Professional Documents
Culture Documents
High Throughput Satellite (HTS) merupakan teknologi dimana kapasitas akses data melalui satelit
bisa jauh lebih besar dari kapasitas yang saat ini banyak digunakan. Teknologi High Throughput
Satellite (HTS) membagi area cakupan menjadi beberapa spot beam dengan penggunaan frekuensi
yang lebih efesien (frequency re-use), menjadikan kapasitas bandwidth menjadi jauh lebih besar
dibandingkan dengan satelit konvensional untuk alokasi spektrum yang sama[2]. Satelit HTS dapat
memberikan nilai throughput yang lebih besar dibandingkan dengan sistem satelit konvensional,
broadcast, dan mobile satelit (FSS, BSS, dan MSS). Jika saat ini kapasitas maksimal throughput
adalah 155 Mbps, melalui teknologi High Throughput Satellite (HTS), kecepatan akses data bisa
mencapai 100Gbits[3]. Teknologi High Throughput Satellite (HTS) dapat diterapkan pada semua
jenis transponder, seperti Ka-Band, Ku-Band, dan C-Band.
HTS bekerja dengan cara memberi spot beam pada setiap wilayah yang tercakup oleh satelit.
Dengan adanya spot beam, satelit dapat menggunakan frekuensi yang sama di spot yang berbeda.
Oleh karena itu, bandwidth yang dihasilkan menjadi lebih besar dibandingkan dengan satelit
konvensional. Berikut ini gambar contoh cakupan spot beam satelit HTS.
Dari gambar diatas, rata-rata Satelit konvensional atau FSS (Fixed Satellite Service)menggunakan
frekuensi pada pita C-Band dan Ku-Band. rekuensi C Band adalah salah satu Frekuensi yang
paling banyak di gunakan dalam industri Digital Broadcasting Video Satelite,dimana Kanal ini
menempati rentang 3,7 GHz - 4,2 GHz ( downlink ) dan 5,925 GHz - 6,425 (uplink ). Frekuensi
ini menawarkan banyak siaran televisi gratis ( FTA ) dari berbagai negaradan berbagai bahasa
yang dapat di terima di Indonesia, dengan kualitas Standart Definition (SD ) maupun High
Defnition ( HD ) yang tentu saja tergantung dari masing masing stasiunpenyiaran tersebut.Pita
frekuensi Ku (Inggris: Ku-band) merupakan kelas pertama dari K-band. Ku-band adalahbagian
dari spektrum elektromagnetik dengan jarak frekuensi dalam gelombang mikromencapai 11,7
hingga 12,7 GHz ( downlink frequencies) dan 14 hingga 14,5 GHz (uplinkfrequencies). Ku-band
atau Kurtz-under band terutama digunakan pada satelit komunikasi,khususnya untuk penerbitan
dan penyiaran satelit televisi atau Direct Broadcast Television. Ku-band juga digunakan untuk
sinyal telepon dan layanan komunikasi bisnis. Ku-band dibagi kedalam beberapa segmen yang
bervariasi berdasarkan pembagian geografis yang ditetapkanoleh International
Telecommunication Union (ITU).Selain satelit yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan
Indonesia baik BUMN maupun swasta,di atas Indonesia terdapat beberapa satelit asing. Gambar
berikut ini menenujukkan konstelasisatelit-satelit asing yang mengorbit dan mempunyai coverage
sampai ke wilayah Indonesia ataukonstelasi layanan satelit asing di Indonesia :
Dari gambar diatas dapat dilihat terdapat banyak satelit-satelit asing yang mempunyai jangkauan
layanan sampai ke wilayah Indonesia. Beberapa satelit-satelit asing tersebut antaralain : Intelsat,
Chinasat, Thuraya, Inmarsat, Asiasat, APStar, JCSat, ABS, NSS dan Eutelsat.Satelit-satelit ini
merupakan satelit komerisal dengan beberapa layanan antara lain DVB (DigitalVideo
Broadcasting) Service, Broadband Internet akses, VPN, layanan GPS dan juga
navigasikemaritiman.
4.2 Penggunaan Frekuensi High Througput Satellite (HTS)
High Throughput Satellite telah beberapa kali diluncurkan dan saat ini sudah menempatibeberap
orbit geo-stasioner. Tabel berikut ini merupakan list dari HTS yang sudah diluncurkandan sudah
beroperasi :
Satelit HTS pertama sekali diluncurkan pada tahun 2005 yaitu Thaicom 4 (IPStar). Kemudianpada
tahun 2008 dan 2012 diluncurkan lagi satelit JAXA dan SES yang mempunyai wilayahcakupan
atau coverage di Asia Pacific. Selain di Asia Pacific, terdapat beberapa satelit HTS lainyang sudah
beroperasi baik di Eropa maupun di Amerika antara lain : Eutelsat, Viasat, Avanti,Echostar dan
juga Intelsat. High Throughput satelit ini mempunyai kecepatan transmisi sampaidengan 10Gbps
per transponder dan bisa beroperasi di C-Band, Ku-Band dan juga Ka-Band.Namun HTS pada
umumnya beroperasi di range Ku-Band dan Ka-Band.Band frekuensi Ku-Band yang digunakan
oleh HTS adalah 11Ghz-13GHz downlink dan 14GHz – 15GHz untuk uplink. Untuk Ka-Band
frekuensi yang digunakan adalah 17.7 - 20.2 GHz, 17.3 – 17.7 GHz untuk downlink dan uplink
21.4 – 22.0 GHz.; 27.5 - 30.0 GHz and 24.65 – 25.25GHz
Gambar berikut ini menunjuka tipikal penggunaan frekuensi HTS untuk band frekuensi Ku-Band
dan Ka-Band :
Untuk penggunaan frekuensi HTS di Indonesia perlu dilakukan kajian terhadap link budget
darifrekuensi yang digunakan karena attenuasi atau redaman yang disebabkan oleh hujan
diIndonesia tergolong tinggi karena letak geografis Indonesia yang berada di daerah tropis.
Tabelberikut ini merupakan tabel redaman hujan terhadap frekuensi yang digunakan
Sedangkan untuk kriteria curah hujan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Kriteria Curah hujan di Indonesia
Dari data yang direlease BMKG, rata-rata hujan di wilayah Indonesia tergolong lebatdengan
intensitas 10-20mm / jam.Dari tabel 2 dan tabel 3 diperoleh jika frekuensi satelit yang digunakan
adalah Ku-Band makaredaman yang dialami oleh frekuensi tersebut adalah sekitar 1.25dB/Km
sedangkan untukpenggunaan frekuensi Ka-Band redaman yang bisa ditimbulkan adalah sebesar
2.5 dB/Km.
Dari besarnya redaman yang ditimbulkan oleh hujan, penggunaan frekuensi Ku-Bandlebih baik
daripada penggunaan frekuensi Ka-Band
. Namun karena band frekuensi Ku-Band
sudah dipergunakan juga oleh Satelit Konvensional maka diperlukan studi yang
lebihkomprehensif terhadap penggunaan frekuensi Ka-Band untuk High Througput Satellite
darifaktor redaman yang disebabkan oleh hujan.
4.3 Pengalokasian layanan High Throughput Satellite
Seperti diketaui sebelumnya, High Throughput Satellite berbeda dengan satelit konvensionalatau
Fixed Satellite Service dimana kecepatan transmisi datanya bisa mencapai maksimal10GBps
untuk setiap transpondernya. Saat ini HTS yang beroperasi rata-rata mempunyaikecepatan
transmisi sebesar 1Gbps, hal ini berbeda dengan satelit konvensional atau FSSyang mempunyai
kecepatan maksimal 155Mbps per transponder, bahkan saat ini banyak satelitFSS yang beroperasi
menggunakan kecepatan 75Mbps.
