You are on page 1of 8

Peter Kasenda

Soekarno dan Islam

Seringkali orang salah duga. Seperti halnya kepada diri Soekarno. Kebanyakan orang
menganggap bahwa Soekarno adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengobarkan semangat
kebangsaan. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian, Sesuatu hal yang terlupakan adalah bahwa
Soekarno juga mempunyai andil dalam menyumbangkan pikiran-pikiran tentang Islam.

Persepsi yang keliru disebabkan kesalahan para sejarawan yang menempatkan sebagai
seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering berhadapan dengan nasionalis Islam. Akibatnya
pikiran-pikiran yang berkaitan dengan Islam tidak begitu mendapat perhatian sewajarnya.

Untuk itu ada baiknya mendengarkan apa yang dikatakan Guru Besar IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Harun Nasution,” Di IAIN sekarang ini kepada mahasiswa saya anjurkan
mempelajari pemikiran-pemikiran Islam Bung Karno karena memang beberapa pemikirannya
cemerlang tetapi pada zamannya tidak bisa diterima. Soekarno ingin mendinamisasi ajaran Islam
yang waktu itu itu statis. Pada waktu itu itu semua dpahami sebagai kehendak Tuhan, kita tak
perlu berusaha. Tuhanlah yang akan memerdekakan kita dari Belanda. Tapi Soekarno berkata:
Tidak! Nasib suatu bangsa tak akan berubah jika bangsa itu merubahnya senditi. Jika kita ingin
merdeka kita harus mengusir Belanda.” Begitu kata Harun Nasution dalam Mahasiswa Dalam
Sorotan. (1984)

Hampir sama dengan pendapat di atas, Ahmad Wahid, Intelektual muda HMI dalam
Catatan Harian Pergolakan Pemikiran Islam menulis, pikiran-pikiran Soekarno tentang Islam
sangat hidup, begitu inspiratif dan merupakan bagian dari kebangkitan pemikiran Islam sedunia,
walaupun dalam beberapa bagian sulit bagi kita menerimanya.

Sampai saat ini ada beberapa sarjana membahas Soekarno dalam kaitannya dengan Islam.
Seperti Tosan Suhastoyo, sarjana Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, membahas Pengaruh
Islam pada Pemikiran Politik Soekarno dan Hatta (1920-1930), Badri Yatim, Sarjana IAIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, menulis Soekarno, Islam dan Nasionalisme dan sebuah disertasi
yang dikerjakan Muhammad Ridwan Lubis dengan judul Pemikiran Soekarno tentang Islam dan
Unsur-unsur Pembaharuannya, yang dipertahankan di depan penguji pada tanggal 14 Juli 1987
di perguruan tinggi yang sama.

Sarjana berkebangsaan Jerman, Bernhard Dahm dalam bukunya Soekarno and the
Struggle for Indonesian Independence membahas tulisan-tulisan Soekarno mengenai Islam.
Ketika Soerkarno berada dalam Pengasingan, baik di Endeh dan Bengkulu, sebanyak 22
halaman. Sedangkan Deliar Noer dalam bukunya Gerakan Modern Islam di Indonesia menulis
sebanyak 19 halaman tentang perdebatan antara Soekarno dengan M Natsir, berkaitan dengan
perlu tidaknya persatuan agama dengan negara. Berdasarkan buku-buku di atas pembahasan
tentang kaitan Soekarno dan Islam ditulis.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Sosialisasi

Soekarno dibesarkan dalam masyarakat agraris, yang kebanyakan penganut “agama


Jawa” kalau boleh meminjam istilah Cliford Geertz. Tetapi setelah ia pindah ke Surabaya,
Soekarno berdiam di kediamannya H.O.S. Thokroaminoto, tokoh Sarekat Islam. Di sana dia
mulai mengenal Islam lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya. Setelah menyelesaikan
Hogere Burger School di Surabaya, kemudian ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan
Technische Hogere School, di sana ia berkenalan dengan Achmad Hassan, tokoh Persatuan
Islam.

