You are on page 1of 10

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

Vol. 1, No.1, Oktober 2012 13

DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY

(STUDI KASUS PADA WANITA DEWASA AWAL)

Ria Kurniawaty

Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Jakarta

Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur

Email : kurniawaty.inhere@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to gain insight about the dynamics of self-Injury actors. The approach used in this
research is a qualitative approach with case study method. Subjects in this study is that two actors Injury
non suicidal self-injury self-moderate. Data collection techniques used were observation and interviews.
Data analysis using qualitative data analysis techniques and examination techniques data using
triangulation. Triangulation is used in this study is the triangulation of methods and sources. This study
shows that the psychological dynamics of self-Injury actors in subject 1 came from the family, parenting
adopted in the family persuasive. The role of each member of the family is not running as it should.
Circumstances are not good parents is what makes the subject to self-injury. Lack of attention and
affection from parents makes the subject perform actions that are not controlled by it as self-injury.
Subject 2 showed that the role of the family is quite influential for him. Parenting is applied by the
subject's father was so protective that makes the subject very often want to feel free. This event makes
the subject feel guilty and depressed. Taste is exactly what makes the subject matter that is not doing
well coping with self-injury.

Keywords: Self-Injury, Psychological Dynamics.

1. Pendahuluan

Wanita adalah sosok tangguh dan juga


yang sering membuat wanita direndahkan dan
sering dikatakan lemah dibandingkan pria. Wanita
dilecehkan secara psikis oleh orang-orang
di balik sosok lembutnya menyimpan banyak
disekitarnya. Sehingga banyak dari para wanita
pesona yang luar biasa dalam dirinya namun, karena
khususnya mempunyai masalah psikis yang cukup
sifat wanita yang lembut dan dikatakan lemah inilah
berat, seperti stress terhadap keluarga maupun stress
Jurnal Penelitian dan Pengukuran
Psikologi 14
Vol. 1, No.1, Oktober 2012
terhadap masalah-masalah di lingkungan sekitarnya.
Usia-usia remaja dan dewasa awal
Hal ini sering sekali membuat wanita memendam
masalahnya dan meluapkan masalahnya dengan seorang akan menemukan banyak konflik yang
cara yang tidak baik. Cara-cara inilah yang terjadi kepadanya. Cara penyelesaian konflik atau
terkadang membuat khawatir dirinya dan coping yang ia lakukan merupakan salah satu
lingkungan sekitarnya. gambaran dari bentuk penerapan atau cara yang
Hubungan seorang anak dengan biasa ia lakukan sedari masa kecilnya. Ada
keluarganya merupakan bentuk sosialisasi pertama mekanisme coping yang dilakukan dengan baik
anak tersebut, karena lingkungan awal terbatas pada dan ada mekanisme coping yang dilakukan
rumah, maka hubungan antar keluarga mempunyai dengan baik dari seorang individu itu sendiri.
peran yang penting dalam menentukan sikap dan Mekanisme coping yang baik di lakukan dengan
perilaku seorang anak itu kelak dan hubungannya cara-cara yang positif misalnya menyelesaikan
dengan orang lain. Meskipun pola ini akan berubah masalah dengan baik kepada individu yang
dengan semakin besarnya anak tersebut dan luasnya bersangkutan, mengolah perasaannya sehingga
hubungan lingkungan yang akan dijalaninya, tetapi terbentuk regulasi emosi yang baik dan
pola inti cenderung dimulai dari keluarga dan ini mengarah. Sehingga dapat membantu individu itu
bersifat tetap. Inilah mengapa hubungan keluarga untuk dapat menyelesaikan masalahnya dengan
merupakan unsur yang sangat penting bagi baik namun, lain halnya bagi seseorang yang
perkembangan seseorang baik secara fisik maupun tidak dapat melakukan penyelesaian masalahnya
emosional (Hurlock, 1980). dengan baik. Banyak hal yang dilakukannya
menjadi tidak baik bagi dirinya maupun bagi
Perkembangan emosional pada masa
orang-orang yang berada di luar lingkungannya.
kanak-kanak sampai remaja sangatlah penting
Mereka yang seperti itu cenderung melakukan
perannya bagi perjalanan emosinya. Bahaya awal
aksi penyelesaian masalahnya seperti dengan
emosional seorang anak adalah dominasi emosi
memendam rasa emosinya, dan tidak
yang kurang baik, terutama amarah. Seorang anak
menyalurkannya. Hal ini juga terpengaruh dari
yang mengalami emosi negatif yang terlalu banyak
pembentukan pribadi seseorang dan pola dari
dan hanya sedikit mengalami emosi-emosi yang
lingkungannya, (Hurlock, 1980).
menyenangkan maka hal ini akan mengganggu
pandangan hidup dan mendorong perkembangan Tidak semua orang dapat mengolah
watak yang tidak baik. Perkembangan emosional perasaan ini. Perasaan distress yang ditimbulkan
dapat di dukung dari interaksi sosialnya. akibat tekanan yang dialami dari dalam dan luar
dirinya. Selain itu masalah ini bisa juga
Lebih lanjut menurut Hurlock (1980) masa
disebabkan oleh daya tahan terhadap distresnya
remaja adalah masa perubahan dari masa anak-anak
yang rendah dan tidak terkontrol. Ada sebagian
menuju masa dewasa dan masa dewasa adalah
orang yang melampiaskan distresnya dengan cara
puncak kematangan seseorang dalam hidupnya.
yang negatif dan berdampak buruk bagi dirinya
Dalam menjalani masa transisi ini pasti akan ada
dan lingkungan disekitarnya. Seperti misalnya
konflik yang terjadi, konflik internal (konflik dalam
menyakiti dirinya sendiri dengan cakaran-cakaran
dirinya) maupun konflik eksternal (konflik yang
yang dibuat sendiri, melukai tubuhnya secara
berasal dari luar). Konflik internal misalnya
sengaja sehingga mengkhawatirkan banyak
perasaan malu, perasaan yang mendalam atau putus
orang-orang di sekitarnya. Perilaku menyakiti
asa. Sedangkan konflik eksternal misalnya
atau melukai dirinya sendiri di sebut sebagai
pertengkaran hebat dengan orang yang dicintai,
perilaku Self-Injury.
tidak diterima di lingkungan sosialnya, atau bahkan
mendapatkan perlakuan yang tidak baik dar teman- Self-Injury (Klonsky & Jenifer, 2007)
temannya. Konflik-konflik ini menyebabkan adalah prilaku dimana seseorang sengaja melukai
seseorang menjadi tertekan secara emosional tubuhnya sendiri bukan bertujuan untuk bunuh
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman pada diri melainkan hanya untuk melampiaskan emosi-
dirinya (Walsh, 2006). emosi yang menyakitkan. Banyak yang
melakukannya karena mekanisme ini bekerja dan
bahkan dapat menyebabkan kecanduan, self-
Injury hanya menyebabkan pembebasan yang
bersifat sementara dan tidak mengatasi akar
menarik diri dari lingkungannya karena merasa
permasalahan sehingga seseorang yang pernah
malu dan merasa tidak di terima di
melakukannya akan memiliki kecenderungan
lingkungannya.
untuk mengulanginya dengan peningkatan
Banyak orang yang mengira bahwa self-
frekuensi.
Injury dilakukan untuk mencari perhatian namun,
Pelaku menyakiti diri mereka sendiri
dalam kenyataannya banyak pelaku yang
(self-injury) dalam upaya mengurangi masalah
menyadari keberadaan luka pada tubuh mereka
emosionalnya karena bagi para pelaku lebih baik
dan berusaha menyembunyikannya dengan
sakit fisik dari pada sakit psikis atau sakit secara
memakai baju lengan panjang. Jika orang lain
emosionalnya. Pelaku self-Injury melakukan
menanyakan bagaimana mereka memperoleh luka
tindakan menyakiti diri sendiri secara sengaja
tersebut, mereka akan menjawab dengan cara lain
karena maksud untuk mengurangi ketegangan
misalnya jatuh atau mengalami kecelakaan. Self-
dan merasa lebih tenang yang ia rasakan dari
Injury dipercaya untuk meregulasi emosi dengan
perasaan yang tidak nyaman yang diperoleh dari
merasakan rasa sakit. Lebih mudah untuk
rasa penolakan yang ia rasakan. Perasaan tenang
menghadapi rasa sakit fisik daripada rasa sakit
tersebut hanya bersifat sementara karena pada
emosional. Untuk beberapa orang, cara satu-
dasarnya tindakan ini tidak menyelesaikan
satunya untuk melepaskan tekanan adalah dengan
permasalahan yang sebenarnya terjadi pada
self-Injury. Prilaku ini cenderung muncul setelah
dirinya (Hit & Cha, 2006). Self-Injury merupakan
mengalami pengalaman yang menyedihkan dan
mekanisme coping yang digunakan seseorang
muncul saat seseorang tidak mengetahui cara
secara individu untuk mengatasi rasa sakitnya
untuk mengekspresikan perasaan dengan cara
secara emosional atau menghilangkan rasa
yang lebih sehat. Mereka berpikir jika mereka
kekosongan secara kronis dalam diri dengan
merasakan rasa sakit secara eksternal dimana
memberikan sensasi pada diri sendiri, self-Injury
lukanya terlihat maka mungkin akan ada
sendiri merupakan mekanisme coping yang tidak
kemungkinan untuk sembuh. Mereka juga
baik namun banyak orang yang melakukan
percaya bahwa luka akan membuktikan bahwa
karena memang mekanisme tersebut menjadi cara
rasa sakit emosional mereka nyata.
yang efektif bekerja dan bahkan bisa Sebagian besar pelaku self-injury
menyebabkan kecanduan (Alderman, 1997). mengatakan bahwa self-injury terjadi begitu saja,
Beberapa orang mungkin pergi ketempat
namun hal tersebut juga dapat berkembang
beladiri atau atau tempat hiburan untuk
melakui proses observasi dengan
berolahraga atau untuk melampiaskan kemarahan
memperhatiakan dan mencontoh apa yang
mereka. Beberapa orang mungkin melakukan
dilakukan oleh orang lain. Mereka yang terlibat
jogging, berenang atau yoga, untuk alasan
dalam self-injury memiliki alasan yang kompleks
kesehatan dan juga untuk mendapatkan sensasi
dan kadangkala sulit dimengerti sebagian orang,
kebahagiaan secara fisik atau emosional. Hal itu
sehingga orang yang melakukan self-injury
semua tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh
terlihat seperti orang yang aneh atau orang gila
para pelaku self-Injury karena mereka mengalami
karena melukai dirinya secara sadar (Mounty,
hambatan baik secara psikis maupun fisik dalam
2005). Meskipun tidak seluruhnya, kebanyakan
mengungkapkan kemarahan mereka; Fieldman
pelaku self-injury mengalami penyiksaan di masa
(2000); dalam Mounty, (2005) berpendapat
lalunya, baik secara fisik, emosional, maupun
bahwa. kemungkinan perilaku self-Injury yang
seksual, sehingga pada umumnya kurang mampu
tinggi adalah pada korban kekerasan, dan
mengendalikan emosinya dan cenderung
individu anti sosial, dalam sebuat situasi dimana
menghadapi banyak masalah di kemudian hari
mereka mengalami hambatan baik secara fisik
(Conterio, dalam Mounty, 2005). Menurut Walsh
maupun psikis dan mengungkapkan kemarahan
(1998), para pelaku cenderung melakukan self-
mereka. Hambatan yang terjadi adalah rasa
injury adalah untuk meringankan emosi
rendah diri dan
terlalu banyak

2. Metode
Pelaku self-injury bersifat subjek dimana
sesuai digunakan untuk memahami manusia dalam
alasan dari pelaku berbeda-beda, alasan terjadinya
segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif,
self-injury juga secara subjektif. Oleh karena itu
serta hal-hal yang membutuhkan pemahaman yang
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
mendalam.
Menurut Poerwandari (2005) pendekatan kualitatif
Jurnal Penelitian dan Pengukuran
Psikologi 16
Vol. 1, No.1, Oktober 2012

Metode penelitian kualitatif yang Bentuk wawancara yang digunakan


digunakan dalam penelitian ini dalam penelitian ini adalah Wawancara
menggunakan penelitian studi kasus. dengan pedoman umum, dalam proses ini
Penelitian studi kasus bertujuan untuk peneliti dilengkapi pedoman wawancara
mempertahankan keutuhan (wholesness) yang sangat umum, yang mencatumkan isu-
dari objek penelitian, dalam arti objek isu yang harus diliput tanpa menentukan
dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa
terintegrasi. berbentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman ini
digunakan untuk mengingatkan peneliti
Penelitian ini memilih dua subjek mengenai aspek-aspek yang harus di bahas,
penelitian dan dua orang significant person sekaligus menjadi daftar pengecek
yakni salah satu anggota keluarga dan teman (checklist) apakah aspek-aspek tersebut
dekat subjek. Penelitian ini menggunakan relevan tersebut akan dijabarkan atau
pengambilan sample kasus tipikal yaitu ditanyakan. Wawancara adalah percakapan
kasus yang dipilih adalah yang mewakili dan tanya jawab yang diarahkan untuk
kelompok dari fenomena yang diteliti. mecapai tujuan tertentu (poerwandari,
2002). Pada penelitian ini peneliti
Sumber data pada penelitian ini
menggunakan pedoman wawancara untuk
yaitu pelaku self-injury nonsuicidal. Data
mengurangi penyimpangan dari tujuan
yang digunakan dari penelitian ini yaitu
penelitian, membantu mengarahkan peneliti
berupa catatan wawancara, dan observasi.
mengenai aspek-aspek yang perlu di gali
Observasi dalam penelitian ini dari subjek.
berguna untuk membantu peneliti dalam
Dalam hal ini peneliti melakukan
melihat reaksi dan observasi merupakan
triangulasi sumber data dan triangulasi
metode pengumpulan data yang essensial
metode. Triangulasi sumberdata yaitu
dalam penelitian, kegiatan memperhatikan
mengambil data dari subjek penelitian dan
secara akurat, dengan mencatat fenomena
dari orang-orang terdekat subjek.
yang muncul dan mempertimbangkan
Triangulasi metode yaitu mengambil data
hubungan dengan subjek penelitian
dengan wawancara, catatan lapangan, dan
(Purwandari, 2005). Obeservasi yang
dokumentasi.
digunakan dalam penelitian ini adalah
nonpartisipatif dan di tuliskan secara naratif,
yaitu observer tidak ikuut melakukan apa
yang dilakukan oleh subjek penelitian.