Dari besarnya bandwidth dan kecepatan transmisi satelit HTS, layanan yang diberikan olehsatelit
HTS berbeda dengan satelit FSS. Satelit FSS atau satelit konvensional sebagian besarberfungsi
sebagai relay statsiun televise atau melayanai TV broadcast dan komunikasi suarasebagai gateway
internasional. Sedangkan HTS memiliki beberapa fungsi antara lain sebagaipenyedia layanan
broadband akses, backhoul sistem komunikasi seluler, layanan VPN untukenterprise dan
pemerintahan, dan juga sebagai broadcaster.Gambar berikut ini menunjukkan revenue yang
dihasilkan dari layanan yang dideliver oleh HighThroughput Satellite :
Revenue terbesar dari
penggunaan HTS dihasilkan oleh Broadband akses hal ini menunjukkankebutuhan akan layanan
satelit untuk masa sekarang ini sudah bergeser yang tadinyadidominasi oleh TV Broadcasting
sudah beralih ke Broadband Access.Dari suatu studi yang dilakukan oleh NSR, pada tahun 2024
kebutuhan pasar global akankapasitas oleh satelit HTS mencapai 1,9 Tbps. Layanan paling besar
yang dibutuhkan adalahbroadband akses dengan kapasitas mencapai 1.15Tbps. Kebutuhan akan
kapasitas palingbesar ada di daerah Amerika Utara dengan demand capacity sebesar 650Gbps,
sementara Asia-Pasifik menempati
urutan kedua dengan demand capacity sebesar 240 Gbps sedankanurutan ketiga adalah daerah
Amerika Latin dengan demand capacity sebesar 210Gbps.
Gambar berikut ini menunjukan demand atau kebutuhan akan kapasitas bandwidth oleh
HighThroughput Satellite secara global sampai dengan tahun 2024 :
Gambar 7. Kebutuhan kapasitas satelit HTS sampai dengan tahun 2024
Untuk di Indonesia sendiri, menurut Menkominfo, layanan High Throughput Satellite
akandigunakan untuk memenuhi layanan Broadband Internet Akses sehingga terjadi
pemerataanlayanan Internet di Indonesia. Selain untuk memenuhi layanan Broadband Internet
Akses,layanan HTS akan digunakan untuk layanan VPN (Virtual Private Network) antar
instansipemerintahan, pendidikan dan untuk kepentingan militer di Indonesial, mengingat
alokasitransponder yang disediakan oleh satelit BRISAT hanya 4 transponder untuk
kepentinganpemerintah. HTS juga direncanakan akan digunakan sebagai backhoul operator
seluler danuntuk kebutuhan navigasi serta mobility untuk bidang kemaritiman dan navigasi udara.
4.4 Biaya dan Waktu Implementasi High Throughput Satellite di Indonesia.
Biaya yang dibutuhkan untuk investasi High Throughput Satellite di Indonesia adalah sebesar400
juta USD atau sekitar 5.4Triliun rupiah dengan kapasitas mencapai 100Gbps.Waktu yang
dibutuhkan mulai dari pabrikasi, persiapan, peluncuran sampai dengan satelitberoperasi adalah
sekitar 4 tahun, dimana diharapkan tahun 2021 satelit HTS bisa mulaiberoperasi.
Kesimpulan
1. Proyek Palapa Ring yang menyatukan Nusantara masih memiliki kekurangan dimanatidak
semua pulau-pulau di Indonesiabisa terhubung dengan jaringan fiber optic.
2. Teknologi High Througput Satelit bisa memberikan solusi pemerataan BroadbandInternet
Akses di Indonesia karena bisa mencakup semua pulau di Indonesia
3. Alokasi penggunaan frekuensi untuk High Throughput Satellite di daerah tropis
adalahfrekuensi Ku-Band dibandingkan dengan frekuensi Ka-Band dilihat dari aspek
redamanhujan di Indonesia. Penggunaan frekuensi Ka-Band masih memerlukan studi
terhadapaspek redaman hujan di Indonesia.
4. High Throughput Satellite akan berfungsi sebagai penyedia layanan Broadband
Internet,Backhoul operator seluler, Virtual Private Network untuk pemerintahan dan
Militer,Navigasi Maritim dan aviasi atau perhubungan udara.
5. Biaya investasi yang dibutuhkan High Throughput Satellite adalah sekitar 400 juta USDatau
sekitar 5.4 Triliun Rupiah.
6. Waktu yang dibutuhkan mulai dari persiapan sampai dengan peluncuran HighThroughput
Satellite adalah sekitar 3 tahun.
7. Masa kerja atau life time dari High Throughput Satellite adalah sekitar 15 –18 Tahun