You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kulit merupakan suatu penyakit yang menyerang pada

permukaan tubuh, dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab (Susanto & Ari

2013). Penyakit kulit dapat juga disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasite.

Lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam

penyakit kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit

kulit yaitu iklim yang panas dan lembab (Candra, Asmuji, Permatasari 2015).

Kesehatan kulit perlu diperhatikan, karena kulit tidak bisa dipisahkan

dari kehidupan manusia (Muttaqin & Sari 2011). Penyakit kulit banyak dijumpai

di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut

yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun jamur.

Menurut data Depkes RI prevalensi penyakit kulit di seluruh Indonesia di

tahun 2012 adalah 8,46 % kemudian meningkat di tahun 2013 sebesar 9%.

Penyebab penyakit kulit selain bakteri, parasit, maupun jamur yaitu kurangnya

pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan kulit. Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Lasaib, Joseph & Akilli (2015) sebesar 84,2 %

menyimpulkan bahwa mayoritas responden mengalami kejadian penyakit kulit.

Di Indonesia pada tahun 2011 didapatkan jumlah penderita scabies

sebanyak 6.915.135 (2,9%). Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2012

yang jumlah penderita scabies diperkirakan 3,6% dari jumlah penduduk ( Depkes

RI, 2012 )

7
9

Determinan penyakit scabies tidak terlepas dari faktor host (manusia),

agent (tungau), dan environment (lingkungan). Penelitian ini menelaah

determinan terhadap kejadian scabies dari aspek karakteristik masyarakat,

perilaku (pengetahuan, sikap, kebersihan diri) dan penyediaan air bersih.

Hendrik L. Blum (1974) menyatakan bahwa ada empat faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan

masyarakat. Keempat faktor tersebut yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan

pelayanan kesehatan. Disamping berpengaruh kepada kesehatan, juga saling

berpengaruh antara satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara

optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai

kondisi yang optimal pula. (Notoatmodjo, 2007).

Scabies menurut WHO merupakan suatu penyakit signifikan bagi

kesehatan masyarakat karena merupakan kontributor yang substansial bagi

morbiditas dan mortalitas global. Prevalensi scabies di seluruh dunia dilaporkan

sekitar 300 juta kasus pertahunya (Nugraheni, 2016)

Dalam mencegah terjadinya penyakit scabies, maka perlu menjaga

personal hygiene yang baik. Personal hygiene adalah perawatan diri yang

dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan baik secara fisik maupun

mental (Saputra 2013).

Berpenampilan bersih, harum, dan rapi merupakan dimensi yang sangat

penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan individu secara umum (Mubarak

2015). Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan,

dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan
3

mencegah terjadinya penyakit kulit. Bila seseorang memiliki penerapan personal

hygiene yang kurang, maka dapat mempermudah pertumbuhan jamur yang ada di

kulit dan menyebabkan terjadinya penyakit kulit (Raples 2013).

Hal ini didukung dari hasil penelitian Ni’mah dan Badi’ah (2015) sebesar

68,6% menyimpulkan bahwa mayoritas responden mengalami kejadian penyakit

kulit disebabkan karena personal hygiene yang masih kurang. Personal hygiene

yang masih kurang mengakibatkan terjadinya penyakit kulit yang biasanya terjadi

di lingkungan yang padat hunian, seperti di asrama atau pondok pesantren. Hal ini

sudah melekat dengan mitos yang ada dari dahulu, apabila seseorang terkena

penyakit kulit terutama scabies, ilmu agama yang diajarkan akan meningkat.

Sehingga hal tersebut sudah menjadi hal yang dianggap biasa oleh para siswa,

maka mereka tidak merasa takut dengan keadaan tersebut.

Pondok pesantren adalah sekolah islam yang berasrama dan pendidikan

umum presentase ajarnya lebih tinggi ilmu agama dari pada ilmu umum

(Ismihayati, 2013). Para pelajar disebut sebagai santri dan mereka tinggal

diasrama yang sudah disediakan oleh pondok pesantren tersebut.

Pesantren memang beresiko tertular penyakit kulit,khususnya skabies

dimana santri tinggal bersama dengan teman-teman dalam satu kamar. Ditambah

lagi perilaku yang tidak sehat seperti menggantung pakaian dikamar, sering

bertukar benda pribadi ( pakaian atau alat sholat, handuk), tidur yang saling

berhimpitan, dan sebagainya yang menyebabkan penyakit skabies (Ismihayati,

2013)
9

Peneliti melakukan observasi langsung terhadap pondok pesantren yang

berada di Ciamis. Dari hasil observasi pondok pesantren tersebut, peneliti memilih

penelitian di pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis, karena Pesantren

Darussalam merupakan salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Ciamis. Dari

hasil studi pendahuluan laporan klinik pondok pesantren Darussalam pada tahun

2018 sebanyak 157 santri terkena scabies.

Dari hasil wawancara, observasi dan penyebaran kuesioner kepada santri

di pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis didapatkan data bahwa dari

populasi 157 orang yang diambil sampel sebanyak 16 responden, Diantaranya

mengalami scabies. Responden yang terkena scabies mayoritas responden juga

masih memiliki personal hygiene yang masih kurang yaitu dari 16 santri di dapat

hasil 62,5% santri dengan personal hygiene kurang seperti tidak mengganti

pakaian 2x sehari, menggantung pakaian di kamar, saling bertukar pakaian sesama

teman, tidak mandi setelah melakukan kegiatan (olahraga), tidak menjemur

handuk di bawah terik sinar matahari setelah mandi, menggunakan sabun mandi

secara bersama, tidak mencuci tangan menggunakan sabun, tidak menjemur kasur

dalam seminggu sekali, dan tidak mengganti sprei dalam seminggu sekali.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitan

dengan judul “ Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies di Pondok

Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “ adakah hubungan personal hygiene dengan kejadian

scabies di pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies di

pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan kejadian scabies di pondok pesantren Darussalam

Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

2. Mendeskripsikan personal hygiene di pondok pesantren Darussalam

Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

3. Menganalisis hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies di

pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada hubungan personal hygiene

dengan kejadian scabies di pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis

Tahun 2019.
9

2. Lingkup Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

secara survei analitik dengan menggunakan desain case control.

3. Lingkup Keilmuan

Bidang ilmu yang diteliti merupakan lingkup kesehatan masyarakat

dengan peminatan Epidemiologi.

4. Lingkup Tempat

Penelitian dilaksanakan Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten

Ciamis.

5. Lingkup Sasaran

Pada kasus yakni santri mondok umur 13-18 tahun.

6. Lingkup Waktu

Waktu yang dilaksanakan dalam penelitian ini Tahun 2019.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama di

bangku kuliah di bidang Kesehatan Masyarakat dalam bentuk penelitian

ilmiah mengenai hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies di

pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

2. Bagi Pesantren

Sarana pemberian informasi bagi Pondok Pesantren Darussalam tentang

hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies di pondok pesantren


7

Darussalam sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan

dan penanggulangan kasus scabies di Pondok Pesantren Darussalam.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi media belajar

komprehensif dalam mengaplikasilan ilmu yang telah diperoleh selama

mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Scabies

A. Definisi Scabies

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)

Sarcoptes scabei termasuk dalam kelas Arachnida. Penyakit scabies sering

disebut kutu badan, penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia,

dari hewan ke manusia, dan sebaliknya (Widodo, 2013: 312). Menurut Sarwiji

(2011: 547) scabies merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh infestasi

Sarcoptes scabiei var. hominis (kutu mite yang membuat gatal) yang memancing

reaksi sensitivitas. Scabies muncul diseluruh dunia dan mudah terjangkit oleh

kepadatan penduduk tinggi dan kebersihan buruk, dan bisa endemik.

Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kulit lewat kulit) seperti

berjabat tangan, tidur bersama, berhubungan seksual. Penularan secara tidak

langsung (melalui benda) melalui handuk, pakaian, bantal, sprai, dan selimut

dipakai secara bergantian (Monsel and Chosidow, 2012).

Penyakit ini sering juga disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven

year itch, Gudikan, Gatal Agogo, Budukan atau Penyakit Ampera (Handoko,

2008). Penyakit skabies biasanya menghinggapi pasien dengan hygiene yang

buruk, miskin dan hidup dalam lingkungan yang padat dan kumuh (Susanto,

2009).

Penyakit kulit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu

aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus
9

scabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk,

status ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas

hygiene pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek (Djuanda, 2007).

B. Gejala Scabies

Gejala utama skabies adalah gatal, yang secara khas terjadi di malam hari.

Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada scabies, yaitu terowongan dan ruam.

Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki, khususnya bagian

samping jari tangan dan kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung

kaki. Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter hingga

beberapa centimeter, biasanya berliku-liku dan ada vesikel pada salah satu ujung

yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan, seringkali

eritema ringan (Brown dkk, 2012)

Ruam scabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama

terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi

alergi tubuh terhadap tungau (Brown dkk,2002). Selain itu juga dapat terjadi lesi

sekunder akibat garukan maupun infeksi sekunder seperti eksema, pustula,

eritema, nodul dan eksoriasi (Habif,2013).

C. Etiologi

Widodo (2013: 313) menyatakan penyebab skabies disebabkan oleh

tungau Sarcoptes scabiei, yang berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang

kaki. Dua pasang kaki di bagian anterior menonjol keluar melewati batas badan,

dua pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Selain itu,
9

penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang

buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan yang lembab, dan kurang mendapat

sinar matahari secara langsung.

Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai berwarna coklat yang

mengeras dan terletak pada thoraks. Thoraks dan abdomen menyatu membentuk

idiosoma, segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Ukuran tungau betina

berkisar antara 330-450 x 250-350 µm, sedangkan tungau jantan berukuran

lebih kecil yakni 200-240 x 150-200 µm. Baik jantan maupun betina memiliki

bentuk seperti cakar yang berguna untuk mencengkeram kulit inang yang

ditinggalinya (Sudarsono 2012; Centers for Disease Control and Prevention

2010; Griana 2013).

Tungau tinggal di dalam stratum korneum (lapisan tanduk) kulit dan

memakan cairan sel. Tungau menggali hanya dilapisan bagian atas kulit dan

tidak pernah sampai di bawah stratum korneum. Tungau jantan akan mati setelah

melakukan kopulasi sedangankan tungau betina yang telah dibuahi akan

menggali terowongan untuk meletakkan telur dalam terowongan sampai

mencapai jumlah 40-50 butir (Sudarsono 2012; Centers for Disease Control and

Prevention 2010; Griana 2013; Leone 2008).

Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 2-4 hari. Sebagian larva

tinggal di dalam terowongan dan sebagian lain keluar dari terowongan menuju

permukaan kulit membentuk kantung kecil di stratum korneum. Larva mendapat

makanan dan berkembang dalam kantung, setelah 2-3 hari larva keluar dari

kantung menjadi nimfa. Selanjutnya nimfa akan berkembang menjadi bentuk


11

tungau dewasa jantan atau betina dalam 3-6 hari. Siklus hidup dari telur sampai

bentuk dewasa berlangsung antara 10-14 hari. Pada kasus skabies klasik dapat

ditemukan 5-10 tungau betina yang hidup, sedangkan pada kasus skabies yang

sudah membentuk krusta, akan ditemukan ratusan bahkan jutaan tungau betina

(Sudarsono 2012; Griana 2013; Leone 2008; Centers for Disease Control and

Prevention 2010).

D. Patogenesis

Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan

ekskreta tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi.

Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula,

vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskorisasi

(lecet sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh yang mengering

pada permukaan kulit) dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).

E. Diagnosis

Menurut Handoko, 2013, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya

dua dari empat tanda kardinal scabies yaitu:

a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

c. Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih

atau keabu-abuan, berbentuk lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1


9

cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat

presileksinya adalah tempat-tempat dengan stratum korneum yang tipis

seperti jari-jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus,

genetalia pria dan perut bagian bawah.

d. Menemukan tungau atau terowongan.

F. Epidemiologi Scabies

Scabies merupakan penyaki epidemik pada banyak masyarakat, ada

dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Penyakit ini

banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai

semua umur, insiden semua pada pria dan wanita (Hendra, 2012).

Insiden scabies pada negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang

sampai saat ini belum dapat dijelaskan, interval dari akhir suatu epidemik pada

permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi penyeberannya adalah kemiskinan, hygiene yang buruk,

seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat

sensitasi individual, insidensi di Indonesia cukup tinggi khusus di daerah Jawa

Barat (Hendra 2012).

G. Klasifikasi Scabies

Menurut Sudirman (2006) scabies dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Scabies pada orang bersih (Scabies in the clean)


13

Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain.

Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.

Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

b. Scabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun

vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk

kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.

c. Scabies noduler (Nodular Scabies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah

tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa

tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.

d. Scabies in cognito

Scabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid

topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki

gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap

menular.

e. Scabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)

Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi

terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri

bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.

f. Scabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik )


9

Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi

keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

g. Scabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

terbaring di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya

terbatas.

h. Scabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain

Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan

penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan

biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.

i. Scabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS)

Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.

j. Scabies dishidrosiform

Jenis ini di tandai oleh lesi ber upa kelompok vesikel dan pustula

pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh

dengan obat antiskabies (Sudirman, 2006).

H. Pencegahan Scabies

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang

melakukan kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan

topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah

penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau


15

scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain menggunakan

obat-obatan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah upaya

peningkatan kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Mencuci bersih bahkan sebagian ahli menganjurkan merebus handuk,

seprai maupun baju penderita scabies, kemudian menjemurnya hingga

kering. Menghilangkan faktor predisposisi, antara lain dengan

penyuluhan mengenai hygiene perorangan dan lingkungan.

2. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.

3. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi

untuk memutuskan rantai penularan (Departemen Kesehatan RI,

2013:210).

2. Personal Hygiene

A. Definisi Personal Hygiene

Menurut Dermawan dan Jamil (2013: 27), personal hygiene adalah suatu

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana

seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.

Sedangkan menurut Badri (2008), pemeliharaan kebersihan diri berarti

tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan

diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang

meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, dan kebersihan genitalia. Pendapat
9

yang lainnya juga dikemukakan oleh Aziz Alimul H (2006: 116), personal

hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis.

Personal Hygiene santri yang mempengaruhi kejadian scabies meliputi:

a. Kebersihan Kulit

Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan - kebiasaan yang sehat

harus selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang keperluan

sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai

sabun, menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama banyak

sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan. kulit sebagai

pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga

kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman,

parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan

oleh parasit adalah Scabies (Djuanda, 2010).

