Professional Documents
Culture Documents
AHLI TEKNIK ZONASI I
PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI I
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBERDAYA MANUSIA
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Semarang, 13‐17 Oktober 2008
SASARAN
KELEMBAGAAN, KEWENANGAN, PROSES dan PROSEDUR
pembangunan (termasuk Perijinan), secara konseptual
maupun empiris;
STATUS HUKUM Ditetapkan dengan Peraturan Daerah
– mengikat Pemerintah Daerah dan masyarakat
(publik)
– menetapkan sanksi bagi pihak yang melanggarnya.
Kodifikasi standar
4. Penyusunan
Aturan Teknis Zonasi
8. Penyusunan
Aturan 7. Penyusunan
Pelaksanaan Peta Zonasi
9. Penyusunan
Aturan Dampak
11. Penyusunan
10. Peran Serta Aturan
Masyarakat Administrasi
Zonasi
1. KLASIFIKASI ZONASI
DEFINISI Jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian
KLASIFIKASI teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik
ZONASI untuk digunakan di daerah yang disusun Peraturan
Zonasinya.
Merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau
penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan/atau
dampak yang sejenis atau yang relatif sama.
TUJUAN menetapkan zonasi yang akan dikembangkan pada
suatu wilayah perkotaan;
menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat
gangguannya.
1. KLASIFIKASI ZONASI
HIRARKI YANG Peruntukan Zona Hirarki 5
DIANJURKAN – Menunjukkan penggunaan yang lebih detail/rinci untuk
setiap peruntukan hirarki 4, mencakup blok peruntukan
dan tata cara/aturan pemanfaatannya.
1. KLASIFIKASI ZONASI
CONTOH:
A‐1 Agricultural district (pertanian)
R‐1 One and two‐family residential district (perumahan)
R‐2 Multifamily residential district (perumahan)
R‐3 Mobile home residential district (perumahan)
R‐4 Planned unit development district (perumahan)
C‐1 Commercial district (low density) (komersial)
C‐2 Commercial district (medium density) (komersial)
M‐1 Light industrial [manufactur] district (industri)
M‐2 Heavy industrial [manufactur]district (industri)
FC‐1 Floodplain or conservation district
2. DAFTAR KEGIATAN
Nomor Blok Peruntukan
Æ Nomor yang diberikan pada setiap blok peruntukan.
Delineasi Blok Peruntukan
Æ Blok peruntukan dibatasi oleh batasan fisik yang nyata
maupun yang belum nyata.
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN
BATAS BLOK Yang nyata:
PERUNTUKAN • jaringan jalan,
• sungai,
• selokan,
• saluran irigasi,
• saluran udara tegangan (ekstra) tinggi,
• garis pantai, dll.
Yang belum nyata:
• rencana jaringan jalan,
• rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan
rencana kota, dan rencana sektoral lainnya.
3. PENETAPAN/DELINIASI BLOK PERUNTUKAN
CONTOH GSJ
PENENTUAN GSJ
BLOK GSB
Nomor Blok
PERUNTUKAN 40132-023
Peruntukan
BLOK
PERUNTUKAN 40132-024
GSB
GSJ
GSJ
Keterangan:
GSJ = Garis Sempadan Jalan
GSB = Garis Sempadan Bangunan
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS
Aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan
pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan,
intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa
bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus
disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan
aturan khusus untuk kegiatan tertentu).
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS
JENIS ATURAN Panduan preskriptif (prescriptive guidelines)
Æ peraturan yang memberikan ketentuan‐ketentuan
yang dibuat sangat ketat, rinci dan terukur.
Contoh: luas minimum (m2), tinggi maksimum (m
atau lantai), KDB maksimum (%), dll.
Panduan kinerja (performance guidelines)
Æ peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta
kriteria kinerja dalam memberikan panduannya, yang
tidak ketat.
Contoh: kegiatan baru tidak boleh menurunkan rasio
volume lalu‐lintas dan kapasitas jalan (V/C
ratio) di bawah D
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS
PERTIMBANGAN (1) aspek yang diperhatikan (issues of concern)
PENYUSUNAN pokok perhatian atau kriteria yang menjadi dasar
ATURAN penyusunan aturan. (misal : keselamatan, keamanan)
(2) komponen yang diatur (scope of issues).
komponen yang diatur berdasarkan pokok perhatian
yang terkait. Contoh komponen yang harus diatur adalah,
KDB, KLB, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, dll
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS
CAKUPAN • Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
ATURAN • Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang
• Aturan Tata Massa Bangunan
• Aturan Prasarana Minimum
• Aturan Lain/Tambahan
• Aturan Khusus
4. PENYUSUNAN ATURAN TEKNIS
ATURAN Æ aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan,
KEGIATAN diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas
PENGGUNAAN atau dilarang pada suatu zona.