Akibat tuduhan hendak menggulingkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda, Soekarno


dimasukan dalam tahanan pada tahun 1929. Di dalam sel yang kecil di penjara Sukamiskin, ia
mulai merenungkan arti hidup ini. Di tempat itu pula ia mulai berhasrat mempelajari agama
Islam secara lebih mendalam. Sesuatu yang ia tidak pernah lakukan sebelumnya.

Begitu juga ketika ia diasingkan pada tahun 1934. Di Endeh, Flores, tempat
pengasingannya itu, untuk pertama kalinya ia merasakan ketidakberdayaan melawan kekuasaan
kolonial Hindia Belanda. Di dalam kesepian itu ia mulai
menyadarkan diri pada perlindungan Allah. Di sana, selain membaca buku-buku Islam, ia
juga seringkali berkorespondensi dengan Achmad Hassan, seorang ulama yang terkenal di
Bandung, tempat ia juga melukiskan keadaan dan perasaannya.

Achmad Hasan mengirim buku-buku untuknya dalam balasannya Soekarno memberi


komentar tentang isi buku itu sambil mengatakan perasaannya mengenai Islam pada umumnya.
Tetapi yang jelas, di sana ia kurang mendapat teman berdiskusi yang cukup memadai mengenai
Islam. Ketika itu Soekarno berada di tengah masyarakat beragama katolik.

Kemudian setelah tempat pengasingan dari Endeh ke Bengkulu, Soekarno terjun ke


dalam pergerakan Muhammadiyah, Pandji Islam yang terbit di Medan memberi tempat bagi
tulisan-tulisannya mengenai Islam. Di tempat pengasingan yang baru, pengetahuan Soekarno
mengenai Islam menjadi lebih luas ketimbang berada di Endeh.

Konteks

Berbagai gerakan dan perkembangan keIslaman yang terdapat di Mesir, Turki dan India,
tentunya mempengaruhi pemikian keislaman Soekarno. Seperti halnya, Soekarno secara jelas
menonjolkan peranan akal pikiran yang bebas dalam memahami ajaran Islam, tentunya tidak
dapat dipungkiri bahwa ia mendapat pengaruh dan jalan pikiran Al-Afghani dan Muhammad
Abduh yang memang menempatkan peranan besar bagi akal dalam memahami ajaran Islam.

Akal dan Islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu membimbing kehidupan umat
manusia, kata Soekarno, oleh karena itu keduanya harus bekerja sama guna saling menunjang
satu sama lain.Sokarno menempatkan akal pada posisi yang sangat penting sehingga ia
beranggapan bahwa segala masalah, termasuk masalah-masalah agama, dapat dipecahkan
dengan akal. Sependapat dengan kaum Mu”tazilah zaman dahulu, Soekarno pun berpendapat
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

bahwa ayat-ayat Al-Quran harus ditafsirkan sesuai dengan akal. Dan bila ada terdapat ayat-ayat
yang lafaddznya bertentangan dengan akal, harus ditafsirkan hingga berkesuaian dengan akal.
Begitu kata Badri Yatim dalam Soekarno, Islam dan Nasionalisme.

Jalan pikiran yang mengandalkan akal dalam memahami ajaran Islam telah menjadi
landasan daripada kerangka pemikiran Soekarno dalam membicarakan unsur-unsur dari ajaran
Islam. Sebab Soekarno percaya benar, apabila kemerdekaan akal dalam Islam sudah dijalankan
sesuai dengam tuntutan agama, menurutnya niscaya Islam akan dapat kembali merebut kejayaan
yang telah hilang.

