sakit kepala.
 Pembengkakan sekitar mata.
 Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
 Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
b) Faktor penyebab
 Virus dengue
 Vektor : nyamuk aedes aegypti
 Host : pembawa.
c) Penatalaksanaan
 Tirah baring
28
 Pemberian makanan lunak
 Pemberian cairan melalui infus
 Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
 Anti konvulsi jika terjadi kejang
 Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
 Monitor adanya tanda-tanda renjatan
 Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
 Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
d) Pemeriksaan
 Trombositopeni : < 100.000/mm3
 HB meningkat lebih 20 %
 HT meningkat lebih 20 %
 Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
 Protein darah rendah
 Ureum PH bisa meningkat
 NA dan CL rendah
 Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
 Rontgen thorax : Efusi pleura.
 Uji test tourniket (+)
e) Klasifikasi
Derajat (WHO 1997):
 Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
 Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan
lain.
 Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
 Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
f) Diagonasa keperawatan
 peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peruses ppenyakit
 kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan berpindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
 resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
 Gangguan pemenuhan nurtisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia
 Cemas berhubungan dengan danfak hospitalisasi
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan dan pencegahan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. CHF
a) Tanda gejala
 Peningkatan volume intravaskular.
 Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.

29
 Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
 Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
 Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
b) Klasifikasi
 kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
 kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
 kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
 kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
c) Pemeriksaan penunjang
 EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.
 Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
 Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
 Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.

d) Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
 Oksigenasi

30
 Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
 Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan
mengurangi oedema.
 Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
 Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

e) Diagnose keperawatan
 Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan struktural,
 Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)
 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
membran kapiler-alveolus.
VIII. ANALISA GAS DARAH

Nilai normal

Ph 7,35 – 7,45

Pco2 35 – 45 mmhg

Hco3 22 – 26 meq/ L

Cao2 16 – 22 m/o2/dl

1. Asidosis respiratory
Definisi
Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg
Tanda gejala
 Over dosis obat
 Trauma dada dan kepala
2. Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3 meningkat
3. Asidosis metabolic
31
Hco3 < 22 meq/L, Ph < 7,35
Tanda gejala
 Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat ( KUsmuul)
 Koma
4. Asidosis metabolic terkompensasi
Hco3 menurun, Pco2 menurun, Ph < 7,35
5. Alkalosis respiratory
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg, Tanda gejala: Hiperefleksi, Keringat dingin, Cemas
6. Alkalosis respiratory terkompensasi
Pco2 & Hco3 turun
7. Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, HCO3 > 26 meq /L
8. Alkalosis metabolic terkompensasi
HCO3, PCO2,PH meningkat

IX. Pengkajian kognitif pada lansia


a. Indeks Katz (u/ menilai mengukur kemampuan lansia dlm melakukan
kemampuan 6 fungsi)

A Kemandirian dalam hal makan, berpakaian, kontinensia, ke kamar kecil,


berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tsb

C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan

E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,


berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada ke enam fungsi tsb

b. Kekuatan
0= tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1= ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
32
2 = mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan jatuh
3 = mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan dorongan
yang diberikan oleh pemeriksa
4 = Kekuatan otot kurang dibandingkan sisi lsin
5 = Kekuatan otot normal
c. Barthel index ( u/ menilai mengukur kemandiria lansia dlm melakukan
fungsional dlm hal perawatan diri & mobilitas)

1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu


1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega
dll.
2 = Mandiri
2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3 Perawatan diri (Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi,
dan bercukur
4 Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri

33
Interpretasi hasil :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

Berg Balance Scale : u/ mengukur keseimbangan penurunan fungsi. Dlm pelaksanaan tugas fungsional.

Mengukur keseimbangan statis dan dinamis.

MMSE (Mini Mental Scale Exame) : u/ menilai status mental pasien. Umumnya untuk pemeriksaan

penurunan kognitif pd dewasa tua dan lansia.

IDB (Investaris Depresi Beck) : u/ mengetahui tingkat depresi lansia

TUGT (keseimbangan tubuh) : kemampuan u/ mempertahankan pusat gravitasi pd bidang tumpu

terutama ketika saat posisi tegak.

MFS(morse fall scale) : u/ penilaian resiko jatuh pd lansia

WHOQOL : u/ menilai kualitas hidup lansia. Dr segi kesehatan. (tingkat kemandirian, keadaan umum,

kondisi psikologis lansia, interaksi lansia, fungsi keluarga.

X. Ketrampilan Klinik tindakan keperawatan


A. Pemasangan infuse
a) Ukuran IV
 No. 18 : untuk transfuse
 No. 16 : untuk bedah mayor
 No. 20 : untuk dewasa
 No. 22 : untuk anak – anak & lansia
 No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonatus
b) Indikasi
 Pasien yang mendapat tranfusi darah
 Pasien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis yang besar
34
c) Kontraindikasi
 Bengkak, nyeri, demam, pada lokasi pemasangan
 Pasien gagal ginjal lengan bawah
PROSEDUR
PERSIAPAN ALAT
1. Standar Infus.
2. Set infus.
3. Cairan sesuai program medic
4. Jarum infus dengan ukuran yang sesuai.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan
FASE KERJA
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan infuse
4. Klem selang infuse
5. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol
infus.
6. Mengantungkan botol infuse pada standart infuse
7. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem
selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.
8. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan penginfusan.
9. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 – 12 cmdiatas tempat
penusukan dan anurkan pasien untuk menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).
10. Gunakan sarung tangan steril.
11. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
12. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dan posisi jarum
(abocath) mengarah ke atas.
13. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath/surflo) maka tarik keluar bagian dalam
(jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
14. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan
menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infus
dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.
15. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.
16. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
17. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum.
18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
19. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe jarum infus.
B. Pemasangan Oksigenasi

35
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung,
penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
yang berisi aquades sampai batas pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati adanya
gelembung udara dalam humidifier
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul kepunggung tangan
perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam

FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
Pengertian

36
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateterisasi
urinarius adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan
mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak dilakukan kecuali bila sangat
diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi nosokomial
Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari
kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera
setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
 Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
 Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
 Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
 Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan

Tahap Interaksi
 Memberikan sampiran dan menjaga privacy
 Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan melepaskan pakaian bawah
 Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
 Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas bawah dengan selimut
mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
 Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
 Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
 Gunakan sarung tangan bersih
 Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic

37
 Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah disediakan
 Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika pemasangan kateter
dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
 Gunakan sarung tangan steril
 Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung kateter (dengan
meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik steril
 Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
 Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan jari tengah tangan
tidak dominan
 Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan hingga ujung kateter.
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
 Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak tumpah. Setelah urin
mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
 Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi
kateter yang dipakai
 Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi dengan baik dalam
vesika urinaria.
 Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
 Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada pasien wanita kateter
difiksasi dengan plester pada pangkal paha
 Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
 Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
 Lepaskan sarung tangan
 Rapihkan kembali pasien

LUKA BAKAR

A. PENYEBAB LUKA BAKAR

Luka bakar karena api

Luka bakar karena air panas

Luka bakar karena bahan kimia

B. DERAJAD KEDALAMAN LUKA BAKAR

a) Derajad I

 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

38
 Kulit kering, hiperemi berupa eritema

 Tidak dijumpai bulae

 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b) Derajad II

 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.

 Dijumpai bulae.

 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.

 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10-14 hari.

Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih
dari sebulan.

c) Derajad III

Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
39
karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

C. LUAS LUKA BAKAR

Kepala leher 9%

Thorax depan & belakang 18 %

Abdomen depan & belakang 18%

Paha kanan kiri 18%

Kaki kanan kiri 18%

Seluruh punggung 18%

Genetalia 1%

D. BERAT RINGANNYA LUKA BAKAR

Luka bakar ringan/ minor

1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa


2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum.
Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar berat (major burn)
40
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi
RUMUS BAXTER

LB% x BB x 4 ml

Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam

41

You might also like