You are on page 1of 100

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MELALUI

PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING


BIDANG STUDI IPA KELAS III
DI SD NEGERI GUNUNGSARI 01
KECAMATAN BATANGAN
KABUPATEN PATI
SKRIPSI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I

Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :
Nama : ANDRIAN NUR CAHYONO
NIM : 1124000021
Jurusan : Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan

Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Negeri Semarang pada :

Hari : Kamis

Tangal : 17 Maret 2005

Panitia Ujian:

Ketua Sekretaris

Drs. H. Siswanto, MM Drs. Sukirman, M.Si


NIP. 130515769 NIP. 13157006

Penguji I Penguji II

Drs. Haryanto Drs. Hardjono


NIP. 131404301 NIP. 130781006

Penguji III

Drs. Sukirman, M.Si


NIP. 13157006

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

kerja sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 10 Februari 2005

Andrian Nur Cahyono


NIM. 1124000021

iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

 Sambunglah persaudaraanmu kembali terhadap orang yang memutuskan

hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk

terhadapmu dan katakanlah yang hak sekalipun akan merugikan dirimu sendiri

(HR. Ibnu Annajar).

 Kemana kaki melangkah disitulah kita belajar (Penulis).

Aku berikan karya skripsi ini atas cinta bakti dan sayang kepada:

Bapak dan Ibu (Sungkono, Nur Nawangsih),

Kakak sebagai hadiah (Adi),

Keluarga besar di Pati,

Seseorang telah memberikanku motivasi (tya, igo),

Teman-temanku di cost Lumut Biru, cost Adefiit, cost Litium,

Kawan-kawan KKN Desa Bermi yang aku banggakan,

Rekan-rekan KTP angkatan 2000,

Almamaterku.

v
PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas

berkat limpahan rahmat dan hidayah–Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Pembelajaran

Quantum Teaching Bidang Studi IPA Kelas III Di SD Negeri Gunungsari 01

Kecamatan Batangan Kabupaten Pati”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

guna memeperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Teknologi

Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Kami menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan

terimakasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. A .T Soegito, S.H, MM., Rektor Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan dalam mengikuti

perkuliahan di UNNES sampai terselasaikannya skripsi ini.

2. Bapak Drs. Siswanto, MM, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan kesempatan dalam pada penulis menyelesaikan

perkuliahan FIP UNNES sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Haryanto. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk

mengikuti perkuliahan di jurusan kurikulum dan teknologi pendidikan

sampai terselesainya skripsi ini.

vi
4. Bapak Drs. Hardjono Dosen pembibing I yang tak henti-hentinya

memberikan kritikan, saran dan masukan penting untuk kesempurnaan

skripsi ini.

5. Bapak Drs. Sukirman, M.Si Dosen pembibing II yang telah berkenan

memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus iklas penuh

kebijaksanan serta kesabaran.

6. Ibu Nur Nawangsih Kepala Sekolah SD Negeri Gunungsari 01,

Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati yang telah memberikan ijin

untuk mengadakan penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Teknologi Pendidikan Unnes

angkatan 2000/2001, terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan mendapat

balasan dari Allah SWT (Amin..). Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca yang budiman dan khususnya bagi

jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang.

Semarang, Februari 2005

Penulis

vii
SARI

Nur Cahyono, Andrian. 2005. Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui


Pembelajaran Quantum Teaching bidang Studi IPA Kelas III Di SD
Negeri Gunungsari 01 kecamatan Batangan Kabupaten Pati

Skripsi. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu


Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Hardjono,
II. Drs. Sukirman ,M.Si.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Quantum Teaching

Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan model


pembelajaran yang ideal, karena menekankan kerja sama antara siswa dan guru
untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga efektif karena
memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal, yang pada gilirannya akan
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. Rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia memerlukan penanganan yang segera. Oleh karena itu
penulis ingin memecahkan masalah dengan strategi pembelajaran Quantum
Teaching, karena strategi tersebut bisa diterapkan di SD. Tujuan penelitian ini
adalah ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran
Quantum Teaching bagi siswa SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan,
Kabupaten Pati.
Penelitian dilakukan di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan,
Kabupaten Pati. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Adapun
yang menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas III SD. Variabel penelitian ini
adalah pembelajaran dengan metode Quantum Teaching sebagai variabel bebas
dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikatnya. Data diambil menggunakan
teknik tes, dan observasi. Analisis data penelitian menggunakan analisis
deskriptif persentase dan uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum
perlakukan adalah 6,1. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan
metode Quantum Teaching pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi
6,6, pada siklus II hasil belajar siswa meningkat menjadi menjadi 7,3 dan siklus
III hasil belajar siswa meningkat menjadi 7,9. Secara keseluruhan dengan
penggunaan metode Quantum Teaching tersebut mampu meningkatkan hasil
belajar siswa sebesar 7,3. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung =
6,935 > ttabel 1,77. Hal ini berarti metode pembelajaran Quantum Teaching dapat
meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari
01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.
Mengacu dari hasil penelitian, metode pembelajaran Quantum Teaching
mampu meningkatkan hasil belajar maka penulis mengajukan saran sebagai
berikut: 1) Sebagai bahan pertimbangan hendaknya guru IPA kelas III SD dapat

viii
melakukan pembelajaran IPA untuk kelas III SD dengan menerapkan metode
pembelajaran Quantum Teaching, sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal
2) Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk memungkinkan
diadakannya penelitian lebih lanjut sehingga diperoleh kemampuan yang lebih
tinggi.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

PERNYATAAN............................................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv

PRAKATA....................................................................................................... v

SARI................................................................................................................. vii

DAFTAR ISI.................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii

DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 8

C. Batasan Masalah........................................................................ 9

D. Rumusan Masalah ..................................................................... 9

E. Tujuan Penelitian....................................................................... 9

F. Manfaat Penelitian..................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ............... 11

x
A..................................................................................................... Kera

ngka Teoritik ........................................................................................ 11

1. Tinjaun Tentang Teknologi Pendidikan ....................................... 11

2. Tinjauan Tentang Belajar ............................................................. 15

3. Tinjaun Tentang Quantum Teaching …………………………... 24

4. Tinjaun Tentang IPA ................................................................... 31

5. Karakteristik Siswa....................... .............................................. 42

B. .................................................................................................... Kera

ngka Berpikir........................................................................................ 43

C. .................................................................................................... Hipot

esis........................................................................................................ 45

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 46

A..................................................................................................... Pend

ekatan Penelitian .................................................................................. 46

B. .................................................................................................... Desai

n Penelitian .......................................................................................... 49

C. .................................................................................................... Defin

isi Operasional Dan Variabel Penelitian ............................................. 50

D..................................................................................................... Setin

g Penelitian .......................................................................................... 51

E. .................................................................................................... Meto

de Pengumpulan Data.......................................................................... 51

xi
F. .................................................................................................... Instru

men Penelitian ...................................................................................... 54

G..................................................................................................... Ranc

angan Penelitian ................................................................................... 60

H..................................................................................................... Tekni

na

lis

is

Da

ta

64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 66

A..................................................................................................... Loka

si penelitian .......................................................................................... 66

B. .................................................................................................... Hasil

penelitian ............................................................................................. 67

C. .................................................................................................... Pemb

ahasan penelitian .................................................................................. 76

BAB V PENUTUP.......................................................................................... 81

A..................................................................................................... Simp

ulan ....................................................................................................... 81

xii
B. .................................................................................................... Saran

81

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82

LAMPIRAN..................................................................................................... 84

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 84

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian...................................................... 85

Lampiran 3 Instrumen Penelitian ................................................................ 86

Lampiran 4 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian ......................... 105

Lampiran 5 Kreteria Penilaian Pengamatan .............................................. 123

Lampiran 6 Data Hasil Pengamatan Penelitian............................................ 124

Lampiran 7 Nilai Kondisi Awal ................................................................... 125

Lampiran 8 Nilai Tes.................................................................................... 126

Lampiran 9 Data Ketuntasan Hasil Belajar ................................................. 127

Lampiran 10 Uji t .......................................................................................... 128

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Materi Instrumen Penelitian ............................................. 54


Tabel 2 Hasil Uji Validitas Instrumen ......................................................... 57
Tabel 3 Tingkat Kesukaran Instrumen ........................................................ 59
Tabel 4 Tingkat Daya Pembeda Instrumen .................................................. 60
Tabel 5 Interval Kelas Presentase................................................................ 65
Tabel 6 Perbandingan Hasil Tes ................................................................... 77

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Hubungan antar Kawasan Teknologi Pendidikan......................... 12


Gambar 2 Proses Penelitian Tindakan........................................................... 49
Gambar 3 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus I ..................................... 69
Gambar 4 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus II .................................... 72
Gambar 5 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus III................................... 75

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu

sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud

misalnya guru, siswa, kurikulum, lingkungan sosial, dan lain-lain. Namun dari

faktor-faktor itu, guru dan siswa faktor terpenting.

Pentingnya faktor guru dan siswa tersebut dapat dirunut melalui

pemahaman hakikat pebelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk

membantu siswa agar dapat belajar dengan kebutuhan minatnya.

Bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan

manusia kiranya merupakan hal yang tak dapat dibantah. Pada kenyataanya

pendidikan telah dilaksanakan semenjak adanya manusia, hakikatnya

pendidikan merupakan serangkian peristiwa yang komplek yang melibatkan

beberapa komponen antara lain: tujuan, peserta didik, pendidik, isi/bahan

cara/metode dan situasi/lingkungan. Hubungan keenam faktor tersebut berkait

satu sama lain dan saling berhubungan dalam suatu aktifitas satu pendidikan

( Hadikusumo, 1995;36).

Di Indonesia kesadaran akan pentingnya pendidikan telah disadari

sejak lama sebagaimana termaktub dalam UUSPN No. 20 pasal I ayat I Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan

xvii

1
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta

didik secara aktif membangun potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan

negara.

Dengan perkataan lain pendidikan merupakan suatu proses yang

melibatkan unsur-unsur yang diharapkan meningkatkan pendidikan yang

berkualitas. Guru sebagai unsur pokok penanggung jawab terhadap

pelaksanaan dan pengembangan proses belajar mengajar, diharapkan dapat

meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, proses belajar mengajar

merupakan inti dari kegiatan transformasi ilmu pengetahuan dari guru kepada

siswa. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi tersebut, maka diperlukan

adanya strategi yang tepat dalam mencapai tujuan belajar mengajar yang

diharapkan.

Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa proses

pembelajaran di suatu sekolah pada hakikatnya adalah upaya yang dilakukan

oleh guru untuk membuat siswa belajar. Dengan demikian kegiatan di kelas

atau di sekolah yang tidak membuat siswa belajar tidak dapat disebut sebagai

proses pembelajaran.

Kenyataannya, siswa secara sendirian lebih-lebih siswa SD yang

masih lugu tidak dapat berbuat banyak tanpa campur tangan guru. Sebaliknya

guru pun tidak dapat berbuat banyak untuk keberhasilan pembelajaran tanpa

mendapatkan kerja sama yang baik dari siswa. Oleh karena itu antara guru dan

xviii
siswa harus terjalin kerja sama yang kompak dan ada rasa “kesaling

bergantungan” demi terselenggaranya proses pembelajaran yang efektif untuk

mencapai tujuan secara optimal. Dengan demikian tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa di antara faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan faktor terpenting. Kedua

pihak merupakan pelaku dalam pembelajaran.

Keadaan SD dengan sistem guru kelas, tidak menutup kemungkinan

banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menggunakan strategi

pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang

diharapkan. Karena guru dituntut untuk mengejar target materi yang cukup

banyak dan harus diselesaikan pada setiap semester.

Dalam mata pelajaran IPA yang memerlukan banyak variasi metode,

media, maupun sumber belajar tak luput dari hal tersebut. Karena itu mata

pelajaran IPA terdapat materi yang memerlukan praktik kerja langsung.

Melalui praktik siswa akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru

melalui eksperimen.

Keberhasilan pengajaran IPA juga tergantung pada keberhasilan siswa

dalam proses belajar mengajar, sedangkan keberhasilan siswa tidak hanya

tergantung pada sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum maupun metode.

Akan tetapi guru mempunyai posisi yang sangat strategi dalam meningkatkan

prestasi siswa dalam penggunaan strategi pembelajaran yang tepat.

Menurut kurikulum SD 1994/1995, pelajaran IPA diberikan sejak

kelas III sedangkan untuk kelas satu dan dua, diberikan secara terpadu pada

xix
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karena kelas tiga merupakan masa transisi

dari kelas dua yang dahulu hanya tujuh bidang studi, dan harus dapat

memahami isi yang dibaca. Kenyataannya, sebagian besar anak yang naik dari

kelas dua ke kelas tiga dapat membaca namun tidak paham apa isi

bacaannya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada SD

Negeri Gunungsari 01 dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) Kondisi

lingkungan yang kurang kondusif, karena letak SD tersebut berdekatan

dengan jalan dan rumah penduduk, (2) Berdekatan dengan penggergajian

kayu. Dari situasi dan kondisi seperti ini mempengaruhi proses belajar

mengajar yang sedang berlangsung, seperti kebisingan suara gergaji, dan

banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, sehingga perhatian siswa dapat

terganggu. Selain itu perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anaknya

juga kurang, dengan bukti saat guru memberikan informasi tentang prestasi

belajar anaknya yang sangat menurun, banyak orang tua bersikap masa bodoh

ini yang menyebabkan penurunan prestasi belajar.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa

proses pembelajaran di SD Negeri Gunungsari 01 tidak kondusif, sehingga

menyebatkan penurunan nilai mata pelajaran IPA. Adapun nilai mata pelajaran

yang diperoleh siswa SD tersebut pada tahun ajaran 2003/2004 dibawah nilai

standar yaitu 6,1, sedangkan nilai standar yaitu 6,5 maka dapat dikatakan

bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar tidak kurang optimal.

xx
Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar

secara optimal adalah model pembelajaran Quantum Teaching. Model

pembelajaran ini merupakan model percepatan belajar (Accelerated Learning)

dengan metode belajar Quantum Teaching. Percepatan belajar yang di

Indonesia dikenal dengan program akselerasi tersebut dilakukan dengan

menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses alamiah dari

belajar melalui upaya-upaya yang sengaja. Penyingkiran hambatan-hambatan

belajar yang berarti mengefektifkan dan mempercepat proses belajar dapat

dilakukan misalnya: melalui penggunaan musik (untuk menghilangkan

kejenuhan sekaligus memperkuat konsentrasi melalui kondisi alfa),

perlengkapan visual (untuk membantu siswa yang kuat kemampuan

visualnya), materi-materi yang sesuai dan penyajiannya disesuaikan dengan

cara kerja otak, dan keterlibatan aktif (secara intelektual, mental, dan

emosional).

