You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam mengelola suatu manajemen perusahaan pemimpin dituntut untuk membuat


kebijakan yang akan dijalankan selama dia berkuasa, dan hal itu mempunyai berbagai
risiko baik itu yang menimbulkan efek negatif maupun efek positif. Dan pada
kesempatan ini penyusun memperoleh amanat untuk menjabarkan tentang sebuah
risiko yang akan dihadapi sebuah perusahaan yaitu manajemen risiko operasional dan
manajemen risiko hukum.

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan adanya kejadian-kejadian eksternal
yang memengaruhi operasional perusahaan. Risiko operasional dapat bersumber dari
sumber daya manusia, proses internal, sistem dan infrastruktur, serta kejadian
eksternal. Jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi beberapa
kejadian, seperti kecurangan internal, kecurangan eksternal, praktik ketenagakerjaan
dan keselamatan lingkungan kerja, nasabah, produk dan praktik bisnis, kerusakan aset
fisik, dan lain sebagainya.

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis
yang di alami suatu perusahaan. Risiko ini timbul biasanya karena kelemahan aspek
yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh perusahaan,
ketiadaan peraturan undang-undang yang menyebabkan suatu transaksi yang telah
dilakukan perusahaan.

B. RUMUSALAN MASALAH
 Bagaimana pengertian manajemen risiko?
 Bagaimana Tujuan Utama Manajemen Risiko Operasiona?L
 Bagaimana Peristiwa Risiko Operasional?
 Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko Operasional?
 Bagaiamana Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko
Operasional?
 Bagaimana Pengertian Risiko Huukum?
 Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko Hukum?
 Bagaimana Sistem Pengendalian Risiko Hukum?

1
C. TUJUAN
 Mengetahui Pengertian Risiko Operasional ….
 Mengetahui Tujuan Utama Manajemen Risiko Operasional
 Mengetahui Peristiwa Risiko Operasional
 Mengetahui Penerapan Manajemen Risiko Operasional
 Mengetahui Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko
Operasional
 Mengetahui Pengertian Risiko Huukum
 Mengetahui Penerapan Manajemen Risiko Hukum
 Mengetahui Sistem Pengendalian Risiko Hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL DAN MANAJEMEN RISIKO HUKUM

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL

A. Pengertian Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan adanya kejadian-kejadian eksternal
yang memengaruhi operasional perusahaan. Risiko operasional dapat bersumber dari
sumber daya manusia, proses internal, sistem dan infrastruktur, serta kejadian
eksternal.

Jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi beberapa kejadian,


seperti kecurangan internal, kecurangan eksternal, praktik ketenagakerjaan dan
keselamatan lingkungan kerja, nasabah, produk dan praktik bisnis, kerusakan aset fisik,
dan lain sebagainya.

B. Tujuan Utama Manajemen Risiko Operasional

Tujuan utama manajemen risiko operasional kedepan adalah untuk meminimalkan


kemungkinan dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, dan kejadian-kejadian eksternal.

C. Peristiwa Risiko Operasional

Basel II mengelompokkan peristiwa dalam risiko operasional kedalam 5 kelompok, yaitu:

1. Risiko Proses Internal

Risiko yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses atau prosedur seperti:

 Kesaalahan, ketidaklengkapan dan ketidaktepatan dokumentasi


 Kurangnya pengawasan
 Kesalahan pemasaran
 Kesalahan penjualan
 Praktek pencucian uang
 Kesalahan atau ketidaktepatan pelaporan
 Prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi

3
 Kesalahan transaksi

2. Risiko Sumber Daya Manusia

Suatu risiko yang berhubungan dengan karyawan. Sebab terjadinya risiko ini yaitu,
kesalahan manusia, pegawai yang tidak kompeten, dan penipuan.

