You are on page 1of 13

MAKALAH

SISTEM PERTANIAN TERPADU


SISTEM SURJAN
Disusun untuk memenuhi tugas pengganti praktikum

Oleh :
Amelia Syahidna Wardani
16/394439/PT/07112

Asisten Pendamping : Sella Dzuikhija

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI
MAKALAH .................................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 3
BAB I .......................................................................................................................................... 6
BAB II ......................................................................................................................................... 8
BAB III ...................................................................................................................................... 13
KATA PENGANTAR

Lahan rawa di Indonesia memiliki peranan yang semakin penting dan


strategis bagi pengembangan pertanian terutama terkait dengan
perkembangan penduduk dan industri yang cepat serta berkurangnya lahan
subur karena konversi lahan menjadi lahan non pertanian. Dinamika
perkembangan penduduk dan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pada
gilirannya menjadi pedorong meningkatnya permintaan pangan, termasuk gizi
sehingga upaya peningkatan produksi pangan khususnya dan hasil pertanian
umumnya menjadi tantangan di masa depan. Oleh karena itu, intensifikasi,
ektensifikasi dan diversifikasi pertanian menjadi tuntutan sekaligus tantangan
yang tidak terelakkan. Dengan keterbatasan lahan subur yang tersedia dan
pesatnya permintaan hasil pertanian, maka pemanfaatan lahan-lahan sub
optimal, termasuk lahan rawa menjadi pilihan yang logis.
Pemerintah mendorong pengembangan pertanian di lahan-lahan
marginal seperti lahan rawa karena sumberdaya lahan ini masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Luasan lahan rawa di Indonesia sekitar 33,4 juta
ha (Subagyo 2006), yang sudah dibuka hingga tahun 2010 seluas 1,8 juta ha
dan yang belum dibuka sekitar 31,59 juta ha. Lahan rawa yang telah dibuka
terdiri dari lahan rawa pasang surut seluas 1,453 juta ha dan lahan rawa lebak
seluas 0,347 juta ha (Ditjen Pengairan 2010).
Kontribusi lahan rawa terhadap produksi pertanian masih rendah, hal
tersebut disebabkan oleh pemanfaatan lahan yang belum optimal. Aspek kimia
tanah dan lingkungan yang sering menjadi kendala pertumbuhan tanaman,
pola tanam yang masih didominasi IP 100, dan penerapan teknologi di lapang
yang masih terbatas adalah potret utama kondisi lahan rawa pasang surut (Ar-
Riza dan Alkasuma, 2009).
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk
budidaya tanaman di lahan rawa yang telah dilaksanakan oleh petani sejak
jamun dahulu. Hingga saat ini petani terus menggunakan sistem surjan karena
terbukti menguntungkan. Petani memodifikasi sistem ini dengan menambah
berbagai komponen teknologi hasil penelitian dari Badan Litbang Pertanian,
perguruan tinggi, dan instansi lainnya. Sistem ini dapat diimplementasikan
pada lahan sulfat masam atau gambut dangkal tipe luapan B dan C. Penataan
lahan dengan sistem surjan memungkinkan petani melakukan diversifikasi
pangan, yaitu, selain menanam padi, juga komoditas lainnya seperti: buah-
buahan (jeruk dan nenas), palawija, sayur-sayuran, dan tanaman keras
lainnya, baik secara monokultur maupun tumpang sari (SWAMP II 1993).
Makalah ini membahas tentang sistem surjan yang merupakan
kearifan lokal petani lahan rawa pasang surut dalam mengantisipasi
perubahan iklim. Selain itu makalah ini juga membahas penyempurnaan
sistem surjan dengan berbagai komponen teknologi berdasarkan hasil-hasil
penelitian terkini.

B. Rumusah Masalah
1. Apa pengertian dan fungsi sistem surjan pada pertanian?
2. Bagaimana perkembangan sistem surjan di Indonesia?
3. Tanaman apa saja yang bisa ditanam menggunakan sistem surjan?
4. Bagaimana cara perawatan tanaman pada sistem surjan?
5. Pola tanam seperti apa yang dipakai pada sistem surjan?
C. Tujuan Masalah
1. Mendiskripsikan pengertian dan fungsi sistem surjan pada pertanian
2. Mendiskripsikan perkembangan sistem surjan di Indonesia
3. Mendiskripsikan tanaman yang bisa ditanam menggunakan sistem
surjan
4. Mendiskripsikan cara perawatan tanaman pada sistem surjan
5. Mendiskripsikan pola tanam seperti apa yang dipakai pada sistem
surjan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan fungsi sistem surjan pada pertanian


