You are on page 1of 13

Rangkuman Singkat

Proses Pengolahan Minyak Bumi

(Bagian 1)

Mata Kuliah Teknologi Minyak Bumi


Program Studi Teknik Kimia
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr.-Ing. Suhendra


Email: suhendra@che.uad.ac.id

Semester Genap 2018/ 2019


Yogyakarta 2019
Pendahuluan

Catatan singkat ini adalah bahan pendukung materi perkuliahan mata kuliah teknologi
minyak bumi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Tujuan dari catatan singkat ini
adalah memberikan gambaran umum tentang proses pengolahan minyak bumi.
Sesuai tujuannya, catatan ini tidak mempresentasikan hal-hal detail dari tiap bagian,
melainkan memberikan pandangan umum tentang teknologi untuk mengolah minyak
bumi agar mahasiswa memiliki informasi yang baik.
Pada bagian pertama ini ditampilkan hal-hal umum dari crude oil hingga kajian sinkat
tentang hydroprocessing.
Tentunya, catatan singkat ini masih perlu perbaikan di kemudian hari agar menjadi
buku ajar yang lebih informatif dan membahas lebih menyeluruh tentang teknologi
minyak bumi. Meskipun demikian, semoga catatan singkat ini bisa digunakan dalam
perkuliahan dan bermanfaat untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juni 2019.


Dosen pengampu

Dr.-Ing. Suhendra
Contents
1. Crude Oil....................................................................................................................... 4
2. Senyawa Kimia ............................................................................................................. 4
3. Proses Refinery............................................................................................................ 6
4. Cracking ..................................................................................................................... 10
A. Pendahuluan ................................................................................................................ 10
B. Reaksi Kimia ................................................................................................................ 10
C. Kondisi operasi ............................................................................................................ 11
D. Teknologi proses.......................................................................................................... 11
5. Reforming dan Isomerisasi ....................................................................................... 11
A. Pendahuluan ................................................................................................................ 11
B. Proses kimia ................................................................................................................ 12
6. Hyroprocessing.......................................................................................................... 13
1. Crude Oil

Crude oil diextract dari bumi mengandung ribuan jenis senyawa hidrokarbon dan senyawa
organic serta sedimen dan logam.
Secara umum, kandungan massa (weight %) dari crude oil terdiri dari 84-87% karbon, 11-
14% hidrogen, sulfur (hingga 3%), oxygen (higga 2%), nitrogen (hingga 0,06%) dan metal
(hingga sekitar 100 ppm).
“Crude oil cuts” dari refinery umum meliputi gas, light/ heavy naphta, kerosene, heavy gas
oil, light gas oil dan residue. Dari produk intermediate ini, dihasilkan beberapa produk akhir
seperi fuel gas, LPG, bensin/ gasoline, jet fuel, kerosene, auto diesel, pelumas/ lubricants,
bunker oil, asphalt dan coke.
Sifat dan karaktersiasi utama terpenting dari Crude oil terdiri dari
 API gravity
 Watson Characteriation factor
 Viscousity
 Kandungan sulfur
 TBP (True boiling point) curve
 Pour point
 Flash point dan fire point
 ASTM distillation curve
 Ocatane number

2. Senyawa Kimia

Senyawa kimia dari produk minyak bumi dikatergorikan sebagai berikut


A. Paraffins.
Adalah alkanes seperti methan, ethane, propane, n/i-pentane, n/i- butane: Senyawa
ini dihasilkan sebagai fraksi gas dari CDU.

B. Olefins
Adalah alkenes seperti ethylene, propylene dan butylene yang memiliki sifat kimia
reaktif.
C. Naphtenes.
Adalah senyawa cycloalkanes seperti cyclopropane, methyl cyclohexane. Senyawa
ini adalah non-aromatik sehingga tidak mempengaruhi bilangan octane.

D. Aromatics.
Senyawa aromatic seperti benzene, toluene, ortho dan para-xylene. Senyawa ini
berpengaruh besar terhadap angka oktan (octane number) dari produk sehingga
ditargetkan maksimal produksinya di dalam proses refinery.
E. Naphtalenes.
Adalah senyawa yang mengandung dua atau tiga ring aromatik, seperti nathalenes.

3. Proses Refinery

Unit umum yang ada dalam sebuah refinery plant untuk mengolah crude oil menjadi
produknya ada sekitar 22 unit. Skema umum proses refinery ditunjukkan oleh
gambar 1. Unit terpenting meliputi:
 Crude distillation unit (CDU)
 Vacumm distillation unit (VDU)
 Thermal cracker
 Hydrotreater
 Fluidized catalytic cracker
 Separator
 Naphta splitter
 Refoermer
 Alkylation dan isomerisation
 Gas treating
 Bleding pools
 Strem splitter
Sebelum memasuki CDU, proses pendahuluan dilakukan oleh unit desalter, furnace dan
pre-flash column. Skema umum unit CDU ditampilkan pada gambar 2. Produk intermediate
dan produk turunannya dari CDU meliputi:
Gas
a. Fuel gas LPG
Naphta
a. Gasoline
b. Jet fuel
Kerosene
a. Jet fuel
b. Kerosene
Light gas oil
a. Solar (Auto & tractor diesel)
b. Heating oil
Heavy gas oil
a. Commercial heating oil
b. Industrial heating oil
c. Lubricants (Pelumas)
Komponen dengan hydro carbon tinggi (residue) diolah lebih lanjut pada vacuum distillation
unit (VDU). Produk umum dari residue adalah bunker oil, asphalt dan coke.Skema umum
VDU ditampilkan pada gambar 3. Produk dari VDU diproses lanjut untuk mendapatkan
produk yang diinginkan dan bernilai ekonomis lebih tinggi.

Gambar 1. Skema umum proses refinery

Gambar 2. Skema proses CDU kondisi atmosphere


Gambar 2. Skema VDU

A. CDU
Unit ini terdiri dari sub unit utama kolom distilasi atmospheric, side stripers, heat
exchanger network, feed desalter dan furnace. Produk utama yang dihasilkan oleh
CDU adalah gas+naphta, kerosen, ligh gas oil, heavy gas oil dan atmospheric
residue.
Kondisi operai sekitar 330-370°C pada tekanan 1 barg.

B. VDU
VDU beroperasi pada tekanan 25-40 mm HG dan temperatur sekitar 380-420°C.
Produk utama VDU adalah light vacuum gas oil (LVGO), heavy vacuum gas oil
(HVGO= dan vacuum residue. Untuk menghasilkan fraksi produk berantai lebih
pendek (lighter products) LCGO dan HVGO harus ditreatment dengan proses
cracking.

C. Thermal cracker
Proses ini menggunakan chemical cracking proses (proses perengkahan kimiawi)
dilanjutkan dengan proses pemisahan dengan konsep perbedaan boiling point untuk
menghasilkan produk yang diinginkan.
Produk yang dihasilkan dari thermal cracking adalah naphta + gas, gasoil dan
thermal cracked residue. Di beberapa unit refinery unit thermal cracker digantikan
oleh delayed coking process untuk menghasilkan coke sebagai produk peroleum
refinery nya.
Thermal cracker beroperasi pada temperature sekitar 450-500°C dengan tekanan
sekitar 2-3 bar.
D. Hydrotreater
Beberapa produk dari CDU dan VDU masih mengandung sulfur dengan konsentrasi
tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan treatment untuk mengurangi kandungan sulfur
ini dengan merekasikan dengan hytrogen. Hydrogen yang diperlukan untuk reaksi
dihasilkan dari reformer unit. dan menghasilkan produk yang diinginkan (yang lebih
ringan dari feed) beserta H2S sebagai gas yang harus dipisahkan. Sebagai contoh,
pada proses desulfurisation dari LVGO dan HVGO berlangsung dia blok operasi dan
fraksi desulfurized naphta. Khusus untuk hydrotreater kerosene, tidak dihasilkan
produk yang lebih ringan.
Kondisi operasi hydrotreater tergantung jenis feed. Misalkan, untuk feed naphta
kondisi operasi pada temperature 280-425°C dan pressure 200-800 psig.

E. Fluidized catalytic cracker


Unit ini adalah salah satu unit terpenting pada refinery plant karena berfungsi untuk
transformasi desulfurized HVGO menjadi produk yang lebih ringan seperti unsaturated
light ends, light and heavy cracked naphta, cycle oil dan slurry.
Kondisi operasi adalah pada temperature sekitar 34”C dan tekanan 75 kPa – 180 kPa.

