You are on page 1of 38

PELATIHAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

AHLI TEKNIK ZONASI I

PENYUSUNAN 
PERATURAN ZONASI I

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBERDAYA MANUSIA
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Semarang, 13‐17 Oktober 2008
SASARAN

Peserta pelatihan memahami faktor‐faktor yang perlu


dipertimbangkan dalam penyusunan peraturan zonasi.

Peserta pelatihan mengetahui prosedur yang harus


dilakukan dalam menyusun peraturan zonasi.

Peserta pelatihan memahami teknik penyusunan


peraturan zonasi [aturan teknis dan aturan administrasi].

Peserta pelatihan memahami peran serta masyarfakat


dalam penyusunan peraturan zonasi
MATERI

Metode Pendekatan Penyusunan Peraturan


Zonasi
Tahapan Penyusunan Peraturan Zonasi

Penyusunan Ketentuan Teknis Peraturan


Zonasi
1.  METODE PENDEKATAN
PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
„ Jenis Pendekatan
„ Pendekatan yang Dianjurkan
JENIS PENDEKATAN

DEDUKSI mempertimbangkan TEORI, KASUS dan PRESEDEN peraturan 


zonasi yang telah digunakan kota‐kota di luar negeri maupun 
dalam negeri
relatif cepat dihasilkan, tetapi hasilnya tidak selalu 
sesuai dengan kebutuhan pengendalian
perlu disesuaikan dengan karakteristik dan 
kebutuhan daerah
CAKUPAN PERATURAN ZONASI (pengertian, filosofi dasar, 
substansi/materi, kelemahan maupun kelebihan serta
KAJIAN beberapa kasus studi baik di dalam negeri maupun di luar
negeri)

Tata guna lahan dan hirarkinya, kegiatan, pemanfaatan


dan pengendalian pemanfaatan ruang, eksterior
bangunan, bangun‐bangunan dan prasarana;

KELEMBAGAAN, KEWENANGAN, PROSES dan PROSEDUR 
pembangunan (termasuk Perijinan), secara konseptual
maupun empiris;

Standar, Ketentuan Teknis, Panduan, dan Peraturan


perundangan yang berlaku.
INDUKSI Kajian yang menyeluruh, rinci  dan sistematik terhadap 
karakterisitik penggunaan lahan dan persoalan 
pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu 
daerah. 
memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat 
besar.
CAKUPAN Kajian PENGGUNAAN LAHAN yang ada
KAJIAN Penyusunan KLASIFIKASI dan PENGKODEAN zonasi, serta 
daftar  JENIS dan HIRARKI pengunaan lahan yang ada di 
daerah (menyesuaikan pedoman yang ditetapkan oleh 
Departemen PU dengan penyesuaian seperlunya);
PENYUSUNAN ATURAN untuk masing‐masing blok 
peruntukan;
KAJIAN STANDAR TEKNIS dan ADMINISTRASI yang dapat 
dimanfaatkan dari peraturan‐perundangan nasional 
maupun daerah;
PENETAPAN STANDAR TEKNIS dan ADMINISTRATIF yang 
akan diterapkan untuk daerah yang bersangkutan.
memanfaatkan hasil kajian dengan pendekatan 
DEDUKSI  deduksi yang dikoreksi dan divalidasi dengan 
kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah 
DAN yang disusun Peraturan Zonasinya. 
INDUKSI Kombinasi pendekatan ini mengurangi waktu, 
biaya, dan tenaga yang dibutuhkan dibandingkan 
dengan pendekatan induksi.

PENDEKATAN YANG DIANJURKAN

Kombinasi deduksi dan induksi


Æ ketersediaan informasi
Æ keterbatasan waktu, biaya dan tenaga dalam penyusun
Peraturan Zonasi
2.  TAHAPAN PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI
„ Status Hukum dan Materi
„ Penyusunan Klasifikasi Zonasi
„ Penyusunan Daftar Kegiatan
„ Penetapan/Deliniasi Blok Peruntukkan
„ Penyusunan Aturan Teknis Peraturan Zonasi
PENYUSUNAN KLASIFIKASI ZONASI

STATUS HUKUM Ditetapkan dengan Peraturan Daerah
– mengikat Pemerintah Daerah dan masyarakat 
(publik) 
– menetapkan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. 