Menjaga kebersihan tubuh merupakan hal utama untuk menjaga

kesehatan. Untuk menjaga kebersihan tubuh sebaiknya melakukan mandi

dua kali sehari, dan menghindari kontak langsung dengan penderita,

karena parasit sangat mudah menularpada kulit. Selain itu scabies juga

dapat menular melalui kontak tak langsung, seperti bergantian pakaian,

untuk itu kita harus memakai barang pribadi secara individu. Meskipun

scabies bukan penyakit yang mematikan, akan tetapi harus sesegera

mungkin diobati karena sangat mengganggu. Agar terbebas dari infeksi


17

ulang penyakit scabies maka perlu melaksanakan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam

di cairan antiseptik.

b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan

gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci

kering.

c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.

d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes,

2007).

b. Kebersihan Tangan, kaki dan Kuku

Tangan, kaki, dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari

berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan

bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit – penyakit tertentu.

Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka harus membersihkan

tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur, membersihkan

lingkungan, dan mencuci kaki sebelum tidur. Menjaga kesehatan kaki

dan tangan dengan cara menjaga kebersihannya :

a. Mencuci tangan setelah selesai memegang sesuatu yang kotor.

b. Mencuci kaki setiap selesai bermain di luar rumah dan sebelum tidur.

c. Pakailah alas kaki (sandal, sepatu) bila bermain di tempat yang

lembab, di
9

tanah kotor. Saat mandi bersihkan sela-sela kaki dan tangan. Untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan kuku sebaiknya kuku yang panjang

akan mempermudah kotoran masuk dan sebagai tempat tinggal kuman.

Cara menjaga kesehatan kuku :

a. Memotong ujung kuku sampai beberapa millimeter dari tempat

perlekatan antara kuku dan kulit, dan sesuaikan dengan bentuk

ujung jari.

b. Mengkikir tepi kuku yang telah dipotong agar menjadi rapi dan

tidak tajam.

c. Mencuci kuku dengan sabun dan sikat sampai bersih dengan

menggunakan air hangat, lalu keringkan dengan handuk kecil atau

lap. Sebaiknya memotong kuku seminggu sekali (Tim Pembina

UKS Prop. Jawa Barat, 2014). Kebersihan tangan harus selalu

dijaga.

c. Kebersihan Genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genetalia,

banyak kaum remaja putri dan putra mengalami infeksi di alat

reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah

mengalami skabies diarea tertentu maka garukan di area genitalia akan

sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area

genitaliamerupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari.

Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam lingkup pondok

pesantren , Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh


19

dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan kebelakang bukan

belakang kedepan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan

akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari

belakang (dubur) akan masuk kedalam alat genital. Jadi hal tersebut,

harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain selain

cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila

ia mengenakan celana dalam, pun pastikan celananya dalam keadaan

kering. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan

meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu

seringlah mengganti celana dalam (Safitri, 2008).

d. Kebersihan Pakaian

Trisnawati (2014), bahwa ada hubungan antara praktik mandi

memakai sabun, kebiasaan bertukar pakaian dengan santri lain dengan

kejadian scabies.

e. Kebersihan Handuk

Berdasarkan penelitian Muslih (2012), di Pondok Pesantren

Cipasung Tasikmalaya menunjukan kejadian scabies lebih tinggi pada

responden yang menggunakan handuk bersama (66,7%), dibandingkan

dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30,4%),

dan dari hasil uji statistik perilaku ini mempunyai hubungan dengan

kejadian scabies.
9

f. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

Kejadian scabies lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak

menjemur kasur (54,5%) dan menunjukan adanya hubungan antara

menjemur kasue minimal 2 minggu sekali dengan kejadian scabies. Hal

ini sesuai dengan penelitian frenki (2011) di Pondok Pesantren Darel

Hikmah Kota Pekanbaru, bahwa variabel Kebersihan Tempat Tidur dan

Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian scabies

dengan nilai p=0,000(p<0,05).

B. Tujuan Personal hygiene

Menurut Dermawan dan Jamil (2013: 28), personal hygiene bertujuan

untuk:

1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2. Memelihara kebersihan diri seseorang

3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

4. Mencegah penyakit

5. Menciptakan keindahan

6. Meningkatkan rasa percaya diri


21

C. Faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Dermawan dan jamil (2013: 28), faktor-faktor yang

mempengaruhi personal hygiene adalah:

1) Body image

Gambaran individu terhadap dirinya yang mempengaruhi kebersihan

diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak

peduli dengan kebersihan dirinya.

Body image seseorang berpengaruh dalam pemenuhan personal

hygiene karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli

terhadap kebersihannya (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

2) Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3) Status sosial ekonomi

Personal hygiene memerlukan uang untuk menyediakan alat dan bahan

dalam melaksanakan mandi seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo.

4) Pengetahuan

Pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada

pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5) Budaya

Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.
9

6) Kebiasaan seseorang

Kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan

diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

7) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang

dan perlu bantuan untuk melakukannya.