Model pembelajaran ini menekankan kegiatannya pada pengembangan potensi manusia secara

optimal melalui cara-cara yang sangat manusiawi, yaitu: mudah, menyenangkan, dan

memberdayakan. Setiap anggota komunitas belajar dikondisikan untuk saling mempercayai

dan saling mendukung. Siswa dan guru berlatih dan bekerja sebagai pemain tim guna

mencapai kesuksesan bersama. Dalam konteks ini, sukses guru adalah sukses siswa, dan

sukses siswa berarti sukses guru.

Model pembelajaran Quantum Teaching mengambil bentuk “simponi”

dalam pembelajaran, yang membagi unsur-unsur pembentuknya menjadi dua

kategori, terdiri dari konteks dan isi. Konteks berupa penyiapan kondisi bagi

xxi
penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas, sedangkan isi merupakan

penyajian materi pelajaran.

Secara umum pembelajaran dengan model Quantum Teaching

menunjukkan ciri-ciri: (1) penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu,

(2) pemanfaatan ikon-ikon sugestif yang membangkitkan semangat belajar

siswa, (3) penggunaan “stasiun-stasiun kecerdasan” untuk memudahkan siswa

belajar sesuai dengan modalitas kecerdasannya, (4) penggunaan bahasa yang

unggul, (5) suasana belajar yang saling memberdayakan, dan (6) penyajian

materi pelajaran yang prima.

Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching mengikuti prosedur

dengan urutan: (1) penumbuhan minat siswa, (2) pemberian pengalaman

langsung kepada siswa sebelum penyajian, (3) penyampaian materi dengan

multimetode dan multimedia, (4) adanya demonstrasi oleh siswa, (5)

pengulangan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar tahu,

dan (6) penghargaan terhadap setiap usaha berupa pujian, dorongan semangat,

atau tepukan Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999-2001).

Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan model

pembelajaran yang ideal, karena menekankan kerja sama antara siswa dan

guru untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga efektif

karena memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal, yang pada

gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan.

Oleh karena itu model ini perlu dilaksanakan di sekolah-sekolah.

xxii
Kenyataannya, model pembelajaran tersebut belum banyak diterapkan

dalam proses pendidikan di Indonesia. Di samping model itu tergolong baru

dan belum banyak dikenal oleh komunitas pendidikan di lndonesia,

kebanyakan guru lebih suka mengajar dengan model konvensional, yaitu

model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centred instruction).

Guru bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, menyajikan

pelajaran dengan metode ceramah, latihan soal atau drill, dengan sedikit sekali

atau bahkan tanpa media pendukung. Guru cenderung bersikap otoriter,

suasana belajar terkesan kaku, serius, dan mati. Hanya gurunya yang aktif

(berbicara), siswanya pasif. Jika siswa tidak dapat menangkap materi

pelajaran, kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa. Dinding kelas

dibiarkan kosong atau jika ada hanya mading kebanyakan hanya berupa

gambar pahlawan. 'I'idak ada ikon-ikon yang membangkitkan semangat dan

rasa percaya diri siswa. Pendek kata, proses pembelajaran tidak

memberdayakan dan membosankan. Dengan demikian proses pembelajaran

menjadi tidak efektif, dan karenanya tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai

secara optimal.

Akibatnya mutu pendidikan sangat rendah. Bahkan untuk tingkat

ASEAN saja mutu pendidikan di Indonesia berada di bawah Vietnam, suatu

negara yang begitu lama dilanda kemelut dalam negeri (Depdiknas, 2002;1-2).

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan penanganan

yang segera. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

xxiii
inovasi di bidang pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran

Quantum Teaching seperti diuraikan secara singkat di atas diduga dapat

mempercepat peningkatan mutu pendidikan melalui penyelenggaraan proses

pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu model pembelajaran tersebut

perlu direspons secara positif, dalam arti diterapkan. Hal ini agar produk

pendidikan di Indonesia ke depan tidak terlalu jauh tertinggal dari produk

pendidikan negara-negara yang sudah terlebih dahulu maju sebagaimana kita

rasakan dewasa ini.

Berdasarkan alasan tersebut, penulis ingin memecahkan masalah

dengan strategi pembelajaran Quantum Teaching, karena strategi tersebut bisa

diterapkan di sekolah dasar. Seperti yang telah dikutip oleh Bobbi De Porter

(dalam Ari Nilandri, 1994;4) menyatakan bahwa Quantum Teaching

mencakup petunjuk spesifik, untuk menciptakan lingkungan belajar yang

efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses

belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasar latar belakang yang dikemukakan diatas diperoleh beberapa

identifikasi masalah sebagai berikut:

a) Adanya prestasi belajar untuk mata pelajaran IPA yang rendah.

b) Adanya faktor Lingkungan sekolah yang kurang mendukung dalam proses

belajar mengajar.

xxiv
c) Kurangya perhatian siswa dalam proses kegiatan pembelajaran.

d) Adanya karektristik siswa yang berbeda serta kelebihan dan kelemahan

sehingga mempengaruhi penerimaan mata pelajaran IPA.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifiasi masalah yang ada tersebut, tidak semua diteliti karena keterbatasan waktu,
tenaga dan biaya yang dimiliki oleh peneliti, maka dalam penelitian ini dibatasi dan hanya difokuskan pada
permasalahan peningkatan prestasi belajar bagi siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan,
Kabupaten Pati.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yaitu: Apakah

pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan,

Kabupaten Pati.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: Ingin mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa melalui pembelajaran Quantum Teaching bagi siswa SD

Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

F. Manfaat Penelitian

Adapun dua manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu:

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

xxv
1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat memberikan masukan berharga berupa konsep-

konsep, sebagai upaya untuk peningkatan dan pengembangan ilmu.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi para

peneliti di bidang pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi jajaran Dinas Pendidikan atau lembaga terkait, hasil penelitian

dapat dipertimbangkan untuk menentukan kebijakan bidang

pendidikan, terutama berhubungan dengan peningkatan mutu

pendidikan di sekolah.

b. Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas, hasil penelitian dapat membantu

meningkatkan pembinaan profesional dan supervisi kepada para guru

secara lebih efektif dan efisien.

c. Bagi para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolok ukur dan bahan

pertimbangan guna melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi

pengembangan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas profesinya

d. Bagi SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati

sabagai subjek penelitian, hasil penelitian ini dapat dijadikan alat

evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan efektifitas dan

efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai prestasi belajar yang

optimal

xxvi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teoritik

1. Tinjauan Tentang Teknologi Pendidikan

a. Pengertian Teknologi Pendidikan

Menurut Assosiation For Education And Technology (1994;l)

“Intrument tecnology is the theory and praetice of' the sains Development

utilization, management and evalution of processes and resourses

forleraning”

Definisi ini diterjemahkan sebagai teknologi pembelajaran adalah

merancang mengembangkan, memanfaatkan, dan mengevaluasi proses-

proses dan sumber-sumber teknologi pembelajaran terbagi dalam beberapa

komponen. Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara B. Seels dan Rita

Richcy (1994;9) yang menyatakan bahwa teknologi pembelajaran

meliputi:

1) Teori dan praktik.

2) Rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi.

3) Proses dan sumber.

4) Untuk belajar.

Berdasar uraian tersebut, maka teknologi pendidikan merupakan

ilmu yang menaruh perhatian pada semua aspek belajar melalui sumber-

sumber belajar, baik yang dirancang, dikembangkan, dikelola,

dimanfatkan dan dievaluasi baik secara langsung maupun tidak.

11
xxvii
Kawasan Teknologi Pendidikan menurut Barbara B. Seels dan Rita

Richey (1994;26) secara singkat adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan antar Kawasan Teknologi Pendidikan


PENGEMBANGAN PEMAKAIAN

Teknologi Cetak Pemakaian Media


Teknologi Audio Penyebarab Informasi
Visual Implementasi dan pelembagaan
Teknologi Berasaskan Peraturan
Komputer
Teknologi Terpadu

DESAIN

Desain Sistem TEORI DAN


Instruksional PRAKTEK
Desain Pesan
Strategi Instruksional
Karakteristik Siswa

EVALUASI MANAJEMEN

Analisis Masalah Manajemen Proyek


Pengukuran Acuan Manajemen Sumber
Patokan Manajemen Sistem Penyimpanan
Evaluasi Normatif Manajemen Informasi
Evaluasi Sumatif

Berdasar gambar tersebut, maka kawasan teknologi pcndidikan

bersumber pada teori dan praktik yang digunakan untuk merancang,

mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan mengevaluasi proses

sumber belajar. Kawasan desain/rancang pesan meliputi sistem

instruksional, desain/rancang pesan, strategi instruksi dan karakteristik

xxviii
siswa. Kawasan pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audio

visual, teknologi dasar komputer dan teknologi terpadu. Kawasan

pemanfaatan meliputi pemanfaatan media, penyebaran inovasi,

implementasi kelembagaan, kebijaksanaan dan peraturan. Kawasan

pengelolaan terdiri dari pengelolaan proyek, pengelolaan sumber,

pengelolaan sistem pengiriman dan pengelolaan sistem informasi.

Sedangkan kawasan evaluasi meliputi analisa masalah, pengukuran

kriteria, patokan, evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Kelima kawasan teknologi pendidikan tersebut lebih lanjut diuraikan

sebagai berikut

1) Kawasan Desain

Kawasan desain ialah proses menspesifikasi kondisi untuk belajar.

Tujuan kawasan ini menciptakan strategi dan produk pada level makro

seperti pembuatan program dan kurikulum, pada level mikro seperti

pembuatan satuan pelajaran dan modul. Kawasan desain mencakup

empat kawasan teori dan praktik yang meliputi desain sistem pembe

lajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karakteristik yang

belajar.

2) Kawasan Pengembangan

Kawasan pengembangan adalah proses penterjemahan desain ke

dalam bentuk fisiknya. Kawasan pengembangan mencakup berbagai

variasi teknologi yang diterapkan dalam pembelajaran. Kawasan

pengembangan dapat diorganisasikan menjadi empat kategori yaitu

xxix
teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berdasar komputer

dan teknologi terpadu.

3) Kawasan Pemanfaatan

Kawasan pemanfaatan adalah tindakan penggunaan proses dan

sumber untuk belajar. Individu yang terlibat dalam pemanfaatan

bertanggung jawab untuk mencocokkan si belajar dengan materi dan

kegiatan spesifik, mempersiapkan si belajar untuk berinteraksi dengan

materi atau kegiatan yang dipilih, memberikan bimbingan selama

keterlibatannya, memberikan penilaian hasil serta memadukan

pemakaian ini ke dalam kelanjutan prosedur organisasi. Kategori yang

termasuk kawasan ini adalah: pemanfaatan media, difusi dan inovasi,

implementasi dan institusionalisasi serta kebijakan dan peraturan.

4) Kawasan Pengelolaan

Kawasan pengelolaan atau manajemen melibatkan pengontrolan

teknologi, pembelajaran melalui perencanaan, organisasi, koordinasi

dan supervisi. Kompleksitas sumberdaya personil, desain dan upaya

pengembangannya terangkum dalam besarnya intervensi yang tumbuh

dari departemen sebuah sekolah sampai pada intervensi pembelajaran

berskala nasional. Ada empat kategori yang terdapat dalam kawasan

ini yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem

pengiriman atau penyebaran dan pengelolaan informasi.

5) Kawasan Evaluasi

xxx
Kawasan evaluasi adalah proses penentuan kesesuaian pendidik

dengan si belajar. Evaluasi dimulai dengan analisis masalah. Analisis

masalah merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan

dan evaluasi pembelajaran, sebab tujuan dan hambatan pembelajaran

diperjelas dalam kawasan ini. Kategori kawasan ini adalah analisis

masalah, mengukuran kerancuan kreteria, evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif.

Berdasar uraian tersebut, maka penelitian ini termasuk dalam

kawasan desain bagian Intructional system sumatif. Peneliti ingin

memecahakan masalah belajar dengan strategi baru.

2. Tinjauan Tentang Belajar

a. Pengertian Belajar

1) Menurut Teori Sibermatik

Teori belajar sibermatik seperti yang dikutip oleh Asri Budiningsih

(2002;78-79) adalah sebagai berikut:

"Belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mementingkan proses


belajar dari pada hasil belajar. Proses memang penting dalam teori
Sibermatik, namun yang lebih penting adalah sistem informasi yang
diproses itu yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan
menentukan proses"

tokoh Gagne dan Bruner. Asumsi lain dari teori sibermatik adalah

bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala

situasi dan cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar akan

ditentukan oleh sistem informasi yang menentukan dalam proses

xxxi
pembelajaran. Implementasi teori sibermatik dalam kegiatan

pembelajaran telah dikembangkan oleh

2) Menurut Teori Belajar Konstruktivistik yang ditulis oleh Von

Galserfelld.

Teori belajar konstruktivistik seperti yang dikutip oleh Asri

Budiningsih (2000;55-57) adalah sebagai berikut:

"Proses belajar kognitif - konstruktivistik, proses belajar jika


dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar diri siswa melainkan
sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutakhiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih
dipandang dari segi proses daripada perolehan pengetahuan dari
fakta-takta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “constructing
and restructuring of' knowledge and Skills (schemata) within the
individual in a complex network of increasing conceptual
consistency”. Pemberian makna terhadap obyek dan pengalaman
oleh individu tersebut tidak dilakukan sendiri-sendiri oleh siswa,
melainkan oleh interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang
terbentuk baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Pengolahan
pembelajaran harus diutamakan pada pengoIahan siswa dan
lingkungan belajarnya".

Peranan siswa (si belajar) menurut pandangan konstruktivistik,

belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Ia harus aktif

melakukan kegiatan,aktif berpikir, menyusun konsep,

menyesuaikan dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.

Guru memang dapat menata lingkungan namun pada akhirnya yang

paling menentukan terwujudnya gejala belajar tergantung niat

belajar siswa sendiri.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi

yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari

xxxii
sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam

mengonstruksi pengetahuan yang baru. Meskipun kemampuan awal

tersebut sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru,

sebaiknya diterima sebagai dasar pembelajaran dan pembimbingan.

Peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar

proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar. Guru

tidak mentransfer pengetahuan melainkan membantu siswa untuk

membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk

memahami jalan pikiran siswa atau cara pandang siswa dalam

belajar.

Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian

yang meliputi:

a) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan.

b) Untuk mengambil keputusan untuk bertindak.

c) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan

bertindak.

d) Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.

e) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan.

f) Belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Sarana belajar dalam pendekatan konstruktivistik menekankan

bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa

dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Sarana belajar

seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lain

xxxiii
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi

kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan cara

demikian, siswa terbiasa berlatih untuk berpikir sendiri dalam

memecahkan masalah yang dihadapi.

Evalusi belajar dalam pandangan konstruktivistik

mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung

munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,

konstruksi pengetahuan serta aktivitas yang lain yang didasarkan

pada pengalaman.

3) Menurut Winkel (1991;61)

Belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan pengetahuan, pemahaman,

ketrampilan, serta nilai sikap yang mana perubahan tersebut

bersifat relatif konsitan dan berbekas.

4) Menurut (Sudjana, 1989/1990;71)

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari

berbagai bentuk seperti: perubahan, pemahaman, sikap tingkah

laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-

aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar

b. Ciri-Ciri Belajar

Dalam kegiatan belajar harus didapat didalamnya suatu tanda

atau ciri, sehingga seseorang dikatakan belajar. Karena ada seseorang

xxxiv
dikata belajar tetepi justru yang terjadi adalah bermain. Walaupun ada

pemahan tentang belajar sambil bermaian atau bermain sambil belajar.

Untuk itu satu kegiatan dapat dikategorikan belajar harus mempunyai

ciri-ciri tertentu. Kegiatan belajar memiliki ciri-ciri. seperti:

1) Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya

tujuan instruksional. Berperan aktif dalam proses belajar mengajar

bukan berarti cukup mendengarkan saja dan bersikap diam untuk

tidak untuk mengganggu melainkan didalamnya ada proses

memperhatikan, mau bertanya, mencoba dan memberikan

tanggapan terhadap permasalahan pelajaran yang timbul berasal

dari siswa maupun dari guru itu sendiri. Dengan sikap aktif akan

berpengaruh positif terhadap hasil belalar.

2) Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan. Keputusan

siswa terhadap lingkungan terhadap mengakibatkan terhentinya

proses pemahaman terhadap materi ajar yang menjadi objek dalam

pembelajaran, sehingga proses itu harus berjalan melalui

bermacam penggalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada

suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar bersumber dari suatu

kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong

motivasi secara berkesinambungan.

3) Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat

pengertian yang mendalam, sehingga hasil belajar itu diterima oleh

xxxv
peserta didik apabila memberi kepuasan pada kebutuhanya dan

berguna serta bermakna baginya. Kebermaknaan dalam belajar

menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis,

seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah

berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

4) Mengembangkan kemampuan siswa kearah lebih maju dan baik,

hasil belajar yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat

berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Telah dikatakan bahwa pembelajaran adalah merupakan interaksi

edukatif antar siswa dan guru dimana siswa dipandang sebagai subjek

didik atau pelaku belajar. Dalam belajar tersebut siswa mengalami

sesuatu siswa yang menimbulkan suatu perubahan atau penambahan

tingkah laku dan atau kecakapan. Berhasil atau tidaknya pembelajaran

dapat dipengaruhi berbagai faktor.

Winkel (1986;19), mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa sebagai berikut:

1) Faktor-faktor pada pihak siswa meliputi:

a) Faktor psikis yakni intelektual dan non intelektual. Faktor

intelektual mencakup intelegensi, kemampuan belajar dan cara

belajar. Sedangkan faktor non intelektual mencakup: motivasi

belajar, sikap, perasaan, minat dan kondisi, akibat keadaan

sosiokultural/ekonomis.

xxxvi
b) Faktor fisik yaitu kondisi fisik meliputi kelima indera, yaitu

indera penglihat, pendengar, peraba, pembau dan perasa.

Dalam pembelajaran kelima indera tersebut yang berperan

penting adalah pendengaran dan penglihatan. Kondisi fisik yang

lain mungkin dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar

siswa adalah: Apakah siswa tersebut cacat atau tidak? juga

keseimbangan bentuk tubuhnya.

2) Faktor-Faktor luar siswa meliputi:

a) Faktor belajar sekolah mencakup: kurikulum, pengajaran,

disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar dan pengelompokkan

siswa.

b) Faktor sosial di sekolah mencakup: sistem sosial, status sosial

siswa dan interaksi guru serta siswa.

c) Faktor situasional mencakup: keadaan politik, ekonomi,

keadaan waktu dan tempat, keadaan musim, dan iklim.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1992;107), faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran adalah:

1) Faktor luar meliputi :

a) Lingkungan mencakup : lingkungan alam dan lingkungan sosial.

b) Instrumen mencakup: kurikulum bahan pelajaran, guru, sarana

dan fasilitas, administrasi/manajemen.

2) Faktor dalam meliputi:

a) Fisiologi yakni: kondisi fisik dan kondisi panca indera.

b) Psikologis yakni: bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan

xxxvii
kemampuan kognitif.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, proses dan

hasil pembelajaran dipengaruhi oleh faktor individual dan faktor dari

luar siswa yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor individual

antara lain: faktor kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan

faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain

faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,

alat-alat yang dipengaruhi dalam pembelajaran, lingkungan dan

kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial.

d. Pengertian pestasi belajar

Prestasi belajar menyangkut pengungkapan dan pengukuran hasil

belajar yang telah diikuti siswa selama proses belajar. Pengukuran ini

dapat diketahui bila akhir proses belajar diadakan penilaian. Dengan

mengadakan penilaian dapat diketahui tingkat keberhasilan dan tingkat

kegagalan siswa, sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat

prestasi belajar yang diraih oleh seorang siswa di samping faktor

intrinsik dan faktor ekslinsik. Dengan memperhatikan tahapan

perkembangan perilaku dan pribadi siswa, pendapat Gagne yang di

tulis oleh Syamsudin (2000;227) mengkategorikan pola belajar siswa

ke dalam tipe yang meliputi: (a) Tipe belajar signal atau isyarat, (b)

Tipe belajar mempertautkan/chaning, (c) Tipe belajar stimulus respon,

(d) Tipe belajar asosiasi verbal, (e) Tipe belajar mengadakan

xxxviii
perbedaan, (f) Tipe belajar konsep pengertian, (g) Tipe belajar

membuat generalisasi, (h) Tipe belajar memecahkan masalah.

Tingkat prestasi belajar untuk tiap akhir proses pembelajaran

dapat dilihat dari hasil penilaian yang diadakan oleh guru penilaian ini

mencakup dalam suatu program pokok bahasan dalam suatu tatap

muka pembelajaran dan lebih operasional serta mudah dilihat. Dapat

dipahami bahwa penilaian dalam arti kompleks mencakup segala aspek

psikologis siswa. Penilaian dalam arti sempit ini sebagai bentuk untuk

mengukur keberhasilan siswa yang terformat dalam bentu evaluasi.

Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program

pembelajaran (Syah, 2000;14). Salah satu tujuan diadakannya evaluasi

diantaranya dapat dijadikan sebagai alat penetap apabila siswa

termasuk kategori cepat, sedang, ataupun lambat dalam arti mutu

kemampuan belajarnya. Berdasarkan hasil evaluasi yang dicapai siswa

tersebut maka dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa. Tingkat

keberhasilan ini tidak berlangsung secara “instans” artinya diraih

begitu saja tanpa proses, melainkan lewat proses pembelajaran yang

diikuti siswa dan adanya kolerasi dengan tingkat kemampuan siswa di

samping ada faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi kesehatan,

kerajinan, kejenuhan dan lingkungan yang mencukupinya. Pada

prinsipnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal meliputi segenap

ranah psikologi yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses

belajar siswa.

xxxix
Untuk mengetahui dan memperoleh ukuran dan hasil belajar siswa

adalah mengetahui garis-garis indikator sebagai petunjuk adanya

prestasi tertentu dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak

diungkapkan atau diukur. Oleh karena luasnya indikator yang menjadi

acuan, maka diperlukan batasan minimal prestasi belajar agar mudah

diukur. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah

prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara

mudah, karena keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang

meliputi ranah cipta, rasa, karsa siswa.

Maka prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang telah

dicapai baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh

dari stimulan pada lingkungan dan proses kognitif yang diperoleh dari

stimulan pada lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh

pembelajaran. (dalam hal ini penelitian hanya dilakukan untuk kognitif

saja) bentuk konkret dari prestasi belajar tersebut dapat dilihat dari

hasil nilai raport.

3. Tinjauan Tentang Quantum Teaching

a. Pengertian Quatum Teaching

Quantum Teaching menurut pendapat Bobbi DePorter (dalam

Ari Nilandri, 1999;56) adalah sebagai berikut :

"Quantum Teaching adalah berbagai interaksi yang ada di dalam


dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-
unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.
Pembelajaran yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses

xl
kegiatan belajar dengan cara sengaja mengggunakan musik/mewarnai
lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai
pengajaran yang efektif dan banyak mengaftifkan siswa.

b. Asas Quantum Teaching.

Asas utama Quantum Teaching menurut pendapat Bobbi

DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;56) adalah semua aspek

kepribadian manusia. Semua aspek itu meliputi pikiran, perasaan,

bahasa isyarat, pengetahuan, sikap dan keyakinan serta persepsi masa

mendatang.

Jadi belajar akan berhasil apabila dengan cara mengaitkan yang

diajarkan dengan suatu peristiwa, pikiran atau perasan yang diperoleh

dari kehidupan rumah. Belajar akan berhasil bila guru bisa memahami

keadaan siswa-siswanya, sehingga semua materi, pesan yang

disampaikan akan tertanam di hati siswa tersebut. Akhirnya dengan

pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam, siswa dapat

mengambil apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan

menerapkannya pada situasi baru.

c. Prinsip-prinsip Quantum Teaching.

Menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;7)

Quantum Teaching berprinsip pada :

1) Segalanya berbicara

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, bahasa

isyarat mereka, semuanya mengirim pesan untuk belajar.

2) Segalanya mempunyai tujuan.

xli
Semua yang dilakukan guru mempunyai tujuan.

3) Pengalaman sebelum pemberian nama.

Otak kita bisa berkembang pesat dengan adanya rangsangan

komunikasi yang akan menggerakkan rasa ingin tahu, oleh karena

itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mendapat

informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk mempermudah

mereka mempelajari.

4) Semua usaha siswa harus diakui.

Belajar mempunyai aturan, belajar berarti melangkah keluar dari

kenyataan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka pantas

mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka

sehingga merasa bangga dengan kemampuan yang mereka miliki

bisa menimbulkan minat yang lebih besar.

5) Jika pantas dipelajari maka pantas dirayakan.

Guru sebaiknya sering memberi hadiah kepada siswa yang berhasil

dalam menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan

pemberian hadiah berupa pujian, mereka akan merasa dihargai,

sehingga mereka akan selalu berusaha agar dapat memecahkan

masalah tugas yang diberikan.

d. Model Quantum Teaching

Model Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari

Nilandri, 1999;8) hampir sama dengan sebuah syair lagu, kita dapat

membagi unsur tersebut menjadi dua kata ganti yaitu konteks dan isi.

xlii
Konteks adalah latar untuk pengalaman guru. Konteks meliputi:

lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan. Isi, yaitu penyajian dan

fasilitas saat guru mengajar, unsur-unsur yang sama tertata dengan

baik, suasana lingkungan, landasan, penyajian dan fasilitas.

Dalam aksi konteks guru akan menemukan semua bagian yang

dibutuhkan untuk mengubah yaitu :

1) Suasana yang menyenangkan.

2) Landasan yang kukuh.

3) Lingkungan yang mendukung.

4) Rancangan belajar yang dinamis.

Di dalam isi, guru akan menemukan keterampilan cara

penyampaian kurikulum apa pun. Strategi yang dibutuhkan oleh siswa

yaitu: penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, ketrampilan untuk

belajar dan ketrampilan hidup.

e. Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching.

Kerangka rancangan belajar Quantum Teaching menurut Bobbi

DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;10) ada enam yaitu meliputi :

1) Tumbuhkan, artinya seorang guru dalam mengajar harus dapat

menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran, dengan

berbagai macam, sehingga dengan minat yang ada maka

pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar.

2) Alami, maksudnya seorang guru dalam mengajar harus dapat

menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh

xliii
siswanya. Guru dalam mengajar memberikan contoh peristiwa

yang pernah dilihat anak-anak sehari-hari.

3) Namai, maksudnya, seorang guru dalam mengajar menggunakan

kata yang mudah dimengerti, rumus yang benar, memberi konsep

yang jelas, model yang mudah dimengerti, strategi yang mudah

dilakukan.

4) Demonstrasikan, maksudnya guru dalam mengajar memberi

kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu,

artinya guru dalam mengajar menggunakan alat peraga untuk

mendemontrasikan materi yang diajarkan, sehingga siswa akan

mudah mengingat isi pesan yang disampaikan oleh guru.

5) Ulangi, maksudnya guru dalam mengajar dapat menunjukkan cara

yang mudah untuk mengulang materi. Misalnya, dengan

memberikan rangkuman yang diajarkan tadi.

