You are on page 1of 16

PENERAPAN TEORI CARING JEAN WATSON “SOCIAL SKILL

TRAINING DI PELAYANAN KESEHATAN PADA PASIEN


ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :
I Gede Agus Sastra Wijaya
20191050022

Program Studi Magister Keperawatan Program Pasca Sarjana


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu dan praktik keperawatan adalah dua hal yang sangat perlu dikembangkan oleh
perawat untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang professional. Perawat yang berada
pada tingkat praktisi, peneliti, atau pemdidikan dan pada posisi yang lainnya diharakan untuk
dapat mengbangkan usaha penerapan teori keperawatan yang sudah ada ke dalam praktik
keperawatn yang baik dan benar. Teori keperawatan yang telah ada sebenarnya dapat
membantu mengarahkan praktik keperawatan menuju asuhan keperawatan yang baik.
Teori keperawatan merupakan suatu teori yang berkembang yang didasarkan pada suatu
ilmu pengetahuan keperawatan dan bukan didasarkan ilmu pengetahuan lain. Perkembangan
teori keperawatan merupakan aspek yang signifikan pada evolusi ilmiah dan batu loncatan
Dari ilmu keperawatan.
Alligood & Tomey (2006) menjelaskan bahwa teori muncul atas usaha individualdari para
pemimpin keperawatan. Perkembangan teori yang muncul sebagai produk dari ilmu
professional dan proses pertumbuhan dari pemimpin keperawatan.yang telah mendapat
pendidikan yang tinggi dan melihat keterbatasan dari disiplin ilmu lain. Dalam membuat suatu
teori mereka mempunyai filosofi yang akan digunakan untuk mengkaji tentang penyebab dan
hokum-hukum yang mendasari realitas, serta keingin-tahuan tentang gambaran sesuatu yang
lebih didasarkan pada alasan logis dari pada metode empiris.
Salah satu teoris dengan teorinya philosophy and science of caring yaitu Jean Watson
menggunakan suatu filosofi untuk mendiskrpsikan teorinya. Jean Watson meyakini bahwa
perawat harus mengembangkan filosofi kemanusiaan dan system nilai. Karena kedua hal
tersebut merupaan dasar yang kuat dari ilmu Caring. Salah satu contoh aplikasi teori Caring
Jean Watson adalah penerapan social skills training pada pasien Isolasi Sosial.
Individu dengan gangguan berinteraksi akan sulit bergaul dengan orang lain dan
sekitarnya. Apabila klien yang mengalami isolasi sosial tidak segera diberikan tindakan, maka
akan memberikan dampak yang buruk terhadap diri sendiri maupun orang lain(Keliat,
Panjaitan, & Daulima, 2006). Salah satu tindakan keperawatan yang dapat diberikan kepada
klien isolasi sosial yaitu latihan keterampilan sosial. Latihan keterampilan sosial bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi sehingga klien dapat dengan nyaman
berkomunikasi dengan orang lain.

Latihan keterampilan Social skills training atau yang sering disebut latihan keterampilan
social merupakan suatu tehnik yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal
pada klien dengan gangguan hubungan interpersonal dengan melatih keterampilan klien yang
selalu digunakan dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan.sosial pada klien isolasi
social. diperlukan pendekatan yang baik antara perawat dan pasien baik secara komunikasi
verbal atau nonverbal. Caring merupakan suatu tindakan keperawatan yang menunjukkan
perhatian dan cinta kasih kepada orang lain Kepuasan pasien, hal yang paling penting adalah
perilaku caring. Aplikasi caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan di masyarakat
Dari uraian latar belakang diatas menandakan bagaimana pentingnya Sosial skill training
berdasarkan aplikasi Caring Jean Watson terhadap kemampuan berinteraksi pada pasien
dengan isolasi social.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah perkembangan teori keperawatan Jean Watson?
2. Bagaimana paradigma dari teori keperawatan Jean Watson?
3. Bagaimana konsep isolasi sosial?
4. Bagaimana konsep Sosial Skill Training?
5. Bagaimana Aplikasi Teori Caring Jean Watson “Social Skill Training” Pada Paien Isolasi
Sosial?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa persepsi penerapan teori caring Jean Watson terhadap Sosial Skill Training
pada pasien dengan isolasi social.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori caring Jean Watson.
1.3.2.2 Untuk mengetahui paradigma dari teori keperawatan Jean Watson.
1.3.2.3 Untuk mengetahui konsep isolasi sosial
1.3.2.4 Untuk mengetahui konsep Sosial Skill Training.
1.3.2.5 Untuk mengetahui Aplikasi Teori Caring Jean Watson “Social Skill Training” Pada
Paien Isolasi Sosial?