Pada waktu itu di Indonesia terdapat dua aliran pemikiran keislaman yang berkembang,
yaitu aliran tradisional atau lebih dikenal dengan aliran pesantren dan pembaruan. Apabila aliran
pesantren menekankan keharusan bagi orang Islam untuk mengikuti pendapat ulama-ulama masa
lampau maka aliran pemharuan lebih menekankan gerakannya pada pemurnian terhadap ajaran
Islam dari unsur-unsur yang bukan Islam, serta menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan
politik. Sebaliknya Soekarno menempatkan diri dalam memahami ajaran Islam dengan tidak
mengkaitkan diri pada kedua kecenderungan di atas.

Sebenarnya Soekarno telah melakukan suatu lompatan pemikiran dalam memahami


Islam melalui sikap rasional dan dinamis, sehingga memungkinkannya menampung tuntutan
zaman dan mampu berkembang dalam suatu masyarakat yang bergerak dinamis itu. Untuk
tujuan tersebut, Soekarno menyarankan agar dilakukan penafsiran ulang tentang ajaran yang
berbeda daripada pola kelompok pesantren dan kelompok pembaruan Islam di Indonesia.

Pembaruan pemikiran Islam yang dimaksud Soekarno adalah pikiran maupun gerakan
untuk menyesuaikan pemahaman keagaman Islam dengan perkembangan baru, yang diakibatkan
adanya kemajuan ilmu pengetahuan Soekarno selalu ingin mencari persesuaian Islam dengan
perkembangan modern. Atas dasar itu, Soekarno kurang puas dengan pola berpikir kaum
pembaru maupun pesantren di Indonesia, karena kedua kelompok ini menurut Soekarno sama-
sama tradisional cara berpikirnya. Ini berarti bahwa cara berpikir dua kelompok ini belum dapat
menjawab tantangan zaman yang akan selalu dihadapi umat Islam dalam berbagai ragam
kehidupannya.

Dan ternyata pemikiran Soekarno yang dianggap asing itu mendapat tanggapan dari
tokoh-tokoh ulama dan intelektual di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk polemik antara
Soekarno dengan para pengeritiknya, seperti M Natsir, Tengku Mhd Hasbi, Ahmad Hasan dan
Haji Agus Salim yang dipandang mewakili kelompok pembaruan. Sedangkan Siradjuddin Abbas
dan Kiai Machfoeds Shiddiq mewakili kelompok pesantren.

Bukankah hal ini menunjukkan betapa seriusnya di mata pengeritiknya ide pembaruan
yang dikemukakan Soekarno itu dan betapa berbahayanya ide itu apabila merasuk pada pola
berpikir umat Islam. Menurut Muhammad Ridwan Lubis, hal ini disebabkan karena Soekarno
menganggap bahwa kejayaan umat Islam hanya bisa dicapai apabila mereka telah mengubah
orientasi teologi mereka dari aliran Asy”riah menuju kepada Mu’tazilah. Sebaliknya, baik
kelompok pembaru maupun pesantren pada dasarnya sama-sama menganut teologi Asy”ariah
dan menolak Mu”tazillah.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Islam

Menurut Soekarno, ada banyak faktor yang menyebabkan Islam terjerumus ke dalam
jurang kemunduran, kekolotan dan keterbelakangan. Seperti apa yang telah dirumuskan Badri
Yatim dalam bukunya Soekarno, Islam dan Nasionalisme. Antara lain (1) Berubahnya demokrasi
menjadi aristokrasi, dan republik menjadi dinasti ; (2) Taqlik yang mematikan kehidupan
berpikir dalam Islam (3) Berpedoman terhadap Hadis-hadis Dhaif; (4) Aristokrasi dalam
masyarakat Islam dan (5) Kurangnya kesadaran sejarah.

Sebenarnya sejarah umat Islam telah mencatat bahwa mereka pernah mencapai
kegemilangan dalam ilmu pengetahuan alam, arsitektur, filsafat, seni dan sebagainya. Situasi
kemunduran, kekolotan dan keterbelakangan ini yang merisaukan hati Soekarno, ia ingin
merubah keadaan itu dan mengembalikan umat Islam ke dalam kejayaan yang telah hilang.