3. Hasil dan Diskusi

Mounty (2005) mengatakan bahwa


mendapatkan perhatian yang penuh kepada
pola asuh orang tua berperan penting bagi
subjek. ayah dan ibu subjek selalu
awal mula terjadinya pembentukan perilaku
memberikan perhatian yang penuh kepada
self-injury, karena ketahanan seorang anak
anak-anaknya. Subjek tidak pernah
didasarkan dari penerapan dia dengan
kekurangan kasih sayang. Namun, sikap
situasi di dalam keluarganya. Dalam
ayah yang otoriter membuat subjek ingin
penelitian ini subjek (AL), tidak
merasa bebas.
mendapatkan perhatian dan bimbingan dari
Dari subjek yang diteliti memang
orang tuanya sejak kecil. Sedari kecil subjek
peran pola asuh dalam keluarga sangat
teloah di bebaskan oleh kedua orang tua
berperan sekali bagi perkembangan
subjek. peran orang tua dalam keluarga
kepribadian seseorang. Pembentukan
subjek tidaklah berjalan normal. Subjek
perilaku self-injury dirasakan subjek karena
(LT) sedari kecil
pera pola asuh orang tua subjek (AL) yang berbagi cerita kepada orang lain mengenai
kurang cukup berperan. Serta peran pola masalah-masalah yang datang kepadanya.
asuh orang tua yang cenderung protective Kenangan masalalu yang tidak
membuat subjek ingin merasakan mengenakan juga dialami oleh subjek LT. ia
kebebasan. menjadi seseorang yang murung dan
Menurut Hurlock (1980), pada menghindar dari orang lain saat ibu subjek
umumnya sikap anak kepada orang tua meninggal dunia. Subjek yang sangat dekat
berbeda-beda dan kehidupan secara dari ibunya tersebut merasa kehilangan
keseluruhan berpola pada kehidupan rumah. sosok seseorang yang paling
menyayanginya. Kejadian lain mengaggu
Meskipun tidak satupun pola pendidikan
dirinya adalah kejadian saat subjek
anak yang dapat menjamin kesesuaian yang berhubungan dengan pacaranya. Saat itu
baik atau penyesuaian yang buruk, baik subjek merasa sangat menyesali
pribadi maupun sosial, ada bukti yang perbuatannya dan menjadi rendah diri.
menunjukan bahwa anak dibesarkan dalam Sehingga dari situ tercetuslah luapan-luapan
suasana rumah yang demokratis umumnya emosi yang tidak terkendali olehnya.
mempunyai penyesuaian diri yang lebih Self-Injury dilakukan sebagai
baik di bandingkan seorang anak yang pembebasan tekanan dalam tubuhnya. Para
dibesarkan secara otoriter. pelaku self-Injury merasakan tubuhnya
Peran orang tua berbeda pada tertekan dan merasakan ketegangan yang
subjek penelitian ini. subjek (AL) tidak mengganggu kenyamanan dirinya. Pelaku
sama sekali mendapatkan peran orang tua self-Injuy berusaha membuang emosi
yang baik baginya. Sedangkan subjek (LT) negatifnya dengan melakukan self- injury.
peran orang tua sangant baik berjalan di (Alderman, 2007).
dalam keluarganya. Sehingga dapat Subjek (AL), yang sedari kecil
disimpulkan bahwa peran orang tua belum tidak mendapatkan perhatian dan kasih
tentu selalu merupakan alasan seseorang sayang orang tuanya, tumbuh menjadi
dalam melakukan self-injury ini. peran perempuan yang bebas dan tidak suka di
orang tua memang penting namun atur-atur. Subjek melakukan segala
bagaimana seorang anak menerimanya itu sesuatunya sesuai dengan keinginan subjek
adalah sebuah proses pembentukan tanpa memikirkan orang lain. Ini juga yang
kepribadian. dilakukan subjek saat menghadapi sebuat
masalah. Ia cenderung merepres masalah
Kebanyakan pelaku self-Injury tersebut dan membiarkan msalah tanpa
mengalami penyiksaan di masa lalunya, menyelesaikannya. Subjek tidak suka
baik secara fisik, emosional, maupun berbagi cerita kepada orang lain. Sehingga
seksual, sehingga pada umumnya kurang setiap masalah yang datang kepadanya
mampu mengendalikan emosinya dan
menjadi sebuah beban tersendiri bagi
cenderung menghadapi banyak masalah di
subjek. Lain halnya dengan subjek (LT)
kemudian hari (Conterio, dalam Mounty,
2005). meskipun ia mengalami kejadian yang
Peristiwa yang terjadi dimasa lalu menggangu dirinya subjek masih dapat
membangun emosional tersendiri bagi menerima dan menyiapkan diri sedangan
subjek (AL) ia selalu terbayang-bayang oleh segala resiko yang akan ia terima. Subjek
peristiwa pertengkaran orang tua subjek. yang di didik oleh orang tua subjek dengan
