You are on page 1of 23

DISKUSI TOPIK

BLOK 6.C
MINGGU III
(MASTITIS)

Penanggung Jawab : Bd. Yulizawati, SST, M.Keb

Kelompok :3
Anggota : Filda (1610332001)
Feby Suryafma (1610332002)
Jelsita Nova (1610331012)

PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mastitis merupakan infeksi pada parenkim payudara yang dapat terjadi pada
masa nifas. Mastitis biasanya terjadi pada salah satu payudara dan dapat terjadi
pada minggu pertama sampai ketiga atau keempat setelah melahirkan. Kejadian
mastitis berkisar antara 2-33% pada ibu menyusui. Pada mastitis lebih kurang
10% kasusnya dapat berkembang menjadi abses dengan gejala yang lebih berat
(Prawirohardjo, 2013).
World Health Organization(WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi
pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,
dimana 12% kasus diantaranya merupakan infeksi payudara yang disebabkan oleh
mastitis pada wanita post partum. Indonesia sebagai negara berkembang di dunia
dengan presentasi kasus mastitis mencapai 10% pada ibu post partum (WHO,
2005; 2008). Berdasarkan laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) pada tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui
mengalami mastitis dan puting susu lecet, hal tersebut kemungkinan disebabkan
karena perawatan payudara yang tidak benar. Pengetahuan tentang perawatan
payudara sangat penting untuk diketahuipada masa nifas, ini berguna untuk
menghindari masalah dalam proses menyusui. Masalah dan gangguan pada
payudara pada waktu menyusuiakan mengganggu produksi ASI(Depkes RI,
2007).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah definisi mastitis ?
2) Apa sajakah faktor resiko mastitis?
3) Bagaimanakah Patofisiologi dari mastitis?
4) Apa sajakah Tanda dan gejala dari mastitis ?
5) Bagaimanakah penatalaksanaan dari mastitis ?
6) Bagaimanakah Pencegahan dari mastitis ?
7) Bagaimanakah Komplikasi dari mastitis?
8) Bagaimanakah Prognosis dari mastitis ?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui definisi dari mastitis
2) Untuk mengetahui faktor resiko dan etiologi dari mastitis
3) Untuk mengetahui patofisiologi dari mastitis
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala dari mastitis
5) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari mastitis
6) Untuk mengetahui pencegahan dari mastitis
7) Untuk mengetahui Komplikasi dari mastitis
8) Untuk mengetahui prognosis dari mastitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mastitis


Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui
luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah.. Mastitis
adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. (Prawirohadjo, 2001)

2.2 Faktor resiko dan etiologi Mastitis


A. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo,
2010), yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat
teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E,
vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam
pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak
jaringan kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.

B. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.( Kemenkes RI, 2014)

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara


(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan


peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran
air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang
dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958
menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi
ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.(Ayudia,dkk 2013)

Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang


pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui
untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus
menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan
tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non
infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah,
nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka
pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau
mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan
teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau
menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati
dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang
efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa,
dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.
2.3 Patofisiologi Mastitis
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi
karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.(Carpenito dkk , 2006)

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.(Carpenito,dkk 2006)

2.4 Tanda dan gejala Mastitis


Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang
terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi
rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

2.5 Penatalaksanaan Mastitis


Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabila ada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus.Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut. (Kemenkes RI, 2014)

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit
dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian
nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan
kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari
payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan
bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk
penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.

2. Pengeluaran ASI dengan efektif


Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki,
tanpa pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin
paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
dan lakukan evaluasi secara rutin.
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu
cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama
15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.( FIGO, 2013)
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang


kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.

2.6 Pencegahan Mastitis


Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan
sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah


terjadinya mastitis, yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;

b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh
dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting
susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan
ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah
benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah
tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.

2.7 Komplikasi Mastitis


Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Pemeriksaan USG
payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul.
Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi
sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang
diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus
mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga
perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat
terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri
berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara
waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak
nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan
pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

2.8 Prognosis Mastitis


Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera.
Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan
tindakan yang adekuat.
BAB III
ASKEB
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “A” 2 MINGGU
POSTPARTUM DENGAN MASTITIS

Tanggal pengkajian : 9 mei 2019

Jam : 12.00 WIB

pengkaji : Bd. Tia,S.Keb

I. Pengkajian Data Dasar

Data Subjektif.