F. Separator
Fraksi gas dari berbagai unit memerlukan separation (pemisahan) untuk pemurnian
produk. Sebagai contoh:
 C4 spearator memisahkan desulfurized naphta dari semua fraksi saturated
light ends yang komposisinya lebih berat atau sama dengan C4s.
 C2 separator: memisahkan C3 sebagai produk LPG.
Kondisi operasi pada tekanan sekitar 20-1500 psi.

G. Naphta splitter
Unit in tersusun dari beberpa unit kolom distilasi untuk memisahkan light naphta dan
heavy naphta dengan naphta yang berasal dari beberapa stream dari unit lain di rfinery
complex.
Kondisi operasi antara 167 – 250“C denga tekanan 1 – 45 kg/cm².

H. Reformer
Heavy naphta yang tdaik memiliki angka oktan tinggi periu diproes lebih lanjut pada
unit reformer untuk mendapatkan reformate product (yang memiliki angka oktan tingi),
light ends dan reformer gas (hydrogen). Unit ini penting untuk menghasilkan premium
grade gasoline, salah satu product utama refinery.
Kondisi reaksi pada tekanan sekitsr 5-45 atm dan reaksi berlangsung pada temperatur
495 – 520 °C.
I. Alkylation dan Isomerisation
Unsaturated light ends yang dihasilkan dari FCC process distabilisasi oleh proses
alkilasi menggunakan iC4 yang dihasilkan dari C4 separator. Proses ini menghasilkan
alkylarte produk yang memiliki angak oktan tinggi dari feed nya.

J. Gas Treating
Gas-gas yang tidak berguna lainnya serta stream H2S yang dihasilkan dari C2
separator memiliki kandungan sulfur yang berarti. Pada proses treatment gas H2S
ditransformasi menjadi sulfur serta menghasilkan fuel gas. Umumnya, fuel gas
digunakan untuk pembakaran pada furnace.

4. Cracking

A. Pendahuluan

Secara umum, proses cracking, reforming dan isomerisasi adalah tiga proses penting untuk
peningkatan angka oktan.
Gasoline yang diperoleh dari proses CDU tidak memiliki angka oktan tinggi (40 -60) sehingga
perlu ditingkatkan kualitas agar diperoleh produk dengan oktan yang diingikan (85 – 90).
Proses cracking meliputi penguraian (decomposition) thermal atau catalytic dari fraksi
petroleum yang memiliki banyak senyawa dengan berat molekul (molecular weight) tinggi.
Untuk proses cracking diperlukan panas, sehingga proses cracking dilakukan di dalam
furnace. Sumber panas dapat berasal dari fuel oil, fuel gas, gas alam atau listrik/ electricity. 4
Feed ideal untuk cracking adalah heavier hydrocarbon (berat molekul tinggi), dilakukan untuk
vacuum gas oil (VGO).

B. Reaksi Kimia

Secara umum, cracking adalah reaksi untuk menghasilkan hidrokarbon bermolekul lebih
ringan (lighter hydrocarbons) yang mengandung paraffins, olefins dan aromatics. Dengan
produk tersebut akan dihasilkan produk dengan angka oktan lebih tinggi. Dengan kata lain,
cracking adalah reaksi konversi senyawa high boiling low octane number menjadi senyawa
low boiling high octane number.
Beberapa reaksi kimia penting dari cracking:
 Paraffins rantai Panjang dikonversi menjadi olefins dan olefins
 Paraffins rantai lurus (straight chains paraffins) dikonversi menjadi paraffins bercabang
(branched paraffins)
 Alkylated aromatics (aromatic teralkilasi) dikonversi menjadi aromatic dan paraffins
 Senyawa ring (ring compounds) dikonversi menjadi alkylated aromatics.
 Dehydrogenasi dari naphtenes menjadi aromatics dan hydrogen

Produk yang tidak diinginkan biasanya adalah pembentukan coke. Cracking adalah reaksi
endothermic.

C. Kondisi operasi
Kondisi operasi tergantung bahan baku dan jenis cracking (thermal atau cytalytic cracking).
 Untuk thermal cracking, kondisi operasinya adalah sekitar 600°C dan 20 atm.
 Untuk catalytic cracking, kondisi operasinya adalah 480°C dan 0,7 – 1 atm. Katalis
yang digunakan adalah acid treated silica alumina.
Karena cracking adalah reaksi fasa gas, maka semua bahan baku harus divaporasi. Untuk
menghindari pembentukan coke, maka reaksi berlangsung sangat singkat ( beberapa detk
saja). Selama beroperasi, komponen-komponen Fe, Ni, Vd dan Cu berpotensi mnejadi poison
(racun) bagi proses cracking.