Peristiwa tersebut terasa sangat membekas
baik menjadi semakin baik dalam
bagi subjek ia tidak mengira bahwa
menghadapai setiap masalah yang ia temui.
pertengkaran orang tuanya itu akan
berakibat fatal baginya. Peristiwa itu Sifat subjek yang terbuka kepada orang lain
menjadi pencetus subjek dalam melakukan juga menjadi salah satu alasan dia lebih siap
pemutusan masalah-masalah selanjutnya. menerima setiap masalah dengan baik.
Subjek merasakan bahwa masalah-masalah Kematangan umur subjek juga menjadi
ia tidak akkan pernah selesai. Subjek
semakin tertekan karena subjek tidak pernah
alasan subjek dalam penerimaan diri dari menyakitkan. Hal ini yang juga dilakukan
masalah yang datang kepadanya. Subjek oleh para subjek.
saat menghadapi sebuah masalah ia akan
bersegera untuk menyelesaikan masalhnya Banyak yang melakukannya karena
itu sesegera mungkin. Namun tekanan- mekanisme ini bekerja dan bahkan dapat
menyebabkan kecanduan, self-Injury hanya
tekanan dari liuar diri subjek menjadikan
menyebabkan pembebasan yang bersifat
subjek terkadang tidak dapat mengontrol sementara dan tidak mengatasi akar
emosi-emosi yang ada dalam dirinya. permasalahan sehingga seseorang yang
Jadi penerimaan diri dalam pernah melakukannya akan memiliki
menghadapi setiap masalah memang kecenderungan untuk mengulanginya
berperan sangat penting sehingga, seseorang dengan peningkatan frekuensi. Self-injury
para pelakunya lebih sering terjadi pada
dapat dengan siap menerima konflik atau
remaja dan orang dewasa muda
masalah yang datang kepadanya, dan ia
dibandingkan dengan orang dewasa madya.
dapat menyelesaikan masalahnya tersebut Remaja dan orang dewasa muda sedang
dengan cara yang baik. Kesiapan diri ini berada dalam masa transisi sehingga sering
juga dibentuk dari lingkungan dan menimbulkan gejolak yang tidak dapat di
kematangan diri seseorang. batasi oleh dirinya sendiri.
Alderman dan Connors (2000) Dinamika psikologis seseorang
adalah suatu perjalanan hidup seseorang dari
mengatakan bahwa sesungguhnya self-
mulai ia dilahirkan sampai dengan ia saat
injury merupakan suatu metode yang ini. Melalui dinamika dapat dilihat dan
digunakan untuk mempertahankan hidup dipaparkan berbagai macam peristiwa dan
dan merupakan suatu coping terhadap kejadian yang terjadi selama kehidupannya.
keadaan emosional yang sulit, seperti Pertistiwa-peristiwa tersebut merupakan
kecemasan, stress, dan perasaan negatif kejadian masalalu yang dapat selalu
lainnya. dikenang dan membekas dalam diri
seseorang. Begitu pula yang dialami oleh
Kedua subjek sepakat bahwa
pelaku self-injury ini. Tahapan-tahapan
melakukan self-injury adalah salah satu dalam hidup seorang pelaku self-injury
bentuk coping yang mereka pilih untuk adalah sebuah rentetan peristiwa penting dan
menyelesaikan masalah mereka. Sebagai sebagai latar belakang ia melakukan
bentuk pelepasan-pelepasan emosi yang tindakan self-injury ini.
tidak terkendali, penyaluran emosi yang Penerimaan diri dalam menghadapi
masalah atau kejadian peristiwa yang terjadi
baik yang subjek pilih.
dalam kehidupan pelaku di masa lampau
Penelitian ini menggunakan dipengaruhi oleh keinginan yang tidak dapat
batasan bahwa subjek yang di teliti adalah tersalurkan. Keinginan yang tidak
bukan seorang pengguna narkoba, berbadan tersalurkan inilah yang kemudian
sehat dan menyadari bahwa ia melakukan membentuk suatu tingkah laku yang
tindakan self-injury. batasan ini di gunakan selanjutnya dijadikan tempat untuk dapat
agar dapat membatasi subjek agar tidak melepaskan keinginan-keinginan yang tidak
tersalurkan tersebut, seperti misalnya
keluar dari konteks penelitian ini. Self-
melukai dirinya sendiri dengan cara
injury adalah perilaku dimana seseorang menyilet tangan, mencakar-cakar tubuhnya,
sengaja melukai tubuhnya sendiri bukan melebamkan bagian tubuhnya. Pelaku self-
bertujuan untuk bunuh diri melainkan hanya injury ini menikmati dan merasakan
untuk melampiaskanemosi-emosi yang pelepasan keinginan dan emosi yang tidak
tersalurkan dari masalahnya tersebut.
Analisis Psikopatologis Antar Subjek

