Professional Documents
Culture Documents
I. MANAJEMEN KEPERAWATAN
i. KODE ETIK KEPERAWATAN
1. Autonomy/menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang keperawatannya.
Contoh
Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang perawat akan melakukan implementasi
ROM pasif membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb pasien diberi kesempatan
untuk memilih latihan yang mana yang akan dilakukan.
2. Justice / keadilan
Contoh
Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu kelas satu dan kelas dua, saat dinas
pagi ada 2 pasien yang sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton mengganti
cairan infuse kelas satu dengan ramah dan penuh senyum namun saat menganti cairan infuse
dikelas dua perawat anton tampak cemberut.
3. Beneficience/ berbuat baik
Contoh
Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara
umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko serangan
jantung.
4. Fidelity/ menepati janji
Contoh
Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam dengan keluhan BAB encer sejak 2
minggu yang lalu, pasien sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien
meminta kepada perawat untuk merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun, perawat
menyetujui permintaan pasien tersebut.
5. Confidentiality/ kerahasiaan
Contoh
Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia pasien perawat lupa menutup
korden jendela sehingga salah satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat
tersebut.
6. Nonmaleficience/ tidak merugikan
7. Veracity /kejujuran
1
6. Penguran resiko pasien jatuh
diberikan antidotumnya).
2
tetapi belum terjadi insiden.
(KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang
3
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat.
Kepala ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik
dan para perawat pun aktif dalam memberikan masukan masukan.
2. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan
yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan
yang telah ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat
untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
3. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan
kinerja masing masing sesuka hati
Contoh
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing masing, kepala ruang hanya
menerima laporan perkembangan kinerjanya.
4. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa apa
kecuali jika diperintah
5. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang
dipimpin.
iii. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL
A. Metode Fungsional
Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang penyakit dalam, dalam ruangan tersebut
pasiennya sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada.
Ruangan tersebut kekuarangan perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam
melakukan tugas debridement setiap harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang
tugasnya memberikan obat dan ada pula yang memantau vital sign.
B. Metode TIM
Definisi
Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki
penanggung jawab sebagai ketua
Contoh
Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas perawat pelaksana dalam
beberapa kelompok, kepala ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang
professional. Perawat yang dipilih untuk menjadi penanggung jawab terhadap
anggotanya. Perawat untuk menjadi penanggung jawab merupakan perawat yang sudah
memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan anggotanya.
C. Metode KASUS
4
Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan dengan model kasus yaitu
pemberian asuhan keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu penanggung jawab
sehingga pasien akan merasa puas dan perawat bekerja secara professional.
Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap harinya 15 tempat tidur tersebut
selalu ditempati pasien yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau kualitas
mutu pelayanan yang baik pihak rumah sakit menjadwalka untuk satu pasien satu
perawat.
D. Metode Primer
Definisi pemberian asuhan keperawatan yang menugaskan kepada perawat yang
bertanggung jawab penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan kinerja mulai
pengkajian, evaluasi hingga pasien pulang dengan dibantu perawat pelaksana.
Contoh
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi dengan kepala ruang. Dalam
pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan setiap
perawat memiliki tanggung jawab penuh selama 24 jam bagi pasiennya dengan dibantu
perawat pelaksana.
B. Taksiran BB Janin
Jika kepala sudah masuk PAP
( TFU 11 ) x 155 gram
Jika kepala belum masuk PAP
( TFU 12 ) x 155 gram
C. HPHT
HPHT bulan Januari sd Maret
Tanggal + 7, Bulan + 9, Tahun + 0
HPHT bulan april sd desember
Tanggal + 7, Bulan 3, Tahun + 1
D. Usia kehamilan
Bulan = TFU x 2/7
Minggu = TFU x 8/7
E. Pemeriksaan Leopold
Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus
uteri.
Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak
lintang tentukan di mana kepala janin.
Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah
sudah masuk atau masih goyang.
Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan engangement
2. Persalinan
a. Tahapan tahapan persalinan
Kala I, Pembukaan
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
6
multigravida sekitar 8 jam.
Tanda-tanda kala I persalinan :
Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada servik.
Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)
Fase-Fase kala I Persalinan
i. Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik secara bertahap
Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
Biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
ii. Fase aktif
Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10
cm).
Kala II ( Pengeluaran Janin )
His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali,
kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan
rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB
dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai
kelihatan,
vulva membuka dan perineum meregang.
Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh
badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.
7
Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada
bagian servik.