D. Teknologi proses

Teknologi proses saat ini menggunakan fluidized catalytic cracking (FCC). Selanjutnya produk
hasil perengkahan diumpankan ke unit distilasi. Setelah proses selesai, catalyst diregenerasi
pada unit catalys regenerator dengan membakarnya di udara. Proses regenerasi katalis ini
selain memanaskan katalis (yang diperlukan pada reaksi endothermis untuk proses cracking)
juga untuk meghilangkan coke.
Umumnya, catalytic cracking memiliki beberapa keuntungan dibandingkan thermal cracking,
diantaranya:
 Kualitas produk lebih baik
 Pembentukan coke lebih sedikit
 Operasi berlangsung pada temperature dan tekanan lebih stabil.

5. Reforming dan Isomerisasi

A. Pendahuluan

Seperti dibahas sebelumnya, reaksi reforming dan isomereisasi bertujuan meningkat angka
octane dari produk. Sebagai feed ideal untuk reaksi reforming adalah heavy naphta (naphta
dengan berat molekul tinggi) sementara untuk isomerisasi digunakan light naphta sebagai
feed. Reaksi reforming menghasilkan hydrogen sebagai hasil samping yang akan digunakan
di unit lain refinery plant. Katalis platinum digunakan pada proses catalyitic reaction. Pada
akhirnya, feed dengan angka octane rendah dikonversi menjadi produk dengan angka octane
lebih tinggi.

B. Proses kimia

Beberapa reaksi kimia penting pada rearksi reforming adalah:


 Isomerisasi paraffin
 Isomerisasi naphthene untuk menghasilkan cycloalkanes
 Cycloalkanes diproses lebih lanjut pada proses dehydrogenation menghasilkan
aromatics. Reaksi reformasi menghasilkan senyawa dengan angka octane dan
kandungan aromatic lebih tinggi (benzene, toluene, xylene).
Reaksi penting pada isomerisasi adalah:
 Isomerisasi alkanes rantai lurus menjadi paraffins bercabang. Dengan demikian akan
meningkatkan angka octane.
 Katalis berbasis platinum digunakan pada proses isomerisasi dengan promotor AlCl3.
Reaksi kataliisis berlangsung dengan melibatkan hydrogen sehingga mengurangi
pembentkan coke.

Catalytic reforming adalah proses kimia (reforming) menggunakan katalis yang digunakan
untuk mengkonversi naphthas hasil VDU (umumnya ber octane rendah) menjadi produk
octane tinggi, yang disebut reformates.
Katalis umum yang dipakai mengandung platinum atau rhenium pada bahan berbasis silica
atau silica-alumina. Sebelum digunakan, katalis harus di chlorinasi.

Reaksi utama dari catalytic reforming adalah:

1. Dehydrogenasi naphthenes untuk mengkonversi menjadi aromatics


Misal: konversi methylcyclohexane (senyawa naphthene) menjadi toluene (senyawa
aromatic)

2: Isomerisasi normal paraffins menjadi isoparaffins


Misal: Konversi normal octane menjadi 2,5-Dimethylhexane (an isoparaffin):
3: Dehydrogenasi dan aromatisasi (aromatization) dari paraffins menjadi aromatics
(biasa disebut dehydrocyclization).

Contohnya: Konversi normal heptane menjadi toluene:

6. Hyroprocessing
Hydroprocessing, hydrotreating, hydrocracking.

 Hydroprocessing: reaksi bahan baku dengan hidrogen berlangsung reaktor berkatalis.

 Tergantung jenis operasinya, hydroprocessing dibagi menjadi hydrotreating dan


hydrocracking.

 Pada reaksi hydrotreating, konsentrasi sulfur dan nitrogen pada produk akhir diturunkan
beserta penjenuhan (saturation) dari oleffins dan aromatics.

 Pada reaksi hydrocraking, molecule lebih besar bereaksi dengan hydrogen untuk
menghasilkan hidrokarbon lebih ringan.

Contoh hydrocracking adalah hydrocracking dari paraffins menjadi molekul-molekul lebih


sederhana/ kecil. Misalkan: cracking dari normal heptane menjadi isopentane dan ethane

(Berlanjut)

You might also like