3. Kerangka Teori
Sumber
Penularan

Faktor Personal
Pengetahuan Hygiene

Perilaku Kebersih Kebersihan Kebersi Kebersi Kebersi Kebersih


an Kulit Kaki,
han han han an
tangan, Tempat
kuku Genitali handuk Pakaian
Tidur dan
a Sprei

Sanita
Faktor si
Kesehatan
Lingkungan
air Scabies

Kepadatan
Penduduk

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Modifikasi Bloom dan Notoatmojo (2003)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Personal Hygiene:

1. Kebersihan Kulit Scabies


2. Kebersihan Kaki, Tangan
dan Kuku
3. Kebersihan Genitalia
4. Kebersihan Handuk
5. Kebersihan Pakaian
6. Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei

Variabel pengganggu
** Pengetahuan
** Kepadatan Penduduk

Keterangan:

** diteliti tapi tidak dianalisis

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan

baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga

dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah

penelitian belum jawaban yang empiris.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ada hubungan Personal Hygiene dengan kejadian Scabies di Pondok

Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel Bebas Adalah yang mempengaruhi atau independent

(Notoatmojo, 2010 ) Variabel bebas dalam penelitian ini Personal

Hygiene.

2. Variabel Terikat

Variabel Terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau dependent

(Notoarmojo, 2010) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Kejadian Scabies.

3. Variabel Pengganggu (Confounding)

Variabel pengganggu pada penelitian ini pengetahuan dan Kepadatan

penduduk.
D. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel

N Variabe
Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala
o l
Variabel Terikat
1. Ya
Penyakit kulit yang 2. Tidak
disebabkan oleh Wawancara Kriteria :
`1 Scabies investasi tunggal menggunaka Ya = Jika Responden Nominal
sarcoptesscabiei n kuessioner didiagnosa Scabies
(Djuanda, 2007) Tidak = Jika responden
tidak didiagnosa scabies
Variabel Bebas
Upaya tiap santri
untuk menjaga
kebersihan diri,
1. Hygiene Baik
khususnya
1. Hygiene
1. Kebersihan
Buruk
Kulit
Kriteria :
2. Kebersihan
1. Hygiene Baik,Jika
Kaki, Tangan
skor yang diperoleh
dan Kuku Wawancara
Personal responden = > 50% Nomina
1 3. Kebersihan menggunaka
Hygiene 1. Hygiene Buruk, Jika l
Genitalia n kuessioner
skor yang diperoleh
4. Kebersihan
responden=< 50%
Handuk
5. Kebersihan
(Leowaldi Purba,
Pakaian
2012:51)
6. Kebersihan
Tempat Tidur
dan Sprei
(Badri, 2008)

E. Metode Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain

penelitian case control. Desain ini menentukan hubungan paparan penyakit

dengan cara menentukan sekelompok orang yang menderita penyakit


(kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita penyakit (kontrol),

kemudian membandingkan frekuensi paparan pada kedua kelompok tersebut

(Faris, 2015).

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi Kasus

Populasi adalah diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri

dari : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Perkiraan sampel, jumlah populasi

mengacu pada data penyakit scabies di Pondok Pesantren Darussalam

yaitu 157 santri.

2. Sampel kasus

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita Scabies di Pondok

Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis.

a. Kelompok kasus

Kelompok kasus adalah penderita Scabies di Pondok Pesantren

Darussalam Kabupaten Ciamis.

b. Kelompok kontrol

Kelompok kontrol adalah bukan penderita Scabies.

c. Besar sampel

Besar sampel minimal diambil dari populasi untuk

pendugaan prevalensi Scabies di Pondok Pesantren Darussala


Kabupaten Ciamis, berdasarkan perbedaan dua proporsi

populasi dan untuk melihat perbedaan risiko antara dua

kelompok dengan mengacu penelitian sebelumnya

menggunakan rumus sampel (Lamenshow, 1997).

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel

pada penelitian ini adalah jumlah penderita scabies di pondok pesantren

Darussalam dengan perhitungan rumus Lameshow:


2 ❑
α
n=N Z 1− ( Z ) P ( 1−P )

2
α
(N -1) d + Z 1−
2
( Z )
.P (1-P)

= 157 x (1,645)2 x 0,5 (1- 0,5)


(157 – 1) x (0,1)2 + (1,645)2 x 0,5 (1 – 0,5)

= 157 x 2,70 x 0,25

157 (0,01) + 2,70 x 0,25

= 105,975

2,24

n=47,310 (dibulatkan 47)

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = jumlah populasi
α
Z (1 - ) = nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan,
Z

90 % = (1,645)2

P = proporsi kejadian 0,5

d = besar penyimpangan (0,1)

Dari perhitungan tersebut didapatkan besar sampel 47, untuk penelitian

ini ditentukan besar sampel adalah dikalikan 2 atau 1:1, sehingga besar

sampel dalam penelitian ini adalah 94

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidential

Sampling yaitu teknik panentuan sampel yang dilakukan dengan

mengambil responden atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia di

suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).

1. Teknik sampling

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengambilan

accidental sampling sebanyak 47 santri.

2. Kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel kasus

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia menjadi responden dan menandatangani surat persetujuan

(informed consent)

2) Penderita penyakit scabies yang sedang atau pernah berobat ke

Poskestren

3) Santri yang mondok di Pesantren Darussalam

4) Penderita yang berusia 13-18 tahun

5) Mampu berkomunikasi dan memiliki ingatan yang baik


6) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

Responden tidak bersedia di wawancara.

G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memperoleh data melalui teknik

pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Dalam pertanyaan

kuesioner yang peneliti buat disediakan pertanyaan tertutup merupakan

pertanyaan yang sudah disediakan alternatif jawabannya sehingga

responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap

benar menurut responden itu sendiri.

H. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber

penelitian yaitu Diperoleh pengamatan langsung dengan santri melalui

kuisioner peneliti. Data primer dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan kuisioner.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah Data yang diperoleh dari Poskestren

Darussalam diambil lewat dokumen register pasien Poskestren.


I. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian secara garis besar

adalah :

1. Survey pendahuluan

a. Pembuatan surat izin survey pendahuluan ke Pondok Pesantren

Darussalam

b. Melaksanakan survey pendahuluan Pondok Pesantren Darussalam

c. Mengumpulkan data santri yang terkena scabies

2. Tahap persiapan

a. Pengumpulan literatur dan bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan

dengan materi penelitian sebagai bahan referensi yaitu menyangkut

faktor Personal Hygiene dengan Scabies

b. Pembuatan kuesioner yang akan disebarkan kepada responden.

3. Tahap Pelaksanaan

a. Memohon izin kepada pihak Pondok Pesantren Darussalam sebagai

tempai penelitian.

b. Pengumpulan data primer berupa penyebaran kuesioner kepada

responden yang dijadikan subjek penelitian

c. Pengumpulan data sekunder yaitu gambaran umum dan berbagai

informasi tentang Pondok Pesantren Darussalam


J. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian akan diolaah (editing, scoring,

coding, entry, cleanisng dan tabulating data)

a. Editing (Pengeditan), yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna

jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.

b. Coding(Pengkodean), yaitu memberi kode-kode angka sesuai dengan

yang telah ditetapkan, Adapun pemberian kode tersebut adalah :

1) Scabies

a. Scabies (kode 1)

b. Tidak Scabies (kode 2)

2) Personal Hygiene

a. Hygiene Baik (kode 1)

b. Hygiene Buruk (kode 0)

Penetuan Penilaian dan skoringnya adalah sebagai berikut:

Jumlah Pilihan = 2 (Ya dan Tidak)

Jumlah pertanyaan = 36

Skoring Terendah = 0 (pilihan jawaban bernilai negatif)

Skoring tertinggi = 1 (pilihan jawaban bernilai positif)

Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan

= 0 x 36= 0(0%)

Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan

= 1 x 36 = 36(100%)
Penentuan Kriteria dapat dilakukan sebagai berikut :

Interval (I)=Range (R) / Kategori (K)

Range (R) = Skor tertinggi – skor terendah

= 36-0

=0

Kategori (K) adalah banyaknya kriteria yang disusun pada

kriteria objektif suatu variabel yaitu baik dan tidak baik, maka

Kategori (K) =2

Interval (I) =100% / 2 = 50%

Range (R) = skor tertinggi-skor terendah

=100-50= 50%

Sehingga baik jika skor ≥50% dan buruk jika ≤50%

c. Entry, yaitu proses memasukan data kedalam komputer agar diperoleh

masukan data yang siap diolah dengan program SPSS versi 16 for

windows. Setelah hasil kuesioner dan proses pengkodean selesai,

langkah selanjutnya adalah memasukan data-data tersebut kemudian

dilakukan analisis distribusi frekuensi ke dalam program SPSS

tersebut.

d. Cleaning, yaitu pengecekan dan koreksi terhadap data yang telah di

entry untuk memeriksa apabila ada kesalahan dalam mengentry.

e. Tabulating, yaitu mengelompokan data sesuai variabel yang akan

diteliti guna memudahkan analisis data.


2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk

melihat distribusi dari variabel-variabel yang diteliti baik dari variabel

yang terikat maupun variabel yang bebas dengan cara membuat tabel

distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisa ini untuk mengetahui hubungan variabel terikat dengan

variabel bebas, digunakan uji statistik chi square, karena terdapat data

yang ada berjenis nominal dan ordinal (Sugiyono, 2007).

Uji chi square dilakukan dengan program SPSS versi 16,0 for

windows. Tingkat kepercayaan 95% dan derajat kemaknaan 0,05% dengan

nilai kemaknaan jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak Ha diterima,

sehingga ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Nilai p

value ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga tidak ada

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Darussalam

Pondok Pesantren Darussalam di dirikan oleh KH. Ahmad Fadlil pada tahun

1929, dan merupakan komitmen Darussalam sampai saat ini untuk berupaya

mencetak Santri sehingga tampil terdepan di barisan Muslim Moderat, Mukmin

Demokrat, dan Muhsin Diplomat.

Jumlah santri yang mondok di pondok pesantren Darussalam sebanyak 1029

santri yang terdiri dari siswa kelas VII-IX sekolah MTS Darussalam dan kelas X-

XII MAN Darussalam. Jumlah kobong di Pondok Pesantren Darussalam adalah

20 kobong, setiap kobong terdiri dari 7 kamar dan setiap kamar terdiri dari 6

orang siswa.