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan serta pola
berpikir tentang analisis persepsi penerapan teori caring Jean Watson terhadap social skill
training pada pasien dengan isolasi social.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan umpan balik keberhasilan proses pembelajaran
khususnya analisis persepsi penerapan teori caring Jaen Watson terhadap social skill
training pada pasien dengan isolasi social.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Sejarah Perkembangan Teori Keperawatan Jean Watson


Jean Watson lahir pada tahun 1940, dia adalah Bachelor of Science dalam
Keperawatan Master of Science dalam Psychiatric/ Mmental Health Nursing dari
University of Colorado – Danver, serta PhD dalam education Psychology. Watson adalah
pengarang banyak aetikel, Chapter/ tulisan singkat dalam buku, dan buku lainnya. Jean
Watson (1979) meyakini bahwa praktik caring adalah inti dari keperawatan, hal ini
merupakan fokus pemersatu dalam keperawatan (Kozier, 2010). Teori perawatan manusia
Jean Watson dan berfokus pada “kepedulian” (Watson, 2012 dalam Ozan & Okumus,
2017). Teori ini berfokus pada paradigma manusia dan keperawatan. Hal tersebut
menegaskan bahwa manusia tidak dapat disembuhkan seperti benda yang harus
diperbaiki. Unsur-unsur konseptual dari teori Watson meliputi proses caritas, hubungan
kepedulian transpersonal, momen-momen peduli dan kesempatan-kesempatan peduli, dan
modalitas penyembuhan-penyembuhan (Fawcett & Desanto-Madeya, 2012 dalam Ozan
& Okumuş, 2017).
Caring telah dikembangkan sejak tahun 1975. Caring dalam keperawatan tuntunan
pasien terhadap sikap prilaku perawat. Millton Mayeroff, dalam analysis tentang makna
caring dalam hubungan manusia. (Paul Morisson & Phillip Burnard, 2009)
menggambarkan caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan pada
seseorang (baik pemberi asuhan (carer) maupun penerima asuhan) untuk pertumbumhan
pribadi. Aspek utama dalam analisis caring, yaitu:
1. Pengetahuan
2. Penggantian irama (belajar dari pengalaman)
3. Kesabaran
4. Kejujuran
5. Rasa percaya
6. Kerendahan hati
7. Harapan
8. Keberanian
Dalam teori Caring Jean Watson menyebutkan bahwa Kompetensi yang harus
dimiliki oleh setiap perawat mencangkup 3 aspek, yaitu aspek kongnitif, psikomotor, dan
efektif. Ketiga kopetensi ini diperoleh melaui pendidikan keperawatan. Kopetensi
kongnitif mencakup kemampuan yang terkait dangan konsep keilmuan keperawatn,
sedangkan kompetensi psikomotor mencangkup kemampuan atau keteramoilan yang
bersifat teknis prosedur didalam melakukan aktivitas keperawatan.kompetensi terakhir
adalah kompetensi efektif, hal ini menyangkut sikap perawat saat berinteraksi dengan
pasien tentu yang dimaksud adalah sikap professional.
Berikut ini merupakan beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
perawat :
1. Perawat harus memiliki kepedulian terhadap pasien. Kepedulian ini ditunjukan
dengan tindakan yang bersifat segeradan tepat dalam menanggapi keluhan
pasien.
2. Perawat harus mempunyai keyakinan bahwa senyum adalah kiat dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan rasa nyaman pasien
3. Perawat memiliki peran penting dalam menenangkan dan meningkatkan
kenyamanan pasien, sehingga akan mempercepat proses penyembuhan.
Sentuhan yang perawat lakukan bersifat terapeutik dan dilakukan pada saat
yang tepat.
4. Perawat berkeyakinan bahwa asuhan keperwatan yang diberikan bertujuan
untuk menolong pasien. Ini dilakukan dengan sepenuh hati, ikhlas tanpa ada
tendensi tertentu yang bersifat pribadi.
5. Perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat, kemauan, serta
kemampuan untuk meningkatkan status kesehatannya.
6. Perawat dalam melaksanakan pekerjaaannya harus menjaga dan memelihara
kepercayaan pasien dengan cara selalu meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan.
7. Perawat harus memiliki kepercayaan diri dalam profesinya. Perawat harus
meyakini bahwa keperawatan merupakan profesi yang luhur dan memiliki
peran strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
8. Perawat harus selalu belajar meningkatkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan professional melalui asuhan keperawatan yang diberikan.
9. Perawat harus memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan kepada orang lain
(pasien dan keluarganya) dengan menjaga kepercayaan pasien dan rahasia
pasien.
10. Perawat harus menjadi pendengar yang baik ketika pasien berbicara.