LAHAN
KLASIFIKASI Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi
KEGIATAN dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
•”I” = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted)
PENGGUNAAN
•”T” = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted)
LAHAN •”B” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat
(C, conditional)
•”‐” = pemanfaatan yang tidak diijinkan (not permitted)
ATURAN
KEGIATAN
PENGGUNAAN
LAHAN
PERTIMBANGAN Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan,:
• Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang
kabupaten/kota;
• Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya
dalam suatu wilayah;
• Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan
terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah);
• Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak
terhadap peruntukkan yang ditetapkan;
• Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota
di luar rencana tata ruang yang ada;
• Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan
sosial‐ekonomi lemah.
ATURAN
KEGIATAN
PENGGUNAAN
LAHAN
PERTIMBANGAN Khusus, berlaku untuk masing‐masing karakteristik guna
lahan, kegiatan atau komponen yang akan dibangun, dapat
disusun berdasarkan:
• Rujukan terhadap ketentuan‐ketentuan maupun
standar‐standar yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang
• Rujukan terhadap ketentuan dalam Peraturan
Bangunan Setempat
• Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur
bangunan/komponen yang dikembangkan
(misalnya: pompa bensin, BTS/Base Tranceiver
Station, dll)
ATURAN
KEGIATAN
PENGGUNAAN
LAHAN
PERTIMBANGAN Berorientasi pada kegiatan yang diperbolehkan :
• Kegiatan yang sejenis dinyatakan diperbolehkan dengan
eksplisit
• (contoh: ”Kegiatan yang diperbolehkan adalah ........., ....., dan
.......”).
• Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti dilarang)
• Kegiatan yang tidak termasuk dalam aturan 1 dan 2 dapat
disebutkan
• (contoh: “restoran, tapi tidak termasuk klub malam”)
Berorientasi pada kegiatan yang dilarang :
• Kegiatan yang sejenis dinyatakan dilarang dengan eksplisit
• (contoh: ”Kegiatan yang dilarang meliputi ........., ....., dan
.......”)
• Kegiatan yang tidak sejenis tidak dinyatakan (berarti
diperbolehkan)
• Kegiatan yang sejenis dengan kegiatan yang dilarang, namun
diperbolehkan dengan syarat
• (contoh: ”pertokoan dilarang, kecuali kurang dari 50 m2)
ATURAN Besaran pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan
INTENSITAS batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk
PEMANFAATAN
RUANG
RUJUKAN 1. Standar atau interval KDB dan KLB dapat
ATURAN merujuk pada aturan di bawah ini, dan dapat
disesuaikan dengan kondisi di daerah:
2. SK MenPU No. 640/KPTS/1986 tentang
Perencanaan Tata Ruang Kota
3. Kepmendagri No. 59/1988 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Permendagri No. 2/1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota
Catatan: Meskipun sudah tidak berlaku lagi, ketentuan
tersebut
di atas dapat dijadikan sebagai rujukan.
ATURAN TATA Bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan
pada suatu persil/tapak yang dikuasai.
MASSA
BANGUNAN
MATERI Pengaturan tata massa bangunan mencakup antara lain:
ATURAN • garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
• jarak bebas antarbangunan minimum;
• tinggi bangunan maksimum atau minimum;
• amplop bangunan;
• tampilan bangunan (opsional);
• dan aturan lain yang dianggap perlu.
ATURAN kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
PRASARANA lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
MINIMUM mestinya.
RUANG
MATERI Cakupan prasarana yang diatur dalam Peraturan Zonasi
ATURAN minimum adalah prasarana:
•parkir
•bongkar muat
•dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya
(streetscape)
•kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu
ATURAN – Aturan lain dapat ditambahkan pada setiap zonasi.
KHUSUS – Kegiatan usaha yang diperbolehkan di zona hunian
(usaha rumahan, warung, salon, dokter praktek, dll);
– Larangan penjualan produk, tapi penjualan jasa
diperbolehkan;
– Batasan luas atau persentase (%) maksimum dari luas
lantai (misalnya: kegiatan tambahan ‐seperti salon,
warung, fotokopi‐ diperbolehkan dengan batas tidak
melebihi 25% dari KDB);
– Aturan perubahan pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan.
CONTOH – Pemanfaatan Terbatas’
– Pemanfaatan Bersyarat
ATURAN LAIN
– Pemanfaatan Ruang Pelengkap
TERIMA KASIH
14 Oktober 2008
Denny Zulkaidi, Ir., MUP
Petrus Natalivan, ST., MT
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung