You are on page 1of 16

HUBUNGAN INDUSTRIAL

DAN
SYARAT KERJA
Proses Penyelesaian Hubungan Industrial
Perselisihan hubungan industrial adalah Perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara Pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja / buruh
atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya
 perselisihan mengenai hak,
 perselisihan kepentingan,
 perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
 perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.

Komunikasi Internal

Pengetahuan Teknis Komunikasi Eksternal

Pekerja : Hak Normatif terpenuhi


Ada reward
PHK

(UU No.4 Tahun 2000, Pasal 1)


Pasal 3 Ayat (1),(2) dan (3)
 Ayat (1) Perselisihan Hubungan Industrial wajib diupayakan penyelesaiannya
terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk
mencapai mufakat
 Ayat (2) Penyelesaian Perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal
dimulainya perundingan.
 Ayat (3) apabila dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah telah
dilakukanperundingan bipartit tetapi tidak mencapai kesepakatan maka
perundingan bipartit dianggap gagal.

CONTOH RISALAH PERUNDINGAN BIPARTIT :

RISALAH PERUNDINGAN PENYELESAIAN


PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT

1. Nama Perusahaan :
2. Alamat Perusahaan :
3. Nama Pekerja/ Buruh/ :
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh
4. Alamat Pekerja/ Buruh/ :
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh
5. Tanggal dan Tempat Perundingan :
6. Pokok Masalah/ Alasan Perselisihan :
7. Pendapat Pekerja/ Buruh/ :
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh

8. Pendapat Pengusaha :

9. Kesimpulan atau Hasil Perundingan :

Mojokerto, 20
Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/ Buruh/ Serikat Pekerja/
Serikat Buruh
Pemutusan Hubungan Kerja
Adalah : Pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja / buruh dan
pengusaha.
 Pekerja / buruh yang masih dalam masa percobaan kerja;
 Pekerja atau buruh mengajukan permintaan pengunduran diri ;
 Pekerja / buruh mencapai usia pension ;
 Pekerja atau buruh meninggal dunia ( UU nomor 13 Tahun 2003 pasal 154)

Pendapat Pekerja : Pasal 93 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)
 Ayat (1) “Upah tidak dibayar apabila pekerja / buruh tidak melakukan
pekerjaan.
 Ayat (2) “ Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan
pengusaha wajib membayar upah apabila :”
a. Pekerja / buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan ;
b. Pekerja / buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua
masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan ;
c. Pekerja / buruh tidak masuk bekerja karena pekerja / buruh menikah,
menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan
atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu
atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia ;
d. Pekerja / buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
menjalankan kewajiban terhadap Negara ;
e. Pekerja / buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya ;
f. Pekerja / buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah
dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena
kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. Pekerja / buruh melaksanakan hak istirahat ;
h. Pekerja / buruh melaksanakan tugas serikat pekerja / buruh atas
persetujuan pemgusaha ; dan
i. Pekerja / buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan
 Ayat (3) “Upah yang dibayarkan kepada pekerja / buruh yang sakit
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a. Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari
upah ;
b. Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari upah ;
c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari
upah ; dan
d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari
upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
 Ayat (4) “ Upah yang dibayarkan kepada pekerja / buruh yang tidak masuk
bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut ; “
a. Pekerja / buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari ;
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari ;
c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari ;
d. Membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari ;
e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2
(dua) hari ;
f. Suami / isteri, orang tua / mertua atau anak atau menantu meninggal
dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari ; dan
g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk
selama 1 (satu) hari
 Ayat (5) “Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
 Jo Pasal 186 : “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137 dan Pasal
138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
dan paling lama 4 (empat) tahun dan / atau denda paling sedikit
Rp.10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000.00
(empat ratus juta rupiah).

Pendapat Pengusaha :
Pasal 151 Ayat (1), (2) dan (3)
 Ayat (1), Pengusaha, pekerja / buruh, serikat pekerja / serikat buruh dan,
pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja.
 Ayat (2), Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan
kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja / serikat buruh atau dengan
pekerja / buruh apabila pekerja / buruh yang bersangkutan tidak menjadi
anggota serikat pekerja / serikat buruh.
 Ayat (3), Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
benar – benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja / buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Penjelasan Pasal 155 Ayat (1), (2) dan (3)


 Ayat (1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
 Ayat (2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja / buruh harus
tetap melaksanakan segala kewajibannya.
 Ayat (3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada
pekerja / buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja
dengan tetap wajib membayar upah beserta hak – hak lainnya yang biasa
diterima pekerja / buruh.
CONTOH SURAT SKORSING :

Mojokerto,………………………

Nomor :
Perihal : Pemberitahuan Skorsing

Kepada Yth : ………………………………….