B. Deskripsi Hasil Penelitian


1. Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan subjek penelitian serta

memberikan gambaran dari frekuensi variabel-variabel yang diteliti.

a. Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan 94 responden

yang memenuhi kriteria.

Tabel 4.1
Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Kategori Kejadian Scabies di
Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis
Total
No Kategori
f %
1 Kasus 47 50
2 Kontrol 47 50
Jumlah 94 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah responden yang

menjadi kasus penelitian sebanyak 47 orang (50%) orang dan kelompok

kontrol sebanyak 47 orang (50%).

Jumlah responden tersebut merupakan gabungan dari kelompok

kasus dan kontrol , distribusi responden menurut jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden menurut Jenis Kelamin Pada Kejadian
Scabies di Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis
Total
No Kategori
f %
1 Laki-Laki 49 52,1
2 Perempuan 45 47,9
Jumlah 94 100

Berdasarakan tabel 4.2, diketahui bahwa jumlah responden yang

menjadi subjek penelitian sebanyak 94 orang dengan jenis kelamin laki-

laki sebanyak 49 orang (52,1%) dan perempuan 45 orang (47,9%).

Distribusi frekuensi menurut umur dapat dilihat pada tabel 4.5

berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden menurut Umur pada Kejadian Kejadian
Scabies di Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis
Total
No Kategori
f %
1 13-15 38 40,4
2 15-18 56 59,6
Jumlah 94 100
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa responden umur 13-15

tahun 38 orang responden (40,4%), dan responden umur 15-18 tahun 56

orang (59,6%).

Hasil kuessioner tentang perilaku pencegahan penularan kepada

kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Perilaku Personal
Hygiene Pada Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darussalam
Kabupaten Ciamis

F %
Personal Hygiene
Ya Tidak Ya Tidak
Kebersihan Kulit
1. Mandi 2 kali Sehari 31 63 33 67
2. Mandi Menggunakan sabun 86 8 91,5 8,5
3. Menggosok Badan 71 23 75,5 24,5
4. Mandi Menggunakan Sabun Sendiri 77 17 81,9 18,1
5. Mandi Setelah Melakukan Kegiatan 39 55 41,5 58,5
6. Teman Pernah Memakai sabun milik sendiri 25 69 26,6 73,4
Kebersihan Kaki, Tangan dan Kuku
7. Mencuci tangan setelah membersihkan 13 81 13,8 86,2
tempat tidur
8. Mencuci tangan setelah membersihkan 45 49 47,9 52,1
kamar mandi
9. Memotong kuku seminggu sekali 28 66 29,8 70,2
10. Mencuci tangan pakai sabun setelah 50 44 53,2 46,8
BAK/BAB
11. Mencuci tangan pakai sabun setelah 12 82 12,8 87,2
menggaruk badan
12. Menyikat kuku menggunakan sabun saat 30 64 31,9 68,1
mandi
Kebersihan Genitalia
13. Mengganti pakaian dalam sesudah mandi 68 26 72,3 27,7
14. Mencuci pakaian dalam menggunakan
detergen 63 31 67 33
15. Menjemur pakaian dalam dibawah terik
matahari 40 54 42,6 57,4
16. Merendam Pakaian dalam disatukan dengan
yang lain 51 43 54,3 45,7
17. Membersihkan alat genital
18. Membersihkan alat genital sesudah 86 8 91,5 8,5
BAK/BAB 88 6 93,6 6,4
Kebersihan Handuk
19. Menggunakan Handuk sendiri 86 8 91,5 8,5
20. Menjemur handuk setelah mandi 52 42 55,3 44,7
21. Mencuci handuk bersamaan 53 41 56,4 43,6
22. Menggunakan handuk bergantian 68 26 72,3 27,7
23. Menjemur handuk dibawah terik matahari 37 57 39,4 60,6
24. Menggunakan handuk dalam keadaan kering 53 41 56,4 43,6

Kebersihan Pakaian
25. Mengganti pakaian 2 kali sehari 41 53 43,6 56,4
26. Bertukar pakaian dengan teman 13 81 13,8 86,2
27. Mencuci Pakaian dengan detergen 58 36 61,7 38,3
28. Menyetrika pakaian 45 49 47,9 52,1
29. Merendam pakaian disatukan 46 48 48,9 51,1
30. Menjemur Pakaian dibawah terik matahari 50 44 53,2 46,8
Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
31. Menggunakan sprei bersama 36 57 38,3 60,6
32. Tidur di tempat tidur sendiri 51 43 54,3 45,7
33. Teman pernah tidur di tempat tidur sendiri 8 86 8,5 91,5
34. Menjemur kasur seminggu sekali 15 79 16 84
35. Mengganti sprei seminggu sekali 16 78 17 83
36. Mencuci Sprei Disatukan 40 54 42,6 57,4

2. Analisis Bivariat

a. Analisis Hubungan Personal Hygiene dengan kejadian scabies di


Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019

Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies di Pondok

Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019

Tabel 4.5
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies di Pondok
Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Tahun 2019

Kasus Kontrol Total


No Kategori
f % f % N %
1 Buruk 31 33 20 21 51 100
2 Baik 16 17 27 29 43 100
Jumlah 47 50 47 50 94 100
p value = 0,02 CI = 1,134-6,033 OR = 2,616

Hubungan antara personal hygine didapatkan bahwa responden

yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 51 orang (54%),

sedangkan responden yang personal hygiene baik sebanyak 43 orang

responden (46%). Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan personal

hygiene dengan kejadian scabies dengan p value 0,02 : α=0,05). Hasil

analisis diperoleh nilai OR 2,616 yang artinya orang yang memiliki

personal hygiene buruk beresiko mengalami scabies 2,616 kali lebih

besar dibandingkan dengan orang yang memiliki personal hygiene baik.

