You are on page 1of 4

PERPINDAHAN AGAMA DAN

PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTEK


LAPANGAN

Nama : Sabaryah

NRP : 1910167

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2019
A. Pendahuluan
Agama adalah persoalan keyakinan yang dipercaya mampu membawa kemaslahatan
dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Masalah yang berhubungan dengan agama
terkadang menimbulkan konflik antar pemeluk agama. Apalagi jika agamanya
dibandingkan dengan agama lainnya dan jika berkaitan dengan masalah keyakinan.
Karena, beragama sudah menjadi darah dan daging di dalam jiwa dan raga yang
melekat erat dalam kehidupannya. Sebagian pemeluk agama menyadari bahwa dari
sekian banyak agama yang ada di muka bumi pastilah ada agama yang paling benar dan
lurus karena tidaklah mungkin alam semesta ini mempunyai banyak Tuhan yang
dipercaya oleh masing-masing agama tersebut. Sehingga setelah menemukan agama
yang benar dan lurus itu, melakukan peralihan keyakinan (agama) dari agama lamanya
ke agama yang baru atau dalam psikologi agama disebut konversi agama. Konversi
telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi
kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk
mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah-masalah paling
utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita. Sejarah
konversi bagaimana ia timbul dan telah berbentuk bagaimana setelah sekian waktu.
Konversi yang terorganisasi dalam skala massal hampir 2 tidak ada dimanapun di dunia
ini sebelum kedatangan Kristen sekitar dua ribu tahun yang lalu. Ia terutama menjadi
kuat setelah kerajaan Roma menjadi Kristen pada abad keempat. Ini menghasilkan
Gereja Roma atau Gereja Kerajaan yang menggunakan sumber daya kerajaan, termasuk
tentara, untuk mempromosikan agama, yang adalah institusi negara. Gereja dan negara
menjadi terikat erat dan salah satu digunakan untuk menjaga yang lain. Di abad ketujuh,
Islam membawa sebuah agama yang mana gereja dan negara, atau agama dan politik
tidak hanya sederhananya bekerja sama tapi menjadi sama, dengan Khalifah berfungsi
baik sebagai kepala agama maupun sekuler dari kerajaan. Keadaan tidak terpisahkan
antara agama dan politik berlanjut di sebagian besar negara-negara Islam saat ini,
termasuk Pakistan, yang mana telah melangkah sedemikian jauh baru-baru ini untuk
mengumumkan al-Qur’an sebagai hukum tertinggi di wilayahnya, meskipun itu
bukanlah buku hukum sekuler atau buku hukum jenis apapun (David Frawley, 1999:
Volume 3 no 2). Menurut Weber dan Durkheim, tiga masalah yang menonjol dalam
pembahasan mengenai beralihnya agama, yaitu: pertama, kecenderungan masyarakat
pada doktrin keagamaan tertentu sangat dipengaruhi oleh kedudukan dan kelas
penganutnya. Kedua, beberapa ide agama mencerminkan karakteristik kondisi agama
yang universal dan karenanya mempunyai daya tarik yang sangat luas yang
mentransendensikan pembagian stratifikasi sosial. Ketiga, perubahan sosial khususnya
disorganisasi sosial yang mengakibatkan hilangnya konsensus budaya dan solidaritas
kelompok, 3 membuat manusia berada dalam situasi “mencari komunitas”, yaitu
mencari nilai-nilai yang akan menjadi satu anutan mereka dan kelompok-kelompok
dimana mereka bergabung. Ini berarti bahwa konversi penerimaan agama baru itu
sendiri erat hubungannya dengan kebutuhan dan aspirasi yang sangat dipengaruhi
keadaan orang-orang yang terlihat di dalamnya (O’Dea, 1985 : 116).