A. Biodata
Nama Ibu :Ny.”T” Nama suami :Tn. “I”
Umur :25 Tahun Umur :29 Tahun
Agama :Islam Agama :Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia Suku/ Bangsa:Indonesia
Pendidikan :S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan :Guru Pekerjaan :Apoteker
Alamat :Jl. Minahasa 3 No.4

B. Keluhan Utama
- Ibu mengatakan telah melahirkan anak pertamanya dengan normal.
- Ibu mengeluh merasa nyeri pada payudaranya sebelah kanan dan berat sejak
2 hari yang lalu serta badannya juga terasa panas dan dingindikarenakan
puting susu lecet
- Ibu mengeluh bayinya menjadi sering menangis dan rewel.

C. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu :


Tidak Ada
D. Riwayat persalinan sekarang
Jenis Persalinan :Normal
Tanggal persalinan : 24-04-2019, jam 10.40 WIB
Jenis kelamin :Laki-laki , BB : 3500 gr, PB : 49 cm
Keadaan Anak :Baik
Plasenta :Lahir lengkap
Jumlah Perdarahan :Normal
Komplikasi/ Penyulit :Tidak ada

E. Menyusui
Frekuensi menyusui : ±3-5 kali sehari

F. Riwayat KB
Pernah mendapatkan konseling tentang KB : Pernah
Pernah menjadi Akseptor KB :Belum pernah
Jumlah anak yang diinginkan : 2 orang anak

Data Objektif
Pemeriksaan Fisik
KU :Baik
Kesadaran :Composmentis
TD :120/70 mmHg
RR :22x/menit
N :100x/menit
Suhu :38,5°C

Pemeriksaan Khusus
a) Inspeksi
Kepala
Rambut : Bersih dan tidak rontok
Mata
Sklera : Putih
Konjungtiva : Merah muda
Hidung : Bersih dan tidak ada polip
Muka
Closma gravidarum : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Mulut
Caries gigi : Tidak ada
Sariawan : Tidak ada
Telinga : Bersih dan tidak ada kelainan
Leher
Pembesaran kelenjar tyroid : Tidak ada
Pembendungan vena jugularis : Tidak ada
Dada
Payudara : Tidak simetris (Yang kanan lebih besar &
tidak beraturan)
Papila mamae : Puting retak-retak
Areola mammae : Menonjol
Abdomen
Pembesaran : Normal
Pelebaran Vena : Tidak ada
Genetalia
Lochea : Serosa
Warna : Kekuningan
Bau : Khas
Perineum
Episotomi :Ya
Derajat laserasi : Derajat II
Oedema : Tidak ada
Tanda infeksi : Tidak ada
Anus
Hemorrhoid : Tidak ada
Ekstremitas
Tungkai : Simetris
Oedema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Ujung kuku : Bersih dan tidak pucat

b) Palpasi
Payudara :Teraba benjolan pada payudara kanan ibu
TFU :Tidak teraba
Nyeri tekan :Ya
Kontraksi uterus : Baik
Involusio uteri : Baik

c) Auskultasi
Bising usus : Normal

d) Perkusi
Reflek patella : (+)

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah

HB : 11 gr/dL

Golongan darah :A

2. Urine

Protein :(-)

Reduksi :(-)

II. Interpretasi Data Dasar


Diagnosa : Ibu P1A0H1 2 minggu post partum dengan Mastitis tidak
terinfeksi.
Masalah : Bayi ibu tidak mau menyusu dan rewel.
Kebutuhan : KIE Tentang perawatan payudara bengkak dengan Mastitis.
III.Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa Potensial :
- Ibu potensial mastitis terinfeksi
- Ibu potensial abses payudara
Masalah potensial:
- Bayi ibu potensial kurang nutrisi
- BB bayi ibu potensial tidak naik

IV. Tindakan Segera


Perawatan Payudara

V. Perencanaan
1. Informasikan hasil pemeriksaan kepada klien
2. Beritahu ibu penyebab terjadinya mastitis
3. Ajarkan ibu cara menyusui yang benar
4. Lakukan dan ajarkan klien untuk melakukan perawatan payudara
5.Anjurkan ibu untuk tetap melakukan perawatan payudara secara rutin
dirumah
6. Beritahu ibu tentang nutrisi yang dibutuhkan ibu dan bayi
7. Beritahu ibu tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
8. Beritahu ibu tentang kunjungan berikutnya