Sistem surjan merupakan sebuah sistem pertanian di lahan rawa yang
memadukan antara sistem sawah dengan sistem tegalan. Nursyamsi et.
al. (2015) menyatakan bahwa kata surjan diambil dari bahasa Jawa yang
artinya lurik atau garis-garis. Hamparan surjan emang tampak dari atas
seperti susunan garis-garis selang-seling yang merupakan bagian dari
tembok atau gundukan. Dalam sistem surjan, ruang dan waktu usaha tani
dioptimalkan dengan beragam komoditas dan pola tanam.
Sistem surjan adalah sistem penanaman yang dicirikan dengan
perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam
praktiknya, sebagian tanah lapisan tas diambil atau digali kemudian
digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara
memanjang sehingga terbentuk surjan. Anonim (2018) menyatakan bahwa
teknologi ini merupakan kerifan lokal masyarakat rawa, seperti Suku
Banjar, Suku Bugis dan Suku Makassar yang diwariskan secara turun
temurun dari enenk moyang.
Sistem surjan berfungsi untuk memanfaatkan lahan pertanian yang
memiliki ketinggian berbeda. Lahan yang memiliki ketinggian berbeda
biasanya jarang untuk dimanfaatkan dengan baik, dengan adanya sistem
surjan ini, lahan bisa digunakan dengan baik meskipun berbeda
ketinggian.

B. Perkembangan sistem surjan di Indonesia


Sistem surjan sesungguhnya telah diterapkan oleh petani di lahan
rawa pasang surut sejak jaman dahulu kala, terutama oleh masyarakat
suku Banjar di Kalimantan Selatan, suku Bugis di Sulawesi Selatan, dan
Jawa di Jawa Tengah. Sistem ini sesungguhnya merupakan kearifan lokal
(local knowledge) masyarakat petani di lahan rawa untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Petani menata lahannya menjadi dua bagian, yaitu
bagian yang ditinggikan (guludan) dan bagian yang digali (tabukan)
sehingga terbentuklah sistem sawah dan sistem tegalan dalam satu
hamparan. Dalam sistem ini petani dapat mengoptimalkan ruang dan
waktu usaha tani dengan beragam komoditas dan pola tanam.
Awalnya petani menata sistem surjan secara sederhana baik dalam
hal pengelolaan tanah maupun pengelolaan tanaman serta bertujuan
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri (subsistence).
Pengolahan tanah menggunakan alat-alat sederhana, pemupukan hampir
tidak dilakukan, pengelolaan air sistem handil terbatas. Tanaman yang
diusahakan umumnya varietas lokal yang berumur panjang dan
produktivitas rendah. Seiring dengan bertambahnya waktu, pengelolaan
sistem surjan telah mengalami berbagai modifikasi dengan
mengakomodasi hasil-hasil penelitian mutakhir, seperti minimum tillage,
penggunaan herbisida, varietas unggul baru, dan lain-lain.

C. Tanaman yang bisa ditanam menggunakan sistem surjan


Tanaman yang ditanam dibedakan menjadi dua yaitu tanaman yang
butuh sedikit air dan tanaman yang tahan terhadap air yang banyak.
Pengeloaan tanah di daerah tersebut sudah maju dengan menggunakan
traktor. Peningkatan kualitas tanah dilakukan dengan memberikan pupuk
ke lahan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah pengairan dan
penyiangan. Pengairan dilakukan dengan membuat beberapa sumur yang
saling terhubung atau disebut sumur renteng. Sumur renteng adalah
sumur yang dibuat secara selang seling posisinya sehingga air yang
didapatkan dapat dimanfaatkan secara merata. Sumur renteng merupakan
teknologi irigasi yang cocok dikembangkan pada daerah dengan tanah
yang memiliki tekstur berpasir. Kunaifi et al. (2011) menyatakan bahwa
sumur renteng merupakan teknologi irigasi yang cocok dikembangkan
pada daerah dengan tanah yang memiliki tekstur berpasir. Tanah-tanah
seperti ini memiliki kemampuan meloloskan air yang sangat tinggi
sehingga tidak mampu menyimpan air dalam waktu lama. Penyiraman
pada tanaman dilakukan dengan cara manual menyiraminya secara
langsung.
Tanaman pangan yang ditanam di bagian lahan lebih tinggi berfungsi
sebagai tanaman penghasil pangan yang butuh sedikit air. Lahan yang
lebih rendah ketinggiannya pada musim panas tidak ditanami karena
kekurangan air untuk menanam tanaman tahan genangan. Aminatun et al.
(2014) menyatakan bahwa sebutan sawah surjan berasal dari morfologi
sawah yang jika dilihat dari atas tampak bergaris-garis seperti baju surjan
yang biasa dipakai oleh orang Jawa tempo dulu. Garis-garis tersebut
terbentuk dari alur-alur tinggi yang bersifat terestrial berselang-seling
dengan alur-alur rendah
Rotasi penanaman yang dilakukan pada lahan rendah yaitu
berdasarkan musim. Tanaman padi ditanam ketika musim hujan
sedangkan ketika musim panas tidak ditanami atau ditanami tanaman
jagung. Makarim et al. (2017) menyatakan bahwa penerapan rotasi
tanaman semakin penting, mengingat besarnya dampak perubahan iklim,
khususnya perubahan pola curah hujan. Menyempitnya luas lahan
pertanian akibat konversi untuk keperluan non pertanian mengharuskan
ditingkatkannya frekuensi pertanaman dalam setahun.

D. Cara perawatan tanaman pada sistem surjan


Cara perawatan tanaman pada sistem surjan antara lain dengan
pemberian air. Beberapa teknik pemberian air yang spesial yaitu di daerah
irigasi, dataran banjir cekungan dan di dataran rendah rawa, dengan
maksud yang sama yaitu memberikan air di lahan bagian rendah sebagai
parit atau tabukan untuk retensi banjir, sebagai sawah untuk tanaman padi,
dan di guludan sebagai lahan kering untuk nonpadi. Di daerah irigasi,
ketinggian air di petak diatur dengan mengatur air masuk dan air keluar
sesuai debit tersedia, di daerah genangan banjir ketinggian air di petak
sangat tergantung dari iklim musim penghujan maupun kemarau. Untuk
areal dataran rendah rawa selain dipengaruhi hujan juga dipengaruhi oleh
air pasang.
Cara pemberian air pada sistem surjan pada prinsipnya sama dengan
pemberian air pada persawahan, yaitu pemberian air irigasi secara terus
menerus pada suatu petak lahan usaha tani. Pemberian air dilakukan
dengan cara menggenangi air di atas permukaan tanah, disebut pula
sebagai irigasi cara gravitasi (gravity irrigation) yaitu air mengalir
menggenangi areal tanah secara gravitasi. Cara penggenangan dapat
dibedakan menjadi :
(a) penggenangan air secara terus-menerus dengan kondisi air bergerak
(continuous flooding, flowing);
(b) penggenangan air secara terus menerus dengan kondisi air diam
(continous flooding, static).

E. Pola tanam seperti apa yang dipakai pada sistem surjan


Petani menerapkan pola tanam polikultur dalam system surjan, yaitu
menanam beberapa jenis tanaman budidaya, baik yang ditanam di bagian
tabukan maupun guludan. Beets (1982) menyatakan bahwa pertanian
polikultur memberikan keuntungan antara lain, pemanfaatan sumberdaya
yang lebih efisien dan lestari, karena hasil tanaman yang lebih banyak
bervariasi dan dapat dipanen berturutan. Jika terjadi kegagalan panen
pada salah satu tanaman budidaya, misalnya padi, maka petani masih
dapat mendapatkan hasil panen dari tanaman yang lain, misalnya cabai
atau palawija yang lain.
Pola tanam polikultur bermanfaat pula dalam pengendalian hama
secara alami. Reijntjes et al. (1999) menjelaskan bahwa pola tanam
polikultur memberikan efek positif untuk mengurangi populasi serangga
hama, penyakit dan gulma. Musuh alami (pemangsa hama) cenderung
lebih banyak pada tanaman tumpangsari daripada tanaman tunggal
karena musuh alami mendapatkan kondisi yang lebih baik seperti sumber
makanan dan lebih banyak habitat mikro untuk kebutuhan-kebutuhan
khusus, seperti tempat berlindung dan berkembang biak. Odum (1998)
menyatakan bahwa ekosistem yang keragaman biotiknya tinggi biasanya
mempunyai rantai makanan yang lebih panjang dan kompleks, yang
berpeluang lebih besar untuk terjadinya interaksi seperti pemangsaan,
parasitisme, kompetisi, komensalisme, mutualisme dan sebagainya.
Adanya pengendalian umpan balik negatif dari interaksi-interaksi tersebut
dapat mengendalikan guncangan yang terjadi sehingga ekosistem
berlangsung stabil.
Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk
melakukan diversifikasi tanaman dilahan rawa. Bentuk, model, dan ukuran
surjan di lahan pasang surut mengalami perkembangan sesuai dengan
dinamika dan ragam tipologi serta tipe luapan atau genangan lahan rawa.
Secara umum lebar guludan 3-5 m, dan tinggi 0,5-0,6 m, sedangkan
tabukan dibuat dengan lebar 15 m. Setiap ha lahan dapat dibuat 6-10
guludan, dan 5-9 tabukan. Ukuran surjan di daerah lahan potensial, sulfat
masam dan gambut dangkal mempunyai dimensi yang berbeda
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
SARAN

You might also like