6) Rayakan, maksudnya seorang guru dalam mengajar dapat memberi

pengakuan atas usaha siswa untuk menyelesaikan tugas dan

pemerolehan keterampilan serta ilmu pengetahuan. Kelas dapat

menjadi rumah tempat siswa, tidak hanya terbuka terhadap umpan

balik, tetapi juga menjadi tempat untuk belajar, mengakui dan

mendukung orang lain, tempat mereka mengalami kegembiraan

dan kepuasan memberi dan menerima, belajar dan tumbuh.

f. Langkah Pembelajaran Quantum Teaching

xliv
Menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;14)

konteks menata tempat/arena belajar sebagai berikut :

1) Suasana kelas meliputi: bahasa yang dipilih guru, cara menjalin

rasa simpati dengan siswa dan sikap siswa guru terhadap siswa

dalam belajar.

2) Landasan adalah pedoman yang digunakan guru dalam

memberikan materi pelajaran.

3) Lingkungan adalah cara menata ruangan kelas, pencahayaan,

warna, pengaturan tempat duduk, pengaturan tanaman, musik

serta semua yang mendukung proses belajar.

4) Rancangan adalah penciptaan karakter unsur penting yang bisa

menumbuhkan minat siswa mendalami makna dan memperbaiki

proses serta tukar-menukar informasi.

g. Strategi Mengajar Quantum Teaching.

Strategi mengajar Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter

(dalam Ari Nilandri, 1999 ;17) ada lima meliputi :

1) Kekuatan terpendam/niat

Niat seorang guru akan kemampuan dan motivasi siswa harus

terlihat jelas. Waktu pembelajaran berakhir guru memandang siswa

dengan cara yang menyakinkan, siswa dianggap dapat

menyelesaikan tugas dengan baik dan benar.

2) Peran Emosi dalam Belajar

xlv
Memperhatikan emosi siswa dapat membantu guru mempercepat

pembelajaran mereka. Memahami emosi mereka dapat membuat

pembelajaran lebih berarti dan permanen. Guru menggunakan

keadaan positif siswa untuk menarik ke dalam pembelajaran, di

bidang mana mereka dapat mengembangkan kompetensinya.

Kuncinya adalah membangun ikatan emosional tersebut dengan

menciptakan kesenangan dalam belajar, menyakini hubungan yang

menyingkirkan segala ancaman dalam suasana belajar.

3) Segala Berperan Serta

Siswa menangkap pandangan guru lebih cepat dan akurat dari pada

menangkap apa yang diajarkan. Di sini guru memandang siswa

seolah seperti murid yang pintar. Guru dalam memberikan

pelajaran banyak senyum, banyak mengobrol dengan akrab, dan

berbicara dengan cara yang lebih intelektual dan penuh humor,

maka siswa akan merasa nyaman dalam menerima pelajaran.

4) Jalinan Rasa Simpati dan Saling Pengertian

Untuk menarik keterlibatan Siswa dalam belajar, guru bisa

menjalin hubungan, mengakui rasa simpati dan saling pengertian.

Hubungan yang harmonis, akan menimbulkan kehidupan bergairah

siswa. Bisa membuka jalan memasuki dunia baru mereka. Dengan

membina hubungan dengan mereka, maka siswa akan menerima

guru dan menerima apa yang diajarkannya.

5) Keriangan dan Ketakjuban

xlvi
Jika guru bisa menciptakan suasana yang menyenangkan, bisa

membuat siswa siap belajar, dan lebih mudah, dan dapat mengubah

sifat negatif serta memberi pengakuan terhadap siswanya, akuilah

setiap usaha semua orang senang diakui. Menerima pengakuan

membuat orang bisa merasa bangga, percaya diri dan bahagia.

Penelitian yang mendukung konsep bahwa kemampuan siswa akan

meningkat karena pengakuan guru.

Dalam kajian Garden Wells mengenai bahasa belajar anak, dia

mengutip :

“Jika diharapkan melakukan transformasi dengan mudah dan percaya diri,


mereka harus mengalami lingkungan baru, sekolah sebagai sesuatu yang
menggerakkan dan menantang. Dalam lingkungan ini sebagai usaha harus
berhasil dan mereka harus diakui sebagai diri mereka dan apa yang dapat
mereka lakukan…… anak yang merasa atau dibuat merasa”.

4. Tinjauan Tentang IPA

a. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia,

berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang

alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman, melalui serangkaian

proses ilmiah, antara lain: penyelidikan, penyusunan, gagasan-gagasan,

(Departernen P dan K, 1994;93). Mata pelajaran IPA adalah program

untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dan

kemampuan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa.

b. Hakikat IPA

xlvii
Einstein (dalam Hendro dan Kaligis, 1992;3) mengatakan,

“science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense

experience correspond to a logreally uniform system of thought”.

Makna kalimat tersebut adalah bahwa IPA merupakan suatu bentuk

upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola

berpikir yang logis tertentu. Yang dimaksud dengan a logreally uniform

system of thought, ini tak lain adalah pada pikir ilmiah.

IPA tidak hanya dipandang sebagai kumpulan pengetahuan tetapi

juga dapat dipandang sebagai suatu metode. Bernal dalam bukunya

Serence in History Jilid I menyatakan bahwa lPA dapat dipandang

sebagai ( 1) Institusi, (2) Metode, (3) Kumpulan pengetahuan, (4) Suatu

faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (5) Salah satu

faktor penting yang mempengarui sikap dan pendayaan manusia

terhadap alam. Khusus IPA sebagai metode, Bernal menjelaskan bahwa

dalam hal ini terlihat upaya berupa observasi. Eksperimen pengunaan

alat dan berbagai perhitungan matematik.

Bernal (dalam Hendro dan Kaligis, 1991;4) menyebutkan 2 fungsi

IPA yang sangat penting yaitu meningkatkan produksi dan untuk

mengubah sikap dan pendayaan manusia terhadap alam. IPA memang

dapat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi,

karena IPA menggunakan pendekatan eksperimentasi, dengan suatu uji

xlviii
coba sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor penghambat

untuk mencapai tujuan.

IPA tidak mengunakan tahyul dan mitos ataupun kepercayaan

yang kesemuanya itu akan menjurus pada peta kerja tradisional yang

tetap seperti itu dari zaman ke zaman. Bahwa 1PA berfungsi untuk

merubah sikap manusia terhadap alam semesta. Dapat digambarkan

sebagai berikut: Dahulu orang percaya bahwa pelangi adalah suatu

pembiasan cahaya oleh bentuk-bentuk air di udara. Dahulu orang

percaya bahwa gerhana bulan disebabkan bulan ditelan oleh kepala

raksasa sakti. Dengan lPA orang mengerti bahwa gerhana bulan terjadi

karena bulan tertutup oleh bayangan bumi.

1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap

Mengingat kajian ini ditujukan untuk pengajaran 1PA di SD

maka pengertian “sikap” di sini dibatasi pada “sikap ilmiah terhadap

alam sekitar”. Menurut Herlen (dalam Hendro dan Kaligis 1991;7)

setidak-tidaknya ada sembilan aspek ilmiah yang dapat

dikembangkan pada usia Sekolah Dasar, yaitu:

a) Sikap ingin tahu (curiousity)

Sikap ingin tahu di sini maksudnya adalah suatu sikap

yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek

yang diamatinya. Kata benar sini artinya rasional atau masuk

akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan. Anak usia SD

xlix
mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya.

Bertanya pada gurunya, temannya atau pada dirinya sendiri.

Adalah tugas guru untuk memberikan kemudahan bagi anak

untuk mendapatkan jawaban yang benar. Jawaban itu tidak

harus dari guru tetapi mungkin dapat diperolah anak itu sendiri

baik atas inisiatif sendiri, maupun atau petunjuk dari gurunya.

b) Sikap ingin mendapatkan Sesuatu yang baru (originality)

Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban

yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah

bersifat final atau mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau

tentatif. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir

maupun keterbatasan pengamatan panca indra manusia untuk

menetapkan suatu kebenaran. Jadi jawaban benar yang telah

mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok ketidaktahuan”.

Orang mempunyai sikap ingin mandapatkan sesuatu yang baru

adalah orang yang ingin menguak tembok ketidaktahuannya itu

untuk memperoleh suatu yang original meskipun ia tahu akan

sampai ke tembok ketidaktahuan berikutnya. Sikap anak usia

SD seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya

melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang

terdapat dilingkungan sekolah. Data yang mereka peroleh akan

dapat memberikan sesuatu yang “baru” baginya tentang objek

yang diamatinya itu.

c) Sikap kerja sama ( cooperation)

l
Yang dimaksud dengan kerja sama di sini adalah kerja

sama untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak.

Seorang yang bersikap cooperstive ini menyadari bahwa

pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan

lebih sempurna dari pada apa yang ia miliki. Oleh karena itu

untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan

kerja sama dengan orang lain. Kerja sama ini dapat pula bersifat

berkesinambungan. Kita dapat bayangkan betapa panjangnya

kerja sama yang berkesinambungan sejak ditemukannya listrik

sampai orang dapat membuat pesawat televisi. Anak usia

Sekolah Dasar memang perlu dipupuk sikapnya untuk dapat

bekerjasama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dalam

bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi

untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.

d) Sikap tidak putus asa (persevernce)

Suatu usaha apapun, biasanya ada saja hambatannya.

Seorang ilmuan mungkin saja telah menghabiskan waktu

bertahun-tahun dengan biaya yang banyak namun belum juga

memperolah apa yang ia cari. Namun ia tidak putus asa karena

ia tetap yakin bahwa kegagalan yang ia alami setidaknya

memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak

memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak

mengambil jalan yang serupa. Adalah tugas guru untuk

memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami

li
kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA

agar tidak putus asa

e) Sikap tidak berprasangka ( open mindedness)

Sejak awalnya IPA mengajarkan kepada kita untuk

menetapkan kebenaran berdasarkan dua kreteria yaitu

rasionalitas dan objektivitas. Percobaan benda jatuh bebas dari

Galileo mengingatkan kita bahwa “benar” menurut akal sehat

saja tidaklah cukup karena banyak yang kita pikir itu benar

ternyata itu keliru. Seperti halnya matahari beredar mengelilingi

bumi telah dipercaya orang akan kebenaranya selama ribuan

tahun lamanya. Munculnya faktor objektivitas dalam

menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba kala.

Sikap tidak purba kala dapat dikembangkan secara dini kepada

anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen

dalam mencari kebenaran ilmu.

f) Sikap mawas diri ( self criticism)

Seorang ilmuan sangat menjunjung tinggi kebenaran.

Objektivitas tidak hanya ditujukan di luar dirinya tetapi juga

terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk

menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus

dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri,

menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi

pada dirinya sendiri.

g) Sikap bertangung jawab (responsibility )

lii
Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah

diperbuatnya adalah suatu sikap yang mulia. Sikap ini memang

bukan monopoli dari para ilmuan dalam mencari kebenaran

namun tidak ada satu orang pun yang tidak setuju bahwa anak

didik kita dipupuk menjadi manusia yang bersikap

tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan

sejak usia SD, misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil

pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain

kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujurnya.

h) Sikap berpikir bebas (independence in thiking )

Katakan merah kalau memang bunga mawar itu

berwarna merah, katakanlah biru alir laut itu berwarna biru,

tetapi jangan katakan air laut itu asin karena guru (menyuruh)

mengatakan asin. Itulah gambaran berpikir bebas. Dalam dunia

ilmu pengetahuan, objektivitas merupakan unsur yang mutlak

diperlukan karena objektivitas merupakan salah satu kriteria

kebenaran ilmu.

i) Sikap kedisiplinan diri ( self discipline )

Menurut Morse dan Wingo (dalam Hendro dan Kaligis

1991;10) dalam bukunya Psychology and Teaching,

mengatakan bahwa kedisplinan diri dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang untuk dapat mengontrol adapun dapat

mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang

dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyrakat.

liii
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa untuk sampai kepada

kedisplinan diri yang bertanggung jawab haruslah dimulai dari

suatu tahap dependence (tahap ketergantungan dari yang

membimbing), kemudian secara bertahap kontrol dari

ipembimbing dilepaskan untuk sampai kepada tahap

idenpendence (tahap tidak ketergantungan dari yang

membimbing) yaitu: tahap si anak menjadi dewasa untuk

mengatur atau mengontrol dirinya sendiri. Adalah tugas guru

untuk dapat mengatur kapan ia harus melakukan pengontrolan

secara penuh dan kapan ia harus melepaskan pengontrolan

secara bertahap dan tepat guna yang kesemuanya itu ditujukan

kepada terbentuknya kedisplinan diri pada anak didiknya.

Sebagai saran, salah satu bentuk pengembangan kedisplinan diri

adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu

kebersihan dan sebagainya yang dapat di atur sendiri oleh anak-

anak.

2) IPA Sebagai Produk

Tinjauan pendekatan IPA bukan hanya untuk memahami

pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep-konsep, ketrampilan-

ketrampilan dan sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai

pengetahuan itu. Tujuan yang disebutkan pertama, dikenal dengan

pengembangan proses IPA. Tinjauan utama pendidikan IPA ialah

agar siswa memahami konsep-konsep IPA yang sederhana dan

saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah

liv
dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya

dengan lebih menyadari kebesaran dan kebiasaan pencipta alam

semesta (Hadiat, 1996;2). Jelaslah bahwa dari siswa dituntut bukan

hanya paham konsep-konsep 1PA, tetapi juga dituntut untuk

merefleksikan pengetahuan yang diperoleh ke dalam bentuk

teknologi yang mampu mensejahterakan kehidupan mereka serta

generasi berikutnya tanpa harus meninggalkan nilai-nilai positip

agama, budaya, serta pendidikan.

Untuk anak SD, metode ilmiah tentu dikembangkan secara

bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada

akirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak

SD dapat melakukan penelitian sederhana. Adapun pentahapan

pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses

penelitian eksperimen, yang meliputi observasi, klasifikasi,

interprestasi, predikat, hipotesis, pengendalian variabel,

merencanakan, dan melaksanakan penelitian, informasi, dan

komunikasi.

3) IPA Sebagai ketrampilan Proses

Keterampilan proses sangat penting dikembangkan kepada diri

anak, alasannya: (I) Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi menjadi pesat pula sehingga tidak mungkin guru

“menyajikan” semuanya itu kepada anak didiknya. Oleh karena itu

anak perlu dibekali dengan alat atau ketrampilan untuk mencari dan

lv
mengolah informasi dari berbagai sumber dan tidak dari guru.

Ketrampilan untuk dapat mencari dan mengolah informasi, itulah

yang disebut ketrampilan proses. Ketrampilan proses itu memang

mutlak diperlukan anak sebagai bekal dalam kehidupannya pada

masa yang akan datang, (2) IPA dapat dipandang dari dua dimensi

yaitu: dimensi produk dan dimensi proses sudah sejak lama bangsa

kita berpengalaman belajar IPA sebagai produk dan bukan sebagai

proses. Akibatnya adalah bahwa bangsa kita hanya sampai pada

kemampuan menggunakan IPA dan tidak pandai menghasilkan IPA

sebagai gambaran ialah bahwa sampai sekarang kita mengenal

berbagai teori dan hukum IPA yang berasal dari luar negeri,

misalnya Hukum Boyle, Hukum Archimides, Teori Mendel, Teori

Einstein dan sebagainya.

Oleh karena itu betapa pentingnya ketrampilan proses yang

dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan ilmu itu diajarkan

kepada anak didik kita sehingga di masa yang akan datang bangsa

kita tidak saja pandai menggunakan IPA tetapi juga pandai

memproduksi 1PA. Dengan demikian bangsa kita akan dapat sejajar

dengan bangsa maju lainnya

Beberapa ketrampilan proses dalam pengajaran IPA (1)

Ketrampilan mengobservasi, (2) Ketrampilan mengklasifikasi, (3)

Ketrampilan menginterprestasi, (4) Ketrampilan mempredeksi, (5)

lvi
Ketrampilan membuat hipotesis, (6) Keterampilan mngendalikan

variabel, (7) Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan

penelitian eksperimen, (8) Ketrampilan menyimpulkan (inferensi),

(9) Ketrampilan mengaplikasi (menetapkan), (10) Ketrampilan

mengkomunikasikan.

c. Teori Belajar tentang IPA

1) Teori Piaget

Proses dan perkembangan belajar anak SD memiliki

kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang

kongkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu

kebutuhan terpadu dan melalui proses manipulatif oleh karena itu

pembelajaran di SD harus direncanakan, dilaksanakan dan pada

gilirannya dinilai berdasarkan kecenderungan-kecenderungan di

atas. Definisi yang paling banyak dikenal adalah perubahan

perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Menurut definisi

kognitif belajar adalah suatu proses yang aktif' konstruktif dan

berorientasi pada tujuan yang kesemuannya tergantung pada

aktifitas mental peserta didik.

2) Teori Gestall

Menurut teori Gestall yang mengemukakan oleh Nafka dan

Wertheiner adalah “insight” merupakan inti dari belajar dalam

teori ini belajar diartikan sebagai proses untuk mendapatkan atau

untuk mengubah “ insight” pandangan harapan untuk atau pola

lvii
tingkah laku. Dengan mencermati teori Gestall dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku manusia

terjadi sebagai hasil latihan. Adapun aplikasi dari teori Piaget dan

teori Gestall terhadap pembelajaran IPA keduanya beranjak dari

hal-hal yang konkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai

suatu keutuhan terpadu, dan melalui proses manipulatif, sehingga

terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman.

5. Karakteristik Siswa

a. Pengertian Karakteristik

Karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman siswa yang

berpengaruh pada keefektifan belajar. (Barbara B. Seels dan Rita

Richey:1994). Karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan

bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk

kepentingan rancangan pembelajaran.

b. Karakteristik Siswa SD

Menurut teori perkembangan Piaget yang dikutip oleh Asri

Budiningsih (2002;35), anak Sekolah Dasar termasuk pada tahap

operasional konkret (anak umur 7 atau 8-11atau 13 tahun). Anak telah

memiliki kecakapan berpikir logis akan tetapi hanya dengan benda

yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk

memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karena

kegiatan merupakan suatu proses tranformasi ke dalam dirinya

lviii
sehingga tindakannya lebih efektif. Anak tidak usah perlu coba-coba

dan membuat kesalahan karena anak sudah berfikir menggunakan

model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu, ia dapat

menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu

menangani sistem klasifikasi. Walaupun ia sudah bisa melakukan

klasifikasi, ia tidak dapat sepenuhnya menyadari adanya prinsip-

prinsip yang terkandung di dalamnya, anak sudah tidak memusatkan

diri pada karakteristik konseptual pasif. Untuk menyadari keterbatasan

berpikir, anak perlu diberi gambaran konkret sehingga anak mampu

menelaah persoalan. Anak usia 7-12 tahun masih mempunyai masalah

berfikir abstrak

B. Kerangka Berpikir

Berpijak pada masalah yang ada Quantum Teaching adalah suatu

pembelajaran yang dirancang untuk memudahkan anak untuk belajar, karena

pembelajaran Quantum Teaching merupakan pembelajaran yang dirancang

untuk membuat siswa senang, dari permulaan sampai akhir pelajaran. Dengan

keadaan yang menyenangkan itu siswa tidak merasa terbebani dalam menerima

pelajaran, karena dalam pembelajaran Quantum Teaching dirancang

sedemikian rupa sehingga siapapun yang mengikuti pelajaran akan merasa

senang. Situasi yang menggembirakan itu semua materi yang diberikan oleh

guru akan mudah diterima oleh siswa. Dalam pembelajaran Quantum

Teaching, siswa mendapat perhatian apabila siswa dapat mengerjakan tugas

lix
dengan baik. Adanya penghargaan dari guru atau dari teman-temannya siswa

akan merasa termotivasi secara tidak langsung. Dalam pembelajaran Quantum

Teaching siswa juga mendapat pengakuan dari guru. Mendapatkan pengakuan

dari guru atau teman lain siswa akan merasa dihargai. Keadaan yang selalu

menggembirakan itu siswa akan selalu berlomba-lomba untuk menyelesaikan

tugas yang diberikan oleh guru, karena mereka tahu siapa yang dapat

menyelesaikan tugas dengan baik akan selalu mendapat perhatian secara

khusus. Dalam pembelajaran Quantum Teaching materi pembelajaran

diberikan dengan berbagai cara misalnya dengan menyanyi, dengan membaca

puisi, sehingga seolah-olah siswa tidak belajar, padahal mereka belajar dengan

penuh semangat. Guru dalam menyampaikan materi diikuti dengan humor,

sehingga siswa tidak merasa takut, tidak merasa berat dalam menerima

pelajaran. Guru dalam menjelaskan materi harus dapat menyederhanakan

rumus agar mudah dipelajari oleh anak. Lebih-lebih materi pelajaran IPA itu

banyak praktik, tidak hanya teori, anak diajak untuk mempraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan materi yang dipraktikkan siswa akan mudah

mengingat dari pada hanya teori. pembelajaran Quantum Teaching siswa juga

diperhatikan dalam cara-cara belajar yang mereka sukai sesuai dengan tipe

siswa masing-masing. Jadi siswa tidak harus duduk di kursi tetapi siswa bisa

memilih sesuai tipenya masing-masing. Dengan diberikan kebebasan di dalam

memilih siswa akan merasa bebas tidak terikat sehingga siswa tidak merasa

dipaksa harus begini. Dalam pembelajaran Quantum Teaching guru dianggap

mitra sehingga anak akan merasa bebas untuk bertanya pada guru, adapun

lx
permasalahan dapat dipecahkan dengan baik. Dalam belajar siswa akan bebas

dari permasalahan, sehingga siswa mengikuti pelajaran dengan senang. Dalam

pembelajaran Quantum Teaching siswa akan bebas mengeluarkan pendapat.

Karena dia merasa diberi kebebasan, secara langsung, potensial akan

kelihatan, dengan anak memperlihatkan potensinya secara langsung

pengetahuan siswa mudah bertambah Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri,

1997;96). Dalam pembelajaran Quantum Teaching siswa diberi kesempatan

untuk memberikan wawasan, anak diberi kebebasan, untuk memilih sesuai

dengan kemauannya asalkan tidak menyimpang dari materi. Anak diajak untuk

mendemonstrasikan materi yang diajarkan, sehingga ingatan siswa akan tahan

lama. Dari pengalaman anak yang didapat dari demonstrasi tersebut ingatan

anak akan selalu tertanam. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, menurut

Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, I999;91-93) bakat anak akan digali

melalui berbagai cara misalnya dengan musik atau dengan menyanyi, bagi

anak punya bakat itu bakat anak akan terpupuk. Dengan menyanyi hati anak

akan senang. dengan menyanyi anak akan mudah menerima pelajaran. Karena

materi pelajaran bisa disampaikan dengan cara membaca puisi, dengan

bernyanyi bergembira, mendemonstrasikan secara langsung dengan melibatkan

anak itulah sebabnya, pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan

prestasi belajar.

C. Hipotesis

lxi
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Pembelajaran Quantum Teaching

dapat meningkatkan prestasi belajar IPA kelas III di SD Negeri Gunungsari 01,

Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

lxii
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian

tindakan kelas. Penelitian ini disusun untuk memecahkan suatu masalah,

diujicobakan dalam situasi sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan

serta melakukan perubahan yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan

ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas

permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas. Penelitian tindakan

adalah merupakan upaya kolaboratif antara guru dan siswa, suatu kerja sama

dengan perspektif berbeda. Misalnya bagi guru, demi peningkatan profesi anaknya

dan bagi siswa peningkatan prestasi belajarnya. Bisa juga antara guru dan kepada

sekolah, kerja sama kolaborarif ini dengan sendirinya juga partisipasi setiap tim

secara langsung mengambil bagian dalam pelaksanaan PTK pada tahap awal

sampai akhir.

Definisi yang dikemukakan oleh Ebbut yang dikutip oleh Kasiani

Kasbolah (1988;14) adalah:

“Bahwa penelitian tindakan merupakan studi yang sistematis yang dilakukan


dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan
melakukan tindakan praktis secara refleksi tindakan tersebut. Penelitian
tindakan juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana
keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan observasi dan refleksi harus
dipahami, bukan sebagai langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya,
tetapi merupakan maksud dalam bentuk spesial yang menyangkut perencanaan,
tindakan pengamatan dan refleksi. (Kemmis dan MC. Taggart, 1982) yang
dikutip oleh Kasiani Kashollah (1988;14)

46
lxiii
Dari definisi tersebut dapat dirumuskan bahwa penelitian tindakan kelas

adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam

kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas

pembelajaran. Penelitian tindakan ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas

yang berbentuk kolaboratif. Menurut Suyanto (1996;18) yang dikutip oleh

Kasiani Kasbolah (1988;123) bahwa penelitian kolaboratif melibatkan beberapa

pihak yaitu guru, kepala sekolah maupun dosen secara serentak dengan tujuan

untuk meningkatkan praktik pembelajaran, menyumbang pada perkembangan

teori, kolaboratif diberi makna kerja sama antar guru dengan peneliti dari luar

sekolah untuk melakukan penelitian tindakan kelas secara bersama di kelas atau di

sekolah. Peran guru dan peneliti adalah sejajar, artinya guru juga berperan sebagai

peneliti selama penelitian berlangsung. Inti penelitian ini terletak pada tindakan

yang dibuat kemudian diujicobakan dan dievaluasi, apakah tindakan alternatif ini

dapat memecahkan persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran.

Penelitian tindakan mempunyai kelebihan dan kekurangan, seperti halnya

dalam penelitian lain. Kelebihan penelitian tindakan menurut Sumsky seperti yang

dikutip oleh Suwarsih Madya (1994;13-15) adalah sebagai berikut:

1. Kerja sama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki.

Dalam pembelajaran bertujuan untuk menimbulkan rasa memliki terhadap

siswa sehingga dengan rasa memiliki terhadap siswa merasa bertanggung

jawab.

2. Kerja sama dalam penelitian tindakan mendorong kualitas dan pemikiran kritis.

Dengan penelitian tindakan guru akan bertambah pengetahuan dan memiliki

lxiv
pemikiran yang kritis dalam intropeksi diri tentang tugas yang dikerjakan

sebelum dilakukan penelitian tindakan.

3. Kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk berubah.

Dengan kerja sama guru berusaha untuk merubah strategi yang diterapkan

sebelumnya dengan tujuan memperoleh hasil yang lebih baik.

4. Kerja sama dalam penelitian meningkatkan kesepakatan.

Dengan kerja sama, guru mempunyai kesepakatan bersama untuk menentukan

strategi yang tepat untuk diterapkan guna meningkatkan hasil belajar.

Adapun penelitian tindakan juga mengandung kelemahan sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik

dasar penelitian tindakan pada pihak peneliti.

2. Berkenaan dengan waktu.

3. Berhubungan dengan konsepsi proses kelompok.

4. Berkenaan dengan keuletan terhadap pertanyaan agar dapat meyakinkan orang

lain bahwa metode, strategi dan teknik yang diteliti benar-benar berjalan

secara efektif.

Meskipun penelitian tindakan mempunyai banyak kelebihan-kelebihan,

namun demikian kelemahan masih tetap ada yaitu dengan terbatasnya waktu,

biaya, serta sarana dan pra sarana yang mendukung.

Pendapat yang telah diuraikan mengenai pemilihan tindakan, sesuai

dengan penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengadakan perbaikan tritmen-

tritmen untuk memperoleh peningkatan kualitas tindakan yang diberikan.

lxv
B. Desain Penelitian

Model penelitian pada penelitian ini merajuk pada proses pelaksanaan

penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart yang dikutip oleh

Suwarsih Madya (1994;25) yang meliputi menyusun rencana tindakan, bertindak,

melakukan refleksi dan merancang tindakan selanjutnya

Proses dasar tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Keterangan

0 = Perenungan 5= Tindakan observasi


1 = Perenungan 6= Refleksi
2 = Tindakan dan observasi 7= Rencana terevisi II
3 = Refleksi 8= Tindakan dan observasi III
4 = Rencana terevisi 9= Refleksi III

Gambar 2 . Proses Penelitian Tindakan

lxvi
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah

1. Prestasi pelajar dan Peningkatan Prestasi belajar

Prestasi belajar siswa dapat diartikan sebagai keberhasilan seorang siswa dalam

menguasai bahan atau materi yang telah diajarkan. Sedangkan peningkatan

prestasi belajar adalah sejauh mana penguasaan materi pelajaran oleh siswa

tersebut yang diukur dengan parameter nilai-nilai hasil tes yang dilaksanakan

dengan demikian akan terlihat nilai tes tersebut.

2. Pengertian Quantum Teaching

Quantum Teaching adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk

memudahkan anak untuk belajar. Pembelajaran Quantum Teaching merupakan

pembelajaran yang dirancang untuk membuat siswa senang dari permulaan

sampai akhir pelajaran. Dengan keadaan yang menyenangkan tersebut siswa

tidak merasa terbebani dalam menerima pelajaran, karena dalam pembelajaran

Quantum Teaching dirancang sedemikian rupa sehingga siapapun yang

mengikuti pelajaran akan merasa senang. Dengan keadaan yang

menggembirakan itu semua materi yang diberikan oleh guru akan mudah

diterima oleh siswa. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, siswa mendapat

perhatian apabila siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik. Selain perhatian,

penghargaan dari guru atau dari teman-temannya siswa juga akan mendukung

sehingga siswa akan merasa termotivasi dalam belajar sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar.

lxvii
D. Seting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan

Batangan, Kabupaten Pati. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa

Kelas III SD. Penelitian dilakukan pada semester II tahun 2004/2005 dan sebagai

tindaklanjut dari penelitian dilakukan pengamatan pada semester berikutnya.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan metode

pengamatan (observasi), tes dan dokumentasi.

a. Observasi

Menurut Nasution (1988;59) metode pengamatan menghasilkan data berupa

kegiatan manusia dan situasi sosial serta kontak dimana kegiatan tersebut

berlangsung. Penggunaan metode observasi bertujuan yang menggambarkan

keadaan ruang, peralatan, para pelaku dan juga aktifitas sosial yang sedang

berlangsung.

Observasi meliputi observasi sistematis dan observasi non sistematis.

Observasi sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan instrumen pengamatan dan dilaksanakan pada waktu kegiatan

belajar berlangsung. Sedangkan observasi non sistematis adalah observasi yang

dilakukan oleh peneliti tanpa menggunakan instrumen pengamatan. Penulis

menggunakan observasi sistematis yang menggunakan pedoman berupa format

observasi. Adapun format observasi terdiri dari nomor urut, subjek, aspek yang

lxviii
diobservasi. Aspek yang diobservasi terdiri atas perhatian dalam menerima

pelajaran, kerjasama, partisipasi dalam KBM, yang diamati yaitu perhatian

dalam menerima pelajaran, motivasi dalam menerima pelajaran, kerja sama

siswa dalam tugas kelompok dan partisipasi siswa dalam Kegiatan Belajar

Mengajar (KBM).

Hasil pengamatan yang dicatat adalah perhatian siswa dalam menerima

pelajaran, motivasi siswa dalam mengikuti KBM, kerjasama dalam

mengerjakan tugas kelompok dan partisipasi dalam KBM. Tanggapan dalam

KBM dan dampak tritmen tiap siklus.

Observasi menurut S. Margono (2000;160-161)

"Pencatatan data dengan alat dilakukan seperti check list. Perbedaannya


terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat di dalam daftar rating scale
tidak sekedar terdapat nama abjad yang diobservasi dan gejala yang akan
diselidiki akan tetapi tercantum kolom yang menunjukkan tingkatan atau
jenjang setiap gejala tersebut. Penjenjangan mungkin mempergunakan skala
3, 5 dan 7, misal, baik, sedang dan buruk, (skala 3) sangat baik, baik, sedang,
buruk dan sangat buruk (skala 5) luar biasa, sangat baik, baik, sedang, buruk,
sangat buruk, luar biasa buruk (skala 7)"

Pada penelitian ini menggunakan penjenjangan skala 3 yaitu baik, sedang dan

rendah. Mengenai ketentuan obyek pengamatan termasuk kategori tinggi,

sedang dan rendah dapat dilihat pada lampiran.

b. Metode Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, intelejensi kemampuan atau bakat yang

dimiliki individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 1996;138). Dilihat dari

sasaran yang akan dievaluasi dikenal beberapa macam tes dan alat-alat ukur

lxix
lain, yaitu tes kepribadian, tes bakat, tes intelegensi, tes sikap, tes minat dan tes

prestasi. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi yaitu tes

yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mengerjakan

sesuatu.

Menurut Suharsimi Arikunto (1996;140) mengenai penyusunan tes prestasi

merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran sebagai berikut:

1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara

2) Jelas sesuai dengan tujuan instruskional.

3) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil

belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau

pengajaran.

4) Tes prestasi harus berisi aitem-aitem dengan tipe yang paling cocok guna

mengukur hasil belajar yang diinginkan.

5) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaan hasilnya.

6) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil

ukurnya harus ditafsirkan dengan hasil.

7) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak

didik.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode penelitian ilmiah yang menggunakan dokumen-

dokumen sebagai bahan acuan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian

ini, dokumen yang digunakan adalah daftar laporan pendidikan untuk nilai

IPA.

lxx
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik

(Suharsimi Arikunto, 1996;150). Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat

pengumpul data adalah lembar observasi, tes dan dokumentasi. Jenis tes yang

dikembangkan oleh peneliti menggunakan soal-soal tes buatan guru (format

observasi dan soal tes ada pada lampiran).

Materi untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian seperti tercantum

dalam tabel berikut :

Tabel 1. Kisi-kisi Materi Instrumen Penelitian

No Siklu Pokok Bahasan Nomor Jumplah


s Item
1 1 Penyakit menular dan tidak menular
A .Penyakit menular
1-25 25
B. Penyakit tidak menular

2 2 Istirahat dan kesehatan


A. A. Perlunya aktifitas fisik dan isitirahat
1-25 25
B. Bentuk istirahat yang menyehatkan

3 3 Bumi

A. Permukaan bumi tidak rata 1-25 25

B. Permukan bumi terdiri dari daratan

dan lautan

Sumber: data primer diolah

lxxi
Sebelum digunakan untuk melakukan penelitian, maka instrumen penelitian harus diuji validitas dan reliabilitasnya

terlebih dahulu. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui angka korelasi baik antar item maupun antara instrumen

dengan obyek yang diteliti. Reliabilitas instrumen merupakan syarat utama untuk pengujian validitas instrumen, karena

instrumen yang reliabil belum tentu valid, tetapi jika instrumen valid sudah pasti reliabel, namun demikian perlu juga

untuk diuji reliabilitasnya (Sugiyono, 2002;268).

Menurut S. Margono (2000;171-172), syarat-syarat tes adalah sebagai

berikut:

1. Tes harus valid

Tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang diselidiki secara tepat

dengan kata lain harus memiliki ketepatan yang tinggi.

2. Tes harus reliabel

Tes harus reliabel apabila tes tersebut mampu memberi hasil yang relatif tetap

apabila dilakukan secara berulang.

3. Tes harus obyektif

Apabila dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap jawaban unsur

subyektivitas penilai tidak ikut mempengaruhi

4. Tes harus besifat diagnostik

Apabila tes memiliki daya pembeda dalam arti mampu memetak-metak

individu yang memiliki kemampuan yang tinggi sampai dengan angka yang

terendah dalam aspek yang akan diungkap

5. Tes harus efisien

Yaitu tes yang mudah cara membuatnya dan mudah pula penilaiannya.

Dalam pelaksanan ujicoba instrumen diujicobakan pada siswa yang

mempunyai karakteristik yang sama. Ujicoba ini dilakukan dengan tujuan untuk

lxxii
mengetahui kelayakan instrumen sebagai alat untuk mengambil data. Uji

instrumen penelitian ini meliputi:

1. Validitas

Menurut Suharsimi Arikunto (1996) sebuah tes dikatakan valid jika tes

tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas butir adalah butir

tes dapat menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik, hal ini dapat

diketahui dari seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal tes tersebut

dalam mencapai keseluruhan skor seluruh tes. Untuk dapat mengetahui besar-

kecilnya peran tersebut adalah dengan jalan mengkorelasikan antara skor yang

diperoleh dari butir tersebut dan skor totalnya dengan menggunakan korelasi

Point Biserial.

Mp − MT p
rpbis =
St q

Keterangan :

rpbis = Koefisien point biserial

Mp = Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang dicari

korelasinya dengan tes

Mt = Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)

St = Standar deviasi skor total

p = Proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut

q =1–p

(Suharsimi Arikunto, 1996; 270)

Setelah dihitung ritem dibandingkan dengan rtabel hasil korelasi product momen, dengan taraf

signifikan 5%, jika ritem > rtabel maka item dikatakan valid.

lxxiii
Berdasarkan hasil uji validitas dari ketiga instrumen tes yang digunakan

dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil yang terangkum pada

tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

Siklus Kriteria No soal Jumlah


Valid 1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 24 soal
15, 16, 17, 18, 19, 20,21, 23, 24, 25
1
Tidak 22 1 soal
valid
Valid 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 24 soal
15, 16, 17, 18, 19, 20,21, 22, 23, 24, 25
2
Tidak 3 1 soal
valid
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 23 soal
15, 16, 17, 18, 20,21, 22, 23, 24, 25
3
Tidak 6, 19 2 soal
valid
Sumber : data diolah primer

Sebelum digunakan untuk pengambilan data penelitian, dilakukan perbaikan-

perbaikan pada butir-butir soal tersebut.

2. Reliabilitas

Reliabilitas dihitung dengan teknik KR-21 dengan rumus sebagai berikut.

 k   s − ∑ p.q 
2

r11 =    
 k − 1  s2 

Harga r 11 yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan r tabel product

moment dengan taraf signifikansi 5%, jika r hitung > r tabel maka soal dalam

kategori reliabel.

lxxiv
Berdasarkan hasil analisis ujicoba instrumen diperoleh r11 untuk instrumen

siklus I sebesar 0,901, instrumen siklus II sebesar 0,902 dan instrumen siklus

III sebesar 0.853. Pada a = 5% dengan N = 20 diperoleh r product moment

sebesar 0,444. Karena koefisien reliabilitas dari ketiga insrumen tersebut lebih

besar dari rtabel, hal ini menunjukkan bahwa ketiga instrumen tersebut reliabel

dan dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian.

3. Tingkat kesukaran

Menurut Suharsimi Arikunto (1996), Tingkat kesukaran merupakan

persentase jumlah siswa yang menjawab dengan benar. Besarnya indeks

dapat dihitung dengan rumus :

B
P=
JS

dimana:

P : Indeks kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab benar

JS : Jumlah siswa peserta tes.

Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaraan soal dari ketiga instrumen tes

yang digunakan dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil seperti

terangkum pada tabel berikut.

Tabel 3. Tingkat Kesukaran Instrumen

Siklus Kriteria No soal Jumlah %

lxxv
Mudah 3, 4, 5, 13, 18 5 soal 20%
Sedang 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 17 soal 58%
1 15, 16, 20, 21, 22, 23, 24,
25
Sukar 10, 17, 19 3 soal 12%
Mudah 2, 3, 5, 6, 7, 13, 21, 23 8 soal 32%

2 Sedang 1, 4, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 14 soal 56%


18, 19, 20, 22, 25
Sukar 11, 17, 23 3 soal 12%
Mudah 4, 5, 7, 13, 19, 22 6 soal 24%

3 Sedang 1, 2, 3, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 15 soal 60%


14, 15, 16, 18, 23, 24
Sukar 17, 20, 21, 25 4 soal 16%
Sumber : data diolah primer

4. Daya pembeda

Menurut Suharsimi Arikunto (1996), daya pembeda merupakan

kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai

(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

Daya pembeda dilambangkan dengan D. Rumus yang digunakan adalah:

BA BB
D= −
JA JB

Keterangan:

J : Jumlah Peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas.

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah.

BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar.

BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar.

lxxvi
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaraan soal dari ketiga instrumen tes

yang digunakan dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil seperti

terangkum pada tabel berikut.

Tabel 4. Tingkat Daya Pembeda Instrumen

Siklus Kriteria No soal Jumlah %


Cukup 2, 7, 11, 13, 15, 17, 18, 19, 12 soal 48%
20, 21, 23, 25
1 Baik 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 12 soal 48%
16, 24
Jelek 22 1 soal 4%
Cukup 1, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 13, 14 soal 56%
15, 17, 18, 19, 23
2 Baik 3, 7, 9, 12, 14, 16, 20, 21, 10 soal 40%
22, 24
Jelek 22 1 soal 4%
Cukup 1, 2, 3, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 15 soal 60%
15, 18, 20, 23, 24, 25
3
Baik 4, 9, 12, 14, 16, 17, 21, 22 8 soal 32%
Jelek 6, 19 2 soal 8%
Sumber : data diolah primer

G. Rancangan Penelitian

1. Rancangan Tindakan Siklus I

a. Rancangan Perencanaan

1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan.

2) Guru mempersiapkan alat peraga gambar orang kena penyakit.

3) Guru menugaskan kepada siswa untuk membawa buku tulis khusus

untuk catatan IPA.

4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk siswa.

lxxvii
b. Rancangan Tindakan

1) Siswa dikelompokkan menjadi kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa.

2) Sebelum memulai pelajaran, siswa diajak untuk bernyanyi bersama-

sama.

3) Guru membagikan garnbar orang yang kena penyakit (orang sakit).

4) Guru menyuruh siswa untuk menuliskan nama penyakit yang terdapat

pada gambar tersebut, kemudian siswa disuruh mengucapkan bersama-

sama.

c. Rancangan Pengamatan

1) Guru mengamati motivasi siswa dalam menerima pelajaran.

2) Guru menyuruh semua siswa untuk mengerjakan lembar evaluasi.

3) Guru mengadakan penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa.

d. Refleksi

Guru mengungkapkan hasil pengamatan terhadap siswa tentang kerjasama

dalam kelompok. Hasil pengamatan dicari pemecahannya, sehingga dalam

tindakan siklus II pada perbaikan. Dilakukan tindakan siklus II karena siklus

I belum bisa memenuhi target.

2. Rancangan Tindakan Siklus II

Rancangan siklus II diawali oleh waktu refleksi pada siklus I yang kemudian

menjadi evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang digunakan untuk peningkatan

pelaksanan pembelajaran berikutnya.

a. Rancangan Perencanaan

1) Guru mempersiapkan materi yang akan disampaikan

lxxviii
2) Sebelum memulai pelajaran, siswa diajak bernyanyi bersama-sama.

3) Semua siswa yang disuruh memperhatikan gambar-gambar tentang

materi aktifitas fisik dan istirahat.

4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk sisiwa.

b. Rancangan Tindakan

1) Guru mengajak bernyayi bersama sambil memberikan permainan.

2) Guru mengadakan tanya jawab terhadap kemampuan siswa untuk

menyebutkan aktifitas fisik dan istirahat.

3) Guru bersama siswa membuat semacam rumus untuk mempermudah

dalam menghafal pokok bahasan yang diajarkan, dengan cara

mengambil huruf pertama, kemudian siswa disuruh mengucapkan

secara kelompok.

4) Siswa diberi pertanyaan, apabila tidak bisa menjawab diberi hukuman.

c. Rancangan Pengamatan

1) Peneliti dan guru mengamati partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas

kerja kelompok.

2) Guru menyuruh siswa untuk mengerjakan lembar kerja evaluasi.

3) Guru mengadakan penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa.

4) Dampak perlakuan siklus II pada siswa.

d. Refleksi

Guru mengungkapkan hasil pengamatan terhadap siswa tentang partisipasi

siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, sikap siswa dalam mengerjakan

lxxix
tugas dampak perlakuan siklus II. Dilakukan tindakan siklus ke III karena

masih belum mencapai target yang diharapkan.

3. Rancangan Tindakan Siklus III

a. Rancangan Perencanaan

1) Guru mempersiapkan materi yang akan di ajarkan.

2) Guru mempersiakan materi yang akan di bahas mengenai bumi,

permukaan rata dan tidak rata.

3) Guru mempersiapkan alat peraga berupa globe.

4) Guru mempersiapkan lembar kerja siswa

b. Rancangan Tindakan

1) Siswa diajak untuk bernyanyi bersama, menyelesaikan permainan dan

membaca puisi untuk membangkitkan minat belajar siswa.

2) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi bumi, permukaan

rata dan tidak rata

3) Guru memberi contoh permukaan bumi rata dan tidak rata.

4) Guru mengadakan tanya jawab tentang permukan bumi yang rata dan

tidak rata yang ada disekitar lingkungannya, bagi anak yang tidak bisa

menjawab pertanyaan di beri hukuman menyanyi, siswa yang bisa

menjawab di beri pujian.

5) Guru memberi hukuman bagi siswa yang tidak bisa menjawab, dengan

cara menyanyi, menari atau baca puisi.

c. Rancangan Pengamatan

1) Peneliti dan guru mengamati kegiatan siswa pada saat kerja kelompok.

lxxx
2) Guru menyuruh siswa mengerjakan lembar evaluasi.

3) Guru mengadakan penilaian terhadap pekerjaan siswa.

4) Dampak perlakuan siklus III pada siswa.

d. Refleksi

Merenungkan kembali hasil pengamatan terhadap siswa tentang kerja sama,

partisipasi dan motivasi dalam kelompok, dalam mengikuti pelajaran dan

mengerjakan tugas, dampak perlakuan siklus III.

H.Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian tindakan di wakili oleh moment refleksi

putaran satu tindakan. Dengan melakukan refleksi, peneliti akan memiliki

wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan data (Suwarsih

Madya, 1994;33). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif dan persentase dan uji t.

1. Analisis deskriptif persentase

Untuk menentukan kategori keaktifan siswa dalam kelompok dibuat

tabel kategori yang disusun melalui perhitungan sebagai berikut :

a. Persentase tertinggi = (3/3) x 100% = 100%

b. Persentase Terendah = (1/3) x 100% = 33,33%

c. Rentang Persentase = 100%- 33,3% = 66,66%

d. Interval kelas = 66,66% :33,3% = 22,22%

e. Membuat tabel interval kelas persentase dan kategorinya adalah sebagai

berikut :

lxxxi
Tabel 5. Interval Persentase

Interval Persentase Kriteria


77,88% < % < 100% Tinggi
55,66% < % < 77,88% Sedang
33,33% < % < 55,66% Rendah
Sumber: data diolah primer

2. Uji t

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan digunakan uji t yang dihitung dengan program

komputasi SPSS for Windows relase

lxxxii
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian.

SD Negeri Gunungsari 01 terletak di Kelurahan Gunungsari, Kecamatan

Batangan, Kabupaten Pati. SD ini terdiri dari enam kelas dengan jumlah siswa

sebanyak 134 anak dengan didukung oleh tenaga pengajar yang terdiri dari 6 guru

kelas, 1 guru Agama Islam dan 1 guru Olah raga.

Fasilitas yang dimiliki SD Negeri Gunungsari 01 antara lain UKS,

Koperasi Siswa, Perpustakaan dan ruang bermain. di SD Negeri Gunungsari

01 juga diselenggarakan kegiatan yang bersifat ekstra kurikuler. Kegiatan

tersebut berupa Pramuka dan TPA. SD Negeri Gunungsari 01 juga pernah

meraih juara I pada kompetisi tahun 1997 seKabupaten Pati dan juara I

lomba tempat ibadah se Kabupaten Pati. Letak sekolah dekat dengan jalan

besar sehingga akses ke sekolah tersebut dapat dengan mudah dijangkau dari

arah manapun dengan jarak dari Ibukota Kecamatan ± 3 km dan dari Ibukota

Kabupaten ± 24 km.

2. Data Penelitian.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer

berupa data pengamatan terhadap prestasi siswa kelas III dalam pelajaran

IPA.

66
lxxxiii
B. Hasil Penelitian

1. Keadaan Awal Hasil Belajar Siswa

Sebelum pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode

Quantum Teaching, rata-rata hasil belajar IPA semester I kelas III SD

Negeri Gunungsari 01 menunjukkan adalah 6,1. Kondisi tersebut

menjadikan indikator pada penelitian ini bahwa kemampuan belajar IPA

siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01 adalah rendah.

Rendahnya kemampuan siswa tersebut di atas disebabkan karena siswa mengalami kesulitan

dalam mempelajari IPA. Berdasarkan hasil observasi pada waktu guru mengajar, menunjukkan

bahwa pembelajaran yang terjadi cenderung bersifat monoton, satu arah, kurang komunikatif,

cenderung bersifat ceramah, serta siswa kurang terlibat aktif.

Berdasarkan kajian awal tersebut, maka perlu suatu pendekatan

pembelajaran yang mampu meningkatkan situasi kelas yang kondusif,

siswa terlibat aktif dalam belajar, terjadinya komunikasi dua arah, serta

siswa meningkat motivasunya untuk belajar. Pembelajaran yang dimaksud

adalah pembelajaran dengan metode Quantum Teaching yang

dilaksanakan dalam tiga siklus.

2. Siklus I

a. Perencanaan

1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan.

2) Guru mempersiapkan alat peraga gambar orang terkena penyakit.

3) Guru menugaskan kepada siswa untuk membawa buku IPA

4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk siswa.

5) Guru membagi siswa menjadi kelompok yang terdiri dari 4 anak.

lxxxiv
b. Pelaksanaan

1) Sebelum di mulai pelajaran anak di ajak menyanyi, untuk

menumbuhkan minat belajar

2) Anak-anak menyebutkan penyakit yang pernah dideritanya.

3) Anak-anak bersama guru memberi nama penyakit yang pernah

dideritanya tersebut.

4) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan gambar-gambar yang

ada hubungannya dengan macam-macam penyakit.

5) Anak-anak diajak menyanyi lagi baru kemudian mengulangi materi

yang telah diterangkan guru.

6) Anak-anak diberi pujian bila bisa menjawab pertanyan dari guru.

c. Pengamatan

Pengamatan terhadap siswa dilakukan dalam penerapan metode

pembelajaran Quantung Teaching.

1) Pengamatan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok

Berdasarkan data hasil observasi kerja sama siswa dalam kelompok

saat pengajaran pada siklus I dengan metode Quantung Teaching

pada lampiran skor keaktifan siswa sebesar 52 dengan persentase

72,22% dan termasuk kategori sedang. Ditinjau dari keaktifan

masing-masing siswa, sebagian besar siswa cukup baik dalam kerja

sama kelompok, yaitu 9 dari 24 siswa atau 38,5% siswa dengan

kerja sama yang tinggi, sebanyak 10 dari 24 siswa atau 41,7%

lxxxv
siswa dengan kerja sama yang sedang dan sebanyak 5 dari 24

siswa atau 20,8% siswa dengan kerja sama yang rendah.

2) Pengerjaan soal-soal siklus I

Perilaku siswa terhadap pengerjaan soal-soal siklus I ada yang

serius, ada yang masih acuh tak acuh, ada yang tampak bingung

dan belum jelas.

3) Nilai hasil tes siklus I

Berdasar data hasil tes siklus I pada lampiran dapat diketahui nilai

rata-rata hasil belajar siswa adalah 6,6. Naik dari nilai sebelum

dilakukan pembelajaran metode Quantum Teaching yaitu 6.1. lebih

jelasnya hasil belajar pada siklus satu tersebut dapat dilihat pada

diagram berikut ini :

lxxxvi
Gambar 3. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa
siklus I
4) Dampak perlakuan siklus I

Siklus I yang diawali dengan perencanaan, tindakaan dan

pengamatan berpengaruh pada diri siswa. Pengaruh tersebut dapat

dilihat pada kerja sama siswa dalam kelompok dan hasil nilai tes

yang dilakukan.

Hasil belajar dapat diketahui peningkatannya yaitu pada nilai

sebelum dilakukan pembelajaran, rata-rata 6,1 dengan sesudah

dilakukan pembelajaran dengan metode Quantum Teaching, rata-

rata 6,6.

d. Refleksi siklus I

Berdasar hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan hasil

belajar siswa meskipun ada siswa yang kurang dalam kerjasama dalam

kelompoknya. Beberapa siswa masih sibuk bermain sendiri, bentuk

pembelajaran yang diawali dengan menyanyi secara bersama-sama

menumbuhkan minat belajar yang lebih baik, namun kekurangannya

adalah bila siswa tersebut kurang suka bernyayi.

3. Siklus II

a. Perencanaan

1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarakan.

2) Guru mengatur kelas supaya siswa dapat mengikuti pelajaran

dengan baik.

lxxxvii
3) Guru mempersiapkan contoh gambar-gambar.

b. Pelaksanaan

1) Siswa mengelompok berdasar kelompok masing-masing.

2) Anak-anak diajak bernyanyi dan bermain untuk menumbuhkan

minat belajar.

3) Anak-anak menyebutkan aktifitas fisik dan istirahat yang mereka

ketahui di sekitarmya..

4) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan gambar-gambar yang

termasuk aktifitas fisik dan istirahat.

5) Anak-anak diajak mengulang materi secara bergilir.

6) Anak-anak diberi hukuman bila tidak bisa menjawab pertanyaan

dari guru.

c. Pengamatan

1) Pengamatan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok

Pengamatan dilakukan dengan melihat partisipasi siswa dalam

kelompok. Berdasar hasil pengamatan pada lampiran menunjukkan

diperoleh skor 62 dengan persentase 86,11 dan termasuk kategori

tinggi. Ditinjau dari partisipasi masing-masing siswa dalam

kelompok, sebagian besar siswa yaitu 15 dari 24 siswa atau 62.5%

partisipasinya dalam kelompok tinggi, 8 dari 24 siswa atau 33.3%

partisipasinya dalam kelompok sedang dan 1 dari 24 siswa atau

4.2% partisipasinya dalam kelompok rendah.

2) Pengerjaan soal-soal Siklus II

lxxxviii
Siswa mengerjakan soal dengan antusias, hal tersebut dikarenakan

minat belajar semakin tinggi setelah mendapat perlakuan siklus II.

Dalam mengerjakan soal tes kedua ini, siswa lebih serius, tidak

menoleh ke kanan dan kiri serta lebih cepat menyelesaikan soal-

soal.

3) Nilai hasil tes Siklus II

Berdasar hasil penelitian pada lampiran, diketahui nilai rata-rata

hasil belajar siswa pada siklus II adalah 7.3 atau mengalami

kenaikan sebesar 0,7 atau 10,61% dari hasil belajajar rata-rata

siklus I. Lebih jelasnya kenaikan hasil belajar siswa pada siklus II

ini dapat diperhatikan pada diagram berikut.

Gambar 4. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa siklus


II

4) Dampak perlakuan siklus II

lxxxix
Siklus II diawali dengan momen refleksi siklus I, siklus II

berdampak pada diri siswa yaitu dengan adanya peningkatan nilai

tes. Hal tersebut dikarenakan semakin antusiasnya siswa dalam

mengikuti pelajaran.

d. Refleksi

Pengamatan yang dilakukan pada siklus II yaitu partisipasi siswa

terhadap kelompok menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam

kelompok sudah bagus, meskipun masih ada satu orang siswa yang

kurang dalam partisipasi kelompok.

4. Siklus III

a. Perencanaan

1) Guru menyiapkan materi pelajaran.

2) Guru mengatur siswa untuk dapat mengikuti pelajaran dengan

baik.

3) Guru mempersipkan alat peraga.

b. Pelaksanaan

1) Anak-anak berkelompok menurut kelompoknya masing-masing.

2) Anak-anak diajak menyanyi, bermain dan menari untuk

menimbuhkan minat belajar.

3) Anak-anak menyebutkan jenis permukaan bumi yang mereka

ketahui.

4) Anak-anak bersama guru menyebutkan jenis-jenis permukaan

bumi.

xc
5) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan permukaan bumi

dengan globe.

6) Anak-anak diajak mengulang materi secara bergilir bila kurang

lengkap guru melengkapi.

7) Anak diberi pujian bila bisa menjawab pertanyaan, serta anak

diberi hukuman bila anak tidak bisa menjawab pertanyaan dengan

menyanyi dan baca puisi di depan kelas.

c. Pengamatan

1) Pengamatan dilakukan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok

Pengamatan dilakukan dengan melihat partisipasi siswa dalam

kelompok. Berdasar hasil pengamatan pada lampiran menunjukkan

diperoleh skor 67 dengan persentase 93,06 dan termasuk kategori

tinggi. Ditinjau dari partisipasi masing-masing siswa dalam

kelompok, sebagian besar siswa yaitu 19 dari 24 siswa atau 79,2%

partisipasinya dalam kelompok tinggi, 5 dari 24 siswa atau 20,8%

partisipasinya dalam kelompok sedang dan tidak ada satupun siswa

yang partisipasinya dalam kelompok rendah.

