You are on page 1of 30

KAJIAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUBERCULOSIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah Epidemiologi Penyakit Endemik

Disusun Oleh

1. Adi Lesmana

2. Irma Asrianti

3. Izba Aprilia Nurma

4. Pipit Eka Purwaningsih

5. Wulan Kurniasih

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN ANALIS KESEHATAN TANGERANG

Jalan Dr. Sintanala Komplek SPK Keperawatan Tangerang 15121

2016

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kajian
Epidemiologi Penyakit Tuberculosis”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih Pembimbing
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah
ini, diantaranya:
1. Ibu Nining Kurniati, S.Pd, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Analis
Kesehatan Tangerang.
2. Bapak Cecep Dani Sucipto, SKM, M.Sc dan Bapak H. Ahmad Arief, SKM,
M.kes selaku dosen pembimbing mata kuliah EPIDEMIOLOGI.
3. Semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini, kami sadar bahwa banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua yang membaca. Amin.

Tangerang, 4 Oktober 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 5

1.2 Tujuan ................................................................................ 6

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Tuberculosis ..................................................... 7

2.2 Penyebab Penyakit Tuberculosis........................................ 7

2.3 Penatalaksana Penyakit Tuberculosis ................................ 8

2.3.1 Penularan Tuberculosis ............................................ 8

2.3.2 Pencegahan Tuberculosis ........................................ 10

2.3.3 Gejala Tuberculosis .................................................. 11

2.3.4 Jenis-Jenis Tuberculosis........................................... 12

2.4 Diagnosis Laboratorium Penyakit Tuberculosis .................. 13

2.5 Epidemiologi ...................................................................... 20

2.6 Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) ........... 23

2.6.1 Langkah Pelaksanaan DOT ...................................... 25

2.6.2 Pencatatan dan pelaporan ....................................... 26

3
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................ 28

Daftar Pusaka .................................................................................... 29

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Tuberkulosis masih merupakan salah satu penyakit yang


menimbulkan masalah kesehatan di masayakat. Penderita TB di Indonesia
merupakan urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien, sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun
2004, ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB
BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.1

Penyebab utama meningkatnya masalah TB antara lain adalah : (a)


kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara yang
sedang berkembang. (b) kegagalan TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh tidak
memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya organisasi
pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis
yang tidak standar, obat todak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar dan standarnya), tidak
memadainya tata laksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang didiagnosis), salah persepsi terhadap
manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-
negara yang mengalami kritis ekonomi atau pergolakan masyarakat. (c)
perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan. (d) dampak pandemik HIV.1

Berbagai masalah di masyarakat penderita TB anak tidak terdeteksi atau


terlambat diketahui, dan sulitnya dokter mendiagnosa kasus TB pada anak
disamping masyarakat sendiri yang belum mengetahui epidemiologi penularan
TB. Masih banyak orang yang tidak mengetahui secara benar bahwa penyakit TB
dapat menular. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mewasapadai
ada penderita TB dewasa di sekitar tempat tinggalnya. Hal itu menjadi sumber
penularan yang paling berbahaya adalah orang dewasa yang positif menderita
TB.3

5
Undang-Undang Kesehatan 1992, telah menggariskan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera jasmani, rohani dan sosial yang memungkinan setiap
orang hidup prokduktif secara sosial dan ekonomis. Selanjutnya Dwi Hapsari
mengatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat
tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
mendapat pelayanan kesehatan. Namun menjaga kualitas kesehatan masyakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, dan seperti lingkungan, gaya
hidup, demografi, pendidikan, ekonomi dan sosial budaya.

1.2 Tujuan

 Untuk mengetahui pengertian penyakit Tuberculosis


 Untuk mengetahui penyebab penyakit Tuberculosis
 Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Tuberculosis
 Untuk mengetahui pemeriksaan Laboratorium yang diperlukan guna
mendukung diagnose penyakit Tuberculosis
 Untuk mengetahui specimen dan teknik pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan pada penyakit Tuberculosis
 Untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit Tuberculosis
berdasarkan orang, tempat dan waktu.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tuberculosis

Tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal
dan sampai saat ini masih penyebab utama kematian di dunia.12 Prevalensi TB di
Indonesia dan Negara-negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.13 Pada
tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar di
derita oleh masyarakat yang berada dalamusia produktif (15-55 tahun). Angka
kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi
>100.000 kematian per tahun.14 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua
pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting
untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan
diagnosis dini yang definitif.15