Kategorisasi Subjek 1 (AL) Subjek 2 (LT)


Childhood Event Kurang mendapatkan Subjek mendapatkan
perhatian dari perhatian dan kasih sayang
orangtua dan keluarga dari orangtua subjek secara
Hubungan dengan utuh dan penuh
orangtua tidak berjalan Ayah memberikan perhatian
dengan baik yang protektif kepada
Melihat pertengkaran subjek.
orangtua sejak duduk Peran orangtua
kelas 4 sekolah dasar sangat berjalan
Peran orangtua tidak dengan baik. Ibu
berjalan dengan baik. meniggal
Hubungan ayah dan ibu
tidak harmonis
Later life Merasa disalahkan oleh
ayah, melakukan Subjek kehilangan sosok
percobaan bunuh diri. ibu Ayah subjek sangat
Orangtua subjek bercerai menjaga subjek.
Subjek mendapatkan Subjek merasakan ingin
kebebasan sepenuhnya dari bebas dari sikap protektif
orangtua subjek ayahnya
Subjek melakukan Subjek melakukan
hubungan intim dengan hubungan intim dengan
pacar subjek pacar subjek
Subjek kehilangan sosok Merasa sangat tertekan dan
seorang ayah. bersalah
Subjek menjadikan pacar
subjek sebagai pengganti
Conditioning event Kecewa terhadap sikap peran ayah
orangtua Sikap ayah yang terlalu
Ayah yang tidak berperan protektif
baik dalam keluarga Perasaan kehilangan sosok
Kecewa terhadap keluarga ibu
yang tidak harmonis Pembatasan yang di berikan
Precipitating event Orangtua yang sering ayah
bertengkar Pertengkaran dengan pacar
Subjek yang merasa selalu subjek
disalahkan oleh ayah
Complex Tidak diperhatikan
oleh orangtua Perhatian yang
Peran keluarga yang tidak berlebihan dari orangtua
baik Sikap ayah yang
Selalu memendam protektif Memendam
masalah masalah
Putus cinta dan hubungan
dengan pacar tidak baik
Self-injury behavior Intensitas subjek
melakukan self-injury
sering Intensitas subjek melakukan
Self-injury dilakukan self-injury tidak sering.
subjek dengan
Self-Injury subjek dilakukan
dengan menggunakan silet
Subjek merasa lebih baik
Jurnal Penelitian dan Pengukuran
Psikologi 20
Vol. 1, No.1, Oktober 2012