Teori Jaen Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah Human
Science and Human Care. Jean Watson percaya bahwa focus utama dari keperawatan
adalah pada factor care/ perhatian pada perawatan yang asalnya dari humanistic perspective
dan dikombinasikan dasar ilmu pengetahuan. Teori Jean Watson ini ternyata merupakan
salah satu dari kebutuhan manusia dalam merawat pasien yaitu pada kebutuhan
Psikososial. Kebutuhan psikososial yang dimaksud adalah kebutuhan sesorang dalam
beradaptasi/ berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga penerapan teori Caring
sangat diperlukan oleh perawat dalam meningkatkan kemampuan pasien isolasi social
dalam berinteraksi dengan lingkungan (Asmadi, 2008).
2.2 Paradigma Teori Keperawatan Menurut Jean Watson
Jean Watson membagi konsep utama keperawatan dalam 4 (empat) bagian, yaitu:
1. Kemanusiaan (Human Being)
Menurut pandangan Watson orang yang bernilai bagi dirinya atau orang lain
dalam
memberikan pelayanan keperawatan harus dapat memelihara, menghargai, mengasuh,
mau mengerti danmembantu orang yang sedang sakit. Dalam pandangan filosofi
umum, manusia itu mempunyaifungsi yang kompleks yang terintegrasi dalam dirinya.
Selain itu manusia juga dinilai sempurna,karena bagian-bagian tubuhnya mempunyai
fungsi yang sempurna; tetapi dalam
fungsi perkembangannya dia harus selalu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.Ji
ka adaptasi tersebut tidak berhasil, maka akan terjadi konflik (terutama konflik
psikososial),yang berdampak pada terjadinya krisis disepanjang kehidupannya. Hal
tersebut perlumendapatkan asuhan, agar dapat ditanggulangi.
2. Kesehatan
Menurut WHO meliputi bagian positif dari fisik, mental , dan sosial yang baik.
Akan tetapiWatson juga mempercayai bahwa ada beberapa faktor lain yang dibutuhkan
untuk dimasukkandalam definisi sehat ini, yaitu:
1 Fungsi manusia secara keseluruhan baik fungsi fisik, mental, dan sosial
seimbang/serasi.
2 Adaptasi secara umum terhadap pertahanan dirinya sehari-hari dengan
lingkungannya.
3 Tidak adanya penyakit
Asuhan kesehatan yang benar fokusnya pada gaya hidup, kondisi sosial, dan
lingkungan :
1 Kesehatan adalah hubungan yang harmonis antara pikiran, tubuh, dan jiwa.
2 Kesehatan juga dihubungkan dengan tingkat kesesuaian antara apa yang
dirasakandengan apa yang dialami.
3. Lingkungan social
Salah satu variabel yang mempengaruhi masyarakat saat ini adalah lingkungan
sosial.Masyarakat memberikan nilai yang menentukan terhadap bagaimana seharusnya
berkelakuan,dan tujuan apa yang harus dicapai. Nilai-nilai tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan sosial,kultural, dan spiritual.