Ada tiga prinsip yang menjadi kunci keistimewaan Islam dalam bidang kehidupan
keduniaan dibandingkan dengan agama lain. Bernhard Dahm menyimpulkan dalam bukunya
Sukarno and the struggle for Indonesia Independence, bahwa ada tiga prinsip itu adalah (1)
Tidak ada agama selain Islam yang lebih menekankan persamaan; (2) Tidak ada agama selain
Islam yang sederhana dan rasional dan (3) Islam adalah kemajuan .

Muhammad Ridwan Lubis, dalam disertasinya, Sukarno tentang Islam dan Unsur-unsur
Pembaharuannya, menjelaskan agar terperinci tentang hal di atas. Prinsip pertama, menuju
kepada bentuk struktur sosial umat manusia yang bersifat egaliter dan demokratis. Prinsip kedua,
menyangkut hakikat ajaran Islam mengandung aspek-aspek kerasionalan, khususnya yang
berhubungan dengan kepentingan umat manusia. Prinsip ketiga, menyangkut masa depan
perkembangan dengan baik, apabila selalu dipahami dalam sikap kemajuan Sebaliknya masa
depan Islam menjadi lain, apabila pemahaman tidak bersikap luwes.

Penafsiran

Berikut ini dibicarakan pemikiran keislaman Soekarno, yang berkaitan dengan masalah
Ketuhanan, riba dan bank, masalah tabir, transfusi darah kepada nonmuslim dan hubungan
agama dengan negara. Hal di atas erat kaitannya dengan pandangan Soekarno tentang kedudukan
kedua sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis, dan peranan ilmu pengetahuan
dalam memahami ajaran Islam khususnya yang menyangkut masalah kemasyarakatan.

Sumber pokok ajaran Islam sebagaimana diketahui adalah Al-Qur”an dan Hadis. Al-
Qur”an sebagai sumber pokok ajaran Islam yang tak dapat dibantah lagi, sebab ia telah
dibukukan tidak lama setelah Nabi Muhammad SAW, sedangkam Hadis baru mulai
dikumpulkan dan dibukukan seabad setelah ditinggalkan hasilnya berlainan, mengandung
beberapa kelemahan.

Dalam buku Badri Yatim disebutkan bahwa Hadis dapat dibagi menjadi beberapa bagian
menurut kuat dan lemahnya Hadis itu sendiri, baik segi riwayatnya maupun isinya. Karena
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

posisinya yang sangat penting ada kemungkinan besar diselewengkan, karena ada golongan-
golongan yang ingin memperkuat pendapat-pendapatnya atau untuk kepentingan pribadi dan
golongan, kemudian menciptakan Hadis-hadis palsu. Dan apalagi dalam perkembangan
selanjutnya ada kesan bahwa bahwa Hadis-hadis itu lebih mendapat perhatian dari ayat-ayat Al-
Qur”an.

Ada keinginan Soekarno merombak cara berpikir umat Islam dari pola berpikir tekstual
menuju kepada kontekstual. Soekarno menjelaskan bahwa ajaran Islam bisa diseseuaikan dengan
ilmu pengetahuan modern. Seperti pencucian panci yang dijilat anjing, tidak perlu menggunakan
tanah, cukup hanya dengan menggunakan sabun dan kreolin. Di mata Soekarno yang tujuan dari
tindakan itu sendiri.

Dan Soekarno mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa
kamulah yang lebih mengetahui urusan dunia. Soekarno tampaknya ingin mengugat cara berpikir
masyarakat yang menganggapnya bahwa pencucian beja itu harus mutlak menggunakan tanah,
pola berpikir ini memang sesuai dengan kondisi pemikiran keagamaan di Indonesia yang
umumnya memang menganut mazhab Syafi’i.