menggunakan silet ketika melakukan self-injury


Subjek merasa tenang saat Subjek melakukan self-
setelah melakukan self- injury sebagai emosi subjek
injury tidak tersalurkan
Subjek melakukan self- Self-injury dilakukan subjek
injury sebagai pelepasan karena subjek merasa cemas
emosi-emosi subjek. sehabis melakukan
Awal mula melakukan hubungan dengan pacar
self-injury karena melihat subjek
orangtua subjek
bertengkar
Simptom Gelisah Menarik diri
Cemas Tidak perceya diri
Rendah diri Gelisah
Melukai diri Melukai diri

4. Kesimpulan

Self-injury dalam penelitian ini


masalahnya, sehingga penerimaan diri
dilakukan oleh wanita. Secara keseluruhan
terhadap masalahnya kurang baik bagi
subjek ini cenderung melakukan self-injury subjek. ia cenderung menghindar dari
untuk membantunya mengalihkan emosi masalah dan membiarkan masalah tidak
yang ia rasakan dan berusaha menghindari terselesaikan. Tumbuh dengan tanpa arahan
masalahnya. Meskipun cara penyampaian dari orang tua membuat subjek mengikuti
dan penyelesaian masalah mereka berbeda, pergaulan bebas, sehingga apabila menerima
namun mereka cenderung tidak suatu konflik ia melakukan coping dengan
menyampaikan setiap masalah pada orang cara yang tidak baik yang menghawatirkan
yang bersangkutan dan sebagai bentuk dirinya sendiri serta orang lain.
refleksi dari masalah yang ditimbulkan oleh Subjek LT didapatkan hasil bahwa
orang lain kepada diri subjek. Mereka lebih peran keluarga cukup berpengaruh
melakukan self-injury sebagai cara banginya. Pola asuh yang di terapkan oleh
penyelesaian mereka. Subjek cenderung keluarga subjek sangatlah baik, namun
memendam masalahnya dan membiarkan sikap ayah yang terlalu protective membuat
masalahnya tidak terselesaikan. Pengasuhan subjek sering sekali ingin merasakan bebas.
dan pengajaran yang di terapkan di dalam Perasaan-perasaan ingin bebas inilah yang
keluarga cukup berperan bagi subjek mendorong subjek untuk mencoba hal-hal
sebagai pemicu perilaku self-injury ini. baru dalam hidpunya, sampai ia tidak dapat
Subjek AL melakukan self-injury di mengontrol tingkahlakunya dan melakukan
dasari oleh faktor keluarga. Pola asuh yang sebuah hubungan dengan lelaki teman
diterapkan di dalam keluarga AL tidaklah dekatnya. Peristiwa ini menjadikan subjek
baik. Peran masing-masing anggota merasa bersalah dan tertekan. Rasa
keluarga tidak berjalan sebagaimana tersebutlah yang menjadikan subjek
mestinya. Sikap orang tua yang kasar dan melakukan coping masalah yang tidak baik
tidak memberikan contoh yang baik kepada dengan melakukan self-injury. Subjek
subjek. keadaan orang tua yang tidak baik bukanlah merupakan orang yang tertutup ia
inilah yang membuat subjek melakukan berbagi cerita kepada orang-orang
self-injury. Kurangnya perhatian dan kasih terdekatnya, namun subjek kurang dapat
sayang dari orang tua membuat subjek mengontrol emosi-emosi dari konflik-
melakukan tindakan-tindakan yang tidak konflik yang ia hadapi. Hal inilah yang
terkontrol olehnya seperti melakukan self- menjadikan subjek melakukan self-injury
injury. Subjek merupakan orang yang sebagai coping dan pelepasan masalah
tertutup sehingga ia sering sekali yang ia rasakan.
merepress
Terjadinya perilaku self-injury subjek. Penerimaan diri dalam
bergantung pada keadaan emosional, penyelesaian masalah seseorang menjadi
sehinga setiap subjek berbeda durasi dan salah satu faktor dalam terjadinya perilaku
kelangsungan perilaku self-injury nya. self-injury.