MATERI Materi Peraturan Daerah tentang Peraturan Zonasi


sedikitnya terdiri dari:
– Peraturan Zonasi ( ZoningText)
– Peta Zonasi (Zoning Map)
Peta Materi Teknis PZ Inventarisasi pemanfaatan ruang

Klasifikasi pemanfaatan ruang


Penggunaan
Lahan Boleh
Hirarki penggunaan lahan
Tata cara
penetapan blok Bersyarat
Kompatibilitas
peruntukan dan
Terbatas
penetapan zonasi Inventarisasi intensitas PR
Intensitas
Pemanfaatan Klasifikasi intensitas PR Dilarang
Ruang berdasarkan jenis/zona
pemanfaatan ruang

Inventarisasi ketinggian, GSB,


Peraturan Orientasi dan ketentuan lainnya
Tata Massa yang terkait.
Zonasi Bangunan
Kodifikasi standar

Inventarisasi prasarana yang


perlu diatur

Prasarana Inventarisasi standar-standar


prasarana di Bandung

Kodifikasi standar

Amandemen/ Inventarisasi standar, pedoman


Standar-standar
teknis, petunjuk teknis terkait.
perubahan
Peraturan Identifikasi lembaga dan tugas
Pembangunan serta kewenangannya
dan peta zona Kelembagaan
Identifikasi proses dan prosedur
TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
1. Penyusunan klasifikasi zonasi 
2. Penyusunan daftar kegiatan 
3. Penetapan/delineasi blok peruntukan 
4. Penyusunan aturan teknis zonasi
– Kegiatan dan penggunaan lahan 
– Intensitas pemanfaatan ruang 
– Tata massa bangunan 
– Prasarana 
– Lain‐lain/tambahan 
– Aturan khusus 
5. Penyusunan standar teknis 
6. Pemilihan teknik pengaturan zonasi
7. Penyusunan peta zonasi 
8. Penyusunan aturan pelaksanaan 
9. Penyusunan perhitungan dampak 
10.Peran serta masyarakat 
11.Penyusunan aturan administrasi zonasi
2. Penyusunan 1. Penyusunan 3. Penetapan
Daftar Kegiatan Klasifikasi Zona Delineasi Blok
Peruntukan

4. Penyusunan
Aturan Teknis Zonasi

Pendekatan: Jenis Aturan:


-Issue of Concerns -Preskriptif
-Scope of Isues -Kinerja

4.a. 4.b. 4.c. 4.d. 4e. 4.f.


Kegiatan dan Intensitas Tata Massa Prasarana Aturan Aturan
Penggunaan Pemanfaatan Bangunan Lain Khusus
Lahan Ruang

5. Penyusunan 6. Pilihan Teknik


Standar Pengaturan Zonasi

8. Penyusunan
Aturan 7. Penyusunan
Pelaksanaan Peta Zonasi

9. Penyusunan
Aturan Dampak

11. Penyusunan
10. Peran Serta Aturan
Masyarakat Administrasi
Zonasi
1. KLASIFIKASI ZONASI

DEFINISI  Jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian 
KLASIFIKASI  teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik
ZONASI untuk digunakan di daerah yang disusun Peraturan 
Zonasinya. 
Merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau 
penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan/atau 
dampak yang sejenis atau yang relatif sama.

TUJUAN menetapkan zonasi yang akan dikembangkan pada 
suatu  wilayah perkotaan;
menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat 
gangguannya.
1. KLASIFIKASI ZONASI

PERTIMBANGAN Merujuk pada klasifikasi dan kriteria zonasi yang ada 


pada Lampiran I konsep panduan ini
Menambahkan/melengkapi klasifikasi zonasi dengan 
mempertimbangkan:
– Hirarki klasifikasi zonasi
– Zonasi yang sudah berkembang
– Jenis zona yang spesifik yang ada 
– Jenis zonasi yang prospektif berkembang
Menghapuskan zonasi yang tidak terdapat di daerah dari 
Lampiran yang dirujuk