VI. Implementasi
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada klien
Keadaan umum ibu : Baik
TD : 120/80 mmHg
Nadi :100x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 38,5°C
2. Memberitahu ibu penyebab terjadinya mastitis
- Perlekatan pada payudara saat menyusui tidak tepat yang berakibat lecetnya
puting susu ibu
- Ibu menunda waktu menyusui
- Ibu tergesa-gesa dalam menyusui
- Penggunaan bra yang ketat
- Ibu kelelahan
3. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar
 Susukan bayi segera atau selambatnya setengah jam setelah bayi lahir.
 Biasakan mencuci tangan dengan sabun setiap kali sebelum menyusui.
 Perah sedikit kolostrum atau ASI dan oleskan pada daerah putting dan
sekitarnya.
 Ibu duduk atau tiduran / berbaring dengan santai.
 Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi:
 Perut bayi menempel keperut ibu, Dagu bayi menempel ke payudara,
Telinga dan lengan bayi berada dalam satu garis lurus, Mulut bayi
terbuka lebar menutupi daerah gelap sekitar putting susu.
 Cara agar mulut bayi terbuka adalah dengan menyentuhkan puting susu
pada bibir atau pipi bayi.
 Setelah mulut bayi terbuka lebar, segera masukkan puting dan sebagian
besar lingkaran/daerah gelap sekitar puting susu ke dalam mulut bayi.
 Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke
payudara lainnya. Pemberian ASI berikutnya mulai dari payudara yang
belum kosong.
4. Melakukan dan mengajarkan klien perawatan pada payudara :
- Mengompres bagian areola dan puting payudara ibu dengan minyak kelapa
selama 2-5 menit
- Melakukan masase pada payudara ibu dari bagian pangkal atas payudara
hingga puting dengan gerakan melingkar searah jarum jam
- Membantu memecahkan bendungan ASI pada payudara kanan ibu
- Mengompres payudara dengan air DTT (air hangat) dan air dingin secara
bergantian selama minimal 10 menit
5. Menganjurkan ibu untuk tetap melakukan perawatan payudara secara rutin
dirumah (Perawatan payudara dilakukan setiap hari saat ibu mandi)
6. Memberitahu ibu tentang nutrisi yang dibutuhkan ibu dan bayi
7. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
- Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba serta bertambah banyak.
- Pengeluaran vagina yang baunya sangat menusuk.
- Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung.
- Sakit kepala terus menerus, dan masalah penglihatan.
- Pembengkakan di wajah dan tangan.
- Demam, muntah, sakit saat BAK, dan tidak enak badan.
- Payudara merah, panas, bengkak, dan sakit.
- Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
- Merasa sedih, merasa tidak mampu merawat bayi.
8. Memberitahu ibu tentang kunjungan berikutnya

VII. Evaluasi
1. Ibu mengerti tentang informasi yang dijelaskan bidan
2. Ibu sudah tahu dan paham tentang hal-hal yang menyebabkan mastitis
3. Ibu sudah paham cara menyusui yang benar
4. Benjolan pada payudara kanan ibu sudah hilang
5. Ibu paham dan sudah dapat melakukan perawatan payudara sendiri
6. Ibu berjanji kan melakukan perawatan payudara setiap hari
7. Ibu sudah mengerti tentang nutrisi ibu dan bayi selama masa nifas.
8. Ibu sudah mngerti tentang tanda bahaya masa nifas
9. Ibu berjanji akan datang lagi ke bidan untuk memeriksakan dirinya dan
bayinya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam,
menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas
dan bengkak.Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet,
frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang
baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana
mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik
dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang
baru melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup
di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan
pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara
yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

4.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu
menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun,
banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan
cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang tepat menekan saluran susu
danmenghambat aliran susu, menyusui sesering bayi menginginkannya.
Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu lama, saluran susu dapat
tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta:


EGC.
Mansjoer,A.dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YBP
Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Kebidanan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askebmastitis.com/2010/06/askeb-mastitis.pdf (04 Februari
2014)
USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online ].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II.pd
f. (4 Februari 2014).

You might also like