2) Pengerjaan soal-soal sklus III

Siswa secara antusias mengerjakan soal-soal yang ditugsakan

setelah mendapat perlakuan siklus II, dalam mengerjakan soal

siswa lebih serius dan tampak berlomba dalam menyelesaikan soal-

soal.

3) Nilai hasil tes siklus III

xci
Berdasar hasil tes siklus III pada lampiran diketahui nilai rata-rata

hasil belajar siswa adalah 7,9 atau mengalami kenaikan sebesar 0,6

atau 8,22 % dari nilai rata-rata hasil belajar siklus II. Lebih

jelasnya kenaikan hasil belajar siswa pada siklus III ini dapat

dilihat pada diagram berikut :

>>

Gambar 5. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa siklus


III
4) Dampak perlakuan siklus III

Siklus III yang diawali dengan momen refleksi siklus II

berpengaruh pada hasil belajar siswa. Refleksi dari proses

pembelajaran pada siklus I, siklus II sangat berpengaruh terhadap

siklus III dalam peningkatan nilai siswa. Selain itu

diberlakukannya pembelajaran metode Quantum Teaching ini juga

menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran yang

ditunjukkan dari tingginya konsentrasi siswa dalam mengikuti

xcii
pelajaran, tidak ada siswa yang berbicara sendiri ataupun bermain

sendiri.

d. Refleksi

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap siklus III, siswa terlihat

semakin senang dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Hal

tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya nilai tes yang

diperoleh siswa. Siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran.

C. Pembahasan

Penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan prestasi belajar bidang studi IPA kolas III SD Negeri

Gunungsari 01, dengan menggunakan metode pembelajaran Quantum

Teaching. Metode pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

Kegiatan yang dilakukan adalah mengajak siswa untuk menyanyi sebagai

selingan dalam penyampaian pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada

siklus I ini adalah kerja sama siswa dalam kelompok berdasar pengamatan

yang dilakukan, hasilnya cukup memuaskan. Penyampaian materi

pelajaran diselingi dengan menyanyi, membuat siswa lebih terkonsentrasi

pada pelajaran sehingga meningkatkan nilai tes. Siswa kurang kerjasama,

masih ada yang bermain sendiri dan bahkan menyanyi sendiri.

2. Siklus II

Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini adalah mengajak siswa

menyanyi dan bermain sebagai selingan dalam penyampaian materi

xciii
pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada siklus 2 ini adalah partisipasi

siswa dalam kelompok. Berdasar pengamatan yang dilakukan, hasilnya

memuaskan. Penyampaian materi pelajaran dengan mengajak siswa

menyanyi dan memberi permainan yang menarik, membuat siswa lebih

giat untuk bekerja sama dengan kelompok sehingga intensitas partisipasi

siswa dalam kelompok sangat baik, dengan demikian nilai tes pun

meningkat.

3. Siklus III

Kegiatan yang dilakukan pada siklus III ini adalah mengajak siswa untuk

menyanyi, bermain dan menari sebagai selingan dalam penyampaian

pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada siklus III ini adalah motivasi

siswa dalam mengikuti pelajaran. Berdasar pengamatan yang dilakukan,

hasilnya sangat memuaskan. Penyampaian materi pelajaran dengan

menyanyi, bermain dan menari, membuat siswa lebih giat untuk mengikuti

pelajaran dari awal hingga akhir sehingga nilai tes mengalami

peningkatan.

Peningkatan hasil belajar IPA kelas III SD Negeri Gunungsari 01

setelah siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran dengan metode

Quantum Teaching tersebut diperoleh hasil seperti disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 6. Perbandingan Hasil Tes

Kode Keadaan Nilai Tes


No. Rata-rata
Res. Awal Siklus I Siklus II Siklus III

xciv
1 S-01 6 6.7 6.5 7.4 6.9
2 S-02 6 7.1 7.8 8.7 7.9
3 S-03 7 7.5 8.3 8.7 8.2
4 S-04 6 6.3 6.5 7.8 6.9
5 S-05 7 7.1 7.8 8.3 7.7
6 S-06 7 6.7 7.0 7.8 7.1
7 S-07 5 7.1 8.3 8.7 8.0
8 S-08 7 6.7 7.4 7.8 7.3
9 S-09 6 6.3 6.5 8.3 7.0
10 S-10 8 6.7 7.4 8.7 7.6
11 S-11 6 6.3 7.4 8.7 7.4
12 S-12 7 7.1 7.8 9.1 8.0
Kode Keadaan Nilai Tes
No. Rata-rata
Res. Awal Siklus I Siklus II Siklus III
13 S-13 6 6.3 6.1 7.4 6.6
14 S-14 5 5.4 6.1 6.1 5.9
15 S-15 6 7.1 8.3 9.1 8.2
16 S-16 6 5.8 6.1 6.1 6.0
17 S-17 5 5.4 5.7 6.1 5.7
18 S-18 6 6.3 7.8 8.3 7.4
19 S-19 5 7.1 8.3 8.3 7.9
20 S-20 7 7.5 8.3 8.7 8.2
21 S-21 5 5.8 6.5 7.0 6.4
22 S-22 6 7.1 7.8 8.3 7.7
23 S-23 6 6.7 7.4 7.8 7.3
24 S-24 6 6.7 7.8 7.4 7.3
Jumlah 147 158.3 174.8 190.4 174.5
Rata-rata 6.1 6.6 7.3 7.9 7.3
Sumber : data diolah primer

Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dijelaskan

beberapa hal yang dipeoleh dari penelitian ini yaitu :

a. Nilai tertinggi tes I adalah 7,5 dan terendah 5,40. Nilai tertinggi tes II

adalah 8,3 dan terendah 5,7 sedangkan nilal tertinggi pada tes III

adalah 9,1 dan terendah 6,1.

b. Nilai hasil tes dari 24 orang siswa tersebut menunjukkan bahwa nilai

xcv
rata-rata tes I sebesar 6,6, tes II sebesar 7,3 dan tes III sebesar 7,9.

c. Jumlah nilai rata-rata kelas sebesar 174,5 dan nilai rata-rata kelas

secara keseluruhan sebesar 87,3. Nilai rata-rata tertinggi sebesar 8,2

dan nilai rata-rata terendah sebesar 5,7.

d. Secara keseluruhan kenaikan nilai tes I-II sebesar 0,7 atau 10,61% dan

nilai tes II-III sebesar 0,6 atau 8,22% dan kenaikan rata-rata (kelas)

sebesar 1,1 atau 17,96%.

e. Secara keseluruhan (kelas) berdasar hitungan persentil, pada tes I, 10%

siswa mendapat nilai rata-rata kurang dari 6,000. Sebanyak 25% siswa

mendapat nilai rata-rata kurang dari 6,7625, sebanyak 50% siswa

mendapat nilai rata-rata kurang dari 7,875, sebanyak 75% siswa

mendapat nilai rata-rata kurang dari 8,475 dan sebanyak 90% siswa

mendapat nilai rata-rata kurang dari 8,925.

f. Pada tes I, 29% siswa mendapat nilai kurang dari 6,45 atau belum

mencapai ketuntasan hasil belajar. Pada tes II, 16,67% mendapat nilal

kurang dari 6,45 atau belum mencapai ketuntasan hasil belajar dan

pada tes III, 12,50% siswa mendapat nilai rata-rata 6,45 atau belum

mencapai ketuntasan hasil belajar dan 87,50% mendapat nilai lebih

dari 6,45 atau telah mencapai ketuntasan hasil belajar. Dengan

demikian dari hasil tes III tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan

hasil belajar secara klasikal telah tercapai karena jumlah siswa yang

tuntas yaitu 87,50% telah melebihi batas minimal ketuntasan hasil

xcvi
belajar secara kalsikal sebesar 85%.

9. Uji hipotesis menunjukkan:

Ho = jika t hitung < t tabel maka Ho diterima Hi ditolak atau

Metode pembelajaran Quantum Teaching tidak dapat

meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD

Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

Ha = jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima atau

Metode pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan

prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri

Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

10. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung 6,935 dan t tabel untuk

signifikansi 5% (tingkat kepercayaan 95%) adalah 1,77, dengan

demikian t hitung > t tabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau

terbukti bahwa metode pembelajaran Quantum Teaching dapat

meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri

Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

xcvii
xcviii
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembasannya dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1) Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum

perlakukan adalah 6,1. Setelah dilakukan pembelajaran dengan

menggunakan metode Quantum Teaching pada siklus I hasil belajar siswa

meningkat menjadi 6,6, pada siklus II hasil belajar siswa meningkat

menjadi menjadi 7,3 dan siklus III hasil belajar siswa meningkat menjadi

7,9. Secara keseluruhan dengan penggunaan metode Quantum Teaching

tersebut mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 7,3. Hasil

pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 6,935 > ttabel 1,77. Hal ini

berarti metode pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan

prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01,

Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

B. Saran

Atas dasar simpulan tersebut disarankan:

1) Sebagai bahan pertimbangan hendaknya guru IPA kelas III SD dapat

melakukan pembelajaran IPA dengan menerapkan metode pembelajaran

Quantum Teaching, sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal.

2) Dari hasil penelitian ini juga memungkinkan diadakannya penelitian lebih lanjut
sehingga diperoleh kemampuan yang lebih tinggi.

81
xcix
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(1994). Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas III SD. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ari Nilandri (2001).Quantum Teaching :Orchestrating Student Succes (Bobbi


DePoter, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie,Terjemahan),Boston
:Allyn and Bacon. Buku asli diterbitkan tahun 1999.

Kasiani Kasbollah (1988). Pelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Depdibud.

Margono.(1996). Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang : Rineka Cipta.

---------- (1999). Pelitian Tindakan (Action Research). Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Umum

Nasution,S (1998). Metode Penelitian Naturalistik Kualistif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Ratna Wilis Dahar. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.


.
Gulo,W. (2002) Strategi Belajar Mengaja. jakarta: Balai Pustaka.

Sugiyono.(2002). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Afabeta.

Iskandar, srini M.(1997) .Pendidkan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdibud


Dirjendikti.

Suharsimi Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : Bumi Aksara.

-------------(1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Suwarsih Madya (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta:Lembaga


Pelitian IKIP Yogyakarta.

Suyanto. (1996).Pendidikan Pelaksanaan Penelitian Tindakan kelas. Yogyakarta :


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan dan
Kebudayan.

Syamsudin, Abin. 2000. Psikologi kependidikan. Bandung: Rosdakarya.


Winkel,WS.1986. Psikologi pendidkan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia
.

c
Hadiat. 1996. Alam Sekitar Kita 2. jakarta: Depdikbud.

Ngalim Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya

Sudjana, Nana. 1989. Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Seel, Barbara B dan Richey, Rita C (1994) Instructional tecnology. Washington:


AECT

Hadikusumo, Kunaryo, dkk. 1996. Pengatar Pendidikan. Semarang: Ikip


Semarang Pres

Depdiknas. 2002. Mutu Pendidikan Indonesia. Jakarta

Asri, Budiningsih. 2002. Teori-Teori Belajar. Bandung: Rosdakarya

ci

You might also like

  • Hubungan Antara Filsafat
    Hubungan Antara Filsafat
    Document11 pages
    Hubungan Antara Filsafat
    Jhon Hasibuan
    No ratings yet
  • 150
    150
    Document85 pages
    150
    safran
    No ratings yet
  • TAFSIR AL-QURAN
    TAFSIR AL-QURAN
    Document19 pages
    TAFSIR AL-QURAN
    Jhon Hasibuan
    No ratings yet
  • Hubungan Antara Filsafat
    Hubungan Antara Filsafat
    Document11 pages
    Hubungan Antara Filsafat
    Jhon Hasibuan
    No ratings yet
  • 149
    149
    Document75 pages
    149
    safran
    No ratings yet
  • Skripsi Pendidikan
    Skripsi Pendidikan
    Document80 pages
    Skripsi Pendidikan
    Jhon Hasibuan
    No ratings yet
  • 159
    159
    Document80 pages
    159
    safran
    No ratings yet
  • 162
    162
    Document162 pages
    162
    Muhammad Arif Fadhillah Lubis
    No ratings yet
  • 161
    161
    Document104 pages
    161
    safran
    No ratings yet
  • 154
    154
    Document178 pages
    154
    safran
    No ratings yet
  • 157
    157
    Document98 pages
    157
    safran
    No ratings yet
  • 148
    148
    Document83 pages
    148
    safran
    No ratings yet
  • 158
    158
    Document141 pages
    158
    safran
    No ratings yet
  • 156
    156
    Document100 pages
    156
    safran
    No ratings yet
  • 153
    153
    Document120 pages
    153
    safran
    No ratings yet
  • 152
    152
    Document167 pages
    152
    safran
    No ratings yet
  • 143
    143
    Document111 pages
    143
    safran
    No ratings yet
  • 151
    151
    Document191 pages
    151
    safran
    No ratings yet
  • 140
    140
    Document87 pages
    140
    safran
    No ratings yet
  • 142
    142
    Document121 pages
    142
    safran
    No ratings yet
  • 146
    146
    Document108 pages
    146
    safran
    No ratings yet
  • 147
    147
    Document170 pages
    147
    safran
    No ratings yet
  • 144
    144
    Document66 pages
    144
    safran
    100% (1)
  • 139
    139
    Document76 pages
    139
    safran
    No ratings yet
  • 137
    137
    Document115 pages
    137
    safran
    No ratings yet
  • 138
    138
    Document97 pages
    138
    safran
    No ratings yet
  • 136
    136
    Document84 pages
    136
    safran
    No ratings yet
  • 133
    133
    Document77 pages
    133
    safran
    No ratings yet
  • 134
    134
    Document79 pages
    134
    safran
    No ratings yet
  • 132
    132
    Document57 pages
    132
    safran
    No ratings yet