3. Risiko Sistem

Suatu risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan teknologi perusahaan
sangat tergantung pada sistem dan teknologi yang digunakan untuk membantu kegiatan
sehari-hari. Penyebab munculnya risiko sistem yaitu:

 Kerusakan dan kehilangan data


 Kesalahan dalam proses memasukkan data
 Ketidakcukupan dalam pengawawhsan perubahan sistem
 Ketidakcukupan pengawasan pekerjaan yang terkait dengan sistem
 Kesalahan dalam proses program
 Gangguan pelayanan akibat kegagalan sistem, baik sebagian atau keseluruhan
 Masalah sistem keamanan
 Penggunaan teknologi baru yang belum teruji
4. Risiko Hukum

Risiko hukum berasal dari ketidakpastian tindakan hukum atau ketidakpastian dalam
menginterprestasikan atau mengaplikasikan kontrak, hukum dan peraturan. Risiko
hukum memiliki dua aspek, yaitu ketidakpastian yang bersumber pada tuntutan hukum
yang dilakukan oleh stakeholder dan ketidakpastian legislasi, interprestasi dan proses
pengadilan.

D. Penerapan Manajemen Risiko Operasional


1. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris Dan DIreksi

Kewenangan dan Tnggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi

Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab mengembangkan budaya organisasi


yang sadar terhadap risiko operasional dan menumbuhkan komitmen dalam mengelola
risiko operasional sesuai dengan strategi bisnis perusahaan.

Sumber Daya Manusia

Setiap perusahaan harus memiliki kode etik yang diberlakukan kepada seluruh pegawai
pada setiap jenjang organisasi. Selanjutnya perusahaan harus menerapkan sanksi secara
konsisten kepada pejabat dan pegawai yang terbukti melakukan penyimpangan dan
pelanggaran.

Organisasi Manajemen Risiko Operasional

4
Dalam satuan kerja maanjemen risiko, perusahaan dapat membentuk unit independen
atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi manajemen risiko
untuk risiko operasional secara menyeluruh. Unit atau pejabat ini bertugas untuk
membantu direksi dalam mengelola risiko operasional serta memastikan kebijakan
manajemen risiko untuk risiko operasional berjalan pada seluruh tingkat organisasi,
yaitu meliputi:

 Membantu direksi dalam menyusun kebijakan manajemen risiko untuk risiko


operasional secara menyeluruh
 Mendesain dan menerapkan perangkat untuk menilai risiko operasional dan
pelaporan
 Melakukan koordinasi aktivitas manajemen risiko untuk risiko operasional pada
selutuh lintas unit kerja
2. Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit

Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk risiko operasional,
perusahaan perlu menerapkan:

 Strategi manajemen risiko

Strategi manajemen risiko operasional harus sesuai dengan strategi bisnis secara
keseluruhan dan disusun dengan mempertimbangkan faktor perkembangan ekonomi
dan industri organisasi bank, termasuk kecukupan SDM dan kondisi keuangan bank serta
bauran dan diversifikasi portofolio perusahaan.

 Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko

Tingkat risiko yang akan diambil merupakan tingkat dari jenis risiko yang bersedia
diambil perusahaan dalam rangka mencapai sasaran korporasi sebagaimana tercermin
dalam strategi dan sasaran bisnis perusahaan. Toleransi risiko adalah penjabaran dari
tingkat risiko yang akan diambil.

3. Kebijakan dan prosedur

Perusahaan harus memiliki prosedur-prosedur yang merupakan turunan dari


kebijakan manajemen risiko operasional. Prosedur tersebut dapat berupa pengendalian
umum, yaitu pengendalian operasional yang bersifat umum pada seluruh lini bisnis dan
aktivitas pendukung perusahaan, dan pengendalian spesifik, yaitu pengendalian
operasional yang bersifat spesifik pada masing-masing lini bisnis dan aktivitas
pendukung perusahaan.