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberkulosis dan bersifat menular.7,8 Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru.9
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
kepada orang lain.10

2.2 Penyebab Penyakit Tuberculosis

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis complex dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di Indonesia. M.tuberculosis berbentuk batang,
berukuran panjang 5 mikron dan lebar 3 mikron, tidak membentuk spora dan
termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri
lainnya misalnya pewarnaan gram. Namun sekali diberi warna oleh pewarnaan
gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena
itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pada dinding
sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan
di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel sehingga

7
mengurangi efektifitas terhadap antibiotic. Lipoarabinomannan suatu molekul lain
dalam dinding sel mycobacteria berperan dalam interaksi antara inang dan
patogen menjadi M.tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.16

Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan


menyerang organ pernafasan walaupun dapat mengenai organ lain. Penyebab
utama meningkatnya masalah TB antara lain adalah :

 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara


yang sedang berkembang
 Kegagalan TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh tidak memadainya
organisasi pelayanan TB (Kurang terakses oleh masyarakat, penemuan
kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaanya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standard
an sebagainya), salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG,
infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi
 Perubahan demografik karenaa meninggkatnya penduduk karena
meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan
 Dampak pandemik HIV

2.3 Penatalaksana Penyakit Tuberculosis

2.3.1 Penularan Tuberculosis

Jika seseorang memiliki system kekebalan tubuh yang kuat, maka tidak
mudah terserang virus TBC (tuberculosis). Bahkan saat seseorang melakukan
kontak langsung dengan penderita TBC. Seseorang juga bias menonaktifkan
virus agar tetap terkunci dalam paru-paru, melalui bantuan makrofag jaringan
perut disekitar daerah yang terinfeksi. Tetapi pada saat system kekebalan tubuh
seseorang lemah (seperti orang-orang yang memiliki HIV) basil/kuman bias
mengaktifkan dan memanifestasikan dirinya, dan bahkan menginfeksi organ lain.

Berikut beberapa cara penularan penyakit tuberculosis :

1. Penularan dari Ibu ke janin

8
Gejala infeksi muncul selama tahun pertama kehidupan. Gejala
tersebut antara lain; demam, susah makan, masalah pernafasan, gagal
tumbuh dan bahkan pembengkakan hati dan limpa.
2. Penularan lewat udara
Orang sehat bisa terkena infeksi jika tinggal atau beberapa tempat
atau bekerja ditempat yang sama dengan orang yang terinfeksi. Dengan
batuk, berteriak atau bersin, orang yang terinfeksi menyebar kuman ke
udara dan orang lain menghirupnya.
3. Melalui susu dan makanan lainnya
Bentuk lain dari TBC ditularkan melalui minum susu yang tidak
disterilkan. Bakteri pada susu menyebabkan munculnya infeksi TBC
yang disebut Mycobacterium bovis. Bartahun-tahun sebelumnya, bakteri
ini adalah penyebab utama penyakit TBC pada anak. Tetapi sekarang
karena kebanyakan susu sudah disterilkan bakteri TBC tidak menyebar
lagi.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk


atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya
penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat
pajanan dengan percikan dahak.1
Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko
penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk

9
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif.1
2.3.2 Pencegahan Tuberculosis

Terdapat berbagai macam cara untuk melakukan pencegahan terhadap


penyakit Tuberculosis ini, diantaranya:

 Pencegahan oleh orang sehat


1. Selalu berusaha mengurangi kontak langsung dengan
penderita TBC paru aktif
2. Selalu menjaga standar hidup yang baik, caranya bisa dengan
mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi, menjaga
lingkungan selalu sehat baik itu dirumah maupun ditempat
kerja (kantor), dan menjaga kebugaran tubuh dengan cara
menyempatkan dan meluangkan waktu untuk berolarahga.
3. Pemberian vaksin BCG, tujuan untuk mencegah terjadinya
kasus infeksi TBC yang lebih berat. Vaksin BCG secara rutin
diberikan kepada semua balita.
 Pencegahan terhadap penderitan tuberculosis
1. Selama beberapa minggu menjalani pengobatan sebaiknya
tidak berpergian kemana pun baik itu sekolah, tidak melakukan
aktifitas ditempat kerja (kantor), dan tidak tidur sekamar dengan
orang lain meskipun keluarga sendiri sebagai usaha
pencegahan TBC agar tidak menular
2. Sifat darikuman (bakteri) TBC adalah memiliki kemampuan
menyebar lebih mudah didalam ruangan yang tertutup dimana
udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan untuk sirkulasi
udara kurang, bukalah jendela dan nyalakan kipas angin untuk
meniupkan udara dari dalam keluar ruangan.
3. Selalu menggunakan masker untuk menutup mulut kapan saja
ketika didiagnosis TBC. Hal ini merupakan langkah
pencegahan TBC secara efektif dan jangan membuang masker
yang sudah tidak dipakai lagi pada tempat yang tepat dan
aman dari kemungkinan terjadinya penularan TBC ke
lingkungan sekitar

10
4. Jangan meludah disembarang tempat, meludah hendaknya
pada wadah atau tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
atau air sabun
5. Menghindari udara dingin dan selalu mengusahakan agar
pancara sinar matahari dan udara segar dapat masuk
secukupnya keruangan tempat tidur. Usahakan selalu
menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama dipagi dan
ditempat yang tepat.
6. Tidak melakukan kebiasaan sharing penggunaan barang atau
alat. Semua barang yang digunakan oleh orang lain baik itu
temen bahkan anak, iistri dan keluarga. Perlu diingat dan
diperhatikan bahwa mereka yang sudah mengalami terkena
penyakit infeksi TBC dan menjadi penderita kemudian diobati
dan sembuh kemungkinan bisa terserang infeksi kembali jika
tidak melakukan pencegahan TBC dan menjaga kesehatan
tubuh
7. Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kadar
karbohidrat dan protein tinggi.

2.3.3 Gejala Tuberculosis

1. Gejala Sistemik/Umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.1
2. Gejala Khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas yang disertai sesak.

11
 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala sepetrti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
3. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Kira-kira 30-40% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan-5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilapirkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.

2.3.4 Jenis-Jenis Tuberculosis

1. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis Meningitis adalah infeksi TB pada otak dan sumsum
tulang belakang. Gejala awal adalah penderita menjadi gampang
marah dan gelisah. Gejala lain seperti leher kaku, sakit kepala,
muntah, perubahan dalam perilaku mental, kejang, atau koma.
2. Tuberkulosis Gastrointestinal
TB Gastrointestinal adalah TB dari saluran pencernaan seperti :
mulut, kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar, dan anus.
Gejalanya adalah nyeri perut, demam, penurunan berat badan, mual,
muntah, perubahan kebiasaan buang air besar.
3. Tuberkulosis Lymphadenitis (penyakit kelenjar)
Tuberkulosis adalah TB pada limfadenitis atau kelenjar getah
bening, biasanya disepanjang leher. Gejalanya adalah pembentukan

12
massa di sepanjang leher, dan jika penyakit ini berkembang bisa
membentuk sinus pengeringan.
4. Tuberkulosis Cutaneous
Tuberkulosis Cutaneous Adalah jenis TB kulit atau selaput lenir
dari sumber eksternal mikrobakteri. Ada beberapa jenis TBC kulit,
yaitu : vulgaris Lupus, TBC verrucosa Cutis dan TBC milar.
5. Osteo – artikular Tuberkulosis
TB osteo-artikular adalah TB sendi lutut, pinggul, pergelangan
kaki, pergelangan tangan, bahu, dan siku. Gejala-gejalanya mirip
dengan yang dialami oleh individu dengan arthritis dan nyeri atau
kekakuan hanya dirasakan di daerah yang terinfeksi.\
6. Tuberkulosis Urogenital
TuberkulosisUrogenitaladalah TB yang dimulai sebagai infeksi TB
paru yang kemudian berjalan melalui aliran darah ke saluran
genitourinari. Gejalanya adalah darah dalam urin, nyeri atau tidak
nyaman saat buang air kecil, dan mengalami nyeri pada satu sisi tubuh
antara perut dan punggung atas.