Daftar Pustaka

Alderman, T. (1997). The scarred


Hyman.J. (1999). Women Living
soul: Understanding & ending self-inflicted
With Self-Injuri. Philadelphia: Temple
violence. Oakland, CA : New Harbinger.
University Press.
Barent W. Walsh, (2006) Treating
Self-Injuri: A Practical Guide. New York: Ilmi, Rizqi. T, M. (2011).
Guilford Press. Pengaruh kematangan emosi terhadap
kecenderungan perilaku self-injury pada
Connors, R. E. (2000). Self-Injuri: remaja. Skripsi (tidak diterbitkan).
psychotherapy with people who engage in Universitas Islam Syarif Hidayatullah
self-inflicted violence.Northvale, NJ: Jakson Jakarta.
Aronson Inc.
Kettlewell. C. (1999). Skin Game:
Creswell. Jhon. W., (2010). A Cutter's Memoir. New York: St Martin's
research desain (qualitative, quaititative,
and mixed method approaches. Third Klonsky, E. D., Muehlenkemp, J. J
Edition. Jakarta: pustaka pelajar (2007). Self injury: A research review for
the practioner. Wiley interscience.
Favazza.A.R. (1987). Bodies
Under Siege: Self-Mutilation in Culture and Klonsky, E. D., Oltmanns, T. F., &
Psychiatry. Baltimore: Johns Hopkins Turkheimer, E. (2003). Deliberate self-harm
University Press in a nonclinical population: Prevalence and
psychological correlates. The American
Favazza. A., Conterio. K., (1989). Journal of Psychiatry,
Female habitual self-mutilators. Acta
Psychiatrica Scandinavica79:283-289 Levenkron.S. (1998). Cutting:
Understanding and Overcoming Self-
Favazza, A. R. (1996). Bodies Mutilation. New York: Norton.
under siege: self-mutilation and body
modification in culture and psychiatry (2nd Mazelis, R. (2008). Self-Injuri:
edition). CA: Jhons Hopkins University understanding and responding to people
Press. who live whit self-inflicted violence.
California : national center for trauma-
Favazza, A. R. (1996). Bodies informed care.
under siege: Self-mutilation and body
modification in culture and psychiatry. Muehlenkamp.et al. (2012). Child
London: The John Hopkins University and Adolescent Psychiatry and Mental
Press. Health.
h ttp://www.capmh.com/content/6/1/12 6:10
Hilt.L.M., Cha.C.B.,
Nolen.Hoeksema.C. (2008). Nonsuicidal Muehlenkamp. J. J. (2007).
self-Injuri in young adolescent girls: Gutierrez PM: Risk for suicide attempts
Moderators of the distress-function among adolescents who engage in non-
relationship. J.Consult Clin Psychol suicidal self-Injuri. Arch Suicide Res

Hulock. Elizabeth. (1980). Monty. P. S., Tresno. F. ( 2005).


Psikologi Perkembangan edisi kelima Dinamika emosional pelaku self-Injuri,
terjemahan. Jakarta: Penerbit erlangga Jakarta: Universitas Taruma Negara.
Patton GC, and all. (2007).
Pubertal stage and deliberate self-harm in
adolescents. J.Am Acad Child Adolesc
Psychiatry

Pegerl, Naomi, L. (2010). A


comparison of the fuction or eating disorder
behaviors to non-suicidal self-injury.
Disertation and These. Universiti of north
Dakota.

Spigner, C., Shigaki, A., & Tu, S.


P. (2005). Perceptions of Asian American
men about tobacco cigarette consumption:
A social learning theory framework. Journal
of Immigrant Health.

Stanley, B., Winchel, R. M.,


Molcho, A., Simeon, D., & Stanley, M.
(1992). Suicide and the self-harm
continuum: Phenomenological and
biochemical evidence. International Review
of Psychiatry.

Stein, D., Lilenfield, L. R. R.,


Wildman, P. C., & Marcus, M. (2004).
Attempted suicide and self-Injuri in patients
diagnosed with eating disorders.
Comprehensive Psychiatry.

Strong.M. A., Bright. (1998). Red


Scream: Self-Mutilation and the Language
of Pain. New York: Viking

Sugiyono. (2009). Metode


penelitian kuantitaif, kualitatif, dan R&D.
Cetakan ke Jakarta: cv. Alfabeta

Supardi, Sawitri. (1982).


Paradigma Psikopatologi. Bandung: biro
psikologi psikodinamika

Turner, V. J. (2002). Secret scars:


Unconvering, and Understanding the
addiction of self-injry. Center city, MN:
Hazelden

Walsh. B, Rosen P (1988). Self-


Mutilation: Theory, Research, and
Treatment. New York: Guilford

You might also like