Perusahaan harus memiliki bussines continuity management (BCM), yaitu proses


manajemen (protokol) terpadu dan menyeluruh untuk memastikan kelangsungan
operasional perusahaan dalam menjalankan bisnis dan melayani nasabah

4. Limit

5
Perusahaan harus menetapkan limit risiko operasional sesuai dengan tingkat risiko
yang akan diambi, toleransi risiko, dan strategi korporasi keseluruhan serta
memerhatikan kemampuan modal perusahaan bisa menyerap eksposur risiko yang
timbul.

E. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko


Operasional
1. Identifikasi Risiko Operasional

Perusahaan harus melakukan identifikasi dan pengukuran terhadap parameter yang


memengaruhi eksposur risiko operasional, antara lain 1) kegagalan dan kesalahan
sistem, 2) kelemahan sistem administrasi, 3) kegagalan hubungan dengan nasabah, 4)
kesalahan perhitungan akuntansi, 5) penundaan dan kesalahan penyelesaian
pembayaran, 6) kecurangan, 7) rekayasa akuntansi.

Perusahaan sedapat mungkin mengembangkan suatu basis data mengenai 1) jenis


dan dampak kerugian yang ditimbulkan oleh risiko operasional berdasarkan hasil
identifikasi risiko berupa data kerugian yang kemungkinan terjadinya dapat diprediksi
maupun yang sulit diprediksi, 2) pelanggaran sistem pengendalian, 3) isu isu operasional
lainnya yang dapat menyebabkan kerugian dimasa yang akan datang.

Perusahaan wajib mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal dalam


melakukan identifikasi dan pengukuran risiko operasional, antara lain 1) struktur
organisasi perusahaan, budaya risiko manajemen sumber daya manusia, perubahan
organsiasi, dan tingkat perputaran pegawai, 2) karakteristik nasabah perusahaan,
produk dan aktivitas, kompleksitask kegiatan usaha dan volume transaksi, 3) desain dan
implementasi dari sistem dan proses yang digunakan, 4) longkungan eksternal, tren
industri, dan struktur pasar, termasuk kondisi sosial dan politik.

2. Pengukuran Risiko Operasional

Risiko operasional diukur berdasarkan dua faktor, yaitu risiko yang melekat pada
suatu aktivitas (risiko inheren), dan sistem pengendalian risiko. Penilaian risiko inheren
dilakukan berdasarkan pengamatan frekuensi dan dampak kejadian risiko.

Frekuensi versus Dampak kejadian risiko operasional dapat diklasifikasikan dalam


dua faktor, yaitu frekunsi (seberapa sering kejadian terjadi) dan dampak (besarnya
kerugian yang diakibatkan kejadian itu). Pengelompokkan kejadian risiko operasional
bergantung pada seberapa sering kejadian terjadi dan seberapa besar dampaknya. Ada 4
jenis utama kejadian:

 Low frequency/low impact. Perusahaan mengabaikan kejadian ini karena biaya


untuk mengelola dam memonitornya lebih tinggi dari pada kerugian biaya yang akan
timbul.

6
 Low frequency/high impact. Kejadian yang paling menantang bagi perusahaan. Jenis
kejadian ini yang paling sedikit dipahami dan paling sulit diprediksi. Kejadian ini juga
dapat menimbulkan dampak kerugian yang besar, bahkan membuat perusahaan
bangkrut. Misalnya kasus yang terjadi di Barings.
 High frequency/low impact. Kejadian ini dikelola untuk meningkatkan efesiensi
bisnis.
 High frequency/high impact. Kejadian tidak relevan untuk dikelola karena apabila
jenis kejadian ini terjadi, maka perusahaan dengan cepat akan bangkrut. Selain itu,
kerugian tidak boleh terjaid terus-menerus atau supervisor akan mengambil
tindakan untuk menyelesaikan praktik bisnis perusahaan yang buruk.