BAB V
PEMBAHASAN

A. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies di Pondok

Pesantren Darussalam Tahun 2019

Hubungan antara personal hygine didapatkan bahwa responden yang

memiliki personal hygiene buruk sebanyak 51 orang (54%), sedangkan

responden yang personal hygiene baik sebanyak 43 orang responden

(46%). Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan personal hygiene

dengan kejadian scabies dengan p value 0,02 : α=0,05). Hasil analisis

diperoleh nilai OR 2,616 yang artinya orang yang memiliki personal

hygiene buruk beresiko mengalami scabies 2,616 kali lebih besar

dibandingkan dengan orang yang memiliki personal hygiene baik.

Responden dengan personal hygiene buruk apabila berkontak dengan

penderita scabies atau dengan benda-benda yang telah terkontaminasi

tungau scabies akan lebih berisiko untuk menderita scabies karena tungau

scabies akan lebih mudah menginfestasi individu dengan personal hygiene

buruk. Sebaliknya responden dengan personal hygiene baik apabila

berkontak dengan sumber penularan scabies akan lebih sukar diinfestasi

tungau karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi menggunakan

sabun, mengganti pakaian setiap hari, mencuci pakaian dengan sabun,

menyetrika pakaian, dll.

Kebersihan perorangan merupakan suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.


Menurut Dermawan dan Jamil (2013:27), personal hygiene adalah hygiene

perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan untuk

mencapai kebersihan tubuh, yang meliputi membasuh, mandi, merawat

rambut, kuku, gigi, gusi dan membersihkan daerah genital.

Menurut Potter, mandi minimal 2x sehari secara teratur dan memakai

sabun merupakan salah satu cara untuk memelihara kebrsihan kulit. Kulit

merupakan pintu masuk tungau scabies untuk melakukan infestasi dan

membentuk terowongan. Apabila kulit individu bersih dan terpelihara,

maka hal ini dapat menekan proses infestasi tungau scabies. Pada santri

dengan personal hygienen yang buruk diharapkan agar dapat mengubah

perilakunya seperti menjaga kebersihan kulit, kebersihan kaki, tangan dan

kuku, kebersihan genitalia, kebersihan pakaian, kebersihan handuk,

kebersihan sprei dan tempat tidur. Hal ini termasuk ke dalam upaya

pencegahan terhadap kejadian scabies.

Personal Hygiene memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

scabies pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota

Padang tahun 2015. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sa’adatin

et al bahwa personal hygiene (OR=2,934) dengan p=0,005 mempunyai

hubungan yang signifikan dengan kejadian scabies.

Peneliti lainnya dilakukan Sudiyanto di wilayah kerja Puskesmas

Lingkat Timur Bengkulu dimana dari hasil uji statistik diperoleh nilai p
value=0,012 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara personal

hygiene dengan kejadian scabies.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan, hal ini dikarenakan

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan peneliti. Keterbatasan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Desain penelitian menggunakan pendekatan kasus kontrol sehingga

dalam wawancara responden harus mengingat kembali (recall)

kebiasaan-kebiasaan seperti perilaku personal hygiene.

2. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan observasi,

sehingga peneliti hanya mempercayai apa yang diakui oleh responden

pada saat penelitian.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian Hubungan personal hygiene dengan kejadian

scabies di pondok pesantren Darussalam Kecamatan Cijeungjing

Kabupaten Ciamis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

Ada Hubungan antara personal hygine didapatkan bahwa responden

yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 51 orang (54%),

sedangkan responden yang personal hygiene baik sebanyak 43 orang

responden (46%). Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan personal

hygiene dengan kejadian scabies dengan p value 0,02 : α=0,05). Hasil

analisis diperoleh nilai OR 2,616 yang artinya orang yang memiliki

personal hygiene buruk beresiko mengalami scabies 2,616 kali lebih besar

dibandingkan dengan orang yang memiliki personal hygiene baik.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan hasil penelitian tentang

Hubungan Personal Hygiene dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren


Darussalam Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis terdapat saran

sebagai berikut:

1. Bagi Pondok Pesantren

Sebagai bahan acuan dan evaluasi tentang perilaku personal

hygiene santri pesantren Darussalam, khususnya kepada penderita

scabies sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit scabies.

2. Bagi Peneliti

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan

cara meneliti varibel lain seperti pengetahuan dan kesehatan

lingkungan yang merupakan faktor risiko terjadinya scabies.

You might also like