2.4 Diagonsis Laboratorium Penyakit Tuberculosis

Terdapat beberapa macam pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


mendiagnosis penyakit tuberculosis, yaitu :

1. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).17

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) yaitu : 1). Sewaktu/spot (dahak


sewaktu saat kunjungan, 2). Pagi (Keesokan harinya, 3). Sewaktu/spot (pada
saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.17

13
Bahan pemeriksaan atau spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan
(ditampung) dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih
dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti,
spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat
sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan
ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan


pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:17

 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat


bagian tengahnya
 Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
 Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
 Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
 Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

Pemeriksaan bakteriologi ini dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan


mikroskopis dan biakan:

14
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis
langsung yang merupakan metode diagnosis standar dengan
pewarnaan Ziehl - Neelsen. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi
BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB paru. Selain
tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat,
pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang palin
sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian
serta prioritas pengobatann. Pemeriksaan dahak dilakukan selama 3x
yaitu 2 bulan setelah pengobatan, 5 bulan setelah pengobatan, 6 bulan
setelah pengobatan. Pemeriksaan BTA dahak penderita dilakukan oleh
petugas laboratorium.
Pemeriksaan mikroskopik terdapat mikroskopik biasa dengan
pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan mikroskopik fluoresens dengan
pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening).
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali positif yaitu BTA postif
 1 kali positif, 2 kali negatif yaitu ulang BTA 3 kali, kemudian
 Bila 1 kali positif, 2 kali negatif yaitu BTA positif
 Bila 3 kali negatif yaitu BTA negatif.17
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease).

 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut


negatif
 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis
jumlah kuman yang ditemukan
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
+ (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
(2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++
(3+)

15
b. Pemeriksaan biakan kuman
Kultur (biakan) media yang biasa dipakai adalah media padat
Lowenstein Jesen. Dapat pula Middle brook JH 11, juga satu media
padat. Untuk perbenihan kaldu dapt dipakai Middle brook JH 9 dan JH
12. Melakukan pemeriksaan biakan dimaksud untuk mendapatkan
diagnosis pasti dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan
juga Mycobcterium Other Than Tuberculosis (MOTT)
c. Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti tuberculosis
Tujuan dari pemeriksaan ini mencari obat – obatan yang paten
untuk terapi penyakit tuberculosis.
2. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indicator yang spesifik
untuk tuberculosis. Laju Endap Darah jam pertama dan jam kedua dibutuhkan.
Data ini dapat dipakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan
daya tahan tubuh penderita. lLed sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED
yang normal juga tidak menyingkirkan diagnose TBC.

3. Pemeriksaan Tuberculin
Ada beberapa cara melakukan uji tuberculin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya
pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikan intrakutan
(kedalam kulit). Penilaian ujituberculin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan
dan diukur diameter dari pembengkakan yang terjadi. Uji tuberculin hanya
berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB
perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji
tuberculin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberculin
negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang
mengalami masa inkubasi infeksi TB atau terjadi alergi.

4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi:
fotolateral, toplordotik, oblik, CT scan. Pada pemeriksaan foto toraks,

16
tuberculosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Indikasi foto
toraks pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya atau bilateral (jarang).17
5. Pemeriksaan khusus
a. BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang
dapat mengidentifikasi kuman tuberculosis secara lebih cepat.
Metode yang digunakan adalah metode radiometrik.
M.tuberculosis metabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternative
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan uji kepekaaan.18 Bentuk lain teknik ini
adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator
Tube (MGIT).
b. PCR
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. salah satu
masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar
internasional. Pada tuberculosis pasca primer, penyebaran
kuman terjadi secara bronkogen, sehingga penggunaan sampel
darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel
yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai

17
menderita tuberculosis paru, masih ada beberapa factor yang
perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai
sarana diagnosis tuberculosis paru.
6. Pemeriksaan Serologi
 ELISA
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.17
 Immuno Crhomotografi Tuberculosis (ITC)
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT
tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi
M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB
yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung
dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru,
kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila
serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka
antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis
warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen
pada membran.17
 PAP (peroksidase anti peroksidase)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi
reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati
karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi.17
 Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)

18
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di
dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan
mudah.17
 Ig G TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan
cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen
mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan
kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan
spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri,
metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk
mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk
diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.17

19
Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
2.5 Epidemiologi

Di negara industri di seluruh dunia, angka kesakitan dan kematian akibat


penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980-an, grafik
menetap dan meningkat di daerah dengan prevalensi HIV tinggi. Morbiditas
tinggi biasanya terdapat pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi
rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaaan daripada
pedesaan.11