B. Pembahasan
Fenomena pindah agama dalam konteks GKJW Jemaat Pulungdowo bukan sekadar
persoalan sosiologis yang menunjukkan pola tingkah laku keagamaan jemaat
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Menurut hemat penyusun, ada persoalan
teologis yang krusial terjadi di lingkungan jemaat Pulungdowo yang juga berdampak
pada kehidupan jemaat ini. Kacamata teologis berbicara tentang iman, yakni “suatu
istilah yang berkaitan dengan apa yang oleh orang beriman disebut sebagai pengalaman
iman, suatu pengalaman yang disentuh oleh Dia Yang Mengatasi, Yang Menentukan,
Sang Pencipta, Arah dan Tujuan Hidup, Yang Ilahi atau Allah.”1 Dalam iman, manusia
secara aktif menanggapi pengalaman-pengalaman tersebut dengan menyerahkan diri
penuh agar hidupnya mendapat arti dan dapat diarahkan. “Iman didasarkan atas
kepercayaan / trust”2 pada yang ilahi, yang ada di luar batas manusia itu.
Sementara itu, “agama selalu merupakan segi dari iman.”3 Agama merupakan
penampilan sosial dan merupakan institusionalisasi / pelembagaan dari pengalaman
iman. Maka sejatinya, agama bukan teori belaka, bukan sekedar lembaga yang
mewadahi orang-orang dengan keyakinan iman tertentu. Agama merupakan
pengejawantahan dari iman pemeluknya. Praktek-praktek keagamaan merupakan
praksis iman yang nampak dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, ketika pindah
agama dengan faktor apapun menjadi semacam gaya hidup masyarakat di lingkungan
GKJW Jemaat Pulungdowo termasuk anggota jemaatnya, pertanyaannya bukan hanya
bagaimana fungsi agama bagi jemaat secara sosiologis. Tetapi secara teologis sampai
pada pertanyaan bagaimana penghayatan mereka terhadap agama dan hidup beragama?
Sebab, dengan melihat tingkah laku keagamaan yang nampak, pertanyaan terkait
dengan penghayatan hidup beragama akan mengerucut pada pertanyaan: bagaimana
sejatinya jemaat penganut agama ini menghayati imannya kepada Tuhan? Pertanyaan
ini merupakan persoalan teologis yang menarik untuk diperiksa. Sebab, sangat
mungkin, jemaat berpindah agama bukan karena sungguhsungguh menghayati
imannya, tetapi mungkin karena ada alasan-alasan pragmatis tertentu demi kepentingan
manusiawinya. Ketika gereja sebagai salah satu lembaga keagamaan dihadapkan pada
persoalan seperti di atas, barangkali adalah tugas besar bagi gereja untuk memeriksa
lebih jauh karya pelayanannya selama ini. Beriman berarti berani berpartisipasi dalam
konteks masa kini yang dihadapkan pada berbagai problema sosial. Jan Hendriks,
dalam bukunya menegaskan bahwa “berpartisipasi dalam iman mengandaikan
partisipasi pada jemaat.”4 Gereja adalah tempat di mana individuindividu terlibat
dalam kehidupan beriman di dalam relasinya dengan Allah dalam Kristus dan manusia.
Pentingnya partisipasi adalah demi mendukung tercapainya cita-cita terbentuknya
jemaat yang vital dan menarik, hidup dan dinamis dalam menjawab tantangan
peradaban masa kini.
C. Penutup
Fenomena pindah agama bukan tidak mungkin gereja mengalami penurunan kuantitas
maupun kualitas tanpa antisipasi sedini mungkin tak menutup kemungkinan
perpindahan agama akan mengancam eksistensi gereja sebagai komunitas beriman jika
teori penghayatan agama yg bersumber pada religiositas dan dijiwai spiritualisasi
didialogkan dengan fenomena pindah pindah agama dilingkungan GKJW jemaat
pulungdowo maka teori ini relevan untuk memeriksa persoalan lebih jauh misalnya
ketika ada jemat yg dulunya aktif digereja tiba tiba berpindah agama persoalan ini dapat
dibaca dengan bagaimanakah ia memahami arti ibadatnya selama ini
D. Referensi
http://eprints.ums.ac.id/12427/2/BAB_I.pdf
file:///C:/Users/Dell%20User/Downloads/intro%20(8).pdf

You might also like