HIRARKI YANG  Peruntukan Zona Hirarki 5
DIANJURKAN – Menunjukkan penggunaan yang lebih detail/rinci untuk 
setiap peruntukan hirarki 4, mencakup blok peruntukan 
dan tata cara/aturan pemanfaatannya.
1. KLASIFIKASI ZONASI

KODE ZONASI – Setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang 


[KETENTUAN] dimaksud. 
– Pengkodean zonasi dapat merujuk pada kode zonasi dalam 
Lampiran I konsep panduan ini.
– Nama kode zonasi dapat disesuaikan dengan RTRW yang 
berlaku di daerah masing‐masing.
– Nama kode zonasi diupayakan bersifat universal seperti yang 
banyak digunakan di luar negeri.

CONTOH:
A‐1 Agricultural district (pertanian)
R‐1 One and two‐family residential district (perumahan)
R‐2 Multifamily residential district (perumahan)
R‐3 Mobile home residential district (perumahan)
R‐4 Planned unit development district (perumahan)
C‐1 Commercial district (low density) (komersial)
C‐2 Commercial district (medium density) (komersial)
M‐1 Light industrial [manufactur] district (industri)
M‐2 Heavy industrial [manufactur]district (industri)
FC‐1 Floodplain or conservation district
2. DAFTAR KEGIATAN

DAFTAR  Daftar berisi rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, 


atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang 
KEGIATAN ditetapkan.
2. DAFTAR KEGIATAN

PERTIMBANGAN Merujuk pada Daftar Kegiatan (Lampiran III), yang telah 


disusun berdasarkan:
– Kajian literatur, peraturan‐perundangan, dan 
perbandingan dari berbagai contoh;
– Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar 
pelayanan yang berlaku (misalnya standar Dept. PU);
Menambah/melengkapi daftar kegiatan pada Lampiran III 
dengan mempertimbangkan:
– Jenis kegiatan dan jenis penggunaan lahan yang sudah 
berkembang pada daerah yang akan disusun 
Peraturan Zonasinya (kajian/pengamatan empiris).
– Jenis kegiatan spesifik yang ada di daerah yang 
disusun Peraturan Zonasinya yang belum terdaftar.
– Jenis kegiatan yang prospektif berkembang di daerah 
yang akan disusun Peraturan Zonasinya.
Menghapuskan kegiatan yang tidak terdapat di daerah dari 
daftar kegiatan Lampiran III.
2. DAFTAR KEGIATAN
CONTOH  PERUMAHAN KOMERSIAL
DAFTAR  1. Berdasarkan jenis bangunan : 1. Berdasarkan Jenis Tempat :
a. Rumah Tunggal a. Warung
KEGIATAN b. Rumah KopelRumah b. Toko
DeretTownhouse c. Pertokoan
c. Rumah Susun rendah (< 5 d. Pasar tradisional
lantai) e. Pasar lingkungan
d. Rumah Susun Sedang (5 s.d. f. Penyaluran grosir
8 lantai)
g. Pusat perbelanjaan
e. Rumah Susun Tinggi (> 8
lantai) h. Supermarket
i. Mall
j. Plaza
k. Shopping Center
2. Berdasarkan fungsi: 2. Jenis Barang yang
a. Asrama Diperdagangkan
b. Kost-kostan a. Bahan bangunan dan
c. Panti jompo perkakas
d. Panti asuhan yatim piatu b. Makanan dan Minuman
e. Guest House c. Peralatan Rumah Tangga
f. Paviliun d. Hewan peliharaan
g. Rumah dinas e. Barang kelontong
f. dll
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN

DEFINISI BLOK  Sebidang lahan yang dibatasi sekurang‐kurangnya oleh batasan 


PERUNTUKAN fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran 
irigasi,  saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain‐
lain), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan 
rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan 
rencana kota).

Nomor Blok Peruntukan
Æ Nomor yang diberikan pada setiap blok peruntukan.

Delineasi Blok Peruntukan
Æ Blok peruntukan dibatasi oleh batasan fisik yang nyata  
maupun yang belum nyata.
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN

BATAS BLOK  Yang nyata:
PERUNTUKAN • jaringan jalan, 
• sungai, 
• selokan, 
• saluran irigasi,  
• saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, 
• garis pantai, dll.

Yang belum nyata:
• rencana jaringan jalan, 
• rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan 
rencana kota, dan rencana sektoral lainnya.
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN

PENOMORAN Blok peruntukan perlu diberi nomor blok Æ memudahkan 


BLOK  referensi. 
Nomor blok peruntukan dapat didasarkan pada kode pos
PERUNTUKAN (berdasarkan kelurahan/desa) diikuti dengan 3 digit nomor 
blok. 
Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut 
dipecah menjadi beberapa subblok (lihat Subbab 2.8).
Nomor blok = [kode pos]‐[3 digit angka].[huruf]
Opsional untuk pemecahan blok Nomor urut
Contoh nomor blok:
•Blok 40132‐001, ... Blok 40132‐023; Blok 40132‐024... , dst.
Satu subblok dapat dipecah menjadi beberapa subblok.
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN

CONTOH  GSJ

PENENTUAN  GSJ
BLOK  GSB
Nomor Blok
PERUNTUKAN 40132-023
Peruntukan

BLOK
PERUNTUKAN 40132-024
GSB
GSJ

GSJ

Keterangan:
GSJ = Garis Sempadan Jalan
GSB = Garis Sempadan Bangunan
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS 

Aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan 
pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan, 
intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa 
bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus 
disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan 
aturan khusus untuk kegiatan tertentu).
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS 

JENIS ATURAN Panduan preskriptif (prescriptive guidelines) 
Æ peraturan yang memberikan ketentuan‐ketentuan 
yang dibuat sangat ketat, rinci dan terukur.
Contoh:  luas minimum (m2),  tinggi maksimum (m    
atau lantai), KDB maksimum (%), dll.

Panduan kinerja (performance guidelines)
Æ peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta 
kriteria kinerja dalam memberikan panduannya, yang 
tidak ketat. 
Contoh: kegiatan baru tidak boleh menurunkan rasio 
volume lalu‐lintas dan kapasitas jalan (V/C 
ratio) di bawah D
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS 

PERTIMBANGAN  (1) aspek yang diperhatikan (issues of concern)
PENYUSUNAN  pokok perhatian atau kriteria yang menjadi dasar 
ATURAN penyusunan aturan. (misal : keselamatan, keamanan)

(2) komponen yang diatur (scope of issues).
komponen yang diatur berdasarkan pokok perhatian 
yang terkait. Contoh komponen yang harus diatur adalah, 
KDB, KLB, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, dll
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS 

CAKUPAN  • Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
ATURAN • Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang
• Aturan Tata Massa Bangunan
• Aturan Prasarana Minimum
• Aturan Lain/Tambahan
• Aturan Khusus
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS 

ATURAN  Æ aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan, 
KEGIATAN   diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas 
PENGGUNAAN  atau dilarang pada suatu zona.
LAHAN

KLASIFIKASI  Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi 
KEGIATAN   dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
•”I” = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted)
PENGGUNAAN 
•”T” = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted)
LAHAN •”B” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat 
(C, conditional)
•”‐” = pemanfaatan yang tidak diijinkan (not permitted)
ATURAN 
KEGIATAN  
PENGGUNAAN 
LAHAN

PERTIMBANGAN Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan,:
• Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang 
kabupaten/kota;
• Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya
dalam suatu wilayah;
• Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan 
terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah);
• Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak 
terhadap peruntukkan yang ditetapkan;
• Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota 
di luar rencana tata ruang yang ada;
• Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan 
sosial‐ekonomi lemah.
ATURAN 
KEGIATAN  
PENGGUNAAN 
LAHAN

PERTIMBANGAN Khusus, berlaku untuk masing‐masing karakteristik guna 
lahan, kegiatan atau komponen yang akan dibangun, dapat 
disusun berdasarkan:
• Rujukan terhadap ketentuan‐ketentuan maupun 
standar‐standar yang berkaitan dengan 
pemanfaatan ruang 
• Rujukan terhadap ketentuan dalam Peraturan 
Bangunan Setempat
• Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur 
bangunan/komponen yang dikembangkan 
(misalnya: pompa bensin, BTS/Base Tranceiver 
Station, dll)
ATURAN 
KEGIATAN  
PENGGUNAAN 
LAHAN