Kerugian yang Diperkirakan versus Kerugian yang Tidak Diperkirakan kerugian


yang diperkirakan biasanya dalam praktik sudah dimasukkandalam struktur
penetapan harga produk. Kerugian tidak diperkirakan merupakan kerugian yang
timbul signifikan diatas kerugian diperkirakan (expected loss). Biasanya dari sisi
frekuensinya kejadian ini dikenal sebagai kejadian low frequency/high impact.

metode yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan identifikasi dan


pengukuran risiko operasional, antara lain:

 Risk control self assesment (RSCA)

Adalah manajemen risiko operasional untuk mengidentifikasi dan mengukur


risiko operasional yang bersifat kualitatif dan prediktif dengan menggunakan dimensi
dampak dan kemungkinan kejadian. RSCA dipakai untuk melihat kondisi perusahaan
dimasa yang akan datang.

 Key risk indicator (KRI)

Dipakai untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko sejak dini atas naik
turunnya indikator tingkat risiko dalam rangka pengendalian risiko operasional pada
setiap aktivitas bisnis.

 Loss event database (LED)

Adalah alat manajemen risiko operasional yang dipakai untuk mencatat data
kejadian yang telah terjadi dalam operasional perusahaan. Tanpa database,
perusahaan akan kesulitan dalam menyusun model pengukuran risiko kerugian
operasional.

Khusus untuk indurstri keuangan di Indonesia, OJK telah menetapkan 3 model


yang dapat digunakan dalam menghitung kewajiban penyediaan modal minimum,
yaitu:

Pendekatan Indikator Dasar (PID) Perhitungan PID menggunakan rumus 12,5 x


beban modal risiko operasional. Beban modal risiko operasional adalah rata-rata dari

7
penjumlahan pendapatan bruto tahunan yang positif pada 3 tahun terakhir dikalikan
dengan 15%.

Pendekatan Terstandarisasi pada model ini, lini bisnis dibagi kedalam delapan
area. Menggunakan pendapatan bruto sebagai indikator usaha. Jika pendapatan
bruto negatif, maka pendapata bruto itu tetap dimasukkan perhitungan.

Pendekatan pengukuran lanjut pendekatan pengukuran lanjut memperbolehkan


penggunaan semua metode untuk mengukur risiko internal sepanjang memenuhi
kriteria kuantitatif dan kualitatif yang disetujui pengawas.

F. Contoh kasus

PT Bank Rania Berjaya memiliki data keuangan seperti berikut

Tahun 2016 2015 2014 2013 2012


Pendapatan 750 3.000 2.250 1.750 2.500
bruto
(jutaan
rupiah)

Diminta :

Hitunglah beban modal risiko operasional dan aset tertimbang menurut risiko
(ATMR) risiko operasionalnya dengan metode pendekatan indikator dasar yang
diatur OJK.

Pembahasan :

ATMR = 12,5 x beban modal risiko operasional

= 12,5 x (15% x ((750 + 3.000 + 2.250)/3

= 3.750

Dengan demikian, ATMR risiko operasional adalah Rp.3750.000.000.

8
Manajemen risiko hukum

A. Pengertian risiko hukum

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek
yuridis yang di alami suatu perusahaan. Risiko ini timbul biasanya karena kelemahan
aspek yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh
perusahaan, ketiadaan peraturan undang-undang yang menyebabkan suatu
transaksi yang telah dilakukan perusahaan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko hukum, antara lain :

 Faktor litigasi : ligitasi terjadi karena adanya gugatan dan tuntutan dari pihak ketiga
kepada perusahaan maupun gugatan atau tuntutan tersebut pada dasarnya
menimbulkan biaya yang dapat merugikan kondisi perusahaan.
 Faktor kelemahan perikatan : yang dilakukan oleh perusahaan yang merupakan
sumber terjadinya permasalahan atau sengketa dikemudian hari yang dapat
menimbulkan pptensi risiko hukum bagi perusahaan.
 Ketiadaan peraturan perundang-undangan :teruta pada produk yang memiliki
perusahaan atau transaksi yang dilakukan perusahaan, yang akan mengakibatkan
produk tersebut menjadi sengketa kemudian hari sehingga berpotensi menimbulkan
risiko hukum.