Unsur-Unsur Pembaharuan

Pandangan Soekarno tentang Ketuhanan. Betapapun sederhana tingkat peradaban


manusia, senantiasa ada perasaan ketergantungan yang menjadi tempat menggantungkan pikiran
dan perasaan manusia itu tidak selalu sama bentuk pengungkapannya. Atas dasar itu Soekarno
berpendapat bahwa pandangan tentang Tuhan atau usaha merumuskan Tuhan, yang disebutnya
Godsbegrip, selalu mengalami perubahan menurut tingkatan lingkungan kehidupan manusia itu.

Proses terbentuknya kepercayaan manusia terhadap Tuhan menurut Soekarno melalui


sejumlah tahapan. Adanya sejumlah tahapan bentuk kepercayaan itu erat kaitannya dengan
tingkat evolusi kehidupan manusia. Di awali dengan penyembahan terhadap hal-hal yang
dianggap memiliki kedashyatan seperti kilat, turunnya hujan dan kayu besar tempat berlindung.
Kemudian dilanjutkan dengan adanya penghargaan terhadap binatang, yang dianggap sebagai
perwujudan Tuhan. Tahapan selanjutnya, konsep mengenai Tuhan berubah menjadi dewa yang
menguasai pertanian Kemudian berlanjut dengan kepercayaan mengenai keberadaan kekuatan
gaib yang berada di dalam diri manusia sendiri. Kekuatan gaib itu adalah pikiran, dan itulah
Tuhan. Setelah menguraikan keempat tahapan tersebut, Soekarno menyimpulkan bahwa tidaklah
mungkin manusia yang terbatas kemampuann panca inderanya untuk melukiskan Tuhan.
Setidak-tidaknya manusia hanya bisa mendekati Tuhan dengan berdasarkan pengetahuannya
terhadap gejala-gejala alam. Hal ini sejalan menurut Soekarno dengan firman Allah dalam Al-
Qur”an (Ayat 164 surah Al-baqarah). Jadi paham ketuhanan Soekarno lebih bersifat sosiologis
ketimbang teologis. Dengan pemahaman semacam ini, kita bisa mengerti Pancasila Soekarno
bisa diperas menjadi tiga (Trisila) dan menjadi satu (Ekasila).

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Soekarno menerima secara prinsip kedudukan Al-Qur”an dan Hadis sebagai sumber
utama ajaran Islam. Akan tetapi Soekarno menaruh sikap yang berbeda terhadap Hadis,
mengingat adanya perbedaan timbulnya kedua sumber itu. Sungguhpun ia juga meyakini Hadis
sebagai sumber utama ajaran Islam, namun terselip keragu-raguanya untuk menerima secara
mutlak kebenaran Hadis. Sebab Hadis sebagian besar adalah hasil laporan manusia sewaktu
melihat sebuah peristiwa. Dalam sebuah laporan tidak bisa lepas dari subyektivitas seorang yang
menyaksikan persitiwa itu, karena itu terbuka kemungkinan pengurangan, penambahan, dan
penyisipan pendapat sendiri.

Dalam memahami Al-Qur”an dan Hadis yang berkaitan dengan fenomena alam, sedikit
sekali ulama-ulama tafsir mengaitkan pemahaman ayat dengan norma-norma ilmu pengetahuan.
Soekarno berkeinginan terjadinya hubungan yang saling mendukung antara konsep agama
dengan rumusan-rumusan ilmu pengetahuan modern. Hal ini dimaksudkannya untuk menolong
manusia memahami berbagai ayat dalam Al-Qur”an yang erat kaitannya dengan penemuan ilmu
pengetahuan modern seperti astronomi, biologi, sejarah, arkeologi, dan sebagainya. Di satu pihak
timbul usaha saling mendekatkan kedua unsur ini sehingga terwujud kembali kemesraan
hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan, sebagai terjadi pada masa kejayaan Islam. Di
pihak lain, diharapkan akan timbul rasa kedalaman makna yang terkandung dalam sumber ajaran
Islam itu.