PERTIMBANGAN Berorientasi pada kegiatan yang diperbolehkan :
• Kegiatan yang sejenis dinyatakan diperbolehkan dengan 
eksplisit 
• (contoh: ”Kegiatan yang diperbolehkan adalah ........., ....., dan 
.......”).
• Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti dilarang)
• Kegiatan yang tidak termasuk dalam aturan 1 dan 2 dapat 
disebutkan 
• (contoh: “restoran, tapi tidak termasuk klub malam”)

Berorientasi pada kegiatan yang dilarang :
• Kegiatan yang sejenis dinyatakan dilarang dengan eksplisit 
• (contoh: ”Kegiatan yang dilarang meliputi ........., ....., dan 
.......”)
• Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti 
diperbolehkan) 
• Kegiatan yang sejenis dengan kegiatan yang dilarang, namun 
diperbolehkan dengan syarat 
• (contoh: ”pertokoan dilarang, kecuali kurang dari 50 m2)
ATURAN  Besaran pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan 
INTENSITAS  batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk
PEMANFAATAN 
RUANG

MATERI  Minimum terdiri dari:


ATURAN •Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum
•Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
•Koefisien dasar Hijau (KDH) minimum
Aturan yang dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan 
ruang antara lain:
•Koefisien Tapak Basemen (KTB) maksimum
•Koefisen Wilayah terbangun (KWT) maksimum
•Kepadatan bangunan atau unit maksimum
•Kepadatan penduduk minimum
ATURAN 
INTENSITAS 
PEMANFAATAN 
RUANG

RUJUKAN  1. Standar atau interval KDB dan KLB dapat 
ATURAN merujuk pada aturan di bawah ini, dan dapat 
disesuaikan dengan kondisi di daerah:
2. SK MenPU No. 640/KPTS/1986 tentang 
Perencanaan Tata Ruang Kota
3. Kepmendagri No. 59/1988 tentang Petunjuk 
Pelaksanaan Permendagri No. 2/1987 tentang 
Pedoman Penyusunan Rencana Kota

Catatan: Meskipun sudah tidak berlaku lagi, ketentuan 
tersebut 
di atas dapat dijadikan sebagai rujukan. 
ATURAN TATA  Bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan 
pada suatu persil/tapak yang dikuasai.
MASSA 
BANGUNAN

MATERI  Pengaturan tata massa bangunan mencakup antara lain:
ATURAN • garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
• jarak bebas antarbangunan minimum;
• tinggi bangunan maksimum atau minimum;
• amplop bangunan;
• tampilan bangunan (opsional);
• dan aturan lain yang dianggap perlu. 
ATURAN  kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan 
PRASARANA  lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana 
MINIMUM  mestinya.
RUANG

MATERI  Cakupan prasarana yang diatur dalam Peraturan Zonasi 
ATURAN minimum adalah prasarana:
•parkir
•bongkar muat
•dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya 
(streetscape)
•kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu
ATURAN  – Aturan lain dapat ditambahkan pada setiap zonasi.
KHUSUS – Kegiatan usaha yang diperbolehkan di zona hunian 
(usaha rumahan, warung, salon, dokter praktek, dll);
– Larangan penjualan produk, tapi penjualan jasa 
diperbolehkan;
– Batasan luas atau persentase (%) maksimum dari luas 
lantai (misalnya: kegiatan tambahan ‐seperti salon, 
warung, fotokopi‐ diperbolehkan dengan batas tidak 
melebihi 25% dari KDB);
– Aturan perubahan pemanfaatan ruang yang 
diperbolehkan.

CONTOH  – Pemanfaatan Terbatas’
– Pemanfaatan Bersyarat
ATURAN LAIN
– Pemanfaatan Ruang Pelengkap
TERIMA KASIH
14 Oktober 2008

Denny Zulkaidi, Ir., MUP
Petrus Natalivan, ST., MT
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10 Bandung 40132


Tel. 022‐2504735, 2509171
Fax. 022‐2501263
E‐mail: dennyz@pl.itb.ac.id
E‐mail: natalivan@pl.itb.ac.id

You might also like