Tiga sumber risiko tersebut belakangan kian dirasakan menjadi faktor yang harus
dikelola dalam manajemen risiko hukum. Jika tidak dikelola, dikhawatirkan akana
mengganggu tumbuh kembang perusahaan.

B. Penerapan manajemen risiko hukum

Dalam penerapan manajemen risiko hukum, sebuah perusahaan perlu menerapkan :

1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi

Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi perlu didukung oleh adanya
kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi, suber daya manusia,
serta organisasi manajemen risiko hukum. Dalam hal kewenangan dan tanggung jawab
dewan komisaris dan direksi ini, mak perusahaan perlu menetapkan mekanisme
komunikasi yang efektif dengan melibatkan pejabat dan karyawan perusahaan atas
permasalahan hukum yang dihadapi agar risiko hukum dapat dicegah dan dikendalikan.

Dewan komisaris dan direksi sebuah perusahaan wajib menerapkan legal


governance dalam perusahaan. Legal governance adalah suatu tata kelola yang
diperulkan untuk membentuk, mengeksekusi, dan menginterprestasi kententuan
peraturan dan ketentuan internal, termasuk standar perjanjian yang dipakai.

9
Diresksi sebuah perusahaan wajib memastikan legal consistency pada setiap
usahanya, yaitu adanya keselarasan antara kegiatan dan aktivitas usaha yang dilkukan
dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan kekacauan dalam
perjanjian yang telah dibuat oleh perusahaan.

Dan direksi wajib memastikan legal completeness dalam risiko hukum usahanya.
Yakni upaya yang harus dilakukan korporasi agar segala hal yang diatur undang-undang
dan regulasi dapat diimplementasi dengan baik oleh perusahaan, termasuk larangan
dalam peraturan dan ketentuan undang-undang yag berlaku, yang diataur secara jelas di
dalam ketentuan internal perusahaan. Seluruh perusahaan wajib memberikan sanksi
secara konsisten kepada pejabat dan seluruh karyawan yang tebukti melakukan
penyimpangan dan pelangggran.

Melihat semakin kompleknya risiko hukum terjadi banyak perushaan besar saat ini
membentuk satuan kerja yang berperan sebagai legal watch disebuah korporasi. Legal
atch ini adalah sebuah unit yang mendapatkan peran untuk memberikan analisis/nasihat
hukum kepada seluruh karyawan setiap jenjanag struktur orgaanisasi.

2. Kebijakan, prosedur dan penetapan limit

Maka setiap perusahaan perlu menambahkan dalam tiap aspek kebijakan, yaitu :

 Strategi manajemen risiko


 Tingkat resiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance)
 Kebijakan, prosedur, dan penetapan

Setiap perusahaan harus memiliki dan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum
terhadap produk dan aktivitas produknya. Perushaan harus melakukan evaluasi dan
pembaruan kebijakan dan prosedur pengendalian risiko hukum berkala sesuai denag
perkembangan eksternal dan internal perusahaan sepanjang menyangkut perubahan
dan ketentuan regulasi yang berlaku.

3. Kecukupan proses idenfikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko

Dalam proses manajemen risiko hukum, terdapat beberapa tahapan yang arus
dilalui oleh perusahaan yaitu :

 Identifikasi risiko hukum

Dalam tahapan ini perusahaan harus melakukan identifikasi risiko hukum yang
mungkin timbul bagi perusahaan baik factor litigasi, faktor kelemahan perikatan,
maupun faktor ketiadaan/perubahan perundang-undangan.

10
Contoh criteria risiko hukum

Criteria Predikat Predikat


Dibawah atau sama dengan 2,5% dari laba kotor Low Sangat rendah
Di antara 2,5-5% laba kotor Low to moderate Rendah
Di antara 5-7,5% dari laba kotor Moderate Cukup tinggi
Di antara 7,5-10% dari laba kotor Moderate to high Tinggi
Di atas 10% dari laba kotor High Sangat tinggi

 Pengukuran risiko hukum

Perusahaan dapat memilih metode pengukuran risiko hukum yang terintegrasi


dengan kerangka manajemen risikonya. Sebuah perusahaan dapat memilih pendekatan
kauntitatif maupun kaulitatif dalam pengukuran risiko hukumnya.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur risiko hukum adalah :

 Potensi kerugian akibat tuntutan litigasi


 Pembatalan perjanjian akibat kelemahan perikatan
 Terjadinya perubahan peraturan perundang-undungan yang menyebabkan produk
perusahaan menjadi tidak sejalan dengan ketentuan yang ada.
4. Pemantauan risiko hukum

Perusahaan harus memiliki sistem dan prosedur pemantauan eksposur risiko,


toleransi risiko yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh fungsi/satuan kerja yang telah
ditetapkan. Hasil pemantauan disampaikan secara berkala kepada direktur utama untuk
mendapatkan tindakan yang diperlukan.

5. Pengendalian risiko hukum

Satuan kerja ataupun fungsi yang membawahi bidang hukum harus melakukan
tinjauan secara berkala terhadap kontak dan perjanjian antara perusahaan dengan pihak
lain, antara lain dengan melakukakan penilaian kembali validitas hak dalam kontak dan
perjanjian. Setiap perusahaan sedapat mungkin menyusun dan mencatat setiap kejadian
termasuk proses litigasi yang terkait dengan risiko hukum beserta jumlah potensi
kerugian yang diakibatkan kejadian dimaksud. Pencatatan dapat disusun dalam data
statistik yang bisa digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian aktivitas bisnis
perushaan pada periode tertentu.

C. Sistem pengendalian risiko hukum

Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk hukum manajemen risiko


hukum, perusahaan perlu memilki sistem pengendalian intern untuk risiko hukum,
antara lain untuk memastikan tingkat respons perusahaan, kelemahan aspek yuridis,
serta ketiadaan dan atau perubahan peraturan perundang-undangan dan proses litigasi.

11
D. Contoh kasus :

PT. Rania Finance, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang leasing/finance,


memiliki pendapatan bruto sebesra Rp 5 miliar. Perusahaan ini menerapkan model
internal. Komita loss given event (LGE) sebesar 15%. Kebijakan indicator eksporsur
ditetapkan sebagai berikut :

Bentuk risiko Nominal (Rp) Dasar indikator eksposur


Perkara pengadilan 1M Nilai asset
Gugatan 3M Nilai asset
Gagal eksekusi jaminan 5M Nilai nominal dikuasai
Perbedaan penafsiran perjanjian 10 M Nilai asset
Dokumen tak lengkap 2M Nilai asset
Dokumen tak sah 4M Nilai asset
Indikator eksposur asalah nilai atau volume keseluruhan aktivitas operasional
perushaan dan nilai inidiperoleh pada akhir pengukuran hukum. Besaran probabilitas
risiko hukum biasanya didefinisikan sebagai berikut :

Peluang Persentase
Sangat rendah <1,25%
Rendah 1,25-2,5%
Sedang 2,5-10%
Tinggi 10-20%
Sangat tinggi >20%
Probabilitas risiko perusahaan ditetapkan sebagai berikut :

No Risiko Probabilitas
1 Perkara pengadilan
Melawan pihak eksternal 0,04
Melawan pihak internal 0,03
2 Gugatan
Internal 0,04
Eksternal 0,03
3 Gagal eksekusi jaminan
Kendala hukum 0,04
Kemanusiaan 0,03
4 Perbedaan tafsiran perjanjian
Perjanjian kerja 0,04
Nasabah 0,03
5 Dokumen tak lengkap
Hilang 0,04
Musnah 0,03

12
6 Dokumen tak sah
Palsu 0,04
Tanpa tanda tangan 0,03
Probabilitas rata-rata adalah 0,35 dan laba kotor perushaan sebesar Rp
5.000.000.000. hitunglah kerugian yang diperkirakan dan total risiko hukumnya.