Di _
MOJOKERTO

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Sehubungan dengan adanya pelanggaran dan tindakan indisipliner yang telah


saudara lakukan terhadap PT……………………… di Mojokerto, tindakan mana telah
merugikan PT……………………………… . Maka dengan ini diberitahukan kepada
saudara bahwa :
PT……………………………. akan melakukan ijin Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
terhadap saudara kepada instansi pemerintah yang berwenang. Selama permohonan
ijin PHK dalam proses, maka terhitung sejak tanggal……………………………….
sampai adanya putusan hukum berkekuatan tetap dan mengikat (incracht van
gewijs), PT………………………. menskorsing saudara untuk tidak masuk kerja.
Pelaksanaan hak dan kewajiban akan dilaksanakan setelah adanya kesepakatan
bersama antara saudara dengan PT…………………………… atau berdasarkan
putusan hukum yang telah berkekuatan tetap dan mengikat dari instansi / lembaga
yang berwenang.
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya
disampaikan terima kasih.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Hormat Kami
CONTOH PENGAJUAN PENCATATAN MEDIASI :

(Kota)….………………….
Nomor :
Lamp :
Hal : Permohonan Pencatatan HI dan Mediasi

Kepada Yth : Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten


Mojokerto
Jl. RA. Basuni No.4
Di _
MOJOKERTO

Sehubungan dengan gagalnya Perundingan Bipartit antara pihak Pengusaha PT


…………………………… dengan………………………….., maka dengan ini kami
mengajukan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dan
Mediasi dihadapan Bapak mengenai Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.

Adapun Kronologisnya dan secara berkas secara lengkap adalah sebagaimana


terlampir.
Demikian, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Hormat Kami
Undang – undang Nomor 2 Tahun 2004. Tentang Penyelesaian Perselisihan
hubungan Industrial, Pasal 96 ayat (1),(2),(3) dan (4)
 Ayat (1) Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata – nyata pihak
pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 155 ayat (3) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan putusan
sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak –
hak lainnya yang biasa diterima pekerja / buruh yang bersangkutan.
 Ayat (2) Putusan Sela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dijatuhkan
pada hari persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua.
 Ayat (3) Dalam hal selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan
Putusan sela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak juga dilaksanakan
oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam
sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial.
 Ayat (4) Putusan Sela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan Penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan perlawanan dan /
atau tidak dapat digunakan upaya hukum.
CONTOH PERJANJIAN BERSAMA :

PERJANJIAN BERSAMA

Pada hari ini …………. tanggal……… bulan……………….Tahun………, kami yang


bertanda tangan dibawah ini ;
1. Nama :
Jabatan :
Perusahaan :
Alamat :
Yang Selanjutnya disebut Pihak Ke-1 (Pengusaha)
2. Nama :
Jabatan :
Perusahaan :
Alamat :
Yang Selanjutnya disebut Pihak Ke-2 (Pekerja/ Buruh/ Serikat Pekerja/
Serikat Buruh)

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1) antara
Pihak ke-1 dan Pihak ke-2 telah mengadakan perundingan secara bipartit dan telah
tercapai kesepakatan sebagai berikut :

1. …………………………………………………..
2. dst
Kesepakatan ini merupakan Perjanjian Bersama yang berlaku sejak ditandatangani
diatas materai cukup.
Demikian Perjanjian Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak
manapun, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik.
Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/ Buruh/ Serikat Pekerja/
Ttd Serikat Buruh
(Nama Lengkap) Ttd
(Nama Lengkap)
TERIMA KASIH
PERJANJIAN BERSAMA

Pada hari ini …………. tanggal……… bulan……………….Tahun………, kami yang


bertanda tangan dibawah ini ;
3. Nama :
Jabatan :
Perusahaan :
Alamat :
Yang Selanjutnya disebut Pihak Ke-1 (Pengusaha)
4. Nama :
Jabatan :
Perusahaan :
Alamat :
Yang Selanjutnya disebut Pihak Ke-2 (Pekerja/ Buruh/ Serikat Pekerja/
Serikat Buruh)

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1) antara
Pihak ke-1 dan Pihak ke-2 telah mengadakan perundingan secara bipartit dan telah
tercapai kesepakatan sebagai berikut :
3. …………………………………………………..
4. dst
Kesepakatan ini merupakan Perjanjian Bersama yang berlaku sejak ditandatangani
diatas materai cukup.
Demikian Perjanjian Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
pihak manapun, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari
itikad baik.

Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/ Buruh/ Serikat Pekerja/


Serikat Buruh
Ttd Ttd

(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)


(Kota)….………………….
Nomor :
Lamp :
Hal : Permohonan Pencatatan HI dan Mediasi

Kepada Yth : Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten


Mojokerto
Jl. RA. Basuni No.4
Di _
MOJOKERTO

Sehubungan dengan gagalnya Perundingan Bipartit antara pihak Pengusaha PT


…………………………… dengan………………………….., maka dengan ini kami
mengajukan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dan
Mediasi dihadapan Bapak mengenai Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.

Adapun Kronologisnya dan secara berkas secara lengkap adalah sebagaimana


terlampir.
Demikian, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Hormat Kami
Mojokerto,………………………

Nomor :
Perihal : Pemberitahuan Skorsing

Kepada Yth : ………………………………….


Di _
MOJOKERTO

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Sehubungan dengan adanya pelanggaran dan tindakan indisipliner yang telah


saudara lakukan terhadap PT……………………… di Mojokerto, tindakan mana telah
merugikan PT……………………………… . Maka dengan ini diberitahukan kepada
saudara bahwa :
PT……………………………. akan melakukan ijin Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
terhadap saudara kepada instansi pemerintah yang berwenang. Selama permohonan
ijin PHK dalam proses, maka terhitung sejak tanggal……………………………….
sampai adanya putusan hukum berkekuatan tetap dan mengikat (incracht van
gewijs), PT………………………. menskorsing saudara untuk tidak masuk kerja.
Pelaksanaan hak dan kewajiban akan dilaksanakan setelah adanya kesepakatan
bersama antara saudara dengan PT…………………………… atau berdasarkan
putusan hukum yang telah berkekuatan tetap dan mengikat dari instansi / lembaga
yang berwenang.
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya
disampaikan terima kasih.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Hormat Kami
USIA PENSIUN

Dasar Hukum :
1. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
3. UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek
4. Permennaker Nomor 2/ Men/ 1995 tentang Batas Pensiun Normal dan Batas
Maksimal Bagi Peserta Program Dana Pensiun.

Penjelasan :
1. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
 Pasal 154 huruf C yang berbunyi : “pekerja/buruh mencapai usia
pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, Peraturan
Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan perundang –
undangan”.
 Jo pasal 167 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)
 Ayat (1) “ Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/ buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila
pengusaha telah mengikutkan pekerja/ buruh pada program pensiun
yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/ buruh
tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal
156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (4)”
 Ayat (2) “Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang
diterima sekaligus dalam program pensiun sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2
(dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa
kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh
pengusaha”
 Ayat (3) “Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/ buruh
dalam program pensiun yang iurannya/ preminya dibayar oleh
pengusaha dan pekerja/ buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang
pesangon yaitu uang pensiun yang premi/ iurannya dibayar oleh
pengusaha”
 Ayat (4) “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama”
 Ayat (5) “Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/ buruh
yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada
program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/
buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat
(2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)”
 Ayat (6) “Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak menghilangkan hak
pekerja/ buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”

2. UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

3. UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek


 Pasal 14 ayat (1) huruf a : “Jaminan hari tua (JHT) dibayarkan secara
sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada tenaga
kerja karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun”.
 Jo PP Nomor 14 tahun 1993 tentang penyelenggaraan Program
Jamsostek. Pasal 30 yang berbunyi : “ Badan Penyelenggara
menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan
memberitahukan kepada tenaga kerja yang bersangkutan”.

4. Permennaker Nomor 2/Men/1995 tentang Batas Pensiun Normal dan


Batas Maksimal Bagi Peserta Program Dana Pensiun, Pasal 2 :
(1) Usia Pensiun normal bagi peserta ditetapkan 55 (lima puluh lima) tahun.
(2) Dalam hal pekerja tetap diperkerjakan oleh pengusaha setelah mencapai
usia 55 (lima puluh lima) tahun, maka batas usia pensiun maksimum
ditetapkan 60 (enam puluh) tahun.

You might also like