Asuhan keperawatan telah ada dalam masyarakat, karena setiap masyarakat


biasanyamempunyai seseorang yang care terhadap orang lain. Watson menyatakan
bahwa merawat, dankeperawatan itu ternyata sangat dibutuhkan oleh setiap
lingkungan sosial yang mempunyai beberapa orang yang saling peduli dengan yang
lainnya. Sikap merawat tidak diturunkan darigenerasi ke generasi, melalui gen,
tetapi diturunkan dari kebudayaan profesi sebagai suatukoping yang unik terhadap
lingkungan.
4. Keperawatan
Menurut Watson keperawatan fokusnya lebih pada promosi kesehatan,
pencegahan penyakit,merawat yang sakit, dan pemulihan keadaan fisik.
Keperawatan pada promosi kesehatan awalnyasama dengan mengobati penyakit.
Dia melihat keperawatan dapat bergerak dari dua area, yaitu:masalah penanganan
stres dan penanganan konflik. Hal ini dapat menunjang tersedianya perawatan
kesehatan yang holistik, yang dia percayai dapat menjadi pusat dari praktik
keperawatan.
Salah satu asumsi Watson mengatakan bahwa kondisi sosial, moral, dan
ilmu pengetahuansangat berkontribusi terhadap kondisi kesehatan manusia dan
masyarakat, sehingga perawat perlu berkomitmen terhadap pemberian asuhan
kesehatan yang ideal melalui kajian teori, praktek, dan riset keperawatan.
Ada 10 faktor utama yang membentuk aktivitas perawatan, antara lain:
1. Membentuk sistem nilai humanistik altruistik.
2. Membangkitkan rasa percaya dan harapan.
3. Mengembangkan kepekaan kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain.
4. Mengembangkan hubungan yang sesuai harapan pasien / “helping trust”.
5. Meningkatkan intuisi dan peka terhadap ekspresi perasaan baik positif, maupun
negative.
6. Menggunakan metoda ilmiah “problem solving” yang sistematik untuk
mengambil keputusan.
7. Meningkatkan hubungan interpersonal “teaching-learning”.
8. Memberi dukungan/support, melindungi, dan membantu memperbaiki kondisi
mental,fisik, sosial-kultural, serta spiritual.
9. Bantuan yang diberikan dapat memuaskan kebutuhan manusia.
10. Menghargai terhadap kekuatan yang dimiliki pasien.

2.3 Konsep Isolasi Sosial


2.3.1 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa
ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan
saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam
(Nanda-1,2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).

2.3.2 Tanda Gejala Isolasi Sosial


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data
objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain,
klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak
bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata
kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan
orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir,
sedangkan untuk data Subjektif sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa
data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan tidak
tahu”.
2.3.3 Penatalaksanaan Isolasi Sosial
Adapun penatalaksanaan dari isolasi social adalah sebagai berikut:
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -
hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut
kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam
fungsi kehidupan sehari –hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama
jantung).

c. Trihexy phenidyl (THP)


Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom
parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi,
anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)

2. Therapy Farmakologi
a. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada
tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek
terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud
adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami
rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat
dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau
ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)
pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.
3. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi
stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.

4. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan
manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang. Dalam hal ini dibutuhkan
tindakan keperawatan yang berpedoman pada metode caring. Salah satu contoh adalah
dengan memberikan suatu terapi Sosial Skill Training.
(Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).