Berkaitan dengan riba, Soekarno menegaskan perlunya ada pemisahan antara riba dan
bank. Sebab riba secara tegas dilarang Allah, oleh itu hukumnya haram. Hal ini disebabkan
perbuatan di atas merupakan penindasan manusia atas manusia lain. Tentang pelarangan adanya
riba, Soekarno mengutip ayat-ayat suci Al-Quran, sebagaimana tercantum dalam Surat Ali Imran
3 : 120 yang artinya “ “ Janganlah makan riba berlipat ganda dan perhatikan kewajibanya
terhadap Allah, moga-moga kamu beruntung. Perbuatan riba dan membungakan uang adalah
perbuatan yang bertujuan untuk memupuk kekayaan dengan cara tidak wajar.”

Sebaliknya bank, di satu pihak sudah merupakan tuntutan kehidupan modern yang tidak
bertentangan dengan Islam, dan di lain pihak banyak membantu manusia yang ingin
mengembangkan usahanya. ”bahwa satu masyarakat modern perlu kepada bankwezen yang sehat
sendi-sendi kemanusiannya Perlu kepada pemutaran uang didunia internasional, perlu kepada
kredit dari luar negeri, perlu kepada pelbagai hal yang tidak dapat dielakkan perhitungannya
rente yang sederhana, “ kata Soekarno.

Pemasangan tabir yang memisahkan antara jamaah laki-laki dengan perempuan dianggap
sebagai suatu usaha menjaga agar tidak timbul kemungkinan akibat negatif dari hubungan laki-
laki dan perempuan itu. Ternyata menimbulkan kritik dari Soekarno. Penolakan Soekarno
terhadap pemasangan tabir, dapat dikembalikan pada pandangannya tentang sifat Islam yang
menekankan prinsip kesamarataan umat manusia tanpa membedakan status sosial dan jenis
kelaminan. Penekanan segi kesamarataan ini menjadi penting, mengingat bahwa kaum wanita
mempunyai peranan besar dalam menciptakan suatu bangsa besar yang berperadaban tinggi.

Masalah yang dihadapi Soekarno adalah berkaitan erat hubungannya dengan perombakan
cara berpikir umat Islam yang menganggap adat istiadat sebagai bagian daripada ajaran agama.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Bertitik tolak dari kenyataan, bahwa protes terhadap tabir adalah perwujudan kritik terhadap cara
berpikir umat Islam, maka Soekarno berpendapat bahwa tindakan Agus Salim yang merobek-
robek tabir dalam suatu rapat Jong Islamisten Bond harus dipandang sebagai tindakan yang
mempunyai nilai tinggi. Dalam pandangan Soekarno, keterikatan umat Islam kepada adar-
istiadat akan sangat melemahkan mereka karena pola berpikir mereka menjadi sangat dogmatis
dan sukar menerima adanya pembaruan pemikiran karena adanya perubahan sosial.

Pada dasarnya memang tidak ada teks ayat suci Al-Qur”an maupun Hadis yang
mengharuskan menggunakan tabir untuk memisah jemaah laki-laki dengan wanita dalam sebuah
pertemuan. Tetapi yang jelas bahwa sampai saat ini masalah tabir tidak ada kesepakatan di antara
para ulama. Kesepakatan tersebut bisa menjadi hukum.

Soekarno melihat banyak di antara para ulama di Indonesia yang menolak


menyumbangkan darahnya kepada kaum nonmuslim. Maksudnya adalah tentara Belanda yang
luka dan memerlukan pertolongan darah akibat keganasan tentara Jepang pada tahun 1940-an,
yaitu Perang Dunia II. Hal itu terjadi, menurut Soekarno, karena (1) haram menyumbang darah
kepada musuh, karena musuh itu tetap hidup; (2) haram diambil darah orang Islam yang suci
untuk dimasukkan ke dalam tubuh bukan Islam, agar orang tersebut dapat terus hidup dan (3)
haram memasukkan darahnya orang bukan Islam yang tidak suci ke dalam tubuh orang Islam
yang suci.

Soekarno menyerukan tentang perlunya transfusi darah diadakan, yang mana dikaitkan
dengan pandangan Islam terhadap nilai-nilai kemanusian dan khususnya etika perang. Oleh
karena itu, Soekarno dalam memperkuat argumennya mengutip ayat-ayat suci Al-Qur”an,
sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Baqarah 20 ayat 190 yang artinya“ Perangilah di atas
jalan Allah orang yang memerangi kamu dan janganlah melewati batas.”

Kutipan tersebut, sebenarnya ingin menunjukkan betapa tingginya kehalusan budi etika
perang dalam Islam itu, berdasarkan itu pula Soekarno berani menyatakan bahwa tidak ada
salahnya menyumbangkan darah kepada nonmuslim atas dasar pertimbangan kemanusian
semata. Dalam masalah kemanusian, Soekarno melihat bahwa perbedaan tidak menghalangi
manusia untuk saling menolong.

Sebenarnya masalah tranfusi darah adalah masalah baru bagi hasil perkembangan ilmu
kedokteran. Sehingga merupakan suatu kewajaran apabila tidak tercantum dalam Al-Qur”an
maupun Hadis. Tetapi yang jelas, apabila masalah itu tidak ditemukan aturan yang secara tegas
melarangnya dalam kedua sumber pokok ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Maka hukumnya memperolehkan untuk dilaksanakan.

Dan masalah yang paling banyak disinggung Soekarno adalah hubungan agama dengan
negara. Ketika dunia Islam sibuk dengan perdebatan. Apakah Islam harus menjadi dasar negara.
Atau sebaliknya, Islam itu tidak semestinya menjadi dasar negara karena Islam itu sendiri
berwatak non-ideologis.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Soekarno dengan M Natsir sibuk dengan polemik, perlunya tidak persatuan agama
dengan negara lewat tulisan-tulisan di Pandji Islam pada tahun 1940. Kalau M Natsir
menganjurkan perlunya persatuan agama dengan negara, Soekarno sebaliknya menentang. Di
mata Soekarno, Islam adalah agama, bukanlah suatu sistem yang mengandung aturan-aturan
kemasyarakatan, walaupun Islam membawa pedoman kehidupan bermasyarakat.

Menurut Soekarno, tidak ditemukan teks-teks dalam Al-Qur”an dan Hadis yang
menyebutkan tentang perlunya persatuan agama dengan negara. Dengan demikian pendapat yang
mengatakan bahwa perlunya persatuan dengan negara perlu ditolak. Tetapi yang jelas, walaupun
Soekarno tetap memperhatikan agar cita-cita umat Islam dapat tersalur, dengan menawarkan
Pancasila sebagai dasar negara. Dan Pancasila itu sendiri, menurut Tosan Suhastoyo dan
Mohammad Ridwan Lubis, mendapatkan pengaruh dari ajaran maupun semangat Islam.

Selama ini Soekarno belum dimasukan sebagai tokoh pemikir Islam di Indonesia, tetapi
dalam kenyataan ia tidak menyumbangkan pemikirannya tentang Islam serta besar dalam melihat
pentingnya kedudukan Islam dalam kehidupan bangsa, sebagaimana kebalikan dari pandangan
orang yang meremehkan peranan agama khususnya. Sebagai contoh dari pemikirannya itu adalah
usahanya mempertemukan Islam dan kebangsaan. Pemikiran Soekarno tentang Islam, saling
berkaitan dengan pemikirannya dalam bidang politik, Apabila ia berbicara tentang Islam, maka
pada saat yang sama pula telah tercakup pandangan politiknya dan demikian pula sebaliknya.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa Soekarno menaruh minat terhadap ajaran Islam, walaupun ia
dikenal sebagai tokoh nasionalis sekuler, dan disinilah perbedaan Soekarno dengan tokoh
nasionalis sekuler lainnya.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

You might also like