Kadang-kadang ketuban pecah
Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
c. Moulage
Moulage 0
Tulang tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat diraba
Moulage 1
Tulang tulang kepala janin saling bersentuhan
Moulage 2
Tulang tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
Moulage 3
Tulang tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
d. Faktor yang mempengaruhi persalinan
Power / Tenaga
Passages/jalan lahir
Passanger/ janin
Psikologis/kejiwaan ibu
e. Periode nifas
Early Puerperium (masa nifas dini)
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini
mungkin.
Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila
selama kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
f. Rupture perineum
Robekan perineum tingkat 1
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak
memerlukan penjahitan.
Robekan perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu dijahit.
Robekan perineum tingkat 3
Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang
dinding depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan
teliti.
Robekan perineum tingkat 4
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke ruktum perlu di
rujuk.
g. Adaptasi psikologis post partum
Fase Taking In ( dependent)
8
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana
ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien
sangat ketergantungan.
Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima
pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran,
dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. Lochea
5. Imunisasi
BCG Babicille calmette guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis
pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio musculus deltoideus
CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan
dosis 0.5 ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit
polio yang dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan
otot-otot wajah. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan
dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.
HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada
usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
IV. GADAR
1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:
Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas
sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat
belakangan setelah semuanya tertolong.
Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam
nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera
mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
11
Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap
memerlukan perawatan lebih lanjut
Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan
dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.
2. Penanganan trauma
a. Danger
Aman diri = APD
Aman lingkungan
Aman pasien
b. Respon
Alert
Verbal
Pain
Unrespon
3. Primary survey
A. Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 15 detik.
Soft tip
Untuk penghisapan caian
Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang
OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah
c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI
Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no. 12/14 dengan spuit
10 cc
d) Fraktur fremur
Dilakukan logroll, 4 penolong
e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas
di atas clavicula, raccoon eye
f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT
Dilakukan pada pasien non trauma
12
h) BACK BLOW untuk bayi atau anak
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban
di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
B. Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
Aliran oksigen 1 6 liter/menit
Saturasi oksigen 95 100 %
b) RM
Aliran oksigen 6 10 liter/menit
Saturasi oksigen 90 94 %
Tidak ada katub
c) NRM
Aliran oksigen 10 12 liter/menit
Saturasi oksigen 85 %
Ada katub
VERBAL
14
5 : orientasi bagus
4 : disorientasi
3 : hanya bisa mengucapkan kata kata
2 : mengerang
1 : tidak ada respon
CKR GCS 15 14
CKS GCS 9 13
CKB GSC 3 8
1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi
100 120x/menit, RJP bayi 15 ; 1
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik.
E. Exposure
Gunting baju
Hipotermi, selimuti
F. Folley catheter
Pasang catheter urine
Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam
IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam
4. Secondary survey
Anamnesa
Alergi
Medication
Post illness
Last meal
Event
Pemeriksaan fisik
Head to toe
vital sign
V. KEPERAWATAN JIWA
1. PK
a. Tanda gejala
Mengancam
Mengumpat
Bicara keras dan kasar
Meninju
Membanting
Melempar
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
Sp 1
Mengidentifikasi penyebab PK
Mengidentifikasi tanda gejala PK
Mengidentifikasi PK yang dilakukan
Mengidentifikasi akibat PK
Menyebutkan cara mengontrol PK
15
Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik 1
Menganjurkan pasien memasukan kedalam kegiatan harian
Sp II
Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan
harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK
Jelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan PK
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. ISOLASI SOSIAL
a. Tanda gejala
Mengatakan malas berinteraksi
Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
Merasa orang lain tidak level
Menyendiri
Mengurung diri
Tidak mau bercakap cakap dengan orang lain
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
SP I
Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian berbincang bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
16
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan orang lain
Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
3. HALUSINASI
a. Tanda gejala
Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
Berbicara sendiri
Tertawa sendiri
Melamun
Menyendiri
Marah tanpa sebab
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan
orang lain
17
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan pasien
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala halusinasi yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
SP II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
4. WAHAM
a. Tanda gejala
Merasa curiga
Merasa diancam / diguna guna
Merasa sebagai orang hebat
Merasa memiliki kekuatan luar biasa
Merasa sudah mati
Marah marah tanpa sebab
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Membantu oreintasi realita
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP II
18
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
5. DEFISIT PERAWAT DIRI
a. Tanda gejala
Menyatakan malas mandi
Badan kotor
Makan berserakan
Bab/bak sembarang tempat
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara makan yang baik
Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara eliminasi yang baik
Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi yang baik
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala deficit perawatan diri,dan jenis deficit perawatan
diri yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien deficit perawatan diri
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
6. HDR
a. Tanda gejala
Mengeluh hidup tidak bermakna
Tidak memiliki kelebihan apapun
Merasa jelek
Putus asa
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mmebina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi kemampuan & aspek positif yang dimiliki pasien
Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
19
Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
Sp II
Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Sp III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih kemampuan kedua
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala HDR yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
Menjelaskan cara merawat pasien HDR
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien HDR
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
20
Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala resiko bunuh diri yang dialami pasien dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh
diri
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
VI. KEPERAWATAN KELUARGA
TAHAPAN-TAHAPAN KESEJAHTERAAN
1. Keluarga pra sejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need)
secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan,
kesehatan dan KB.
· Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga
· Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
· Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah atau berpergian.
· Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
· Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara minimal
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan
akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi. Pada
keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan
sosial psikologi belum terpenuhi yaitu:
· Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
· Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau
telur.
21
· Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun
· Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
· Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
· Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
· Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf
latin.
· Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
· Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
3. Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya, juga telah dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi.
Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi (a s/d n
telah terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum yaitu:
· Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
· Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial
psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan
22
yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan.
Pada keluarga sejahtera III kebutuhan fisik, sosial psikologis dan pengembangan telah
terpenuhi (a s/d u) telah terpenuhi) namun kepedulian belum yaitu:
· Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan
bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.
· Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan atau
yayasan atau instansi masyarakat. (BKKBN,1994:21-23).
a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu
f) Communal
Pasangan monogamy dan anak anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah sedangkan anak anaknya
meninggalkan rumah entah itu kuliah, bekerja, atau menikah
b. Tahap perkembangan keluarga
a) Tahap keluarga baru
Tugas perkembangannya:
23
Membina hubungan intim yang memuaskan
Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok social
Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)
b) Keluarga dengan anak pertama
Persiapan menjadi orang tua
Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c) Keluarga dengan anak prasekolah
Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
Membantu anak untuk bersosialisasi
Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d) Keluarga dengan anak usia sekolah
Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
e) Keluarga dengan anak remaja
Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa
Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Membantu orang tua memasuki masa tua.
Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g) Keluarga usia pertengahan
Mempertahankan kesehatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak Meningkatkan keakraban pasangan.
h) Keluarga usia lanjut
Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
24
Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
Melakukan life review.
Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini
c. Lima dasar fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
Saling asuh
Saling menghargai
Pertalian dan identifikasi
b) Fungsi ekonomi
Mencari sumber sumber penghasilan
Menabung
c) Fungsi sosialisasi
Hubungan social
Membentuk norma norma
Meneruskan nilai budaya
d) Fungsi reproduksi
Kb
Menyusun keluarga baru
e) Health edication
Kesehatan
Pengetahuan hidup sehat
VII. KMB
a. HT
a) Tanda gejala
Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
Sakit kepala
Epistaksis
Pusing / migraine
Rasa berat ditengkuk
Sukar tidur
Mata berkunang kunang
Lemah dan lelah
Muka pucat
b) Klasifikasi HT
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
25
Stadium 2 (Sedang) 160 179 100 109
Stadium 3 (berat) 180 209 110 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120
c) Pemeriksaan penunjang
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup,pembesaran jantung.
d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam
plasma.
Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging,bersepeda atau berenang.
e) Diagnose keperawatan
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
26
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. DM
a) Tanda gejala
Poliuria (peningkatan volume urine)
Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Polifagia (peningkatan rasa lapar).
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
c) Penatalaksanaan
Diet
Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam pengontrolan gula darah
pada penyakit Diabetes Mellitus.
Intake kalori
Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan mempetimbangkan usia, jenis
kelamin, BB, dan tingkat aktivitas.
Distribusi kalori
Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan pemberian makanan
harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan
Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan adalah menentukan
hasil. Dalam menentukan hasil harus terdiri dari SMART yaitu Spesifik,
Measurable, Achivable, Reliable, Time.
c. ASMA
a) Tanda gejala
Terdengar suara napas wheezing atau mengi
Sesak napas
Batuk produktif sering terjadi pada malam hari
Penggunaan otot bantu napas
b) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sputum:
Pemeriksaan darah
Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
AGD à hipoxi (serangan akut)
c) Diagnose keperawatan
Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.
Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2
Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan
kelemahan fisik.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan
akut.
Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan
kerja silia dan menetapnya sekret)
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
d. DHF
a) Tanda gejala
Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari ( tanpa sebab jelas )
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
Sakit kepala.
Pembengkakan sekitar mata.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
b) Faktor penyebab
Virus dengue
Vektor : nyamuk aedes aegypti
Host : pembawa.
c) Penatalaksanaan
Tirah baring
28
Pemberian makanan lunak
Pemberian cairan melalui infus
Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
Anti konvulsi jika terjadi kejang
Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
Monitor adanya tanda-tanda renjatan
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
d) Pemeriksaan
Trombositopeni : < 100.000/mm3
HB meningkat lebih 20 %
HT meningkat lebih 20 %
Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
Protein darah rendah
Ureum PH bisa meningkat
NA dan CL rendah
Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
Rontgen thorax : Efusi pleura.
Uji test tourniket (+)
e) Klasifikasi
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan
lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
f) Diagonasa keperawatan
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peruses ppenyakit
kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan berpindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Gangguan pemenuhan nurtisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia
Cemas berhubungan dengan danfak hospitalisasi
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan dan pencegahan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. CHF
a) Tanda gejala
Peningkatan volume intravaskular.
Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
29
Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
b) Klasifikasi
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
c) Pemeriksaan penunjang
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
d) Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
Oksigenasi
30
Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan
mengurangi oedema.
Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
e) Diagnose keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan struktural,
Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
membran kapiler-alveolus.
VIII. ANALISA GAS DARAH
Nilai normal
Ph 7,35 7,45
Pco2 35 45 mmhg
Hco3 22 26 meq/ L
Cao2 16 22 m/o2/dl
1. Asidosis respiratory
Definisi
Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg
Tanda gejala
Over dosis obat
Trauma dada dan kepala
2. Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3 meningkat
3. Asidosis metabolic
31
Hco3 < 22 meq/L, Ph < 7,35
Tanda gejala
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat ( KUsmuul)
Koma
4. Asidosis metabolic terkompensasi
Hco3 menurun, Pco2 menurun, Ph < 7,35
5. Alkalosis respiratory
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg, Tanda gejala: Hiperefleksi, Keringat dingin, Cemas
6. Alkalosis respiratory terkompensasi
Pco2 & Hco3 turun
7. Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, HCO3 > 26 meq /L
8. Alkalosis metabolic terkompensasi
HCO3, PCO2,PH meningkat
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan
b. Kekuatan
0= tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1= ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
32
2 = mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan jatuh
3 = mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan dorongan
yang diberikan oleh pemeriksa
4 = Kekuatan otot kurang dibandingkan sisi lsin
5 = Kekuatan otot normal
c. Barthel index ( u/ menilai mengukur kemandiria lansia dlm melakukan
fungsional dlm hal perawatan diri & mobilitas)
33
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
Berg Balance Scale : u/ mengukur keseimbangan penurunan fungsi. Dlm pelaksanaan tugas fungsional.
MMSE (Mini Mental Scale Exame) : u/ menilai status mental pasien. Umumnya untuk pemeriksaan
WHOQOL : u/ menilai kualitas hidup lansia. Dr segi kesehatan. (tingkat kemandirian, keadaan umum,
35
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung,
penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
yang berisi aquades sampai batas pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati adanya
gelembung udara dalam humidifier
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul kepunggung tangan
perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam
FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
Pengertian
36
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateterisasi
urinarius adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan
mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak dilakukan kecuali bila sangat
diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi nosokomial
Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari
kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera
setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan
Tahap Interaksi
Memberikan sampiran dan menjaga privacy
Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan melepaskan pakaian bawah
Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas bawah dengan selimut
mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
Gunakan sarung tangan bersih
Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
37
Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah disediakan
Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika pemasangan kateter
dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
Gunakan sarung tangan steril
Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung kateter (dengan
meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik steril
Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan jari tengah tangan
tidak dominan
Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan hingga ujung kateter.
Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak tumpah. Setelah urin
mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi
kateter yang dipakai
Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi dengan baik dalam
vesika urinaria.
Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada pasien wanita kateter
difiksasi dengan plester pada pangkal paha
Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
Lepaskan sarung tangan
Rapihkan kembali pasien
LUKA BAKAR
a) Derajad I
38
Kulit kering, hiperemi berupa eritema
b) Derajad II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10-14 hari.
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih
dari sebulan.
c) Derajad III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
39
karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Kepala leher 9%
Genetalia 1%
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam
41