2.4 Konsep Social Skill Training


2.4.1 Definisi Sosial Skill Training
Menurut Cartletge dan Milbub (1995, dalam Damayanti, 2015), social skill training
merupakan kemampuan yang dapat dipelajari oleh seseorang sehingga memungkinkan
orang tersebut berinteraksi dengan memberikan respon positif terhadap linkungan dan
mengurangi respon negative yang mungkin hadir pada dirinya. Menurut (Knisl, 2004
dalam Damayanti, 2015) menyatakan bahwa social skill training adalah metode yang
didasarkan pada prinsip-prinsip social pembelajaran dan umpan balik untuk meningkatkan
kemampuan berinteraksi. (Knisl, 2004 dalam Damayanti, 2015).

Keterampilan sosial adalah keterampilan yang digunakan untuk berinteraksi dan


berkomunikasi dengan orang lain (Mujinem, dkk, 2013 dalam, Isti, 2018 ). Latihan
keterampilan sosial telah terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan adaptasi sosial,
komunikasi, interaksi sosial, mengurangi gejala kejiwaan, sehingga mengurangi tingkat
kekambuhan, selain untuk meningkatkan harga diri). Jadi, keterampilan sosial merupakan
kemampuan dasar dalam berinteraksi (Lestari, 2012 dalam Isti, 2018).
Latihan keterampilan sosial pada klien isolasi sosial diperlukan pendekatan yang
baik antara perawat dan pasien baik secara komunikasi verbal atau nonverbal. Caring
merupakan suatu tindakan keperawatan yang menunjukkan perhatian dan cinta kasih
kepada orang lain (Potter & Perry, 2006 dalam Trisna Maha, 2018). Kepuasan pasien, hal
yang paling penting adalah perilaku caring (Trisna Maha, 2018).
Pemberian latihan keterampilan sosial diberikan dengan teknik modifikasi perilaku
yang berguna untuk melatih kemampuan seseorang saat melakukan interaksi sosial
(Varcarolis, 2010 dalam Trisna Maha, 2018). Beberapa penelitian terkait dengan
keterampilan sosial pada klien dengan isolasi sosial telah dilakukan. Latihan keterampilan
sosial memiliki pengaruh terhadap kemampuan bersosialisasi pasien isolasi social
(Berhimpong, Rompas, & Karundeng, 2016; Wakhid, Hamid, & Daulima, 2013).

2.4.2 Tujuan Social Skill Training


Social skills training bertujuan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal
pada klien dengan gangguan hubungan interpersonal dengan melatih keterampilan klien
yang selalu digunakan mengalami kecemasan. Hal ini menunjukan adanya hubungan
bermakna dari pelaksanaan social skills training dengan meningkatkan kemampuan klien
dalam berinteraksi dengan orang lain diawali dengan melihat, mengobservasi, menirukan
tingkah laku dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari (Bulkeley & Cramer 1990,
dalam damayanti, 2015).
Social skills training sebagai salah satu teknik modifikasi perilaku telah banyak
dilakukan dan diteliti pula tingkat keberhasilannya. Efektif digunakan untuk meningkatkan
kemampuan seseorang untuk berinteraksi, meningkatkan harga diri, meningkatkan kinerja
dan menurunkan tingkat kecemasan. Terapi ini dapat diberikan pada klien; skizofrenia,
klien depresi, ansietas dan fobia sosial yang mengalami masalah isolasi sosial, harga diri
rendah, perilaku kekerasan dan cemas (Arden, 2002 dalam Damayanti, 2015).
Dalam melakukan social skills training seorang terapis harus memiliki kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor. Keterampilan komunikasi verbal dan non verbal harus
benar–benar diperhatikan. Komunikasi verbal saja membutuhkan bahasa yang baik dan
dimengerti oleh klien. Komunikasi non verbal dapat dibina melalui kepekaan terapis dalam
mengekspresikan wajah, gerak tangan, gerak tubuh dan nada suara. Seorang terapis harus
mampu menyediakan lingkungan yang tenang bagi individu untuk melakukan social skills
training, menjadi role model dan mampu memberikan umpan balik kepada klien (Arden,
2002 dalam Damayanti, 2015).

2.4.3 Standar Operasional Prosedur Teknik Pelaksanaan Social skill Training


Social skills training diberikan kepada individu yang mengalami ketidakmampuan
dan penurunan keterampilan sosial, yaitu; ketidakmampuan berinteraksi dengan orang lain
dan lingkungan dan tidak memiliki keterampilan sosial meliputi memberikan pujian,
mengeluh karena ketidaksetujuan, menolak permintaan dan ketidak mampuan bekerjasama
dengan orang lain (Michelson, 1985 dalam Damayanti, 2015).
Cartledge dan (Milbun, 1995 dalam Damayanti, 2015) mengidentifikasi area
keterampilan sosial yang berkontribusi dalam berhubungan dengan orang lain:
1) Tersenyum dan tertawa bersama
2) Menyapa orang lain
3) Bergabung dalam aktivitas yang sedang berlangsung
4) Berbagi dan bekerja sama
5) Memberikan pujian secara verbal
6) Melakukan suatu keterampilan
7) Melakukan perawatan diri
Mercer (1997) menyatakan ada empat kelompok keterampilan sosial yang perlu
diajarkan bagi individu yang mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain:
1. Kemampuan berkomunikasi, yakni; kemampuan menggunakan bahasa tubuh yang
tepat, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, mendengar aktif, menjawab
pertanyaan, menginterupsi pertanyaan dengan baik, bertanya untuk klarifikasi
2. Kemampuan menjalin persahabatan, yaitu; menjalin pertemanan, mengucapkan dan
menerima ucapan terima kasih, memberikan dan menerima pujian
3. terlibat dalam aktifitas bersama, berinisiatif melakukan kegiatan dengan orang lain dan
memberikan pertolongan
4. Kemampuan dalam menghadapi situasi sulit, yakni; memberikan dan menerima kritik,
menerima penolakan, bertahan dalam tekanan kelompok dan minta maaf. Dapat
disimpulkan pelaksanaan social skills training diilaksanakan dalam area perilaku untuk
meningkatkan interaksi positif dengan orang lain.
Cartledge dan (Milbun,1995 dalam Damayanti, 2015) membagi tahapan social
skills training atas:
1. Instruksi. Klien perlu diberitahukan tujuan dan maksud dari suatu perilaku dalam
menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain sehingga dapat mengetahui
kegunaan dan manfaat dari perilaku tersebut. Untuk memberikan informasi dapat
digunakan cerita atau film yang kemudian diikuti dengan diskusi kapan saja perilaku
tersebut muncul dalam keseharian.
2. Identifikasi komponen perilaku. Keterampilan sosial merupakan proses yang komplek
dan seringkali terdiri dari beberapa rangkaian perilaku. Identifikasi secara spesifik
keterampilan dari suatu perilaku.
3. Penyajian model, yakni bagaimana suatu contoh perilaku dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara dilakukan langsung oleh terapis, buku dan dengan model.
4. Menampilkan keterampilan yang sudah dipelajari. Melatih suatu keterampilan melalui
role play secara terstruktur
5. Umpan balik. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan masukan terhadap perilaku
yang dilakukan sehingga dapat diperbaiki. Umpan balik dilakukan melalui bentuk
verbal (instruksi perbaikan atau pujian) dan evaluasi diri.
6. Sistem reinforcement, dilakukan sebagai penguatan.
7. Latihan perilaku, bertujuan untuk mempertahan keterampilan yang telah diajarkan,
tetap dilakukan.

2.5 Aplikasi Teori Caring Jean Watson “Social Skill Training” Pada Paien Isolasi Sosial.
Pada kasus penelitian yang dilakukan oleh (Trisna, et al, 2018), Tentang Pendekatan
“Caring” Jean Watson Pada Latihan Keterampilan Social Terhadap Kemampuan Bersosialisasi
Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, di dapatkan hasil: Berdasarkan uji
Independent T-Test pada analisis perbedaan kemampuan bersosialisasi pre-test dan post-test pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), artinya ada
pengaruh aplikasi caring watson pada latihan keterampilan sosial terhadap kemampuan
bersosialisasi klien isolasi sosial. Berdasarkan hasil temuan di atas, disarankan kepada perawat
untuk menerapkan penggunaan aplikasi caring pada latihan keterampilan sosial dalam upaya untuk
meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada klien isolasi sosial.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori Jaen Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah
Human Science and Human Care. Jean Watson percaya bahwa focus utama dari
keperawatan adalah pada factor care/ perhatian pada perawatan yang asalnya dari
humanistic perspective dan dikombinasikan dasar ilmu pengetahuan. Teori Jean
Watson ini ternyata merupakan salah satu dari kebutuhan manusia dalam merawat
pasien yaitu pada kebutuhan Psikososial. Kebutuhan psikososial yang dimaksud
adalah kebutuhan sesorang dalam beradaptasi/ berinteraksi dengan lingkungan
sekitar, sehingga penerapan teori Caring sangat diperlukan oleh perawat dalam
meningkatkan kemampuan pasien isolasi social dalam berinteraksi dengan
lingkungan
Latihan keterampilan Social skills training atau yang sering disebut latihan
keterampilan social merupakan suatu tehnik yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan interpersonal pada klien dengan gangguan hubungan interpersonal
dengan melatih keterampilan klien yang selalu digunakan dalam hubungan dengan
orang lain dan lingkungan.sosial pada klien isolasi social. diperlukan pendekatan yang
baik antara perawat dan pasien baik secara komunikasi verbal atau nonverbal. Caring
merupakan suatu tindakan keperawatan yang menunjukkan perhatian dan cinta kasih
kepada orang lain Kepuasan pasien, hal yang paling penting adalah perilaku caring.
Aplikasi caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien isolasi social. Sehingga pentingnya Sosial skill training berdasarkan aplikasi
Caring Jean Watson terhadap kemampuan berinteraksi pada pasien dengan isolasi
social.

3.2 Saran
1. Bagi Penulis
Bisa memahami teori yang diterapkan serta mampu mengaplikasikannya
kepada institusi pendidikan maupun praktik pelayanan di rumah sakit yang
nantinya bisa dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran pendidikan
keperawatan agar terwujudnya kompetensi didalam perawat. Serta bermanfaat bagi
para pembaca dan bisa dijadikan panduan dalam penelitian/laporan selanjutnya.

2. Institusi Pendidikan
Agar dosen atau pihak institusi memiliki kepekaan dalam meningkatkan
kualitas pengajaran-pembinaan dalam proses pencarian kurikulum yang terbaik
untuk mahasiswa agar mutu dan kualitas institusi pendidikan serta mahasiswa
meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: buku kedokteran EGC.
Potter, Patricia A. 2009. Fundamental Keperawatan edisi 7 Buku I. Jakarta: Salemba Medika
Watson, J. (2011). Human Caring Science. Jones & Bartlett Publishers.
Muhlisin, A. (2008). Aplikasi Model Konseptual Caring Dari Jean Watson dalam Asuhan
Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan, 1(3), 147–150.
Suryani, M. (2014). Pengaruh terapi individu sosialisasi terhadap kemampuan bersosialisasi
pasien isolasi sosial di desa banaran galur kulon progo yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta.
Surtiningsih, A. (2011). Kemampuan Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial Semarang
Semarang. Universitas Indonesia
Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th ed.). Charleston, South
Carolina: elsevier.
Alligood & Tomey (2006) Nursing theory and their works 7 th edition. USA: Mosby
Watson. Jean. 2004. Theory of human caring Http://www2.uchsc.edu/son/caring diakses pada
tanggal 06 oktober 2019
Kesehatan, K. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
Muhlisin, A. (2008). Aplikasi Model Konseptual Caring Dari Jean Watson dalam Asuhan
Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan, 1(3), 147–150.

You might also like