Insidensi TBC di Amerika Serikat adalah 9,4 per 100.000 penduduk pada
tahun 1994 (lebih dari 24.000 kasus dilaporkan). Anak yang pernah terinfeksi
TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%.
Epidemi pernah dilaporkan pada tempat orang-orang berkumpul seperti rumah
perawatan, penampungan tuna wisma, rumah sakit, sekolah, dan penjara. Dari
tahun 1989-1992 terjadi KLB multidrug resistance (MDR) minimal terhadap INH

20
(Isoniazid) dan rifampisin di daerah tempat penderit HIV berkumpul. KLB
(kejadian luar biasa) tersebut berhubungan dengan tingginya angka kematian
dan tingginya penularan TBC pada petugas kesehatan. 11

Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986,


penyakit tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan
menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. 11

SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit tuberkulosis


semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan
kedua. Prevalensi penyakit pada akhir pelita IV sebesar 2,5%. Pada tahun 1999
di Jawa Tengah, penyakit tuberkulosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit
rawat jalan di rumah sakit, sedangkan menurut SURKESNAS 2001, TBC
menempati urutan ke-3 penyebab kematian (9,4%).11

WHO memperkirakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di


seluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang
per tahun. Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di negara berkembang.
Sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia produktif). WHO
menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia setelah
China dan India. Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui. Asumsi
prevalensi BTA (+) di Indonesia adalah 130 per 100.000 penduduk. 11

21
WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50%-
nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil). Hampir
semua negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut kecuali
Singapura dan Malaysia. Dari seluruh kasus di dunia, India menyumbang 30%,
China 15%, dan Indonesia 10%.11

22
Penyakit ini menyerang semua golongan usia dan jenis kelamin, serta
mulai merambah tidak hanya pada golongan sosial ekonomi rendah saja. Profil
kesehatan Indonesia pada tahun 2002 menggambarkan persentase penderita
TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%),
15-24 tahun (18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), lebih dari
65 tahun (6,68%), dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran di
seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa
penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laporan dari seluruh provinsi di
Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230 penderita TBC
BTA(+) terdapat 43.294 laki-laki (56,79%) dan 32.936 perempuan(43,21%).1

Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai


70,03% dari 85% yang ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu penderita (perilaku, karakteristik, sosial ekonomi),
petugas (perilaku, keterampilan), ketersediaan obat, lingkungan (geografis), PMO
(pengawas minum obat), serta virulensi dan jumlah kuman.11

2.6 Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci


keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan
strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu
pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat
ditanggulangi dengan baik.17

DOTS mengandung lima komponen, yaitu :

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional


2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku /standar17

23
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh
WHO:

1. Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan


penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif
terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti
gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang
relevan
3. Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program
kesehatan yang lain dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan
nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix
(PPM) untuk mematuhi International Standards of TB Care
5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk
berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif
6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat
baru, alat diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk
meningkatkan keberhasilan program.17

Tujuan dari DOTS yaitu mencapai angka kesembuhan yang tinggi,


mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul, mencegah
resistensi. Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :

 Pasien berobat jalan


Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka
paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila
pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya
dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO
harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.17
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

24
 Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO
adalah petugas rumah sakit, selesai perawatan untuk pengobatan
selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.

2.6.1 Langkah Pelaksanaan DOT

Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,


pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut
harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT

2.6.1.1 Persyaratan PMO (Pengawas Minum Obat)

 PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai


sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga
kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
 PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader
kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota
keluarga yang disegani pasien

2.6.1.2 Tugas PMO

 Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik


 Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
 Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
yang telah ditentukan
 Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara
teratur hingga selesai
 Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar
tetap mau menelan obat
 Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
 Melakukan kunjungan rumah
 Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila
ditemui gejala

25
2.6.1.3 Penyuluhan

Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,


penyuluhan dapat dilakukan secara :

1. Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga)
dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat
dll.
2. Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien,
kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit
dll

Cara memberikan penyuluhan

 Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada


 Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui
tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan
selanjutnya
 Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal
yang belum jelas
 Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

2.6.2 Pencatatan Dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang


sangat penting dalam sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit
pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu sistem pencatatan
dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan
klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah
baku pula.