Pembahasan : Kerugian yang diperkirakan adalah perkalian probabilitas rata-rata


LGE dan indikator eksposur. Kerugian yang diperkiran sebagi berikut :

No Benda risiko hukum Probabilitas LGE Indikator kerugian


eksposur (Rp) yang
diperkirakan
(Rp)
1 Perkara pengadilan
Melawan pihak eksternal 0,04
Melawan pihak internal 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 1.000.000.000 5.250.000
2 Gugatan
Internal 0,04
Eksternal 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 3.000.000.000 15.750.000
3 Gagal eksekusi jaminan
Kendala hukum 0,04
Kemanusiaan 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 5.000.000.000 26.250.000
4 Perbedaan tafsiran
perjanjian
Perjanjian kerja 0,04
Nasabah 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 10.000.000.000 52.500.000
5 Dokumen tak lengkap
Hilang 0,04
Musnah 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 2.000.000.000 10.500.000
6 Dokumen tak sah
Palsu 0,04
Tanpa tanda tangan 0,03
Rata-rata 0,035 0,15 4.000.000.000 21.000.000
Jumlah 131.250.000
Risiko hukum (kerugian
yang diperkirakan/6) 21.875.000

13
Kesimpulan : risiko hukum perusahaan sebesar Rp 21.875.000 atau 0,44% dari kotor (Rp
21.875.000/Rp 5.000.000.000). dengan demikian, risiko hukum perusahaan
dikategorikan sangat rendah

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan tidak berfungsinya


proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan adanya kejadian-kejadian
eksternal yang memengaruhi operasional perusahaan. Risiko operasional dapat
bersumber dari sumber daya manusia, proses internal, sistem dan infrastruktur,
serta kejadian eksternal. Jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan
menjadi beberapa kejadian, seperti kecurangan internal, kecurangan eksternal,
praktik ketenagakerjaan dan keselamatan lingkungan kerja, nasabah, produk dan
praktik bisnis, kerusakan aset fisik, dan lain sebagainya.

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek
yuridis yang di alami suatu perusahaan. Risiko ini timbul biasanya karena kelemahan
aspek yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh
perusahaan, ketiadaan peraturan undang-undang yang menyebabkan suatu
transaksi yang telah dilakukan perusahaan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko hukum, antara lain :

 Faktor litigasi : ligitasi terjadi karena adanya gugatan dan tuntutan dari pihak ketiga
kepada perusahaan maupun gugatan atau tuntutan tersebut pada dasarnya
menimbulkan biaya yang dapat merugikan kondisi perusahaan.
 Faktor kelemahan perikatan : yang dilakukan oleh perusahaan yang merupakan
sumber terjadinya permasalahan atau sengketa dikemudian hari yang dapat
menimbulkan pptensi risiko hukum bagi perusahaan.
 Ketiadaan peraturan perundang-undangan :teruta pada produk yang memiliki
perusahaan atau transaksi yang dilakukan perusahaan, yang akan mengakibatkan
produk tersebut menjadi sengketa kemudian hari sehingga berpotensi menimbulkan
risiko hukum.

Tiga sumber risiko tersebut belakangan kian dirasakan menjadi faktor yang harus
dikelola dalam manajemen risiko hukum. Jika tidak dikelola, dikhawatirkan akana
mengganggu tumbuh kembang perusahaan.

B. SARAN

Saran dari penulis untuk pembaca sekalian adalah sebelum kita masuk kedalam
dunia kerja alangkah baiknya untuk mempelajari atau memahami risiko yang akan
terjadi misalnya dibidang operasional atau hukum sehingga perusahaan atau tempat
kita bekerja dapat mengurangi terjadinya kecelakan kerja, dan untuk perusahaan
sebaiknya di adakan pelatihan kerja yang lebih matang agar kecelakan kerja dapat

15
dihindari. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, olehnya itu
penulis mengharapkan kritikan atau saran yang bersifat membangun.

16

You might also like