26
Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan
meliputi beberapa item/formulir yaitu :

1. Kartu pengobatan TB (01)


2. Kartu identiti penderita TB (TB02)
3. Register laboratorium TB (TB04)
4. Formulir pindah penderita TB (TB09)
5. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan
(TB10)

Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman


penanggulangan TB Nasional (P2TB) Jika memungkinkan data yang ada
dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam formulir Register TB (TB03).

Catatan :

 Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru,


maka untuk kepentingan pencatatan pasien tersebut harus dicatat
sebagai pasien TB paru.
 Bila seorang pasien ekstraparu pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai ekstraparu pada organ yang penyakitnya paling
berat
 Contoh formulir terlampir

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberkulosis dan bersifat menular. Tuberculosis (TB) merupakan
salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih penyebab
utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan Negara-negara sedang
berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia
berjumlah >600.000 dan sebagian besar di derita oleh masyarakat yang berada
dalamusia produktif (15-55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah
sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun. Tuberculosis
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menyerang organ pernafasan
walaupun dapat mengenai organ lain.

Penularan Tuberkulosis diantaranya penularan dari ibu ke janin,


penularan lewat udara, dan melalui susu dan makanan lainnya. Pencegahannya
dapat berupa selalu berusaha mengurangi kontak langsung dengan penderita
TBC, selalu menjaga standar hidup yang baik, pemberian vaksin BCG. Diagnosis
Laboratorium penyakit TBC diantaranya Pemerikaan Bakteriologis (mikroskopis
dan biakan kuman), Pemeriksaan Darah, Pemeriksaan Tuberculin, Pemeriksaan
Radiologis, Pemeriksaan Khusus (BACTEC, PCR), Pemeriksaan Serologis
(ELISA, ITC, PAP, Mycodot, IgG TB).

WHO memperkirakan kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di seluruh


dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta per tahun. Dari
seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di negara berkembang. Sebanyak 70%
dari penderita berusia 15-50 tahun usia produktif. WHO menduga kasus TBC di
Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia setelah India dan China.
Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui. Asumsi prevalensi BTA (+) di
Indonesia adalah 130 per 100.000 penduduk.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.


Jakarta
2. Pikiran rakyat. 2004. Waspadai Penyakit TB paru Seorang Penderita TB
Dewasa Bisa Menulari Sepuluh Anak.
3. Http://www.pikiranrakyat.com/cetak0304/28hikmah/lainnya02.htm
4. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2004.
JURNAL TUBERKULOSIS INDONESIA. Vol. 8 : 1-19
5. Sari Pediatri . 2009. Epidemiologi Tuberkulosis . Vol. 2 : 124-9
6. http://www.scribd.com/epidemiologi-tuberculosis.html diakses pada tanggal
27 September 2016
7. Christian, W., Gomes, V.F. Rabna, P., Gustafson, P., Aaby, P., Lisse, I.M,
Andersen, P.L., Glerup, H. & Sodemann, M. 2009. Vitamin D as
Supplementary Treatment for Tuberculosis. American Journal of Respiratory
and Critical Care Medicine, 179(9): 843-850
8. Storla, D.G. 2008. A systematic review of delay in the diagnosis and
treatment of tuberculosis. BMC Public Health, 8:15
9. Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC
10. Santa, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta: TIM
11. Widoyono. 2011. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasannya Edisi 2. Jakarta : Erlangga
12. Departemen Kesehatan RI. Pointers Menkes Menyambut Hari TBC Sedunia
2007. www.depkes.go.id. 2007
13. Nanig R. Tuberculosis Infection in Infant and Children Who Have Contact
with Positive Sputum Adult Tuberculosis. Http://puspasca.ugm.ac.id.2003
14. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization
(WHO). Hari TB Sedunia : Lembar Fakta Tuberkulosis.
www.tbcindonesia.or.id. 2008
15. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2012.
JURNAL TUBERKULOSIS INDONESIA. Vol. 8 : 1-6

29
16. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru. Revisi Pertama Juli 2011. Jakarta : 9-19
17. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html diakses 3 Oktober 2016 pada
pukul 20:49
18. Winariani. Pedoman penanganan tuberkulosis paru dengan resistensi multi
obat (MDR-TB). Kumpulan naskah ilmiah tuberkulosis. Pertemuan Ilmiah
Nasional Tuberkulosis PDPI, Palembang 1997.

30

You might also like